• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Usaha eceran membutuhkan strategi-strategi yang terpadu agar di dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Usaha eceran membutuhkan strategi-strategi yang terpadu agar di dalam"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1. Bauran Penjualan Eceran (Retailing Mix)

Usaha eceran membutuhkan strategi-strategi yang terpadu agar di dalam mengambil suatu keputusan tidak menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Beberapa pakar ekonomi menyebut strategi ritel dengan istilah retailing mix (bauran penjualan eceran) yang pada dasarnya bauran penjualan eceran ini mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bauran pemasaran (marketing mix).

Bauran penjualan eceran terdiri dari unsur-unsur strategis yang digunakan untuk mendorong pembeli melakukan transaksi usahanya dengan pendagang eceran tertentu. Penjabaran unsur-unsur dari bauran penjualan eceran dari masing-masing pakar berbeda satu sama lain, tetapi jika dikaji lebih jauh akan tampak kesamaan konsep dan tujuannya. Penjabaran unsur-unsur bauran penjualan eceran tersebut dapat diihat berdasarkan tabel di bawah ini:

TABEL 2.1

DEFINISI BAURAN PENJUALAN ECERAN (RETAILING MIX)

NO AHLI DEFENISI

1 Dunne, Lusch dan

Grifith (dalam Bob Foster 2008:51)

Kombinasi dari merchandising, harga, periklanan dan promosi, pelayanan konsumen dan penjualan, serta suasana toko dan desain toko yang digunakan untuk memuaskan konsumen.

2 Masson, Mayer, F. Ezeel (dalam Bob Foster 2008:51)

Semua variabel yang dapat digunakan sebagai strategi pemasaran untuk berkompetesi pada pasar yang dipilih. Dalam variabel penjualan eceran termasuk produk, harga, pajangan, promosi, penjualan secara pribadi, dan pelayanan kepada konsumen (customer service)

3 Kotler dan Amstrong (2008:442)

Keputusan pemasaran pedagang eceran terdiri dari keputusan pasar sasaran, keputusan ragam produk dan perolehan, keputusan pelayanan dan suasana toko, keputusan harga, keputusan promosi dan keputusan tempat.

(2)

NO AHLI DEFENISI

4 Berman dan Evans

(dalam Bob Foster 2008:51)

Untuk bentuk toko yang berdasarkan stote based retail terdapat strategi bauran penjualan eceran yang terdiri dari lokasi department store (store location), prosedur pembelian/pelayanan (operating procedures), produk/barang yang ditawarkan (goods offered), harga barang (pricing

tactics), suasana department store (store atmosphere),

karyawan (customer service), dan metode promosi (promotional methods).

Sumber: Berdasarkan Berbagai Referensi Buku

Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa bauran penjualan eceran dapat diartikan meliputi beberapa variabel utama yaitu merchandising (pengelolaan barang dagangan), store location (lokasi toko), prosedur pembelian,

pricing tactics, store atmosphere (suasana toko), karyawan, dan promosi.

Penjelasan mengenai bauran pemasaran ritel di atas adalah sebagai berikut: 1. Lokasi

Lokasi ritel sangat mempengaruhi tingkat profitabilitas dan keberhasilan usaha dalam jangka panjang. Selain itu lokasi juga akan mempengaruhi jumlah konsumen untuk datang ke lokasi yang strategis.

2. Operation procedures atau pelayanan

Pelayanan yang berkualitas tinggi dapat mempengaruhi program relationship

retailing yang didalamnya termasuk desain untuk menarik, memelihara, dan

meningkatkan custumer relationship.

3. Merchandising merupakan perencanaan dan pengendalian dalam pembelian

dan penjualan barang dan jasa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pengecer.

(3)

4. Pricing Tactics atau harga merupakan faktor utama penentuan posisi dan

harus diputuskan sesuai dengan pasar sasaran, bauran ragam produk, dan pelayanan, serta persaingan.

5. Atmosphere dalam Gerai

Store Atmosphere diciptakan untuk melayani target market untuk menyentuh

emosi konsumen dan memberi pengalaman berbelanja yang berujung pada tercapainya sasaran jangka pendek atau penjualan dan sasaran jangka panjang berupa citra positif dan rekomendasi

6. Karyawan toko

Bisnis ritel bukan hanya sekedar bisnis penjualan barang dagangan tetapi di dalamnya melibatkan unsur jasa. Ujung tombak usaha jasa adalah orang atau dalam suatu bisnis ritel biasanya disebut sebagai pramuniaga atau karyawan. 7. Metode promosi

Komunikasi dengan konsumen adalah penting untuk merangsang, mendorong penjualan produk, dan mempertahankan image toko.

2.1.2. Konsep Pengelolaan Barang Dagangan

Kunci untuk membuat angka penjualan dalam bisnis ritel terus mengalami peningkatan adalah menjual atau menyediakan barang dengan mutu yang baik. Tujuan utama ritel pada umumnya adalah menjual barang dagangan dan memberikan pelayanan terbaik mereka. Oleh karena itu, menentukan barang apa yang harus ditawarkan pada pelanggan dan berapa banyak jumlahnya merupakan tugas utama dari peritel. Ketersedian barang dagangan tersebut dikenal dengan istilah merchandising atau pengelolaan barang dagangan. Tabel 2.2

(4)

menyajikan berbagai defenisi mengenai pengelolaan barang dagangan sebagai berikut :

TABEL 2.2

DEFINISI PENGELOLAAN BARANG DAGANGAN

NO AHLI DEFINISI

1 William J. Stanton dan Y. Lamarto (1996;8)

“Perencanaan dalam perusahaan untuk menghasilkan jasa atau produk yang tepat, dalam harga yang pantas dan dengan warna dan ukuran yang sesuai.

2 Michael Levy dan

Barton A. Witz

(2001:348)

Merchandising is the process by a wich retailer atteps to offer the right quantity of the right merchandise, in the right place, at the right time, while meeting the company’s financial goal.

Artinya pengelolaan barang dagangan adalah proses yang dilakukan oleh retailer dalam menawarkan barang dalam jumlah yang tepat, pada lokasi yang tepat, pada waktu yang tepat untuk mencapai tujuan keuangan perusahaan.

3 Dunne, Lusch dan

Griffith (dalam Bob Foster 2008:54)

Grup produk yang sangat berhubungan satu sama lain yang ditujukan untuk kegunaan akhir yang dijual kepada grup konsumen yang sama atau dengan kisaran agar yang hampir sama

4 Berman dan Evans

(dalam Bob Foster 2008:54)

Merchandising consists of the activities involved in acquiring particular goods anad or services and making them available at the places, times, and prices and in the quantity that enable a retailer to reach its goals

5 Buchari Alma (2004:13) Merchandising adalah kebijakan kaum produsen untuk

mendekatkan hasil produksinya kepada selera konsumen 6 Hendri Ma’ruf

(2006:135)

Kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani toko (produk berbasis makanan, pakaian, barang kebutuhan rumah, produk umum, dan lain-lain, atau kombinasi) untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel. 7 Bob Foster (2008:54) Perencanaan dan pengendalian dalam pembelian dan penjualan

barang dan jasa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pengecer

Sumber: Berdasarkan Berbagai Referensi Buku

Berdasarkan definisi di atas jelas bahwa kegiatan penyediaan barang dagangan oleh peritel disediakan untuk konsumen akhir untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel.

2.1.2.1. Karakteristik Barang Dagangan Ritel

Pengelolaan barang dagangan merupakan salah satu bidang yang berperan dalam menentukan keunggulan bersaing dari peritel. Merchandising

(5)

berasal dari kata merchandise yang artinya barang yang diperdagangkan. Citra toko atau ritel dapat dibangun berdasarkan karakteristik barang dagangan yang di pajang atau ditawarkan untuk dibeli pelanggan. Peritel harus memutuskan karakteristik barang dagangan yang dipilih untuk ditawarkan pada pelanggan. Menurut Christina Whidya Utami (2008:93) karakteristik barang dagangan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Convenience goods (produk kemudahan)

Jenis yang relatif murah dan menggunakan sedikit upaya untuk berbelanja sehingga konsumen tidak perlu bersusah payah berbelanja. Jenis produk yang termasuk dalam kategori convenience goods antara lain seperti permen, minuman ringan, sisir, aspirin, perangkat keras yang kecil, cuci kering, dan pencuci mobil.

2. Shopping goods (produk belanja) yaitu barang dagangan yang membutuhkan

proses evaluasi lebih dibandingkan saat membeli consumer goods seperti pakaian.

3. Impulse goods yaitu pembelian barang dagangan yang biasanya tanpa rencana

misalnya hard, soft, basic, fashion, permen, koran, majalah yang ditempatkan di depan kasir supermarket, dan lainnya.

2.1.2.2. HIERARKI MERCHANDISING

Peritel biasanya akan menetapkan hirarki barang dagangan dalam mempermudah mengelompokkan barang dagangan. Hirarki barang dagangan adalah urutan kelompok barang dagangan yang disusun untuk memudahkan

(6)

peritel mengelola barang dagangan.

sebagai upaya memudahkan pengidentifikasian dan pendataan barang dagangan. Sistematika hirarki barang dagangan dimulai dari hirarki yang paling tinggi adalah perusahaan, divisi, kategori, subkategori, segmen, sub segmen

keeping unit). Untuk tujuan mempermudah memahami pengertian hirarki

manajemen barang dagangan dalam

Sumber : Christina Whidya Utami (2008:77)

Hierarki barang dagangan dapat disusun ke dalam bentuk piramida, pada bagian teratas adalah

Keberadaan item pada bagian paling dasar menunjukkan bahwa variasi dan jumlah item barang dagangan merupakan yang paling besar di antara hierarki barang dagangan yang lain.

Christina Whidya Utami (2008 selanjutnya:

peritel mengelola barang dagangan. Hirarki barang dagangan juga digunakan sebagai upaya memudahkan pengidentifikasian dan pendataan barang dagangan. hirarki barang dagangan dimulai dari hirarki yang paling tinggi adalah perusahaan, divisi, kategori, subkategori, segmen, sub segmen item

). Untuk tujuan mempermudah memahami pengertian hirarki manajemen barang dagangan dalam Gambar 2.1 berikut ini:

Sumber : Christina Whidya Utami (2008:77) GAMBAR 2.1

MERCHANDISE HIERARCHY

ierarki barang dagangan dapat disusun ke dalam bentuk piramida, pada bagian teratas adalah company sampai bagian paling bawah adalah item. Keberadaan item pada bagian paling dasar menunjukkan bahwa variasi dan jumlah item barang dagangan merupakan yang paling besar di antara hierarki

yang lain. Contoh hirarki pengelolaan barang dagangan tami (2008:50) dapat dilihat pada Tabel 2.3

Company Divison category Sub-category Segment Sub-Segment item/SKU

Hirarki barang dagangan juga digunakan sebagai upaya memudahkan pengidentifikasian dan pendataan barang dagangan. hirarki barang dagangan dimulai dari hirarki yang paling tinggi adalah item (SKU/stock ). Untuk tujuan mempermudah memahami pengertian hirarki

ierarki barang dagangan dapat disusun ke dalam bentuk piramida, sampai bagian paling bawah adalah item. Keberadaan item pada bagian paling dasar menunjukkan bahwa variasi dan jumlah item barang dagangan merupakan yang paling besar di antara hierarki barang dagangan menurut dapat dilihat pada Tabel 2.3 pada halaman

(7)

TABEL2.3

CONTOH MERCHANDISE HIERARCHY

1 COMPANY Hypermarket/Supermarket/Minimarket

2 Division Hardgoods Non-Food Food Perishable

3 Category Household Body care Cooking Needs Produce 4 Sub-Category Peralatan dapur Skin Care Noodle & pasta Fruit 5 Segment Tempat minum Face Care Instant Noodle Import fruit 6 Sub-Segment Termos air Cleanser Softpack Citrus fruit Sumber : Chiristina Whidya Utami (2008:50)

Secara nyata tidak mungkin membiarkan proses pembelian tanpa mengelompokkan item barang dagangan ke dalam kategori-kategori. Secara sederhana kategori dapat dipahami sebagai kelompok barang yang dalam persepsi konsumen saling berhubungan dan atau pemakaiannya dapat saling mensubstitusi. Secara umum kategori merupakan keragaman item yang dilihat pelanggan. Manajemen kategori adalah proses mengatur bisnis ritel dengan tujuan memaksimalkan penjualan dan keuntungan dari kategori. Masing-masing kategori pengelolaan barang dagangan di toko dapat memerankan berbagai peran sebagai berikut:

TABEL 2.4

PERAN MANAJEMEN KATEGORI

No Peran manajemen kategori Perilaku konsumen 1 DESTINATION

Menentukan di mana dan kapan seseorang berbelanja

Dibeli secara berkala

Selektif sangat memperhtikan harga Loyalitas cukup signifikan

2 ROUTLINE

Pada saat berbelanja pada tempat tujuan berbelanja, sekalian mengisi troll

Dibeli secara rutin

Sangat memperhatikan value Loyalitas di atas rata-rata 3 Occasional

Dibeli hanya pada saat dibutuhkan

Dibeli berdasarkan hanya bila diperlukan

Sangat dipengaruhi kenyamanan 4 FILL-IN

Impulse/tidak dijadikan alasan untuk pergi

berbelanja

Loyalitas rendah

Impulse sangat dipengaruhi kenyamanan

Sumber: Christina Whidya Utami (2008: 78)

Konsumen berperilaku secara berbeda dalam merespon keberadaan kategori tersebut. Dengan demikian, toko harus pandai dan kreatif dalam

(8)

menetapkan kategori pengelolaan barang dagangan yang dapat memainkan peran tersebut. Ritel dituntut untuk dapat mengelola dan mengatur barang dagangan yang akan ditawarkan kepada konsumen. Langkah pengaturan arah pengelolaan barang dagangan dalam ritel menurut Levi dan Weitz yang dikutip dalam Christina Whidya Utami (2008:91) adalah sebagai berikut:

Sumber : Levy dan Weltz yang dikutip oleh Christina Whidya Utami (2008:91) GAMBAR 2.2

PROSES MERCHANDISING CYCLE

Proses merchandise cycle dalam langkah pengaturan arah

merchandising terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan analisis pasar dan segmentasi

2. Analisis pasar dilakukan dengan meneliti pasar, konsumen dan pesaing, perlu diperhatikan siapa yang harus melakukannya, di mana, kapan dan bagaimana melakukannya.

3. Menentukan target pasar

Retail

Strategi

Item Baru

Assortment Planning

Sales & Gross Marketing

Analysis

Sales & Gross

Marketing Plan Sourching & Buying Plan Logistic Analisis Pasar Merchandising category Report Analysis Seasonal Plan Key Supplier Partnership Service Level Analysis Tipe Toko

Margin Mix Store Survey

& Feedback Promotion Plan Competitive Survey SKU by Store Privte Brand Development Planogram Product Knowledge Traing Store

(9)

4. Menetapkan tujuan dan memutuskan berdasarkan tren secara umum dalam pasar, kelompok pengelolaan barang dagangan mana yang patut mendapat perhatian lebih.

5. Assortment plan adalah aktivitas untuk melakukan perencanaan terhadap merchandising category dan margin mix.

6. Merchandising category adalah kelompok barang dalam persepsi konsumen

saling berhubungan dan atau pemakaiannya dapat saling mendistribusi

7. Margin mix adalah komposisi margin yang terbaik ditentukan berdasarkan

peranan dari masing-masing kategori barang (category rule).

8. Sales and general merchandising plan

9. Sourching and buying plan

10.Logistic

11.Penjualan dan general merchandising analysis

12.SKU (Stock Keeping Unit), SKU dalam toko mempunyai pemahaman bahwa

pada setiap toko atau kelompok toko memiliki daftar item atau SKU yang berbeda sesuai dengan pasar sasarannya.

13.Planogram adalah di setiap SKU toko ditetapkan alamat gondola atau rak dan

shelving serta besarnya facing display. Planogram ditentukan berdasarkan alur

kebiasaan belanja konsumen (consumen decision tree) sedangkan besarnya

facing dipengaruhi oleh rencana ataupun hasil penjualan.

14.Product Knowledge Training Store terkait dengan informasi produk baru yang

dikirim ke toko beserta planogramnya yang selalu diperbaharui. Alasan-alasan untuk menjawab mengapa diperlukan item baru yang harus dijual dalam toko yaitu karena adanya permintaan pasar atau permintaan konsumen, adanya penawaran supplier, differentiation, margin yang lebih baik bagi toko, untuk meningkatkan produktivitas dari space (ruang pajang).

2.1.2.3. Manajemen Pengelolaan Barang Dagangan

Sebuah ritel akan mengalami kesuksesan finansial jika mereka merencanakan dengan baik penerapan finansial dari kegiatan barang dagangan mereka. Tujuan dari manajemen barang dagangan adalah mengidentifikasikan bahwa target konsumen benar-benar menginginkan barang tersebut dan mampu menjaga ketersediaan barang dagangan pada jumlah dan harga yang tepat serta waktu dan tempat konsumen menginginkannya. Manajemen pengelolaan barang dagangan meliputi tiga hal yaitu :

(10)

1. Perencanaan barang dagangan

Perencanaan barang dagangan merupakan pencarian serangkaian bauran barang dagangan yang mencakup luas dan dalamnya lini produk guna memenuhi kepuasan target konsumen. Menurut Hendri Ma’ruf (2006:141) hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pengelolaan barang dagangan dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai berikut:

Sumber : Hendri Ma’ruf (2006:141)

GAMBAR 2.3

KOMPONEN MANAJEMEN MERCHANDISING

Secara ringkas penjelasan mengenai komponen-komponen manajemen pengelolaan barang dagangan sebagai berikut:

a. Peramalan, jumlah barang yang hendak disediakan peritel dalam gerainya terkait dengan rencana penjualan dalam jangka setahun.

b. Inovasi produk ritel harus diciptakan secara inovatif, faktor utama yang diperhatikan dalam melakukan inovasi adalah target market.

c. Assortment, keanekaragaman tersebut terdiri atas dua hal antara lain wide

(lebar)

d. Merek, peritel dapat membuat merek sendiri yang disebut private label, yang jika berhasil dijalankan akan memperoleh keuntungan.

e. Timing dan Alokasi

Persediaan barang agar dapat disajikan dengan cepat setiap harinya di gerai harus disiapkan secara terencana.

INOVASI

ASSORTMENT

TIMING & LOKASI MEREK

PERAMALAN PERENCANAAN

(11)

2. Pembelian Barang Dagangan

Pembelian barang dagangan meliputi pembuatan berbagai keputusan yang berkaitan dengan sentralisasi atau desentralisasi pembelian, sumber barang dagangan (supplier), dan negosiasi dengan pemasok. Pemilihan pemasok adalah suatu keputusan yang krusial, selain berhubungan dengan kredibilitas dan jaminan mutu barang, hal itu juga sangat terkait dengan efisiensi biaya, baik biaya pengiriman, biaya tunggu, maupun biaya penyimpanan. Semua akan berdampak pada semakin efisiennya operasi bisnis ritel yang dijalankan sehingga pihak peritel lebih fokus pada pelayanan pelanggannya.

3. Pengawasan Barang Dagangan

Pengawasan disini meliputi penjagaan terhadap tingkat ketersediaan barang dagangan dan menjaga persediaan dari kerusakan dan kehilangan akibat kelalaian pegawai, pencurian toko, atau sebab lain yang menyebabkan hilangnya pengelolaan barang dagangan.

2.1.2.4. Komponen Pengelolaan Barang Dagangan

Citra sebuah toko atau ritel dapat dibangun berdasarkan karakteristik barang dagangan yang dipajang atau ditawarkan untuk dibeli oleh pelanggan. Komponen dalam karakteristik pengelolaan barang dagangan menurut Christina Whidya Utami (2008:18) terdiri dari quality, price, dan assortment.

2.1.2.4.1. Quality atau Kualitas

Kualitas produk merupakan salah satu alat andalan pemasaran suatu perusahaan. Kualitas mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja produk dan

(12)

jasa, yang dapat mendekatkan pada nilai dan kepuasan. Menurut American society

for quality control yang di kutip oleh Kotler & Amstrong (2008:226) bahwa

kualitas adalah sifat dan karakteristik total dari sebuah produk atau jasa yang berhubungan dengan kemampuannya memuaskan kebutuhan pelanggan.

Kotler dan Amstrong (2008:226), mendefinisikan kualitas sebagai berikut: “Kualitas produk adalah kemampuan produk untuk melaksanakan fungsinya, termasuk didalamnya keawetan, keandalan, ketepatan, kemudahan dipergunakan dan diperbaiki serta atribut bernilai yang lain”. Besterfield, et al (1999) yang dikutip dalam Bilson Simamora (2002:120) “melihat kualitas dari performa dan harapan. Apabila performa dapat dapat memenuhi atau melampaui harapan, maka produk itu berkualitas”. Konsumen saat ini memilih produk yang bermutu tinggi dengan penyesuaian harga yang relatif rendah. Christina Whidya Utami (2008:95) mengemukakan pendapat mengenai kesesuaian harga dengan kualitas sebagai berikut :

”Keputusan penetapan harga semakin penting karena pelanggan saat ini cenderung mencari nilai barang (value) ketika mereka membeli barang dagangan atau jasa, dimana nilai disini berarti hubungan antara apa yang diperoleh pelanggan (barang dan jasa) dan apa yang harus dia bayar untuk mendapatkan manfaat barang tersebut”

Tujuan utama ritel pada umumnya adalah menjual barang dagangan dan memberikan pelayanan terbaik mereka, oleh karena itu untuk dapat terus meningkatkan agak penjualan dalam bisnis ritel harus menjual atau menyediakan barang dengan mutu yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Christina Whidya Utami (2008:27):

“Kunci untuk merealisasikan angka penjulan agar terus mengalami peningkatan dalam bisnis ritel adalah menjual atau menyediakan barang dengan mutu atau kualitas yang baik dan variatif sehingga mampu menjawab kebutuhan pelanggan”.

(13)

Fandy Tjiptono (2008:25) menyatakan bahwa dalam mengevaluasi suatu keputusan pembelian yang menitikberatkan pada kepuasan terhadap kualitas produk mengacu pada berbagai faktor antara lain:

1. Performance (Kinerja) merupakan karakterisitik produk inti yang meliputi

merek, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek-aspek kinerja individu. 2. Features (Keistimewaan tambahan) dapat berbentuk produk tambahan dari

suatu produk inti yang dapat menambah nilai dari suatu produk.

3. Conformance (Kesesuaian), ketepatan dalam menyesuaikan barang yang akan

dijual dengan kebutuhan konsumen dapat menarik konsumen melakukan pembelian, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Christina Whidya Utami (2006:154): “Setiap department store harus dapat menyediakan barang tepat atau sesuai dengan waktu misalnya: penetapan penyediaan barang pada saat hari raya, barang atau produk yang dibutuhkan oleh konsumen”.

4. Reliability (Keandalan) berkaitan dengan timbulnya kemungkinan suatu

produk mengalami keadaan tidak berfungsi (malfunction) pada suatu periode. 5. Daya tahan berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus

digunakan (mencakup umur teknis dan umur ekonomis penggunaan produk)

6. Serviceability (Kemampuan pelayanan) meliputi dengan kecepatan,

kompetensi, kenyamanan serta penanganan keluhan yang memuaskan. 7. Estetika, dilihat melalui panca indera manusia, seperti suatu produk yang

terdengar oleh konsumen, bentuk fisik suatu produk yang menarik, model atau desain yang artistik, warna dan sebagainya.

(14)

8. Perceived quality (kualitas yang dipersepsikan), citra dan reputasi produk

serta tanggung jawab perusahaan terhadap produk.

2.1.2.4.2. Price

Dalam arti yang sempit, harga adalah jumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa. Dalam arti luas, harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang ditukar konsumen atas manfaat memiliki dan menggunakan produk atau jasa tersebut. Kotler (2008:82):mengemukakan penjelasan mengenai harga berikut ini: “Kebijaksanaan penetapan harga yang dilakukan oleh pengecer merupakan

factor positioning yang penting, dan harus ditetapkan dengan

mempertimbangkan target pasar dan jasa yang ditawarkan dan persaingan dengan pengecer lain. Semua pengecer senantiasa berkeinginan menetapkan harga yang tinggi dengan volume yang tinggi pula.“

Penetapan harga dan persaingan harga adalah masalah utama yang dihadapi dalam semua lingkungan bisnis terutama bisnis ritel. Menurut Christina Whidya Utami (2008:95) : ”Keputusan penetapan harga semakin penting karena pelanggan saat ini cenderung mencari nilai barang (value) ketika mereka membeli barang dagangan atau jasa.”

a. Pendekatan dalam penetapan harga

Setelah strategi penetapan harga, yang perlu ditetapkan oleh ritel adalah harga untuk setiap item dengan memperhatikan harga jual impas, permintaan dan persaingan. Harga pada retailer store bervariasi, ada ritel yang memasang harga mati dan ada pula yang menetapkan harga fleksibel atau dapat ditawar untuk barang-barang yang dibutuhkan konsumen rumah tangga. Dalam pasar ritel

(15)

sekarang, terdapat dua strategi penetapan harga yang berlainan menurut Christina Whidya Utami (2008:98) yaitu sebagai berikut:

1. Penetapan harga rendah setiap hari (EDLP; everyday low pricing) yang menekankan kontinuitas harga ritel pada level antara harga non obral regular dan harga obral diskon besar pesaing ritel (tak selalu berarti termurah).

2. High atau low pricing (HLP), ritel menawarkan harga yang kadang di atas

EDLP pesaing dengan memakai iklan untuk mempromosikan obral dalam frekuensi yang cukup tinggi.

Barang dagangan yang tergolong kelas rata-rata dan dijual di lokasi biasa akan dijual dengan harga yang umum. Sementara itu produk eksklusif yang unik biasanya dijual di lokasi strategis dengan sedikit pesaing, biasanya akan dijual dengan harga yang relatif tinggi. Sebaliknya produk yang sangat popular dan banyak dibuat orang sehingga tersebar hingga ke pelosok akan dijual dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau harga umum. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Menurut Hendri Ma’ruf (2006:157):

“Harga rendah sering dijadikan sebagai strategi yang amat efektif menarik pembeli karena harga rendah berarti penghematan sehingga muncullah strategi harga bersaing atau “pricing below the market” yaitu harga jual eceran yang lebih rendah, baik sedikit atau banyak, dibandingkan harga jual eceran dari rata-rata pesaing”.

b. Komponen Pendukung Reputasi Harga

Penetapan harga mempengaruhi reputasi sebuah ritel. Terdapat 5 aktivitas yang dapat mendukung dibangunnya reputasi harga bagi sebuah ritel menurut Christina Whidya Utami (2008:105) antara lain :

(16)

a. Mengubah harga pada rak pajang setiap hari (everyday shelf price), reputasi harga yang baik akan terbangun jika ritel sangat memperhatikan perubahan harga untuk setiap item yang dijual dalam rak.

b. Komunikasi harga, ritel harus menghargai komunikasi dengan pelanggan tentang informasi harga yang ditetapkan untuk setiap item barang dagangan. c. Harga promosi, secara konsisten ritel harus melakukan promosi harga untuk

item barang dagangan tertentu. Kegiatan ini dipandang sebagai cara efektif untuk menarik minat pelanggan agar berkunjung.

d. Harga per unit, ritel harus mengkomunikasikan harga per unit barang dagangan pada pelanggan.

e. Pemahaman pelanggan terhadap nilai item harga (know-value item price), nilai item barang akan terbentuk sejalan dengan pertimbangan pelanggan terhadap manfaat yang didapatkan dari item produk.

c. Strategi untuk meningkatkan penjualan

Ketika peritel melayani pasar sasaran yang sangat sensitif terhadap harga maka harga dapat digunakan untuk meningkatkan penjualan ritel. Oleh karena itu, bagi peritel perlu untuk membangun reputasi harga yang baik di mata pelanggannya. Penyampaian informasi mengenai harga perlu secara konsisten dan tepat diberikan kepada konsumen agar memudahkan konsumen untuk mendapatkan informasi terhadap barang yang akan dibelinya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan menurut Christina Whidya Utami (2008:105):

(17)

“Ritel harus menghargai komunikasi pada pelanggan tentang informasi harga yang ditetapkan ritel untuk setiap item barang dagangan. Hal ini akan efeketif dijalankan apabila dilakukan kontrol terhadap konsistensi antara harga yang dikomunikasikan dan harga nyata yang harus konsumen bayar”.

Kemampuan ritel dalam menetapkan strategi harga membutuhkan kemampuan ritel untuk melihat peluang dalam melakukan dan menetapkan diskriminasi harga. Berikut ini merupakan beberapa strategi penetapan harga yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penjualan dengan diskriminasi harga menurut Christina Whidya Utami (2008:107) adalah sebagai berikut:

a. Markdown adalah diskriminasi harga tingkat kedua karena melalui markdown

sebenarnya ritel telah membebankan harga berbeda kepada konsumen yang berbeda atas dasar sifat penawaran.

b. Kupon adalah diskon harga item tertentu ketika dibeli di suatu toko

c. Rabat merupakan bagian dari harga pembelian yang dikembalikan kepada pembeli dimana rabat membebani ritel dengan biaya penanganan.

d. Price Bundling adalah penawaran dua atau lebih produk yang berbeda untuk

penjualan atau obral pada satu harga.

e. Multiple unit pricing, sama dengan price bundling tetapi produknya sama

bukan berbeda.

f. Variable pricing atau zona penetapan harga yaitu pembebanan harga yang

berbeda dalam toko, pasar atau zona yang berbeda untuk menghadapi situasi persaingan yang berbeda.

Ketika peritel melayani pasar sasaran yang sangat sensitif terhadap harga maka harga dapat digunakan untuk merangsang penjualan ritel. Terdapat tiga

(18)

strategi untuk meningkatkan penjualan tanpa menggunakan diskriminasi harga menurut Christina Whidya Utami (2008:108) yaitu sebagai berikut:

a. Leader Pricing, ritel menetapkan harga lebih rendah daripada normalnya

untuk item tertentu, hal ini dilakukan untuk meningkatkan arus lalu lintas pelanggan atau untuk meningkatkan penjualan produk pelengkap atau komplementer.

b. Pricing lining (harga bertingkat), ritel menawarkan sejumlah poin harga

terbatas yang ditentukan sebelumnya dalam suatu klasifikasi. Manfaatnya bagi pelanggan dan ritel adalah menyingkirkan kebingungan yang muncul dari pilihan harga ganda.

c. Penetapan harga ganjil (odd pricing), pemakaian suatu harga yang berakhir dalam jumlah atau bilangan ganjil. Untuk produk yang sensitif harga, banyak ritel yang membulatkan ke bawah untuk menciptakan citra harga positif.

2.1.2.4.3. Assortment (Keragaman Produk)

Tujuan utama ritel umumnya adalah menjual barang dagangan dan memberikan pelayanan terbaik mereka. Oleh karena itu, menentukan barang apa yang harus ditawarkan pada pelanggan dan berapa banyak jumlahnya merupakan tugas utama dari semua ritel. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Christina Whidya Utami (2008:27):

“Kunci untuk merealisasikan angka penjualan agar terus mengalami peningkatan dalam bisnis ritel adalah menjual atau menyediakan barang dengan mutu atau kualitas yang baik dan variatif sehingga mampu menjawab kebutuhan pelanggan”.

(19)

Christina Whidya Utami (2008:89) mendefiniskan assortment sebagai sejumah SKU dalam kategori breadth yang baik dan dept yang juga dapat digunakan saling bergantian, hal yang serupa juga dikemukakan menurut Hendri Ma’ruf (2006:144) yaitu assortment menunjuk pada keanekaragaman kategori produk yang terdiri dari wide dan deep. Assortment peritel harus sesuai dengan harapan belanja pasar sasarannya. Itulah yang sebenarnya menjadi kunci keberhasilan bisnis ritel dalam memenangkan persaingan perusahaan sejenisnya. Menurut Christina Whidya Utami (2006:155):

“Semakin tinggi pengelolaan barang dagangan, semakin besar jumlah stok cadangan. Memilih cadangan yang tepat adalah kunci sukses dari proses perencanaan keberagaman, karena jika barang terlalu rendah maka ritel akan kehilangan penjualan dan pelanggan”.

Keragaman produk juga bisa dilihat dari kualitas barang yang ditawarkan, sehingga konsumen tertarik dengan ragam kualitas produk dan rentang produk yang diperdagangkan. Hal ini sesuai dengan penjelasan menurut Hendri Ma’ruf (2006:138): “Keinginan konsumen atas keragaman barang membuat peritel harus menyediakan merchandise yang banyak jenisnya dan banyak pilihan atas masing-masing jenis”. Menurut Christina Whidya Utami (2006:150): “Proses perencanaan keberagaman semua ritel menghadapi masalah mengenai strategi yang paling dasar untuk memperoleh keuntungan yang bersaing dan dapat menopang keseluruhan rencana kerja ritel tersebut”.

a. Dimensi Keragaman Produk

Menurut Christina Whidya Utami (2008:18), hal penting dari keragaman produk yang perlu dipertimbangkan adalah:

(20)

1. Ketersediaan produk baru, persentase permintaan untuk beberpa SKU yang memuaskan. Menurut Christina Whidya Utami (2008:146) ketersediaan produk baru berkaitan dengan saran penjualan yaitu:

“Terdapat beberapa barang yang dianjurkan dapat dijadikan sebagai saran penjualan, dimana saran penjualan dapat dijadikan sebagai alat efektif dalam beberapa tahap proses pembelian yang biasanya digunakan untuk membangun prefensi pembeli, keyakinan dan aksi. Barang tersebut seperti produk-produk baru, konsumen sering kali menerima sesuatu yang berbeda, jadi sangat tepat untuk membeli produk baru yang disarankan di pasaran”.

2. Merek yang bervariasi, kategori barang dagangan yang beranekeragam dari beberapa merek yang dijual oleh pengecer. Tersedianya berbagai macam merek dapat memenuhi dan memuaskan segala kebutuhan dan keinginan pelanggan. Menurut Sopiah dan Syihabudin (2008:143):”Peritel dapat menawarkan berbagai merek yang akan memperoileh keuntungan-keuntungan diantaranya peningkatan citra toko dan keunggulan dalam omset penjualan”. 3. Berbagai desain produk dan warna, selain pengecer menyelenggarakan barang

dagangan dengan berbagai merek yang bervariasi, untuk dapat membuat konsumen lebih tertarik hingga memutuskan untuk membeli maka pengecer harus menyediakan berbagai macam desain dari produk ataupun warna dari suatu produk yang bervariasi.

4. Berbagai variasi produk, berbagai merek dengan berbagai desain produk juga warna dari suatu produk merupakan keanekaragaman dari suatu produk. Menurut Christina Whidya Utami (2006:155):”Kesesuaian jumlah barang yang meliputi banyaknya variasi produk yang dijual dan banyaknya item pilihan dalam masing-masing kategori produk. Menurut Hendri Ma’ruf

(21)

(2006:137), gerai minimarket biasanya mempunyai komposisi merchandising seperti berikut:

a. Produk makanan dan minuman (60%) b. Produk nonfoods (seperti sabun) (20%) c. Perishable (seperti buah-buahan yang cepat busuk) (10%)

d. Umum (seperti baterai) (10%)

5. Ketersediaan berbagai merek dan produk untuk dipilih, penyediaan berbagai merek dan produk untuk dipilih disini adalah ketersediaan akan barang dagangan dengan berbagai merek dan produk yang bervariasi bagi konsumen. Menurut Christina Whidya Utami (2008:83):

“Pilihan produk atau barang dagangan baru yang akan dipajang dalam rak-rak penjualan akan sangat bergantung pada evaluasi terhadap kebutuhan konsumen akan produk yang ingin dibeli pada ritel tersebut maka peritel dituntut untuk menyiapkan barang dagangan dengan variasi produk dalam ruang pajangnya”.

b. Klasifikasi Keragaman Produk

Keanekaragaman kategori dalam keragaman produk mempunyai beberapa klasifikasi berdasarkan jenisnya menurut Hendri Ma’ruf (2006:144) adalah : 1. Wide yaitu banyaknya variasi kategori produk yang dijual yang meliputi

banyak ragam kategori dan sempit yaitu sedikit ragam kategori produk.

2. Deep (dalam) yaitu banyak item pilihan dalam masing-masing kategori produk

yang meliputi banyaknya pilihan (warna, ukuran, bahan, dan lain-lain) dalam setiap kategori produk dan dangkal yaitu sedikit pilihan dalam setiap kategori produk.

(22)

Sempit Jumlah Kategori Lebar

Menurut Peter Mc Gloldrick yang dikutip oleh Hendri Ma’ruf (2006:146), penerapan aspek keragaman dapat dilihat sebagai berikut :

Sumber : McGoldrick, hal 308 yang dikutip oleh Hendri Ma’ruf (2006:147) GAMBAR 2.4

ASPEK WIDE AND DEEP DALAM ASSORMENT PRODUCT

Aspek wide dan deep menurut Hendri Ma’ruf (2006:144) dapat diklasifikasikan menjadi empat (4) jenis assortment yaitu antara lain :

1. Narrow and deep (sempit dan dalam) yaitu sedikit ketegori produk tetapi

masing-masing kategori disediakan banyak pilihan, biasanya dilakukan oleh gerai seperti category killer.

2. Wide and Deep (lebar dan dalam) yaitu banyak kategori produk jenis yang

masing-masing dengan banyak pilihan, biasanya dilakukan oleh gerai seperti

hypermarket.

Contoh : category killer Sisi Positif :

1. Pasar yang fokus 2. Citra sebagai spesialis 3. Pilihan bagus dalam kategori

4. Berpeluang besar memenuhi kebutuhan pelanggan. 5. Staf yang berketerampilan khusus

6. Pelanggan biasanya loyal

Sisi Negatif :

1. Rentan terhadap perubahan selera 2. Tidak bersifat one-stop shopping 3. Tidak terlalu butuh cross-selling 4. Pelanggan dapat bingung

Contoh : Departement store besar Sisi Positif :

1. Daya tarik bagi masyarakat luas 2. Pilihan banyak

3. One-stop shooping

4. Berpeluang besar memenuhi kebutuhan pelanggan 5. Pelanggan biasanya loyal

6. Potensi lalu lintas mobil tinggi

Sisi negatif :

1.Investasi besar dalam persediaan

2.Lebih banyak rak untuk barang slow moving 3.Risiko mode kadaluarsa

4.Biasanya berbiaya tinggi untuk pelayanan

Contoh : Covenience store Sisi Positif :

1. Terunggul dalam pasar convenience 2. Turnover persediaan tinggi

3. Konsentrasi pada item yang menguntungkan 4. Strategi harga rendah

Sisi Negatif:

1.Pilihan sedikit

2.Kurang berpeluang memenuhi kebutuhan banyak pelanggan 3.Citra lemah dalam ragam produk

4. Kurang croos-selling

Contoh : General Discounter Sisi Positif :

1. Daya tarik bagi umum

2. Bias fokus pada item yang paling menguntungkan atau yang paling murah

3. Ada upaya cross-selling 4. Potensi lalu lintas mobil tinggi 5. Strategi harga murah

Sisi Negatif :

1. Variasi sedikit dalam suatu kategori

2. Kurang berpeluang memenuhi kebutuhan semua pelanggan

3. Sangat mungkin loyalitas rendah 4. Citra yang kurang kuat

J u m la h i te m d a la m s et ia p k a te g o ri Sedikit Dalam/ banyak

(23)

3. Wide and Shallow (lebar dan dangkal) yaitu banyak kategori produk tetapi

masing-masing hanya tersedia sedikit pilihan, contoh biasanya dilakukan oleh gerai seperti general discounter.

4. Narrow and Shallow (sempit dan dangkal) yaitu sedikit kategori produk jenis

yang masing-masing dengan sedikit pilihan, contoh convenience store dan minimarket.

Menurut Berry Berman dan Joel R. Evans yang dikutip oleh Hendri Ma’ruf (2006:148), memuat keuntungan dan kerugian strategi keragaman produk seperti pada Tabel 2.5 berikut ini:

TABEL 2.5

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN

STRATEGI KERAGAMAN PRODUK PADA MERCHANDISING

KEUNTUNGAN KERUGIAN

Wide & deep

(banyak ragam kategori produk dan masing-masing banyak pilihan) 1. Pasarnya luas 1. Investasi sangat besar untuk persediaan 2. Tersedianya banyak pilihan 2. Citra sebagai pengecer “gado-gado 3. Lalu lintas orang tinggi 3. Banyak item yang turn-overnya rendah 4. Loyalitas pelanggan 4. Sebagian merchandising akan menjadi usang 5. One-stop shopping

6. Kekecewaan pelanggan rendah

Wide & Shallow

(banyak ragam kategori produk dan masing-masing sedikit pilihan )

1. Lalu lintas orang tinggi 1. Pilihan sedikit pada produk-produk yang tersedia

2. One-stop shopping waktu 2. Sebagian pelanggan dikecewakan

3. Menyenangkan pelanggan yang berorientas 3. Banyak item yang turn-overnya rendah 4. Tidak membutuhkan investasi sebanyak wide

& deep

4. Loyalitas pelanggan berkurang 5. Citra tidak kuat

Narrow & deep

(sedikit ragam kategori produk dan masing-masing banyak pilihan) 1. Citra sebagai gerai khusus/spesialis 1. Terlalu menekankan sedikit kategori 2. Pilihan banyak dalam kategori yang dijual 2. Bukan sebagai gerai one-stop shopping

3. Staf yang terampil 3. Rawan terhadap perubahan tren/siklus

4. Loyalitas pelanggan 4. Jauh dari scrambled merchandising

5. Tidak memerlukan investasi banyak cara wide

& deep

5. Perlu upaya besar untuk memperluas cakupan rumah-tangga yang dilayani (trading area) 6. Tidak ada pelanggan yang dikecewakan

7. Loyalitas pelanggan

Narrow & shallow

(sedikit ragam kategori produk dan masing-masing sedikit pilihan)

(24)

KEUNTUNGAN KERUGIAN 2. Paling irit dibandingkan dengan cara-cara di atas 2. Sebagian pelanggan dikecewakan 3. Ditujukan pada pelanggan yang berorientasi

waktu

3. Citra lemah 4. Loyalitas rendah

5. Cakupan wilayah tidak besar 6. Jauh dari scrambled Sumber : Hendri Ma’ruf (2006:148)

Tantangan peritel yang seharusnya dimulai setelah ragam produk dan tingkat kualitas produk telah diidentifikasi. Berawal dari saat itu, pasti selalu ada pesaing yang juga hadir dengan ragam dan kualitas produk yang sama. Di sini, tantangannya adalah bagaimana seorang peritel bisa mengembangkan strategi diferensiasi produknya.

2.1.3. Konsep Perilaku Konsumen 2.1.3.1. Definisi Perilaku Konsumen

Produsen semakin menyadari bahwa perilaku konsumen memiliki kepentingan tersendiri bagi mereka, karena berbagai alasan terutama memberikan kepuasan semaksimal mungkin kepada konsumen.

Menurut Kotler dan Amstrong dalam Ratih Hurriyati (2005: 67): “Perilaku konsumen adalah perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga yang membeli produk untuk konsumsi personal”. Menurut Barkowitz et. Al dalam Djaslim Saladin (2003:2): “Consumer behavior, the

actions a person takes in purchasing and using products and services, incluiding the metal and social processes that precede and follow these action”. Artinya:

perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang diambil seseorang dalam pembelian dan penggunaan barang dan jasa, termasuk proses pemikiran serta proses sosial yang mendahului dan diikuti tindakan tersebut.

(25)

2.1.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:197), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku konsumen itu terdiri dari budaya, sosial, pribadi, dan psikologi. Hal ini terlihat dalam Gambar 2.5 berikut ini:

Sumber : Kotler dan Amstrong (2008:197)

GAMBAR 2.5

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAH LAKU KONSUMEN Sebagian besar dari faktor-faktor tersebut tidak dapat dikendalikan oleh pemasar, namun mereka tetap harus memperhitungkannya. Kotler dan Amstrong (2008:197) menjelaskan faktor-faktor tersebut sebagai berikut:

1. Faktor Budaya yang terdiri dari beberapa sub yaitu :

Pertama, Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang mendasar

yang terdiri dari kumpulan nilai, preferensi dan perilaku. Kedua, Sub Budaya banyak sub-budaya yang membentuk segmen pasar yang penting, dan pemasar sering merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Ketiga, Kelas Sosial, menunjukkan preferensi produk dan merek yang berbeda dalam banyak hal.

2. Faktor Sosial yang terdiri dari beberapa sub yaitu :

Pertama, Kelompok Acuan yaitu seseorang terdiri dari semua kelompok yang

mempengaruhi langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kedua, Keluarga yang merupakan organisasi pembelian yang paling penting dalam masyarakat, dan ia telah menjadi objek penelitian BUDAYA Budaya Sub Budaya Kelas Sosial SOSIAL Kelompok acuan Keluarga

Peran dan status

PRIBADI Umur dan tahap daur hidup

Pekerjaan Situasi ekonomi

Gaya hidup Kepribadian dan Konsep diri

PSIKOLOGI Motivasi Persepsi Pengetahuan Keyakinan dan sikap PEMBELI

(26)

yang luas. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang sangat berpengaruh. Kita dapat membedakan antara dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Kelurga orientasi tersendiri dari orangtua dan saudara kandung seseorang. Ketiga, Peran dan status kedudukan seseorang dapat ditentukan melalui peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan seseorang. Masing-masing peran tersebut menghasilkan status. 3. Faktor Pribadi yang terdiri dari beberapa sub yaitu :

Pertama, Usia dan Tahap Siklus hidup konsumsi juga dibentuk oleh siklus

hidup keluarga. Pemasar sering memilih kelompok-kelompok berdasarkan siklus hidup sebagai pasar sasaran mereka. Kedua, Pekerjaan dan lingkungan ekonomi. Pemasar berusaha mengidentifikasikan kelompok profesi yang memiliki minat di atas rata-rata atas produk dan jasa mereka. Ketiga, Gaya Hidup orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Keempat, Kepribadian dan Konsep Diri. Kepribadian adalah karakteristik psikologis seorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkab tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya.

4. Faktor Psikologis yang terdiri dari beberapa sub yaitu :

Pertama, Motivasi, seseorang memiliki kebutuhan yang banyak dalam waktu

tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat biogenis, kebutuhan muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus dan tidak nyaman. Kedua, Pengetahuan/Pembelajaran meliputi proses perubahan tingkah laku seseorang yang timbul dari pengalaman.

Pilihan pembelian dipengaruhi empat faktor psikologi utama: motivasi, persepsi, pembelajaran, serta kepercayaan dan sikap. Motivasi adalah kebutuhan yang mendorong seseorang secara kuat mencari kepuasan atas kebutuhan tersebut. Persepsi adalah menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti tentang dunia. Pembelajaran adalah perubahan perilaku seseorang karena pengalaman. Keyakinan adalah pemikiran dekriptif yang dipertahankan seseorang mengenai sesuatu. Sikap adalah evaluasi, perasaan, dan kecenderungan yang konsisten atas suka atau tidak sukanya seseorang terhadap objek atau ide.

(27)

2.1.3.3. Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan Konsumen

Menurut Kotler dan Amstrong (2008: 147), konsumen akan melewati lima tahap proses pengambilan keputusan yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan pasca pembelian.

Sumber: (Kotler dan Amstrong 2008:147)

GAMBAR 2.6

LIMA TAHAP PROSES PEMBELIAN KONSUMEN

Keputusan untuk membeli timbul karena adanya penilaian objektif atau karena adanya dorongan emosi, keputusan untuk bertindak adalah hasil dari serangkaian aktifitas yang dapat dideskripsikan dalam proses pembelian.

Tugas peritel adalah memahami apa yang terjadi pada kesadaran pembeli sejak masuknya rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian. Proses belanja pelanggan ritel secara komprehensif akan melewati beberapa tahapan. Terdapat perbedaan penting dari proses pengambilan keputusan pembelian pada konsep pemasaran secara umum, dibandingkan dengan proses belanja pelanggan dalam ritel. Perbedaan tersebut terlihat dari adanya dua klasifikasi proses yang sekaligus harus dilalui dalam proses keputusan pembelian ritel yaitu klasifikasi keputusan pemilihan toko dan klasifikasi pemilihan barang dagangan. Peritel mencoba mempengaruhi pelanggan pada saat pelanggan dihadapkan pada proses keputusan pembelian dan sekaligus memotivasi mereka

Pengenalan kebutuhan Pencarian Informasi perilaku Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Pascapembelian

(28)

untuk mengambil keputusan pembelian barang dagangan. Beberapa tahapan dalam proses keputusan pembelian dalam ritel sebagai berikut:

Sumber : Levy dan Weitz (2004) yang dikutip oleh Christina Whidya Utami ( 2008:47) GAMBAR 2.7

PROSES BELANJA ATAU PEMBELIAN

Berdasarkan Gambar 2.7 mengenai proses belanja atau pembelian, proses belanja atau pembelian secara rinci dapat dilihat penjabaran sebagai berikut:

1. Pengenalan Kebutuhan

Proses pengenalan kebutuhan ketika orang-orang mengenal bahwa mereka mempunyai suatu kebutuhan yang tidak terpuaskan. Suatu kebutuhan yang tidak terpuaskan muncul ketika pelanggan ingin meningkatkan kepuasan yang berbeda

Pengenalan Kebutuhan

Mencari Informasi tentang Ritel Mencari Informasi Tentang

Barang dagangan

Evaluasi Ritel Evaluasi Barang Dagangan

Memilih Ritel Menyeleksi Barang Dagangan

Mengunjugi toko atau Situs Internet atau Mencari melalui Katalog

Pengenalan Kebutuhan

Belanja Barang dagangan

Evaluasi Setelah Belanja Mengulang Patrone Toko

SELEKSI RITEL SELEKSI BARANG DAGANGAN TAHAPAN PENGENALAN KEBUTUHAN PENCARIAN INFORMASI EVALUASI PENENTUAN TRANSAKSI KESETIAAN

(29)

dengan tingkat kepuasan yang mereka rasakan saat ini. Ketika pelanggan menyadari adanya kebutuhan yang belum terpuaskan, pada saat itulah mereka berada pada tahapan pengenalan kebutuan

a. Jenis Kebutuhan, kebutuhan yang memotivasi pelanggan untuk berbelanja dan membeli barang dagangan dapat digolongkan menjadi kebutuhan fungsional dan kebutuhan psikologikal. Kebutuhan fungsional adalah kebutuhan yang secara langsung terkait dengan kepuasan pribadi yang diperoleh pelanggan dari berbelanja dan memiliki suatu produk. Sedangkan kebutuhan psikologis yang disebut kebutuhan emosional adalah motivasi yang dipengaruhi emosi berkaitan dengan perasaan, baik itu keindahan, gengsi atau perasaan lainnya termasuk iba dan rasa marah.

b. Pemenuhan kebutuhan, ritel yang sukses mencoba mencukupi kebutuhan psikologis dan fungsional pelanggan mereka. Menurut Christina Whidya Utami (2008:43) kebutuhan psikologis dapat dicukupi melalui aktivitas berbelanja dan pengambilan keputusan terhadap pembelian barang dagangan yang dapat terjadi melalui :

1) Perangsangan (stimuli), untuk menciptakan rangsangan terhadap pengalaman menyenangkan yang dapat dirasakan oleh pelanggan, ritel dapat menggunakan latar belakang musik, pemajangan visual serta pendemonstrasian di dalam toko. Lingkungan toko dapat ditata sedemikian rupa agar pelanggan yang memasuki area toko tidak merasakan kejenuhan. 2) Pengalaman social, format dengan toko memiliki lingkungan pasar yang

memungkinkan untuk terjadinya interaksi sosial. Hal ini dapat dirasakan ketika seseorang bertemu dengan teman dan mengembangkan relasi baru. 3) Mempelajari trend atau kecenderungan baru, dengan berkunjung pada ritel,

seseorang dapat belajar tentang tren baru dan ide baru, pengunjung ritel akan merasa puas apabila mereka mendapatkan informasi yang cukup memadai terkait dengan trend dan ide baru tersebut.

4) Status dan kekuasaan, beberapa pelanggan memiliki kebutuhan terhadap status dan kekuasaan yang dapat dipuaskan melalui aktivitas belanja.

(30)

Ketika mereka berbelanja memungkinkan seseorang akan mendapatkan layanan istimewa maupun penghormatan dan perhatian pada ritel-ritel khusus yang eksklusif.

5) Balas jasa pada diri sendiri, frekuensi pembelian pelanggan yang cukup tinggi dan rutin memungkinkan seseorang mendapatkan perlakuan istimewa sebagai balas jasa.

2. Pencarian Informasi

Setelah pelanggan mengidentifikasi suatu kebutuhan, mereka mungkin mencari informasi tentang ritel atau produk untuk membantu mencukupi kebutuhan mereka. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses pencarian informasi oleh pelanggan antara lain adalah:

a. Jumlah informasi yang dicari, secara umum jumlah informasi yang dicari tergantung pada nilai yang dirasakan akan diperoleh dari pencarian dibandingkan dengan ongkos atau biaya pencarian informasi tersebut. Nilai dari pencarian dievaluasi berdasarkan pertimbangan bagaimanakah nilai yang dirasakan oleh pelanggan tersebut dapat meningkatkan keputusan membeli oleh pelanggan. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah yang dicari menurut Christina Whidya Utami (2008:45) meliputi :

1) Sifat dan penggunaan produk yang dibeli, jika sifat dan penggunaan produk yang dibeli tersebut sangat kompleks dan pribadi, maka biasanya akan semakin banyak jumlah informasi yang dibutuhkan.

2) Karakteristik pelanggan individu

Terdapat beragam karakteristik pelanggan individu, misalnya pelanggan individu yang memiliki karakteristik pribadi yang sangat hati-hati, terencana hidupnya maka biasanya mereka lebih membutuhkan banyak informasi dibandingkan dengan karakteristik pelanggan pribadi yang bersifat sebaliknya.

3) Aspek pasar dan situasi belanja di mana belanja tersebut dilakukan

Aspek ini merupakan faktor lingkungan yang lebih bersifat eksternal dibandingkan dengan faktor sifat dan penggunaan produk yang dibeli, maupun faktor karakteristik pelanggan individu. Oleh karena itu faktor ini bersifat tidak dapat dikontrol oleh pelanggan

(31)

b. Biaya pencarian informasi yang meliputi waktu dan uang, aktivitas pencarian informasi tidak akan terlepas dari pengorbanan yang harus ditanggung oleh konsumen dalam bentuk waktu maupun uang. Apabila konsumen harus berkeliling dari satu toko ke toko lain untuk mendapatkan informasi, maka dibutukan pengorbanan dalam wujud biaya yaitu biaya transportasi, biaya parkir maupun pengorbanan dalam wujud lain yaitu waktu maupun tenaga yang dikeluarkan untuk tujuan pencarian informasi tersebut.

c. Sumber-sumber informasi, konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Pelanggan memiliki dua sumber informasi yaitu internal dan eksternal.

1) Sumber informasi internal adalah informasi dalam memori pelanggan seperti nama, gambaran (citra), dan pengalaman masa lalu pelanggan dalam melakukan aktivitas pembelian yang dilakukan pada toko yang berbeda. 2) Sumber infomasi eksternal adalah informasi yang didapatkan dari sumber di

luar memori pelanggan. Sumber informasi eksternal biasanya disajikan oleh iklan dan orang lain. Pelanggan mendapatkan kesempatan untuk melihat beragam iklan melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik dan sekaligus memperhatikan berbagai simbol dari berbagai gerai ritel setiap harinya melalui iklan-iklan tersebut.

d. Mengurangi pencarian informasi, tujuan ritel dalam tahap pencarian informasi pada proses pembelian adalah untuk membatasi dan mengarahkan agar konsumen melakukan pencarian informasi ke toko atau situs website secara langsung. Kondisi di mana pelanggan masih terus mencoba mencari informasi pada toko yang lain akan membuka peluang bagi toko lain membujuk pelanggan untuk melaksanakan transaksi pembelian. Jumlah relatif dan pengaruh sumber-sumber informasi berbeda-beda tergantung pada jenis produk dan karakteristik pembeli. Secara umum konsumen mendapatkan sebagian

(32)

besar informasi tentang suatu produk dari sumber komersial yaitu sumber yang didominasi pemasar. Namun informasi yang paling efektif berasal dari sumber pribadi. Tiap informasi menjalankan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Informasi komersial biasanya menjalankan fungsi pemberi informasi dan sumber pribadi menjalankan fungsi legitimasi atau evaluasi.

3. Pemilihan Alternatif

Setelah mempertimbangkan berbagai faktor sebagai hasil dari proses pencarian informasi. Pelanggan berada pada tahapan evaluasi atas alternatif-alternatif yang telah ditetapkan oleh konsumen. Tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model yang terbaru memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif yaitu model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional.

Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. Atribut yang diminati oleh pembeli berbeda-beda bergantung jenis produknya.

(33)

Konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda dalam memandang berbagai atribut yang dianggap relevan dan penting. Mereka akan memberikan perhatian terbesar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya. Pasar produk tertentu sering dapat di segmentasi berdasarkan atribut yang menonjol bagi kelompok konsumen yang berbeda-beda. Konsumen mengembangkan sekumpulan keyakinan merek tentang posisi tiap-tiap merek berdasarkan masing-masing atribut. Kumpulan keyakinan atas merek tertentu membentuk citra merek. Citra merek konsumen akan berbeda-beda menurut perbedaan pengalaman mereka yang disaring melalui dampak persepsi selektif, distorsi selektif dan ingatan selektif. Konsumen akhirnya bersikap (keputusan, preferensi) terhadap berbagai merek melalui prosedur evaluasi atribut.

4. Menentukan Pilihan

Pilihan terhadap toko atau ritel maupun barang dagangan dilakukan setelah konsumen berhasil menetapkan satu alternatif terbaik dari proses evaluasi alternatif yang telah dilakukan. Konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan (tahap evaluasi). Konsumen tersebut juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Namun, dua faktor tersebut dapat berada di antara niat pembelian dan keputusan pembelian, seperti terlihat pada Gambar 2.8 berikut ini:

Sumber: Kotler dan Amstrong (2008:228)

Evaluasi alternatif Niat pembelian Sikap orang lain Faktor situasi yang tidak terantisipasi Keputusan pembelian GAMBAR 2.8

(34)

Faktor pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal yaitu intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, konsumen akan semakin mengubah niat pembeliannya. Preferensi pembeli terhadap merek tertentu akan meningkat jika orang yang ia sukai juga sangat menyukai merek yang sama. Pengaruh orang lain menjadi rumit jika beberapa orang yang dekat dengan pembeli memiliki pendapat yang saling berlawanan dan pembeli tersebut ingin menyenangkan mereka semua.

Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian. Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda, atau menghindari keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko yang dipikirkan. Besarnya risiko yang dipikirkan berbeda-beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut, dan besarnya kepercayaan diri konsumen. Para konsumen mengembangkan rutinitas tertentu untuk mengurangi risiko, seperti penghindaran keputusan, pengumpulan informasi dari teman-teman, dan preferensi merek dalam negeri serta garansi.

5. Transaksi Belanja

Transaksi belanja akan terjadi jika konsumen secara faktual melaksanakan pembelian barang dagangan pada toko atau ritel yang telah dipilh. Langkah-langkah yang dapat dilakukan ritel untuk peningkatan peluang dalam mengubah

(35)

secara positif evaluasi barang dagangan yang dilakukan oleh konsumen, sehingga menjadi aktivitas transaksi pembelian yang sesungguhnya adalah :

a. Jangan kehabisan stok barang dagangan populer

b. Mengurangi risiko dalam membeli barang dengan menawarkan kebijakan pengembalian yang memungkinkan pengembalian uang jika barang dagangan yang sama tersedia dengan suatu harga yang lebih rendah dari ritel yang lain. c. Menawarkan kredit

d. Mempermudah pembelian barang dagangan dengan menyediakan checkout terminal atau kasir yang menyenangkan.

e. Mengulangi waktu tunggu yang nyata maupun yang dipersepsikan pelanggan dalam antrian pada checkout terminal atau kasir.

6. Evaluasi Setelah Belanja

Proses belanja belum berakhir ketika pelanggan membeli produk. Setelah melakukan belanja, pelanggan menggunakan produk itu dan kemudian mengevaluasi pengalaman ini untuk menentukan apakah produk ini memuaskan atau tidak. Kepuasan adalah suatu evaluasi pasca konsumsi yaitu tentang seberapa baik suatu toko atau produk memenuhi dan melebihi harapan pelanggan. Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Tugas peritel tidak berakhir begitu saja ketika produk dibeli. Para peritel harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk pasca pembelian.

a. Kepuasan pasca pembelian, kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas

(36)

produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan, pelanggan akan kecewa. Jika ternyata sesuai harapan maka pelanggan akan puas dan apabila melebihi harapan maka pembeli akan sangat puas. Para konsumen membentuk harapan mereka berdasarkan pesan yang diterima dari para penjual, teman, dan sumber-sumber informasi lain. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja, semakin besar ketidakpuasan konsumen. Di sinilah munculnya gaya konsumen menangani kesenjangan. Beberapa konsumen membesar-besarkan kesenjangan ketika produk yang mereka terima tidak sempurna, sehingga mereka menjadi sangat tidak puas. Para konsumen lain meminimalkan kesenjangan itu sehingga menjadi tidak begitu kecewa. Derajat kepentingan kepuasan pasca pembelian menunjukkan bahwa para penjual harus menyebutkan akan seperti apa kinerja produk yang sebenarnya. Beberapa penjual bahkan mungkin menyatakan level kinerja yang lebih rendah sehingga konsumen akan mendapatkan kepuasan yang lebih tinggi daripada yang diharapkannya atas produk tersebut.

b. Tindakan pasca pembelian, kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Jika konsumen tersebut puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut. Pelanggan yang tidak puas mungkin membuang atau mengembalikan produk tersebut. Mereka mungkin mengambil tindakan publik seperti mengajukan keluhan ke perusahaan tersebut. Tindakan pribadi dapat berupa memutuskan untuk berhenti membeli produk tersebut atau

(37)

memperingatkan rekan-rekannya. Dalam semua kejadian itu, penjual telah gagal memuaskan pelanggan tersebut.

c. Perilaku pembelian pengurang ketidaknyamanan, Peritel juga harus memantau cara pembeli memakai dan membuang produk tertentu. Jika para konsumen menyimpan produk itu ke dalam lemari untuk selamanya, produk tersebut mungkin tidak begitu memuaskan, dan kabar dari mulut ke mulut tidak akan gencar. Jika para konsumen tersebut menjual atau menukarkan produk tersebut, penjualan produk baru akan menurun. Jika para konsumen membuang produk tertentu, pemasar harus mengetahui cara mereka membuangnya terutama jika produk tersebut dapat merusak lingkungan.

2.1.4. Konsep Keputusan Pembelian Konsumen

Konsumen adalah sesuatu yang unik, sebab konsumen mengalami proses pembelian tertentu yang berbeda dari yang satu dengan yang lainnya. Konsumen sangat bervariasi dalam hal demografis, psikografis, psikologis, dan sebagainya, sehingga keputusan pembelian atau penggunaan sebuah produk, baik barang maupun jasa, di antara konsumen relatif bervariasi pula.

Keputusan pembelian konsumen berarti proses di mana konsumen memilih satu atau lebih produk atau merek yang ada di pasar untuk dikonsumsi. Ini berarti konsumen telah melewati beberapa tahapan keputusan pembelian, dari mulai pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, sampai perilaku pasca pembelian. Berikut beberapa definisi dari berbagai ahli dapat dilihat pada Tabel 2.6 pada halaman selanjutnya:

(38)

TABEL 2.6

DEFINISI KEPUTUSAN PEMBELIAN

No Nama Defenisi

1 Buchari Alma (2004:63) Keputusan pembelian adalah suatu keputusan yang dilakukan oleh konsumen yang dipengaruhi oleh kebudayaan, kelas sosial, keluarga, dan referensi grup yang akan membentuk suatu sikap pada diri individu kemudian melakukan pembelian.

2 Kotler dan Amstrong (2008:129)

Perilaku pembelian konsumen adalah perilaku pembelian akhir dari konsumen, baik individual maupun rumah tangga, yang membeli barang-barang dan jasa untuk konsumsi pribadi.

3 Griffin dan Ebert

(Fandy Tjiptono, 2002:283)

Buy decisions are based on rational motives, emotional motives or both. Rational motives involve the logical evaluation of product attribute : cost, quality and usefulness. Emotional motives involve non objective factors and include sociability, imitation of others, and aesthetics.

Artinya :

Keputusan pembelian didasarkan pada motif rasional, motif emosional, atau keduanya. Motif rasional melibatkan penilaian logis atas produk, kualitas biaya dan kegunaan. Motif emosional, peniruan dari orang lain.

Sumber: Berdasarkan Berbagai Referensi Buku

2.1.4.1. Model Pengambilan Keputusan Konsumen

Proses psikologis dasar ini memainkan peran penting dalam memahami bagaimana konsumen secara aktual mengambil keputusan pembelian. Keputusan yang diambil satu konsumen dengan konsumen lainnya relatif berbeda, namun para ahli berusaha membuat sejumlah model yang mampu mengakomodasi berbagai keputusan konsumen tersebut. Menurut Schiffman & Kanuk (2008:560), terdapat empat macam model konsumen yang mempunyai cara pandang yang berbeda dalam mengambil keputusan yaitu:

1. An Economic View

Dalam pasar persaingan sempurna konsumen sering digolongkan sebagai orang yang mengambil keputusan dengan rasional. Untuk mengambil keputusan secara rasional, konsumen harus (1) menyadari semua alternatif produk yang tersedia, (2) mampu membuat urutan setiap alternatif yang berkatian dengan keuntungan dan kerugiannya, (3) mampu untuk mengidentifikasi alternatif terbaik. Bagaimana pun juga konsumen jarang

Referensi

Dokumen terkait

Pada zaman sekarang ini, kata hijrah adalah sebuah kata yang sangat ngetren dan bahkan tergolong populer, dimana banyak kita lihat dalam

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Program Neighborhood Upgrading And Shelter Project (NUSP) Menuju Pembangunan Berkelanjutan Di Wilayah Kumuh Kabupaten Tanjung

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang