• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DURASI SERANGAN GELOMBANG TERHADAP TINGKAT KERUSAKAN LAPIS LINDUNG PEMECAH GELOMBANG. Ida Bagus Agung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH DURASI SERANGAN GELOMBANG TERHADAP TINGKAT KERUSAKAN LAPIS LINDUNG PEMECAH GELOMBANG. Ida Bagus Agung"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DURASI SERANGAN GELOMBANG TERHADAP TINGKAT KERUSAKAN LAPIS LINDUNG PEMECAH GELOMBANG

Ida Bagus Agung

Fakultas Teknik, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Email: idabagusagung @ yahoo.com

ABSTRACT

this research tetrapod have been utilized for breakwater cover layer or armour layer. The effect of wave duration on the armor layer tetrapod stability was studied. The models were run in the irregular wave flume, where Bretschneider spectrum may be generated attacking the breakwater. The waves were set to break before reaching the breakwater. The test was conducted until the damage level of armour layer reached more than 5 %. The result of the research showed that waves duration and the high of the wave attack affect the stability of armour layer, especially when the wave was Rayleigh distributed. The effect of waves duration reduced as more and more waves broken before reaching the structure of the breakwater.

Keywords: The breakwater, tetrapod, the wave height, the water depth, the duration of the waves. PENDAHULUAN

Pemecah gelombang sisi miring pada garis besarnya tersusun dari tiga lapisan. Lapisan pertama dinamakan lapis lindung (armour layer). Lapisan kedua lebih didalam dinamakan lapis penyaring (filter). Lapis terdalam dinamakan lapis inti. Rusaknya salah satu lapisan penyusun struktur pemecah gelombang akan menyebabkan rusaknya keseluruhan bangunan pemecah gelombang.

Durasi serangan gelombang, bentuk spectrum gelombang, tinggi dan periode gelombang berat material lapis lindung, bentuk dan kekasaran material, perletakan material lapis lindung, kemiringan sisi bangunan, porositas material. berat material lapis lindung, bentuk dan kekasaran material, perletakan material lapis lindung, kemiringan sisi bangunan dan porositas material adalah parameter yang terkait secara langsung dengan tingkat kerusakan lapis lindung.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: ―Seberapa besar pengaruh durasi serangan gelombang terhadap tingkat kerusakan lapis lindung pemecah gelombang sisi miring?― KAJIAN PUSTAKA

A. Pemecah Gelombang Sisi Miring

Gambar 2.1. Struktur Pemecah Gelombang Fleksibel

Lapis lindung berfungsi sebagai pelindung struktur pemecah gelombang

(2)

dari serangan gelombang Karena itu material lapis lindung tersusun dari batu lindung yang paling besar dan berat sehingga tetap stabil terhadap serangan gelombang. Lapisan penyaring merupakan bagian yang penting dan tidak boleh diabaikan dalam perancangan pemecah gelombang. Keluarnya atau tercucinya lapis inti secara berlebihan karena kurang berfungsinya lapisan penyaring dan lapis pelindung akan berakibat penurunan (settlement) pada struktur dan merusak struktur.

B. Kerusakan Lapis Lindung

Pemecah gelombang dapat mengalami berbagai kerusakan tergantung pada susunan dan konfigurasi strukturnya, kondisi gelombang yang menyerang dan tinggi muka air laut relatif selama terjadi serangan gelombang. Satu jenis kerusakan yang diidentifikasi Jensen adalah jenis kerusakan pada lapis lindung. Terjadinya kerusakan pada lapis lindung karena berpindahnya material lapis lindung dari kedudukannya semula akibat serangan gelombang. Material lapis lindung sampai berpindah karena bekerjanya gaya gelombang yang berlebihan terutama selama terjadi run-.down dan run-up gelombang (Jensen, 1984).

Sementara Bruun (1985), menyatakan bahwa penyebab kerusakan pada pemecah gelombang karena longsornya lapis lindung. Kerusakan lapis lindung dapat pula disebabkan oleh karena terserang gelombang pecah (plunging wave),

gelombang berantai (wave trains) yang terkonsentrasi, durasi gelombang yang cukup panjang, erosi pada bagian kaki pemecah gelombang, serta ketidak sesuaian material yang digunakan.

C. Material Lapis Lindung.

Ada beberapa parameter yang berkaitan dengan material lapis lindung yang perlu mendapat perhatian yaitu: rapat masa material lapis lindung (s), koefisien lapisan (K), koefisien porositas (n) dan koefisien stabilitas (Kd).

Koefisien Lapisan (K), menunjukkan tingkat bahan lapis lindung untuk bergabung bersama dalam suatu lapisan. Koefisien ini penting untuk menentukan ukuran ketebalan lapisan. Koefisien Porositas (n) penting untuk menentukan jumlah batu ( armour unit ) lapis lindung. Koefisien Stabilitas (Kd) merupakan pencerminan dari berbagai sifat. Sifat-sifat tersebut diantaranya adalah bentuk dan kekasaran material, tingkat saling kunci dan cara penyusunan lapis lindung.

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Formula Stabilitas Lapis Lindung

Irribaren pada tahun 1938 mengajukan rumus angka stabilitas lapis lindung sebagai berikut :

 3 3 2 sin cos 1 3 3                 w s s s W H K ... (1)

dengan: = koefisien gesekan dan K2 =

angka stabilitas material lapis lindung. Dengan memodifikasi rumus Irribaren kemudian Hudson pada tahun 1953 mengajukan rumus sebagai berikut:

 

  cot 3 3   s s d W H K ... (2)

Dengan memperhatikan gaya gelombang yang bekerja pada struktur pemecah gelombang dan formula yang dikemukakan Hudson, beberapa peubah yang perlu mendapat perhatian adalah:

(3)

a. Berat (W) dan rapat massa ( s ) material lapis lindung,

b. Gaya gesek dan saling kunci yang dipengaruhi oleh bentuk dan tata letak material,

c. Rapat massa air ( w ),

d. Sudut lereng bangunan pemecah gelombang ( ),

e. Tinggi gelombang signifikan (Hs) yang dipengaruhi oleh spektrum dan durasi.

Triatmadja (1997), menyatakan bahwa pemecah gelombang jauh lebih stabil terhadap serangan gelombang yang sudah pecah karena gelombang yang sudah pecah energinya berkurang. Ia mengusulkan penambahan sebuah variabel kedalam formula Hudson sehingga berlaku pada kondisi gelombang yang sudah pecah. Variabel tersebut adalah kedalaman air dimuka kaki pemecah gelombang saat air tenang (SWL) dengan notasi d.

Formula Triatmadja dirumuskan sebagai berikut:   cot 3 2   d d s s K d H W ... (3)

Pada persamaan (6) Hd adalah tinggi

gelombang sebelum pecah. dengan:

 = sudut lereng bangunan, Kd = koefisien stabilitas

 = rapat masa relatif unit lapis lindung = (s/(w – 1))

Ws = berat material lapis lindung,

 s = berat jenis unit lapis lindung.

B. Statistika Gelombang

Gelombang yang terjadi di laut adalah gelombang acak dengan tinggi dan periode yang bervariasi, sehingga perlu rumusan untuk mempresentasikannya dengan jelas.

Pengukuran gelombang di suatu tempat dalam waktu yang cukup panjang akan memberikan data gelombang acak yang cukup banyak yang keberadaannya tidak teratur. Sehubungan dengan besarnya jumlah data gelombang maka gelombang di alam dianalisa secara statistik. Pendekatan statistik dan empirik merupakan satu-satunya kemungkinan untuk memprediksi kejadian gelombang angin ini.

Apabila data tinggi gelombang dari pencatatan gelombang diplot terhadap probabilitas kejadiannya, maka probabilitas kejadian P(H) akan mengikuti distribusi Rayleigh. Probability distribution function dari distribusi Rayleigh ditunjukkan pada persamaan (10) 2 ) ( 2 2 ) ( HHrms e H H H P rms   ... (4)

Jumlah gelombang keseluruhan (N), didekati dengan persamaan:

D

N

...(5)

dengan:(D) adalah durasi gelombang badai , (T) adalah periode gelombang rerata. Berdasarkan distribusi Rayleigh, diperoleh hubungan antara Hs dengan Hrms sebagai berikut (Triatmodjo, 1999): rms rms s H H H  2 1.41 ... (6 N H Hrms 2   ... (7) dengan:

Hs = Tinggi gelombang rerata dari 33 % tinggi gelombang tercatat

Hrms = akar dari rerata kuadrat tinggi gelombang.

Tinggi gelombang yang terjadi apabila gelombang tidak pecah ditentukan oleh jumlah gelombang yang tercatat (N).

(4)

Apabila gelombang mengikuti distribusi Rayleigh, maka kemungkinan tinggi gelombang yang lebih besar dari tinggi gelombang maksimal akan mengikuti persamaan (14). Longuet-Higgins menunjukkan bahwa tinggi gelombang maksimum pada suatu badai gelombang angin akan mengikuti persamaan (9).

  .. 1 2 N e H H P HmakHrms mak     …(8) N H Hmak rms ln .  N H Hmak 0.71 s ln ……..(9)

Dengan mengacu pada persamaan N=D/T diketahui tinggi gelombang maksimum tergantung pada durasi badai (D) yang menyerang karena N tergantung pada D . Hal ini berarti semakin besar durasi badai gelombang akan semakin banyak jumlah gelombang yang menyerang. Bila jumlah gelombang yang menyerang semakin banyak maka kerusakan yang terjadi akan semakin besar karena tinggi gelombang maksimum yang hampir pecah yang merusakkan semakin banyak (Van Der Meer, 1987 dan Jensen, 1984).

Tinggi gelombang dan periode gelombang signifikan pada satu populasi serangan gelombang telah digunakan sebagai acuan dalam memprediksi stabilitas lapis lindung struktur pemecah gelombang. CERC (1984), memberikan persamaan untuk menghitung tinggi gelombang signifikan sebagai berikut:

. . 4 s Hs………..(10) * 2 N s

dengan:s = standar deviasi, Hs = tinggi gelombang signifikan

 = tinggi muka air diukur dari SWL

N* = Jumlah data tinggi muka air.

Pendekatan yang sama akan digunakan untuk menghitung tinggi gelombang Signifikan dari hasil perhitungan komputer dengan menggunakan paket program Wave

Synthesizer yang menghitung standar

deviasi dari gelombang yang dibangkitkan.Kalau diperhatikan formula yang dikemukakan Hudson dan Triatmadja, tampak tinggi gelombang sangat berpengaruh terhadap stabilitas lapis lindung.

C. Gelombang Pecah

Menurut analisa Miche (1944), gelombang akan pecah apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

             b b b b L d mak L H 2 tanh 7 1 …(11) Pada air dalam persamaan tersebut akan menjadi: 7 1 0 0        mak L H …..…..…...(12 )

Menurut SPM(Shore Protection

Manual ) kriteria gelombang pecah

dirumuskan sebagai berikut: . 78 . 0        b b d H ………. … (13 )

Prediksi tinggi gelombang rencana harus memperhatikan tentang gelombang pecah tersebut. Sebelum pecah gelombang bersifat acak (tidak teratur) dan terdistribusi Rayleigh. Setelah pecah gelombang tidak lagi terdistribusi Rayleigh.

D. Hipotesis

Dari hasil kajian pustaka dan uraian landasan teori ditarik hipotesis sebagai berikut:

(5)

―Bahwa semakin panjang durasi serangan gelombang terhadap struktur pemecah gelombang akan semakin besar kerusakan lapis lindung yang terjadi pada tinggi gelombang yang sama.‖

METODE PENELITIAN A. Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini diambil batasan-batasan sebagai berikut:

a. Orthogonal gelombang datang dibuat tegak lurus pemecah gelombang . b. Gelombang yang menyerang

pemecah gelombang adalah gelombang acak.

c. Durasi serangan gelombang ditetapkan 20 menit dan 60 menit ( model )

d. Material lapis lindung yang diuji adalah Tetrapod.

e. Kemiringan lereng pemecah gelombang 1: 2 ( cot α = 2 ).

f. Material lapis lindung diletakkan secara acak pada saluran gelombang yang sudah berisi air

g. Stabilitas lapis lindung yang diamati hanya bagian depan struktur pemecah

gelombang, bagian belakang tidak diamati.

h. Kedalaman air didepan kaki pemecah gelombang pada air tenang (SWL) sebesar d = 10 cm (pada model ). B. Langkah-Langkah Penelitian

1. Pembuatan model

Pada penelitian ini digunakan skala model 1: 50. Penggunaan skala model dimaksudkan untuk membandingkan dengan kondisi prototipenya. Sesuai dengan dasar-dasar penskalaan model, diperoleh nilai besaran skala untuk model tak- distorsi dengan kesebangunan bilangan Froud sebagai berikut:

1. Skala tinggi gelombang nH = 50 2. Skala panjang nL= 50

3. Skala kedalaman nd = 50 4. Skala waktu nt = 7.07 5. Skala kecepatan nv = 7.07 6. Skala volume = nvol = 125.000

(6)

2. Jumlah material lapis lindung Jumlah material lapis lindung untuk suatu luasan tertentu dihitung dengan mempergunakan rumus Jensen ( 1984 ) sebagai berikut: A V P n c N 223 100 1 . .          … (14)

 N adalah jumlah material seluas A, n adalah jumlah lapis diambil 2 lapis

 A adalah luasan yang berisi material lapis lindung 1 lajur ( 15 x 50 ) cm2,

 c adalah factor bentuk diambil 1 ( satu ),

 P adalah porositas ( diambil 40 untuk batu pecah )

 V adalah volume material lapis lindung ( perbiji ).

3. Pengujian lapis lindung

Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah saluran gelombang yang dilengkapi dengan alat pembangkit gelombang, alat pngukur tinggi gelombang, komputer yang dilengkapi dengan program

wave synthesizer (WS)

Pengujian stabilitas lapis lindung dilakukan dengan durasi serangan gelombang 60 menit dan 20 menit, pada kedalama air 10 cm dengan beberapa kali pengujian untuk mendapatkan jumlah data yang signifikan. Pada setiap tahap pengujian, tinggi gelombang dinaikkan secara bertahap sehingga jumlah gelombang pecah juga akan bertambah secara bertahap. Pada setiap akhir pengujian, jumlah material lapis lindung yang berpindah dari kedudukannya ketempat lajur yang lain dihitung secara kumulatif tanpa harus memperbaiki model. Prosen kerusakan dihitung berdasarkan perbandingan material lapis lindung tetrapod yang berpindah dengan material yang terkena serangan gelombang.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Tinggi Gelombang Terhadap Kerusakan Lapis Lindung.

Klasifikasi kerusakan yang dipergunakan dalam penelitian ini mempergunakan hasil penelitian model hidraulik pelabuhan pulau Baai-Bengkulu yang dilakukan oleh Departemen Perhubunan Direktorat Jendral Perhubungan Laut bekerjasama dengan Biro Afiliasi Teknik Fakultas Teknik UGM. Lapis lindung dengan kerusakan antara 0-2% termasuk klasifikasi kerusakan hamper tidak ada dan dianggap kerusakan sangat sedikit. Lapis lindung dengan kerusakan 3% termasuk klasifikasi kerusakan sedikit, kerusakan 5% termasuk klasifikasi kerusakan sedang. Apabila tampak bukaan besar dalam lapisan primer, deskripsi kerusakan lebih kurang 7% dari seluruh unit lapis lindung sudah berpindah tempat maka sudah termasuk klasifikasi kerusakan banyak. (Laboratorium Teknik Pantai Yogyakarta, 1986).

Gambar 5.1 memperlihatkan, pada durasi serangan gelombang 60 menit, semakin tinggi gelombang yang menyerang pemecah gelombang maka akan semakin besar pula kerusakan yang terjadi. Pada Hs/d = 1, kerusakan lapis lindung mencapai 2,8 % (klasifikasi kerusakan sedikit). Sedangkan pada serangan gelombang yang lebih tinggi lagi yaitu pada Hs/d = 1,1 kerusakan lapis lindung sudah mencapai 3,5 % (kasifikasi kerusakan sedikit menuju sedang).

(7)

Gambar 5.1. Hubungan antara Hs/d dengan kerusakan lapis lindung durasi 60 menit

Gambar 5.2. Hubungan antara Hs/d dengan kerusakan lapis lindung untuk durasi 20 menit.

Gambar 5.2 memperlihatkan, untuk durasi serangan gelombang 20 menit, semakin tinggi gelombang yang menyerang pemecah gelombang maka akan semakin besar pula kerusakan yang terjadi. Pada Hs/d = 1, kerusakan lapis lindung baru mencapai 2,2 % (klasifikasi kerusakan sedikit) lebih kecil dari kerusakan akibat serangan gelombang pada durasi 60 menit. Sedangkan pada serangan gelombang yang lebih tinggi lagi yaitu pada Hs/d = 1,1 kerusakan lapis lindung sudah mencapai 3,3 % (kasifikasi kerusakan sedikit menuju sedang). Hasil penelitian pada Gambar 5.1 dan 5,2 menyatakan bahwa semakin panjang durasi serangan gelombang pada

tinggi gelombang yang sama akan semakin besar kerusakan lapis lindung yang terjadi.

B. Hubungan Tingkat Kerusakan Dengan Jumlah Gelombang Pecah. Hasil penelitian pada Gambar 5.3 memperlihatkan hubungan antara tingkat kerusakan lapis lindung dengan jumlah gelombang pecah. Mengacu pada Gambar 5.1, pada Hs/d = 1, Durasi serangan gelombang 60 menit, kerusakan lapis lindung mencapai 2,8 % (klasifikasi kerusakan sedikit). Pada kerusakan lapis lindung 2,8% jumlah gelombang pecah mencapai 22% dan pada kerusakan 5% jumlah gelombang pecah sudah mencapai 50%.

(8)

Gambar 5.3. Hubungan antara Hs/d dengan jumlah gelombang pecah (%) untuk durasi 60 menit

Pada Gambar 5.4, menyatakan hubungan antara kerusakan lapis lindung dengan jumlah gelombang pecah untuk durasi serangan gelombang 20 menit dan 60 menit. Pada kerusakan lapis lindung lebih kurang 3% jumlah gelombang pecah mendekati sama sebanyak 27%. Namun pada kerusakan yang lebih tinggi misalnya

5%, untuk durasi 20 menit jumlah gelombang pecah sebesar 36% sedang untuk durasi serangan gelombang 60 menit mencapai 50%. Gambar 5.4 menyatakan semakin panjang durasi serangan gelombang pada tingkat kerusakan diatas 3% akan semakin banyak jumlah gelombang pecah terjadi.

Gambar 5.4. Hubungan antara Hs/d dengan jumlah gelombang pecah (%) untuk durasi 20 menit dan 60 menit

(9)

Pada tabel 1(satu) dibawah memperlihatkan hasil penelitian pengaruh durasi serangan gelombang terhadap tingkat kerusakan lapis lindung

Tabel 1. Hasil Penelitian Pengaruh Durasi Serangan Gelombang Terhadap Tingkat Kerusakan Lapis Lindung Pemecah Gelombang

Durasi (D) menit

Hs/d Kerusakan (%) Gelombang Pecah (%)

60 20 1 1,1 1 1,1 2,8 3,5 5 2,2 3,3 5 22 33 50 21 31 36 KESIMPULAN

1. Semakin panjang durasi serangan gelombang pada tinggi gelombang yang sama akan semakin besar kerusakan lapis lindung yang terjadi. 2. Semakin tinggi gelombang yang

menyerang pemecah gelombang maka akan semakin besar kerusakan lapis lindung pemecah gelombang. 3. Semakin panjang durasi serangan

gelombang pada tingkat kerusakan yang sama akan semakin banyak jumlah gelombang pecah terjadi. DAFTAR PUSTAKA

Bruun,P.,1985, ― Design and Construction

of Mound for Breakwaters and Coastal Protection ―, Elseiver,

Science Publisher B.V.< Amsterdam,The Netherlands.

Coastal Engineering Research Center (CERC) ,1984, ― Shore Protection

Manual Volume I and II ―, US Army

Engineer Waterways Experiment Station, Washington DC,USA.

Dean,R.G.,Dalrymple, R.A.,1984, ― Water

Wave Mechanics for Engineers and Scientists ―, Prentice-Hall Ind., New

Jersey.

Jensen, 1984, ― A Monograph On Rubble

Mound Breakwater ‗, Danish

Hidraulics Institute

Legawa,A,H,S, 1997,‖ Stabilitas Lapis

Lindung Batu Pecah Pada Struktur

Pemecah Gelombang

Non-overtoping ―, Jurusan Teknik Sipil,

FT, UGM,Yogyakarta.

Meer Van Der.,1987, ― Stability of

Breakwater Armour Layer-Desaign Formulae ―,Coastal Engineering

II,Elseiver,Amsterdam. Nur Yuwono, 1992, ―Dasar - Dasar

Perencanaan Bangunan Pantai‖,

Lab Hidraulik dan Hidrologi, PAU IT UGM, Yogyakarta

Nur Yuwono, 1994, ― Model Hidraulik ―, PAU-IT UGM, Yogyakarta.

Sulistyawati, S, 1996,‖ Stabilitas Lapis

Lindung Campuran ( Gamapod dan

Batu Pecah ) Pada Struktur

(10)

Akhir, Jurusan Teknik Sipil, FT, UGM, Yogyakarta.

Tantrawati, F, 1995,‖ Optimalisasi

Panjang Kaki Gamapod Sebagai Lapis Lindung Pemecah Gelombang

―, Thesis, Program Pascasarjana, UGM, Yogyakarta.

Triatmadja,R.,1998, “Perencanaan

Bangunan Pantai‖, Kursus Singkat

UNILA, Lampung

Triatmodjo, B.,1996, ―Teknik Pantai‖, Beta Offset, Yogyakarta

Warniyati,1998, ―Stabilitas Lapis Lindung

dan Perubahan Struktur Pemecah Gelombang Fleksibel ―, Tugas

Akhir. Jurusan Teknik Sipil, FT, UGM, Yogyakarta.

Gambar

Gambar 4.1. Letak model dalam saluran gelombang.
Gambar 5.1. Hubungan antara Hs/d dengan  kerusakan lapis lindung durasi  60   menit
Gambar 5.3. Hubungan antara Hs/d dengan jumlah gelombang pecah (%)  untuk durasi 60  menit
Tabel  1.  Hasil  Penelitian  Pengaruh  Durasi  Serangan  Gelombang  Terhadap  Tingkat  Kerusakan Lapis Lindung Pemecah Gelombang

Referensi

Dokumen terkait

bahwa individu yang mengalami cacat fisik atau tunanetra sama dengan. individu yang mengalami sakit parah dan sama-sama butuh

Dalam film yang aktor/aktris atau obyek lain muncul dengan tiba-tiba misalnya “pop in” pada layar maka aktor/aktris dalam adegan akan diminta untuk diam.. Orang atau obyek

 Pelajar dapat memberikan pengertian dan membezakan tentang jenis-jenis muamalah dalam Islam secara terperinci. Aras

Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berfokus pada penjabaran visi, misi, ke dalam sasaran strategi yang dapat diukur seberapa besar kontribusi sistem pelayanan yang kompeten

Untuk Persada Swalayan (Jl. MT Haryono), proporsi pengguna dan pelanggar jalan tidaklah berbeda secara signifikan. Tata guna lahan pada daerah ini adalah kawasan

Setelah penulis melakukan perhitungan dengan kedua metode tersebut maka diketahui besarnya biaya penyusutan yang dihasilkan dari perhitungan kedua metode diatas berbeda,

pihak, dimana kuncinya adalah kepemimpinan (Leadership), perubahan budaya (Culture change) dan pemberdayaaan karyawan (Employee empowerment), serta keterlibatan karyawan dalam

Pembentukan warna hijau pada daging terjadi pada saat proses oksidasi membentuk metmioglobin (warna coklat), bila dalam prosesnya terdapat H 2 S yang dihasilkan oleh mikroba