• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan cakupan batasan penelitian.

1.1 LATAR BELAKANG

Beragam jenis kebutuhan perkembangan anak perlu dipenuhi sesuai dengan usia anak agar anak siap menghadapi tuntutan tugas-tugas perkembangan berikutnya. Masa kanak-kanak merupakan tahap perkembangan manusia setelah masa bayi dan meliputi perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosi (Rathus, 2008). Anak-anak terkadang merasa sulit menghadapi masalah-masalah tertentu di dalam perjalanan hidup yang dilalui, jika dibandingkan dengan teman-teman sebaya. Oleh karena itu, kesesuaian pendekatan yang dilakukan terhadap anak akan membantu mencapai keberhasilan secara maksimal sesuai dengan tahapan perkembangan. Keterbatasan yang dimiliki oleh seorang anak sehingga membutuhkan penanganan khusus memunculkan istilah “anak berkebutuhan khusus”. Rustantiningsih (2008) mendefinisikan “anak berkebutuhan khusus” sebagai anak yang memiliki kebutuhan individual yang tidak bisa disamakan dengan anak yang normal, mencakup anak berbakat, anak cacat, dan anak yang mengalami kesulitan dalam memproses informasi. Kekurangan pada individu bukan hanya dapat diartikan sebagai kelemahan di dalam mengerjakan suatu tugas

(2)

2  tetapi juga keterbatasan baik secara fisik, kognitif, maupun sosial. Keterbatasan pada individu terkadang membutuhkan perhatian yang lebih besar tingkatannya. Hal ini memunculkan kebutuhan tersendiri pada individu dan menjadi perhatian yang berbeda ketika timbul permasalahan khusus yang dihadapi oleh anak-anak.

Setiap individu memiliki cara yang khas di dalam menerima stimulus maupun informasi yang datang padanya, termasuk di dalam hal belajar dan berkomunikasi. Kemampuan yang dimiliki individu untuk mengolah stimulus ada yang berlangsung secara baik dan ada yang secara tidak baik. Kemampuan mengolah stimulus yang tidak baik dapat mengganggu perjalanan proses informasi, seperti antara lain proses belajar sang anak. Gangguan sistem saraf terhadap proses informasi kognitif pada anak dan juga kesulitan berkaitan dengan kegiatan akademik disebut learning disabilities (Leichtentritt & Shechtman, 2010). Greenbaum, Graham, dan Scales (dalam Heiman, 2006) menemukan bahwa siswa dengan learning disabilities pada institusi pendidikan tingkat lanjut dapat menyesuaikan diri baik secara akademis maupun sosial, namun menyelesaikan studinya setahun lebih lambat daripada teman-teman yang tidak mengalami gangguan. Sebuah hipotesis memperkirakan bahwa kelemahan sosial yang dialami oleh penderita learning disabilities memiliki keterkaitan dengan permasalahan psikiatri. Hal ini terbukti oleh adanya intensitas baik terhadap gangguan ADHD dan depresi (Miguel dkk., 1996).

Hubungan sosial yang terjadi di antara individu melibatkan komunikasi baik verbal maupun non verbal. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain adalah hal krusial bagi perkembangan anak-anak dan merupakan prasyarat baik bagi pembelajaran akademis maupun non akademis. Hal ini bagi sebagian

(3)

anak yang memiliki gangguan, seperti learning disabilities akan menghalangi aspek-aspek dari kemampuan mereka untuk berkomunikasi (Brice, 2001). Kemampauan berkomunikasi yang rendah dapat menghambat hubungan sosial anak-anak yang mengalami learning disabilities. Interaksi antara siswa, guru dan lingkungan memerlukan komunikasi yang baik sehingga menunjang seorang anak untuk belajar agar aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari relasi dengan manusia lain di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam relasi itu terjadi interaksi satu sama lain. Sikap akur dengan teman dan membangun persahabatan merupakan beberapa tugas utama di awal perkembangan masa kanak-kanak, yang kelak mempengaruhi perkembangannya di masa mendatang (Buysse, Goldman & Skinner, 2002). Hubungan pertemanan yang buruk di masa kanak-kanak seringkali mempengaruhi perkembangan tingkah laku dan kegiatan akademis di masa yang akan datang, seperti dikeluarkan dari sekolah, prestasi sekolah yang buruk, serta kenakalan-kenakalan pada anak (Rubin, Bukowski & Parker; dalam Rossem & Vermande, 2004). Anak-anak yang berada di usia sekolah sebenarnya memasuki dunia anak-anak yang lebih luas daripada hanya sekedar berhubungan dengan orang tua karena di sekolah juga ada guru, teman, pengasuh, dan orang-orang lain sehingga pengalamannya bertambah luas. Namun di dalam situasi tertentu anak mengalami stres dan mempengaruhi kepercayaan dirinya. Semua ini membuat tingkah laku anak berubah dalam bergaul dengan orang lain (DeBord, 2006). Mereka beradaptasi melalui tindakan-tindakan yang disesuaikan dengan orang yang dihadapi saat berinteraksi.

(4)

4  Sekolah sebagai instansi pendidikan formal berperan besar untuk melatih berbagai keterampilan kepada anak-anak. Perkembangan dunia pendidikan melahirkan pengembangan pola pendidikan yang tidak hanya menekankan pentingnya kemampuan akademis semata, melainkan juga diikuti oleh pembelajaran, untuk mengasah kemampuan emosi dan sosial. Triyana (2005) mengemukakan bahwa perkembangan dan perubahan yang terjadi terus-menerus menuntut sikap suatu bangsa untuk segera membangun melalui berbagai macam cara, antara lain melalui pendidikan, untuk meningkatkan kualitas mental, intelektual, emosional, sosial, fisik, serta ekonomi sebagai sumber kesejahteraan. Lebih lanjut, kehadiran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) memungkinkan para siswa dibekali kompetensi multi dimensial yang berkualitas dengan mencakup aspek mental, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual (Triyana, 2005).

Fungsi sekolah sebagai penyampai beragam ilmu pengetahuan berdasarkan acuan kurikulum menjadi prioritas utama. Anak-anak sekolah dasar yang berada di tingkatan tertentu, tidak terkecuali pada anak yang mengalami gangguan seperti

learning disabilities, dituntut untuk menguasai materi pelajaran yang diatur oleh

kurikulum. Dengan demikian, pemerintah menerapkan sebuah program pendidikan sebagai alternatif dari sekolah luar biasa untuk menampung kebutuhan anak learning disabilities. Pendidikan inklusif adalah salah satu program yang memberikan sistem layanan pendidikan dengan mengikutsertakan “anak berkebutuhan khusus” untuk belajar bersama dengan anak yang sebaya di sekolah. Lebih lanjut, penyelenggaraan program ini menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun

(5)

5  sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik (Departemen Pendidikan Nasional, 2011).

Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat bukan hanya dari cakupan isi pembelajaran, dalam hal ini kurikulum, yang terus-menerus dievaluasi dan diperbaharui. Sarana dan prasarana mengalami peningkatan dengan perkembangan sekolah-sekolah untuk memenuhi kebutuhan “anak berkebutuhan khusus”. Perkembangan ini mendukung survei yang dilakukan departemen pendidikan Amerika Serikat yang menyatakan bahwa sekitar empat persen dari populasi anak usia sekolah di Amerika Serikat menerima jasa special education dan sekitar 45 persen siswa yang mengalami learning disabilities berada di dalam program pendidikan regular (U.S. Deparment of Education, 2002; dalam Ysseldyke & Algozzine, 2006).

Secara umum, siswa-siswi berkebutuhan khusus di Indonesia diberikan sarana berupa sekolah luar biasa. Pada tahun ajaran 2008-2009, terdapat 1.686 sekolah luar biasa di seluruh Indonesia. Jumlah ini bertambah sebanyak 231 sekolah dibandingkan dengan tahun ajaran 2007-2008 dan sebanyak 296 sekolah dibandingkan dengan tahun ajaran 2006-2007. Secara khusus, Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia, turut melakukan hal serupa dengan mengembangkan 94 sekolah luar biasa pada tahun ajaran 2008-2009. Hal ini tentunya menjadi sarana yang baik bagi 73.122 siswa-siswi di Indonesia yang memerlukan kebutuhan khusus (Departemen Pendidikan Nasional, 2009).

Penyediaan program pendidikan bagi learning disabilities membutuhkan pemahaman yang komprehensif dari masyarakat terhadap program tersebut. Peran serta lingkungan sekitar terhadap anak yang mengalami learning disabilities akan

(6)

6  meningkatkan kepercayaan diri dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Di samping itu, anak-anak yang mengalami learning disabilities, sebagai generasi penerus bangsa, memiliki tanggung jawab yang sama untuk meneruskan perjuangan bangsa di tahun-tahun yang akan datang. Seringkali stereotip negatif mempengaruhi program yang telah dirancang dan perlakuan yang diberikan terhadap siswa yang mengalami learning disabilities. Lebih lanjut, koran, sebagai sumber berita tanpa dasar penelitian, dapat menimbulkan stereotip negatif, sikap, maupun opini karena kesalahan informasi yang diberikan (Antrim, 1997). Stereotip yang diberikan oleh orang-orang di sekitar penderita cenderung merendahkan potensi mereka dan mengucilkan mereka sehingga terjadi pelabelan tertentu (Brien, 2000). Penting untuk menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung bagi siswa yang menderita learning disabilities karena ketidakberhasilan penciptaan hal tersebut menyebabkan dampak kumulatif penurunan belajar penderita, menyebabkan masalah-masalah dan memperburuk proses perkembangan individu (Vieru, 2010). Meskipun demikian, diduga anak-anak yang mengalami learning disabilities memiliki kompetensi sosial yang sama atau bahkan melebihi teman-teman sebaya. Kekurangan di dalam kemampuan sosial dapat menjadi penghambat bagi kelompok tetentu dari orang-orang yang mengalami learning disabilities (Lavoie, 2005).

Keinginan untuk memenuhi kebutuhan diri dalam rangka menyeimbangkan baik aspek fisik, kognitif, sosial maupun emosi terkadang tidak berjalan lancar. Dengan demikian, diperlukan cara tertentu agar anak dapat mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi, antara lain melalui penyesuaian. Penyesuaian diri (adjustment) dapat diartikan sebagai sebuah proses psikologis

(7)

7  untuk mengatasi, mengelola dan beradaptasi dengan tantangan-tantangan di dalam kehidupan sehari-hari (Santrock, 2006). Moss dan Carr (2004) mengatakan bahwa baik dan buruk penyesuaian diri seseorang bergantung pada persepsinya terhadap informasi dan pemahaman terhadap dirinya. Penyesuaian yang diupayakan oleh masing-masing individu berbeda-beda antara satu dan lain.

Penyesuaian tidak terlepas dari kehidupan seseorang karena aktivitas dan peristiwa yang dilalui oleh individu akan melibatkan individu yang lain. Anak-anak yang mengalami learning disabilities dituntut untuk dapat memahami dan ikut serta di dalam aktivitas yang terjadi pada kehidupan sosial dan bukan hanya berdiam diri tanpa adanya orang yang memahami keadaannya (Bender, 2008). Anak-anak yang sedang mengalami perkembangan perlu belajar menyesuaikan diri agar dapat berkompetisi secara baik di antara individu yang lain. Berhasil untuk mengatasi segala tantangan di sekolah merupakan suatu kepuasan tersendiri bagi sang anak. “Anak berkebutuhan khusus” juga dituntut untuk memiliki kompetensi secara utuh agar menjadi individu yang sempurna sehingga dapat berpartisipasi secara penuh dan dapat diperlakukan setara dengan orang lain di lingkungan sekitar. Namun, keterbatasan pemahaman dan munculnya persepsi yang berkembang di masyarakat mendatangkan stigma sosial. Gambaran mengenai penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial dari sang anak yang mengalami learning disabilities akan membantu memahami bagaimana proses penyesuaian diri yang terjadi, dimensi apa saja yang terkait, dan pola penyesuaian diri seperti apa yang terbentuk. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui gambaran penyesuaian diri pada penderita learning disabilities di lingkungan sekolah dasar.

(8)

1.2 RUMUSAN PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah gambaran penyesuaian diri pada penderita learning disabilities di lingkungan sekolah dasar?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran penyesuaian diri pada penderita learning

disabilities di lingkungan sekolah dasar?

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Sub bab ini akan menjelaskan tentang manfaat penelitian yang terdiri atas dua jenis, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi tentang penyesuaian diri pada manusia, khususnya terhadap anak-anak yang mengalami learning

disabilities dengan data baru tentang suatu populasi tertentu yakni siswa-siswi

(9)

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat penelitian secara praktis adalah sebagai berikut:

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru dan wawasan yang lebih luas mengenai perkembangan pada anak-anak secara lebih aplikatif, guna memperkaya pengetahuan mengenai learning disabilities dan kemampuan penyesuaian diri pada penderita learning disabilities.

2) Penelitian ini diharapkan membantu pembaca memahami dan berinteraksi adaptif dengan anak-anak, khususnya bagi orang tua, guru, pihak-pihak yang berkecimpung di instansi pendidikan, dan masyarakat.

1.5 DEFINISI TERMINOLOGI

Learning disabilities adalah gangguan sistem saraf yang menggangu

pemrosesan informasi kognitif pada anak dan juga kesulitan pada akademik (Leichtentritt & Shechtman, 2010). Peneliti menggunakan kriteria DSM IV TR untuk menentukan gangguan, yang meliputi tiga jenis gangguan utama yaitu gangguan membaca, gangguan matematika, dan gangguan ekspresi tulisan.

Penyesuaian diri adalah sebuah proses psikologis untuk mengatasi, mengelola dan beradaptasi terhadap tantangan-tantangan di dalam kehidupan sehari-hari (Santrock, 2006). Penelitian ini mencakup aspek penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial, khususnya sekolah dasar. Komponen-komponen yang akan dipelajari tersusun atas empat dimensi, yaitu kognisi, psikomotor atau perilaku, afeksi atau emosi, dan interaksi dengan lingkungan.

(10)

10  1.6 CAKUPAN BATASAN

Di dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang dibatasi dan dikontrol oleh peneliti. Peneliti hanya mengambil data dari anak-anak usia sekolah dasar yang bersekolah di tempat penelitian. Responden adalah siswa aktif di sekolah tersebut dan bersedia untuk mengikuti prosedur penelitian. Pada penelitian ini, anak-anak yang mengalami learning disabilities dilihat melalui kategori gejala pada DSM IV TR yang meliputi tiga jenis gangguan yaitu gangguan membaca, gangguan matematika dan gangguan ekspresi tulisan. Namun demikian, studi ini tidak melihat variasi-variasi gangguan learning disabilities yang dialami oleh subjek. Pemilihan ini atas dasar bahwa bahwa learning disabilities merupakan suatu kesatuan gangguan dan tidak dapat dipisahkan antara gangguan yang satu dan lainnya. Peneliti menerima data-data mengenai subjek penelitian yang mengalami learning disabilities dan mengikuti peraturan yang mengacu pada langkah-langkah psikologis untuk anak-anak yang mengalami learning disabilities dari pihak sekolah. Subjek penelitian dibatasi hanya pada anak-anak yang mengalami learning disabilities di lingkungan sekolah dasar. Penelitian ini akan mengamati penyesuaian diri pada sampel dengan mengunakan empat dimensi, yaitu kognisi, psikomotor atau perilaku, afeksi atau emosi, dan interaksi dengan lingkungan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis datanya menunjukan bahwa tingkat kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan soal berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking

Dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Dearah dan Retribusi Daerah jo Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Dearah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) tingkat sosial dan ekonomi rumah tangga di permukiman sekitar Pasar, Terminal, dan Stasiun Gemolong.; (2) kualitas permukiman

berbahasa. Dapat meningkatkan pemahaman siswa untuk menulis karangan teks eksplanasi dengan baik dan benar. Penelitian ini dapat mengetahui kesalahan penggunaan EBI dan faktor

Kemudiannilai F hitung sebesar 9,640 >F tabel 3,466 berarti H 0 ditolak H 1 diterima maka, secara bersamaan harga cuci dan quantitas produksi mempunyai pengaruh

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang signifikan stres akademik terhadap kinerja siswa, stres mengakibatkan efek negatif dari stres terhadap kehidupan akademik

Gereja Kristus tidak boleh menutupi telinga berhadapan dengan jeritan umatnya, kadang-kadang jeritan dalam masyarakat; Gereja Kristus tidak boleh mengabaikan tangisan anak-anak