• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dengan manusia dalam melakukan aktivitas bersama.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dengan manusia dalam melakukan aktivitas bersama."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Ruang Publik

Pada umunya, ruang publik merupakan suatu ruang terbuka yang dapat mendukung kebutuhan manusia akan tempat-tempat berkumpul dan wadah untuk berinteraksi dengan manusia dalam melakukan aktivitas bersama.

Menurut Rustam Hakim (1987), ruang publik merupakan suatau wadah yang dapat menampung aktivitas tertentu dari masyarakatnya, baik secara individu maupun secara kelompok, dimana bentuk ruang publik ini sangat tergantung pada pola dan susunan massa bangunan.

2.1.1 Pembagian ruang publik

Berdasarkan Carmona et.al (2003), Ruang publik dapat dibagi menurut tipe, yaitu:

1. External public space. Ruang publik jenis ini biasanya berbentuk ruang luar yang dapat diakses oleh semua orang (publik) seperti taman kota, alun-alun, jalur pejalan kaki, dan lain sebagainya.

2. Internal public space. Ruang publik jenis ini berupa fasilitas umum yang dikelola pemerintah dan dapat diakses oleh warga secara bebas tanpa ada batasan tertentu, seperti kantor pos, kantor polisi, rumah sakit dan pusat pelayanan warga lainnya.

(2)

3. External and internal “quasi” public space. Ruang publik jenis ini berupa fasilitas umum yang biasanya dikelola oleh sektor privat dan ada batasan atau aturan yang harus dipatuhi warga, seperti mall, diskotik, restoran dan lain sebagainya.

Berdasarkan fungsinya, ruang publik dapat dibagi menjadi beberapa jenis (Carmona, et al : 2008, p.62), antara lain :

1. Positive space. Ruang ini berupa ruang publik yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif dan biasanya dikelola oleh pemerintah. Bentuk dari ruang ini antara lain ruang alami/semi alami, ruang publik dan ruang terbuka publik.

2. Negative space. Ruang ini berupa ruang publik yang tidak dapat dimanfaatkan bagi kegiatan publik secara optimal karena memiliki fungsi yang tidak sesuai dengan kenyamanan dan keamanan aktivitas sosial serta kondisinya yang tidak dikelola dengan baik. Bentuk dari ruang ini antara lain ruang pergerakan, ruang servis dan ruang-ruang yang ditinggalkan karena kurang baiknya proses perencanaan.

3. Ambiguous space. Ruang ini adalah ruang yang dipergunakan untuk aktivitas peralihan dari kegiatan utama warga yang biasanya berbentuk seperti ruang bersantai di pertokoan, café, rumah peribadatan, ruang rekreasi, dan lain sebagainya.

(3)

4. Private space. Ruang ini berupa ruang yang dimiliki secara privat oleh warga yang biasanya berbentuk ruang terbuka privat, halaman rumah dan ruang di dalam bangunan.

2.2. Definisi Ruang Terbuka

Seperti yang tertulis di PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 05/PRT/M/2008 , Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.

Menurut Eko Budihardjo (1998), ruang terbuka memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :

(4)

 Tempat bermain dan berolah raga, tempat bersantai, tempat komunikasi sosial, tempat peralihan, tempat menunggu

 Sebagai ruang terbuka, ruang ini berfungsi untuk mendapatkan udara segar dari alam.

 Sebagai sarana penghubung antara suatu tempat dengan tempat lain.

 gunan.

2. Fungsi ekologis :

 Penyegaran udara, menyerap air hujan, pengendalian banjir, memelihara ekosistem tertentu.

 Pelembut arsitektur bangunan.

2.3. Definisi sense of place

Sense of Place dapat diartikan menjadi perasaan manusia yang timbul terhadap suatu ruang ketika berada di dalamnya dan sebaliknya. Sense of place diartikan sebagai ikatan emosional antara tempat dengan manusia. Tempat adalah posisi tertentu dengan komponennya seperti atribut fisik atau karakteritik lokasi, makna, persepsi dan aspek psikologi adalah hal yang penting untuk menciptakan sense of place, oleh karena itu sense of place adalah sebuah konsekuensi dari hubungan timbal balik antara manusia dengan tempat tinggalnya. Dari sini terlihat sebuah kecenderungan manusia untuk lebih menyukai suatu tempat tertentu dimana mereka merasa nyaman dan aman, biasanya cenderung kepada lingkungan dimana mereka lahir (Rostamzadeh dkk (2012)).

(5)

Menurut Axford dan Hockings (2005), sense of place adalah gabungan antara kesadaran dan ketidaksadaran dalam perasaan dan persepsi, konsep yang kaya akan penyatuan bagaimana individu menyadari, mengalami dan mengungkapkan arti terhadap sebuah tempat, dalam sense of place terdapat perasaan, persepsi, sikap dan perilaku seseorang terhadap sebuah tempat.

Kaltenborn (1998) mengatakan bahwa sense of place merupakan sesuatu yang melebih suatu ide, yang secara struktur didefinisikan dengan baik, dan berusahan untuk menjalankannya pada penelitian empiris.

Menurut para ahli, sense of place memiliki hubungan yang kuat dengan beberapa variabel seperti komunitas, rasa memiliki, karakter tempat, kekeluargaan, dan rasa kualitas hidup. Hal ini mengusulkan bahwan hubungan ini dapat digunakan sebagai dasar mengukur dimensi ruang.

Pada dasarnaya, hubungan manusia dengan tempat terjadi pada tiga dimensi, yaitu kognitif, perilaku dan emosional (Tabel 2.1.)

Tabel 2.1 Interaksi antar Manusia dan Tempat

Jenis hubungan Detail hubugan Komponen tempat

Interaksi antar manusia dan

tempat

Kognitif

Persepsi umum untuk dapat mengerti geometri ruang dan orientasi

Bentuk

Perilaku

Persepsi tentang

kemampuan ruang untuk memenuhi kebutuhan

Fungsi

Emosional

Persepsi tentang kepuasan dan keterikatan terhadap suatu tempat

Arti

Sumber: Between sense and attachment: Comparing the concepts of place in architectural studies, 2013

(6)

Menurut Shamai (1991), terdapat lima skala yang menunjukkan sense of place , dengan seorang individu yaitu:

1. Skala pengertian dimana suatu tempat dapat membuat suatu perbedaan terasa.

2. Skala tujuan dari suatu tempat.

3. Skala kelangsungan individu dalam menyatu dengan suatu tempat.

4. Skala berada di suatu tempat dimana berkaitan dengan perilaku individu yang ada di tempat tersebut.

5.

Skala pengorbanan yang menunjukan tingkat tertinggi dalam sense of place yang berasal dari komitmen terbesar seorang individu.

2.4. Faktor-Faktor Sense of Place

Terdapat 3 buah konsep berbeda yang berhubungan satu sama lain yang termasuk di dalam konsep sense of place yang menyeluruh, atau makna atau kesan yang diberikan oleh individu atau suatu komunitas terhadap suatu ruang, yang diusulkan untuk memahami hubungan antara manusia dengan ruang, yaitu identity (identitas), attachment (keterikatan) dan dependence (ketergantungan). (Jogernsen dan Stedman, 2001).

1. Place Identity (Identitas tempat)

Identitas ruang berfokus pada hubungan antar konsep diri dengan ruang. Suatu konsep yang kongitif dari identitas ruang lebih mengacu pada identifikasi manusua terhadap ruang. Menurut Twigger-Ross dan Uzzell (1996), identitas

(7)

lingkungan atau kota menyampaikan arti kebersamaan sosial tentang seorang individu dan menyoroti karateristik khusus atau kualitas yang berbagi dengan yang lain di suatu area. Menurut Proshansky (1978, p.155), identitas tempat melibatkan dimensi diri yang menjelaskan identitas pribadi individu terhadap hubungan dengan lingkungan fisik dengan pola ide yang disengaja dan tidak disengaja, kepercayaan, pilihan, perasaan, nilai, tujuan dan kecenderungan perilaku,, dan kemampuan yang bersangkutan pada lingkungan.

2. Place Attachment (Keterikatan terhadap tempat)

Menurut Altman dan Low (1992), place Attachment diartikan sebagai suatu ikatan yang positif antara individu dengan ruang. Place Attachment, secara umum juga dipercayai akan dibentuk dan dipertahankan melalui interaksi individu dengan lingkungannya dan individu di lingkungan tersebut. Keterikatan atau hubungan emosional terhadap ruang terjadi pada tingkat individu dan komunitas. Pada tingkat individu, arti keterikatan dihubungkan dengan perilaku individu, kognitif individu, dan pengalaman emosional dengan dan di dalam lingkungannya. Untuk tingkat komunitas, dihubungkan dengan rasa keterikatan, atau rasa menjadi bagian dari lingkungan atau komunitas, dan rasa mendalam, aau keterikatan di dalam komunitas olahraga. Keterikatan ini bisa memberikan identitas pribadi dan kelompok, suatu rasa aman dan nyaman, dan dapat membantu dalam mengembangkan rasa berkomunitas.

(8)

3. Place Dependence (ketergantungan terhadap tempat)

Place dependence atau kekuatan yang dirasakan individu dalam berasosiasi dengan lingkungan mereka, dihubungkan dengan seberapa bagus ruang dalam membantu mencapai tujuan mereka, meskipun ketergantungan bisa membatasi kemampuan individu dalam mencapai tujuannya. Menurut Stokols dan Shumaker (1981, p. 457) place dependence didefinisikan sebagai kekuatan yang dirasakan oleh pengguna antara diri sendiri dengan tempat-tempat yang spesifik.

Namun, tidak semua individu dapat merasakan sense of place. Penelitian baru-baru ini menunjukkan hubungan emosional manusia dengan ruang-ruang dapat berbeda-beda. Sejumlah orang, seperti wisatawan atau pengembara, tidak dapat mengidentifikasi, atau terikat ke ruang apapun, termasuk rumah atau tempat tinggal (Guilani,1991). Demikian hal ini, ruang-ruang adalah sumber dari, bukan hanya pengaruh positif dan rasa memiliki, tetapi juga menghasilkan perasaan netral atau negatif.

2.5. Klasifikasi skala Sense of Place

Relph (1976) menyatakan bahwa dia mengembangkan beberapa metode penggolongan sense of place. Dalam merasakan suatu tempat digunakan tujuh tingkat yang berbeda mengenai kekeluaran dan kedalaman. Selain itu, pengasingan, tuna wisma, rasa tidak menjadi bagian dari sesuatu, rasa menjadi bagian dari sesuatu, dan identitas lengkap juga cara dalam menggolongkan sense of place. Tiap cara yang berbeda dalam menggolongkan sense of place dapat dilihat sebagai tingkat yang berbeda dalam skala ordinal; dimulai dari tingkat

(9)

yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dalam menggolongkan sense of place.

Menurut Shamai (1991), terdapat emapt skala klasisfikasi sense of place, yaitu:

1. Tidak memiliki sense of place, 2. Mengetahui suatu tempat,

3. Merasa menjadi bagian dari suatu tempat, 4. Terikat pada suatu tempat.

Berdasarkan hal di atas, sense of place terjadi dalam tiga fase, yaitu pertama; fase merasa menjadi bagian dari suatu tempat, kedua; terikat pada suatu tempat, dan ketiga; komitmen pada suatu tempat.

(10)

2.6. Penelitian yang sudah dilakukan

Berikut merupakn tabel yang berisi penelitian yang sudah dilakukan yang berkaitan dengan sense of place, dimana dari tabel ini diambil variabel serta indikator yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 2.2 Penelitian yang sudah dilakukan JUDUL JURNAL,

AUTHOR,TAHUN

VARIABEL INDIKATOR METODA

PENELITIAN HASIL PENELITIAN THE ROLE OF ENVIRONMENTAL PERCEPTIONS IN SENSE OF PLACE; CASE STUDIES OF NEIGHBORHOODS IN PHOENIX, ARIZONA, Caroline Lobo, 2004 Attachment, Identity, Dependence Metode kuantitatif dan kualitatif

Sense of place dipengaruhi oleh tiga faktor

penting, yaitu Attachment, Identity, Dependence

Sense of Place among Atlanta

Public Housing Residents,

Griff Tester, Erin Ruel,

Angela Anderson, Donald C.

Reitzes, and Deirdre

Oakley,2011

Attachment

Dukungan sosial

Metode kuantitatif

Dukungan sosial dan komunitas sangat penting dalam menyatukan penghuni yang ada di dalam perumahan terencana.

Kriminalitas

Gangguan dalam Sosial

Keinginan untuk merenovasi/berpindah

(11)

Tabel 2.2, sambungan

JUDUL JURNAL, AUTHOR,TAHUN

VARIABEL INDIKATOR METODA

PENELITIAN

HASIL PENELITIAN

Urban neighbourhoods and intergroup relations:

The importance ofplace identity, Fatima Bernardo,

Jose-Manuel Palma-Oliveira,2016

Identity

Akses menuju ruang publik

Metode kuantitatif

Studi lapangan ini bertujuan untuk mengeksplorasi apakah pendekatan identitas sosial merupakan konsep penting dalam mempelajari hubungan antara lingkungan dalam konteks perkotaan. Hal ini juga dapat berdampak pada jalan kita berpikir, merasa dan bertindak. Dalam hal ini, lingkungan tempat tinggal dapat berkontribusi untuk diri sendiri dan dikembangkan melalui perbandingan lingkungan sendiri dengan lain yang relevan lingkungan.

Kepuasan terhadap ruang publik

The Notion of Place, Place Meaning and Identity inUrban Regeneration, Norsidah Ujang, Khalilah

Zakariya,2015

Dependence Kualitas lingkungan Metode Kualitatif

Menurut Smaldone (2005), Place Dependence berasal dari pertimbangan seseorang dari dua hal: (a) kualitas tempat saat ini dan (b) kualitas tempat pengganti lain yang sebanding dengan tempat saat ini. Ini menyangkut fungsional dan aspek utilitas dari tempat tersebut. Ini terhubung dengan kualitas fungsional dari unsur-unsur fisik dan kegiatan yang berbeda dari tempat lain, yang merupakan pusat untuk kualitas desain perkotaan.

(12)

2.7. Kerangka Teori

Sense of place pada suatu ruang publik dapat terjadi dipengaruhi dua faktor,yaitu faktor sense of place dan jenis ruang publik.

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Ruang Terbuka Jalan Primer Fasilitas Perumahan Faktor Sense of Place Ruang Publik Dependence Attachment Identity Sense of Place

Gambar

Tabel 2.1  Interaksi antar Manusia dan Tempat
Tabel 2.2 Penelitian yang sudah dilakukan  JUDUL  JURNAL,
Tabel 2.2, sambungan
Gambar 2.1  Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian usaha kedua yaitu merencanakan kampanye diawali dengan menyusun tujuan dari kampanye Counting Down ini yaitu: untuk menberikan informasi kepada

Untuk penginstalan forum yang digunakan pada binus-access ini adalah plug-in dari CM S Joomla, sehingga forum yang dibuat sudah menjadi satu paket dengan Joomla.. download

Rumah Sakit Umum Daerah sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul perlu dioptimalkan fungsinya dengan menetapkan RSUD sebagai Unit

Hasil dari penelitian diperoleh bahwa pengukuran kelembaban tanah permukaan di lapangan dengan nilai spektral dari hasil transformasi memiliki hubungan yang

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Sebaliknya individu yang memiliki tingkat pe- ngetahuan tentang agama yang rendah akan melakukan perilaku seks bebas tanpa berpikir panjang terlebih dahulu sehingga

Salah satu alasannya adalah eksternalitas dan free ridding – kekuatan pasar tidak bias memberikan perusahaan full social benefits terhadap keputusan produksi informasi

Penelitian dan pengembangan adalah suatu proses untuk mengembangkan produk-produk yang akan digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran, upaya ini untuk mengembangkan dan