• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIFAT FISIKA DAN DIMENSI SERAT DUA JENIS KAYU BAKAU PADA BERBAGAI POSISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIFAT FISIKA DAN DIMENSI SERAT DUA JENIS KAYU BAKAU PADA BERBAGAI POSISI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT FISIKA DAN DIMENSI SERAT DUA JENIS KAYU BAKAU PADA BERBAGAI POSISI

Oleh/By

YAN PIETER THEO

Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Jl. A. Yani KM 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the physical properties and dimensions of wood fiber from mangrove (Rhizophora spp) with a trunk diameter of about 10 cm - 15 cm, located on the beach Pagatan Kusan Hilir District Tanah Bumbu, South Kalimantan, and variations in the axial direction. The information obtained is expected to be useful in the utilization of mangrove wood as a material optimal mangrove pulp and paper industry.

The average value of water content for this type of pendulum Mangroves are fresh water content (53.22%), wet water content (53.27%), and air dry moisture content (17.24%). While the value of average water content for these types of Mangroves Nuts are fresh water content (56.62%), wet water content (54.82%) and air dry moisture content (16.45%). While the average density for this type of pendulum Mangroves are based on the volume of fresh (0.808), wet volume (0.805), the volume of dry air (0.852), and the volume of dry kiln (0.949), the average density for this type based on the volume of Mangrove Nuts fresh (0.774), wet volume (0.777), the volume of dry air (0.812), and the volume of dry kiln (0.889). The average weight of anything on the second volume of tree species according to the classification of class forces including strong class II (0.60 -0.90).

Keywords : physical properties , mangrove, wood fiber

PENDAHULUAN

Indonesia adalah sebuah wilayah kepulauan yang sangat luas dengan bentangan garis pantai sepanjang kurang lebih 81.000 km (Abdullah et al, 1990). Sebagian besar bentangan garis pantai kepulauan tersebut dihuni oleh hutan mangrove yang merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut yang selalu atau secara teratur tergenang air laut. Jenis-jenis utama yang merupakan cirri khas dan pada umumnya membentuk tegakan murni pada hutan mangrove adalah Avicennia spp, Sonneratia spp, Bruguiera spp

dan Rhizophora spp (Dirjen

Kehutanan, 1976). Oleh karena letaknya yang di pantai, hutan mangrove ini sedikitnya memiliki

fungsi ganda yang strategis yang harus dikembangkan yaitu sebagai konservasi lingkungan pantai, dan pada saat yang bersamaan dituntut pula untuk dapat memberikan manfaat ekonomi, khususnya bagi masyarakat di sekitar pantai.rvasi

Fungsi konservasi lingkungan pantai terutama ditekankan kepada kemampuannya dalam mendukung ekstitensi lingkungan. Begitu pentingya kedudukan bagi keseimbangan ekologi pantai, keberadaan hutan mangrove ini harus dipertahankan. Pengembangan fungsi hutan mangrove sebagai penjaga kelestarian lingkungan antara lain dilakukan dengan terus mempertahankan atau bahkan lebih

(2)

meningkatkan keberadaannya baik luas maupun kemampuannya untuk menjalankan tugas seperti penahan angin dan ombak, penyaring bahan pencemar, dan sebagai habitat berbagai jenis biota laut seperti ikan, udang dan lain sebagainya (Abdullah et al, 1990).

Setiap tanaman yang tumbuh dihutan mangrove mempunyai karakteristik yang berbeda dan mempunyai akhir daur. Merupakan suatu kerugian yang sangat besar membiarkan tanaman Bakau (Rhizophora spp) yang merupakan salah satu tanaman yang tumbuh di hutan mangrove dibiarkan begitu saja pada masa akhir daurnya. Sesuai dengan pengalaman dan pengamatan selama ini, dari jenis-jenis tanaman yang tumbuh di hutan mangrove, jenis Bakau merupakan jenis yang cukup komersial dan cepat tumbuh. Dan jika kita melihat kenyataan bahwa hutan alam Bakau seperti yang terdapat di pesisir pantai Pagatan Kisan Hilir pada umumnya berdiameter batang sekitar 10 cm – 15 cm, maka alternative penggunaan tanaman ini adalah sebagai bahan baku pulp. Hal ini didukung dengan semakin meningkatnya kebutuhan pulp dan kertas di Indonesia yang ditunjukkan dari banyaknya industry pulp yang mencapai 54 buah dengan kapasitas 1.721.700 M.Ton pada tahun 1993 (Marsoem, 1994) sebagai akibat bertambahnya penduduk dan meningkatnya laju pembangunan nasional. Jika1 ton pulp sama dengan 5 m3 kayu, maka dengan kapasitas yang tersebut di atas diperkirakan bahan baku yang dibutuhkan sebesar kurang lebih 8,6 juta m3/tahun (Marsoem, 1994).

Dari luas yang sebesar 4,25 juta Ha (Abdullah et al, 1990) hutan mangrove diperkirakan mempunyai potensi 100 m3/Ha dari jenis yang saat ini bias dipasarkan yaitu jenis Bakau-Bakauan. Bila hasilnya diarahkan sebagai bahan baku industri pulp, diameter kayu log yang dapat dipanen mulai dari diameter 10 cm sampai 30 cm. Pohon dengan

diameter tersebut dapat diperoleh dalam tenggang waktu 20 tahun. Maka untuk tetap menjaga fungsinya sebagai pendukung eksistensi lingkungan, produksi yang dapat dipanen pertahunnya sebanyak 21,25 juta m3. Bila sejumlah 30 %-nya dicadangkan sebagai komponen keamanan (safety factor untuk fungsi luas, potensi waktu maupun harga), maka produksi lestarinya adalah 70 % 875 juta atau minimal 14,875 m3/tahun. Jika tiap 1 m3 kayu member nilai sekitar Rp 50.000,- sampai Rp 100.000,-, maka dalam setahunnya akan diperoleh tambahan kemampuan ekonomi antara Rp 320 Milyar sampai 1,49 Trilyun, dan tambahan kesempatan kerja utuk sekitar 500.000 orang (Sumardjani, 1993).

Melihat manfaat hutan mangrove yang begitu besar, maka perlu dilakukan usaha-usaha dan penelitian yang lebih mendalam berkenaan dengan struktur dan sifat-sifat yang ada pada tanaman Bakau ini. Jika alternatifnya sebagai bahan baku industri pulp dan kertas, informasi sifat fisik yang berupa diameter batang yang kecil tidaklah cukup memadai. Ini disebabkan karena banyak teori yang mengatakan bahwa dari jenis yang sama maupun berbeda, dalam suatu pohon banyak sekali variasi dari kadar air, berat jenis, panjang serat, diameter serat, diameter lumen, tebal dinding sel, sel pembuluh, sel serabut, sel parenkim dan sel-sel jari-jari sebagai akibat kondisi dan lingkungan sekitar pohon itu tumbuh. Sehingga dari penelitian tentang variasi-variasi yang terdapat dalam pohon inidiperoleh informasi yang berguna dalam pemanfaatan tanaman Bakau ini secara optimal dan peningkatan produksi industry pulp dan kertas di Indonesia tidak mengalami kesulitan dalam halbahan baku.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisika dan dimensi serat dari kayu Bakau (Rhizophora spp) yang berdiameter batang sekitar 10 cm – 15 cm yang

(3)

terdapat di pesisir pantai Pagatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, serta variasinya pada arah axial. Informasi

yang diperoleh diharapkan dapat berguna dalam pemanfaatan kayu Bakau ini secara optimal sebagai bahan baku industri pulp dan kertas.

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa tiga pohon Bakau jenis Bandul (Rhizophora mucronata LMAK) dan tiga pohon Bakau jenis Kacang (Rhizophora apiculata) yang masing-masing berdiameter sekitar 10cm dengan batang bebas cabang sekitar 3 m, yang diperoleh dari hutan Bakau (mangrove) di pesisir laut Kabupaten Daerah Tingkat II Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan.

Bahan lain yang digunakan adalah perhidrol/H2O2 50 %, asam

asetat glacial 98 %, alkohol, xilol, safranin, aquades, deglass, obyek glass, kertas saring, foto film. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gergaji potong, timbangan digital, caliper, gelas ukur, tanur pengering, kompor listrik, tabung reaks, pipet, lancet, fibroskop, curvimeter, mikroskop micrometer, foto mikroskop, dan gunting.

Pohon yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu Bakau alam, mempunyai kenampakan luar yang sehat berdiameter sekitar 10 cm,batang lurus dengan batang bebas cabang sekitar 3 m.

Pembagian pohon dilakukan dengan terlebih dahulu membagi pohon menjadi lima bagian yang

sama panjang dan diberi kode yaitu : bagian cabang, bagian batang atas, bagian batang tengah, bagian batang bawah dan bagian akar. Selanjutnya pada masing-masing bagian diambil satu disk dengan tebal sekitar 10 cm. Pembuatan contoh uji menggunakan standar Inggris yaitu British Standart Methodes of Testing Small Clear Specimen of Timber, BS 373 : 1957.

Dalam penelitian ini digunakan pola Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomized Design) yang disusun secara faktorial. Faktor yang digunakan ada dua macam yaitu jenis pohon dan posisi axial kayu dalam batang pohon yang masing-masing faktor itu meliputi beberapa level yaitu faktor jenis pohon : pohon Bakau Bandul (Rhizophora mucronata LAMK)dan pohon Bakau Kacang (Rhizophora apiculata), dan faktor posisi axial kayu : cabang, batang atas, batang tengah, batang bawah dan akar.

Jumlah kombinasi perlakuan yang diperoleh adalah sebanyak 2 x 5 = 10 buah, yang masing-masing dengan ulangan 3 pohon. Uji lanjut untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan adalah dengan menggunakan Prosedur Tukey (Tukey’s W. Procedur).

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisika Kayu

Hasil pengamatan menunjukkan nilai rata-rata kadar air

segar untuk jenis Bakau Bandul (Rhizophora mucronata LMAK) yang tertinggi terdapat pada bagian akar (60,81 %), kemudian menurun pada bagian cabang (55,00 %), menurun

lagi pada bagian batang atas (51,61 %), menurun lagi pada bagian batang tengah (49,72 %) dan yang terendah pada bagian batang bawah (48,97 %). Sedang nilai rata-rata kadar air segar untuk jenis Bakau Kacang (Rhizophora apiculata) yang tertinggi terdapat pada bagian akar (62,61 %),kemudian menurun pada bagian

(4)

cabang (58,01 %), menurun lagi pada bagian batang atas (55,18 %), menurun lagi pada bagian batang tengah (54,16 %), dan yang terendah pada bagian batang bawah (53,12 %). Nilai rata-rata kadar air basah untuk jenis Bakau Bandul yang tertinggi terdapat pada bagian akar (61,10%), kemudian menurun pada bagian batang cabang (54,29 %), menurun lagi pada bagian batang atas (51,32%), menurun lagi pada bagian batang bawah (50,24%) dan yang terendah pada bagian batang tengah (49,40 %). Sedang nilai rata-rata kadar air basah untuk jenis Bakau Kacang yang tertinggi terdapat pada bagian akar (60,10%), kemudian menurun pada bagian batang cabang (55,87 %), menurun lagi pada bagian batang atas (52,94 %) dan yang terendah pada bagian batang bawah (52,17 %).

Nilai rata-rata kadar air kering udara untuk jenis Bakau Bandul yang tertinggi terdapat pada bagian akar (19,56 %), kemudian menurun pada bagian cabang (17,14 %), menurun lagi pada bagian batang bawah (16,63 %), menurun lagi pada bagian batang atas (16,60 %), dan yang terendah pada bagian batang tengah (16,27 %). Sedang nilai rata-rata kadar air kering udara untuk jenis Bakau Kacang yang tertinggi terdapat pada bagian akar (16,92 %), kemudian menurun pada bagian cabang (16,60 %), menurun lagi pada bagian batang bawah (16,29 %), menurun lagi pada bagian batang atas (16,25 %), dan yang terendah pada bagian batang bawah (16,16 %).

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pola variasi kadar air basah dan kadar air kering udara sesuai dengan pola variasi kadar air segarnya yaitu semakin ke atas letak kayu pada batang, kadar air kayu akan semakin naik. Hal ini sesuai dengan pendapat Yudodibroto (1974) dalam penelitian Variabilitas kadar air 18 spesies pohon hutan tropis yang menyimpulkan bahwa salah satu keadaan kadar air dalam pohon yaitu semakin naik kadar

airnya dengan semakin tinggi letaknya dalam batang. Sedangkan tingginya kadar air segar pada bagian akar, diduga karena bagian akar hampir tiap saat terendam air (terutama apabila air laut sedang pasang).

Pada bagian batang mempunyai kadar air segar, kadar air basah dan kadar air kering udara terendah diantara bagian yang lain. Hal ini dimungkinkan dengan semakin bertambahnya umur, perbedaan tebal dinding sel dan rongga sel akan menentukan air keluar dari kayu sehingga terjadi perbedaan kadar air dalam kayu (Soenardi, 1976).

Nilai rata-rata berat jenis berdasarkan volume segar untuk jenis Bakau Bandul (Rhizophora mucronata LMAK) yang tertinggi pada bagian batang bawah (0,853), kemudian menurun pada bagian batang tengah (0,821), menurun lagi pada bagian batang atas (0,812), menurun lagi pada bagian cabang (0,787), dan yang terendah pada bagian akar (0,767). Sedang nilai rata-rata berat jenis berdasarkan volume segar untuk jenis Bakau Kacang (Rhizophora apiculata) yang tertinggi terdapat pada bagian batang bawah (0,793), kemudian menurun pada bagian batang tengah (0,787), menurun lagi pada bagian batang atas (0,782), menurun lagi pada bagian cabang (0,758) dan yang terendah pada bagian akar (0,750).

Nilai rata-rata berat jenis berdasarkan volume basah untuk jenis Bakau Bandul yang tertinggi terdapat pada bagian batang bawah (0,840), kemudian menurun pada bagian batang tengah (0,825), menurun lagi pada bagian batang atas (0,811), menurun lagi pada bagian cabang (0,793) dan yang terendah pada bagian akar (0,754). Sedang nilai rata-rata berat jenis berdasarkan volume basah untuk jenis Bakau Kacang yang tertinggi terdapat pada bagian batang bawah (0,794), kemudian menurun pada bagian batang tengah (0,787), menurun lagi pada bagian batang atas (0,783), menurun lagi pada

(5)

bagian cabang (0,770) dan yang terendah pada bagian akar (0,752). Nilai rata-rata berat jenis berdasarkan volume kering udara untuk jenis Bakau Bandul yang tertinggi terdapat pada bagian batang bawah (0,874), kemudian menurun pada bagian batang tengah (0,865), menurun lagi pada bagian batang atas (0,854), menurun lagi pada bagian cabang (0,849), dan yang terendah pada bagian akar (0,816). Sedang nilai rata-rata berat jenis berdasarkan volume kering udara unutk jenis Bakau Kacang yang tertinggi terdapat pada bagian batang bawah (0,831), kemudian menurun pada bagian batang tengah (0,824), menurun lagi pada bagian batang atas (0,820),menurun lagi pada bagian cabang (0,805) dan yang terendah pada bagian akar (0,781).

Nilai rata-rata berat jenis berdasarkan volume kering tanur untuk jenis Bakau Bandul yang tertinggi terdapat pada bagian batang bawah (1,005), kemudian menurun pada bagian batang tengah (0,983), menurun lagi pada bagian batang atas (0,939), menurun lagi pada bagian cabang (0,920),dan yang terendah pada bagian akar (0,899). Sedang nilai rata–rata berat jenis berdasarkan volume kering tanur untuk jenis Bakau Kacang yang tertinggi terdapat pada bagian batang bawah (0,922), kemudian menurun pada bagian batang tengah (0,908), menurun lagi pada bagian batang atas (0,893), menurun lagi pada bagian cabang (0,880) dan yang terendah pada bagian akar (0,842).

Nilai rata-rata berat jenis berdasarkan volume segar dan volume basah bila dibandingkan dengan berat jenis berdasarkan volume kering udara dan volume kering tanur mempunyai nilai yang lebih rendah. Hal ini dapat dimengerti karena pada kondisi segar dan basah volume kayu lebih besar sehingga volume air yang didesak lebih besar apabila kayu yang sama dimasukkan air yang selanjutnya akan

memperbesar penyebut pada perhitungan berat jenis.

Dari hasil penelitian berat jenis berdasarkan volume yang berbeda didapat pola variasi berat jenis yang sama yaitu berat jenis yang tertinggi terdapat pada bagian pangkal batang dan menurun kearah cabang dan akar. Hal ini sesuai dengan pendapat Panshin dan de zeeuw (1980), yang berpendapat bahwa salah satu pola variasi berat jenis dalam arah axial adalah turun dengan seragam dari pangkal ke ujung. Haygreen dan Bowyer (1982), juga sependapat bahwa dalam banyak spesies berat jenis kayu bagian pangkal cenderung lebih tinggi dibandingkan bagian lainnya.

Faktor yang menjadi alas an berat jenis turun dari bagian pangkal ke arah ujung dan akar karena adanya perbedaan jumlah zat kayu, ekstraktif dan air yang ada dalam kayu. Berat jenis pada bagian pangkal lebih besar dimungkinkan karena umur batang pada bagian batang ini lebih tua yang berarti mengandung zat kayu lebih padat dan ekstraktif yang lebih besar. Hal ini didukung oleh Oey Djoen Seng (1964), yang menyatakan bahwa kerapatan kayu dari bagian batang terluar ke bagian tengah tergantung dari umur pada waktu terbentuknya kayu. Pada umur yang lebih tua dibentuk kayu yang lebih berat daripada usia yang lebih muda. Selain itu pada bagian pangkal batang mempunyai dinding sel yang tebal dan rongga sel yang relatif kecil yang berakibat massa zat kayu menjadi lebih besar.

Dimensi Serat

Nilai rata-rata panjang serat untuk jenis Bakau Bandul ((Rhizophora mucronata LMAK) yang tertinggi terdapat pada bagian batang bawah (1,719 mm), kemudian menurun pada bagian batang tengah (1,659 mm),menurun lagi pada bagian batang atas (1,614 mm), menurun lagi pada bagian cabang (1,553 mm), dan yang terendah pada bagian akar

(6)

(1,493 mm). Sedang nilai rata-rata panjang serat untuk jenis Bakau Kacang (Rhizophora apiculata) yang tertinggi terdapat pada bagian batang bawah (1,556 mm), kemudian menurun pada bagian batang tengah (1,516 mm), menurun lagi pada bagian batang atas (1,493 mm), menurun lagi pada bagian cabang (1,371 mm) dan yang terendah pada bagian akar (1.197 mm).

Perbedaan panjang serat dari kedua jenis pohon ini sesuai dengan pendapat Kasmudjo (1995) yang menyatakan bahwa pada jenis kayu ternyata panjang seratnya berbeda-beda. Sedangkan perbedaan panjang serat pada posisi axial sesuai dengan pendapat Panshin dan de Zeeuw (1980) yang menyatakan bahwa panjang serat meningkat ukurannya dari pangkal kea rah ujung batang, tetapi kadang-kadang sampai ketinggian tertentu konstan atau menurun. Penurunan panjang serat dari bagian batang bawah ke bagian batang tengah, kebagian batang atas, kebagian cabang lalu kebagian akar, sesuai dengan teori yang dikemukakan dari beberapa ahli kayu termasuk diantaranya Haygreen dan Bowyer (1982), bahwa dengan bertambahnya umur pada bagian pohon bertambah pula panjang serat dikarenakan bagian yang muda masih banyak mengandung kayu Gubal.

Nilai rata-rata diameter serat untuk jenis Bakau Bandul yang tertinggi terdapat pada bagian batang tengah (15,25 ü),kemudian menurun pada bagian batang (15,24 ü),menurun lagi pada bagian batang atas (14,87 ü),menurun lagi pada bagian cabang (14,34 ü), dan yang terendah pada bagian akar (13,80 ü). Sedang nilai rata-rata diameter serat untuk jenis Bakau Kacang yang tertinggi terdapat pada bagian batang bawah (13,36 ü), kemudian menurun pada bagian batang tengah (13,34 ü), menurun lagi padabagian batang atas (13,27 ü), menurun lagi pada bagian cabang (12,36 ü), dan yang terendah pada bagian akar (11,34 ü.)

Perbedaan diameter serat pada posisi axial dari kedua jenia pohon ini sesuai dengan pola variasi panjang serat dimana dengan bertambahnya umur pohon bertambah pula diameter seratnya.

Nilai rata-rata diameter lumen serat untuk jenis Bakau Bandul yang tertinggi terdapat pada bagian batang bawah (11,99 ü), kemudian menurun pada bagian batang tengah (11,98 ü), menurun lagi pada bagian batang atas (11,67 ü), menurun lagi pada bagian cabang (11,26 ü) dan yang terendah pada bagian akar (10,81 ü). Sedang nilai rata-rata diameter lumen serat untuk jenis Bakau Kacang yang tertinggi terdapat pada bagian batang bawah (10,67 ü), kemudian menurun pada bagian batang atas (10,56 ü), menurun lagi pada bagian cabang (9,77 ü), dan yang terendah pada bagian akar (8,84 ü).

Perbedaan diameter lumen serat pada posisi axial dari kedua jenis pohon ini sesuai dengan pola variasi panjang serat dimana serat yang memendek dari bagian batang bawah kebagian cabang dan akhirnya kebagian akar bawah merupakan konsekuensi dari lamanya proses pertumbuhan dan pembesaran sel. Pada bagian batang bawah pertumbuhan sel lebih dulu bila dibandingkan dengan sel pada bagian batang tengah, bagian batang atas, bagian cabang dan bagian akar.

Nilai rata-rata tebal dinding serat untuk jenis Bakau Bandul yang tertinggi terdapat pada bagian batang tengah (1,64 ü), kemudian menurun pada bagian batang bawah (1,62 ü), menurun lagi pada bagian batang atas (1,61 ü), menurun lagi pada bagian cabang (1,54 ü), dan yang terendah pada bagian akar (1,49 ü). Sedang nilai rata-rata tebal dinding serat untuk jenis Bakau Kacang yang tertinggi terdapat pada bagian batang tengah dan bagian batang atas (1,35 ü), kemudian menurun pada bagian batang bawah (1,34 ü), menurun lagi pada bagian cabang (1,29 ü), dan yang terendah pada bagian akar (1,25 ü).

(7)

Perbedaan tebal dinding serat pada posisi axial dari kedua jenis pohon ini disebabkan karena dengan meningkatnya letak ketinggian batang, tebal dinding serat semakin tipis yang mungkin disebabkan oleh lamanya proses pertumbuhan sel yang berjalan lebih lama dibandingkan dengan bagian tengah dan ujung batang (Suranto, 1993).

Bilangan Runkel (Runkel

Ratio), bilangan Muhlsteph (Muhlsteph Ratio), daya tenun (Felting Power), koefisien kekakuan (Coefficient of Rigidity) dan nilai fleksibilitas (Flexibility Ratio) dari kedua jenis pohon yang dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 1. Sifat Fisika, Ukuran Serat dan Nilai Turunan Dua Jenis Kayu Bakau. No. Sifat Fisika, Ukuran Serat dan Nilai

Turunan

Jenis Kayu

Bakau Bandul Bakau Kacang 1 2 3 4 5 6 7 Sifat Fisika Kadar air segar Kadar air basah Kadar kering udara BJ volume segar BJ volume basah BJ volume kering udara BJ volume kering tanur

53,22 53,27 17,24 0,808 0,805 0,852 0,949 56,62 54,82 16,45 0,774 0,777 0,812 0,889 8 9 10 11 Ukuran Serat Panjang Diameter Lumen Tebal dinding 1,608 14,70 11,54 1,58 1,426 12,73 10,10 1,32 12 13 14 15 16 Nilai Turunan Daya Tenun Nilai Runkel Nilai Runhsteph Nilai Fleksibilitas Nilai Kekakuan 0,109 0,274 36,37 0,785 0,107 0,112 0,261 37,05 0,793 0,104 KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Nilai rata-rata kadar air untuk jenis Bakau Bandul : kadar air segar (53,22 %), kadar air basah (53,27 %), dan kadar air kering udara (17,24 %). Sedang nilai rata-rata kadar air untuk jenis Bakau Kacang : kadar air segar (56,62 %), kadar air basah (54,82 %) dan kadar air kering udara (16,45 %).

2. Nilai rata-rata berat jenis untuk jenis Bakau Bandul : berdasarkan

volume segar (0,808), berdasarkan volume basah (0,805), berdasarkan volume kering udara (0,852), dan berdasarkan volume kering tanur (0,949). Sedang nilai rata-rata berat jenis untuk jenis Bakau Kacang : berdasarkan volume segar (0,774), berdasarkan volume basah (0,777), berdasarkan volume kering udara (0,812)dan berdasarkan volume kering tanur (0,889). Rata-rata berat jenis berdasarkan sembarang volume dari kedua

(8)

jenis pohon tersebut menurut klasifikasi kelas kuat kayu termasuk kelas kuat II (0,60 -0,90).

3. Nilai rata-rata dimensi serat untuk jenis Bakau Bandul (Rhizophora mucronata LMAK) : panjang serat (1,608 mm), diameter serat (14,70 ü), diameter lumen serat (11,54 ü), dan tebal dinding sel (1,58 ü). Adapun rata-rata bilangan Runkel sebesar 0,274, bilangan Muhlsteph sebesar 38,37, daya tenun sebesar 0,109, koefisien kekakuan sebesar 0,107 dan nilai fleksibilitas sebesar 0,785. Sedang nilai rata-rata dimensi serat untuk jenis Bakau Kacang (Rhizophora apiculata) : panjang serat (1,426 mm), diameter serat (12,73 ü), diameter lumen serat (10,10 ü), dan tebal dinding sel (1,32 ü).

Adapun rata-rata bilangan Runkel sebesar 0,261, bilangan Muhlsteph sebesar 37,05, daya tenun sebesar 0,112, koefisien kekakuan sebesar 0,104 dan nilai fleksibilitas sebesar 0,793. Rata-rata panjang serat kedua jenis pohon tersebut menurut klasifikasi panjang serat termasuk dalam kelas kualita III (900-1.600 ü), rata-rata bilangan Runkel kedua jenis pohon tersebut termasuk dalam kelas kualita II (30 – 60), rata-rata daya tenun kedua jenis pohon tersebut dalam kelas kualita I (<0,90), rata-rata koefisien kekakuan kedua jenis pohon tersebut termasuk dalam kelas kualita II (0,10 – 0,15)dan rata-rata nilai fleksibilitas kedua jenis pohon tersebut termasuk dalam kelas kualitas II (0,60 – 0,80).

DAFTAR PUSTAKA Achmad Abdullah; Isnu Sutanto

Suwelo; Cherryta Yunia; Syafii Manan, 1990. Kearah Penata Gunaan Hutan Mangrove. Duta Rimba 117 – 118/XVI/1990. Perum Perhutani. Jakarta.

Anonimus, 1957. Methods of Testing Small Clear Specimen of Timber British Standards Institution. London BS 373. Dirjen Kehutanan. 1976. Vademecum

Kehutanan Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta.

Haygreen, J. G.; 1984. Mengenal Kayu. Gramedia. Jakarta. Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna

Indonesia, Volume 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Kasmudjo. 1983. Pengantar Industri Pulp dan Kertas. Bagian Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kasmudjo. 1995. Aspek Anatomi

Kayu Dalam Kaitannya Kualitas Pulp dan Pemuliaan Pohon. Bagian

Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Oey Djoen Seng. 1990. Specifik

Gravity of Indonesian Woods and Its Significance for Practical Use. Terjemahan Soewarsono. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Panshin, A. J.; de Zeeuw, C., 1980. Textbook of Wood Technology, 3rd Edition.

(9)

McGraw-Hill Book Company New York.

Soenardi, 1976a. Sifat-sifat Fisika Kayu. Bagian Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Soenardi, 1976. Hubungan Antara

Sifat-Sifat Kayu dan Kualitas Kertas. Berita Selulosa,10 (3)111 – 124. Soenardi, 1977. Ilmu Kayu. Bagian

Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sri Nugroho Marsoem, 1994.

Perkembangan dan Status

Bidang Teknologi Pengolahan Kayu dan

Implementasinya Dalam Kegiatan Pengolahan Hutan di Indonesia. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sugandi, E,: Sugiarto, 1994. Rancangan Percobaan, Teori dan Aplikasi, Edisi Pertama. Andi Offset. Yogyakarta.

Suparman Karmasudirdja, 1989. Sifat Fisis dan Mekanis Kayu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Suranto, Y., 1993. Sifat Anatomi Kayu Mindi. Laporan Penelitian.

Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Toga Silitonga; Rena Siagian; Aman Nurrahman; Priasukmana, 1972. Cara Pengukuran Serat Kayu. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Direktorat Jenderal Kehutanan. Bogor.

Upik Rosalina Wasrin, 1993. Perkembangan Kawasan Mangrove di Indonesia. Buletin Ilmiah Instiper, Vol. 4 No. 2. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Karakter kuantitatif yang menunjukkan hasil berbeda sangat nyata adalah tinggi tanaman, diameter batang, lebar tajuk, panjang daun, diameter buah, jumlah buah

The response of mean systolic blood pressure and pulse increase related to activity from resting standing position with 3 minutes treadmill was significantly different in

Berdasarkan preferensi penyeberangan jalan terhadap ketersediaan elemen pendukung pedestrian yang terdiri dari 10 elemen yang meliputi ketersediaan trotoar, lampu pejalan kaki,

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan program perhitungan metode elemen hingga berbasis internet untuk analisis struktur rangka dua dimensi serta analisis tegangan/

Data-data yang diperoleh dalam pengembangan multimedia pembelajaran interaktif ini berupa data kuantitatif untuk menentukan kelayakan produk. Metode pengumpulaan data

Hipospadia biasanya diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi meatus urethra : (1) anterior atau hipospadia distal (meatus urethra terletak di gland penis), pada

Penelitian ini menjadi salah satu sumber pustaka untuk menjustifikasi program edukasi yang lebih baik terkait pemilihan anti thrombotik pada pasien stroke iskemik

Berdasarkan hasil pengumpulan data dilapangan mengenai peran guru bimbingan dan konseling dalam membentuk sikap belajar di SMP Negeri 1 Darusalam bahwa di sekolah SMP Negeri 1