• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini berisi studi pustaka terhadap buku, jurnal ilmiah, penelitian terdahulu dan artikel yang akan digunakan sebagai acuan dasar teori dan analisis bagi topik penelitian ini yang membahas tentang penagihan pajak, kepatuhan wajib pajak, dan penerimaan pajak.

2.1.1 Pajak

2.1.1.1 Pengertian Pajak

Menurut Rochmat Soemitro dalam Rismawati dan Antong (2015:2) menyatakan:

“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Sedangkan menurut Rimsky K Judisseno dalam Rismawati dan Antong (2015:3) menyatakan:

“Pajak merupakan suatu kewajiban kenegaraan berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan Negara.”

(2)

2.1.1.2 Fungsi Pajak

Pengertian pajak menurut para ahli yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2013:25) adalah sebagai berikut :

“Pengertian fungsi dalam fungsi pajak adalah pengertian fungsi sebagai kegunaan suatu hal. Maka fungsi adalah kegunaan pokok, manfaat pokok pajak. Sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum. Suatu negara dipastikan berharap kesejahteraan ekonomi masyarakatnya selalu meningkat. Dengan pajak sebagai salah satu pos penerimaan negara diharapkan banyak pembangunan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan negara”

Sedangkan menurut Isroah (2013:8) Ada dua fungsi pajak yaitu:

1. Fungsi penerimaan (budgetair) yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

2. Fungsi pengatur (regulerend) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

2.1.1.3 Asas Pemungutan

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:42) ada tiga asas yang digunakan dalam pemungutan pajak, yaitu sebagai berikut:

1. Asas Domisili

Pengenaan pajak tergantung pada tempat tinggal (domisili) Wajib Pajak. Wajib Pajak tinggal di suatu negara maka negara itu yang berhak mengenakan pajak atas segala hal yang berhubungan dengan obyek yang dimiliki Wajib Pajak yang menurut undang-undang dikenakan pajak. 2. Asas Sumber

Cara pemungutan pajak yang bergantung pada sumber di mana obyek pajak diperoleh. Tergantung di negara mana obyek pajak tersebut diperoleh. Jika di suatu negara terdapat suatu sumber penghasilan, negara tersebut berhak memungut pajak tanpa melihat Wajib Pajak itu bertempat tinggal.

3. Asas Kebangsaan

Cara yang berdasarkan kebangsaan menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan dari suatu negara. Asas kebangsaan atau asas nasional, adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu negara.”

(3)

2.1.1.4 Syarat Pemungutan Pajak

Menurut Isroah (2013:8) Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hanmbatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, Undang Undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan di antaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesusikan dengan kemampuan masing-masing, sedang adil dalam pelaksanaan yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran, dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang Undang ( Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat 4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang undang perpajakan yang baru.

2.1.1.5 Pengelompokan Pajak

Menurut Isroah (2013:8) Pajak dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu:

1. Menurut golongannya

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai

(4)

2. Menurut sifatnya

a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau bersandarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut pemungut dan pengelolanya

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Meterai. Mulai tahun 2012 PBB dikelola oleh daerah.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Contoh:

1) Pajak Daerah Tingkat I :pajak kendaaan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaaan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah dan air permukaan

2) Pajak Daerah Tingkat II: pajak hotel dan restoran, pajak reklame, pajak hiburan, pajak penerangan jalan.

2.1.2 Penagihan Pajak

2.1.2.1 Pengertian Penagihan Pajak

Penagihan pajak menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2013:196) yaitu:

“Penagihan yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak, karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan undang-undang, khususnya mengenai pembayaran pajak.”

Menurut Diana Sari (2013:264) mendefinikasikan Penagihan pajak adalah:

“Serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita”.

(5)

Berdasarkan kedua definisi tersebut penagihan pajak merupakan Serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku.

2.1.2.2 Dasar Penagihan Pajak

Dasar penagihan pajak berdasarkan pasal 18 ayat 1 Undang-undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, penagihan pajak akan dilakukan bila terdapat utang pajak yang ditagih dengan :

1. Surat Tagihan Pajak (STP) Adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlahpajak yang telah ditetapkan.

4. Surat Keputusan Pembetulan Adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

5. Surat Keputusan KeberatanAdalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak.

6. Putusan Banding Adalah putusan Badan Peradilan Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. 7. Putusan Peninjauan Kembali Adalah putusan Mahkamah Agung atas

permohonan kembali yang diajukan oleh wajib pajak atau oleh Direktorat Jenderal Pajak terhadap putusan banding atau putusan gugatan dari badan peradilan pajak.

(6)

2.1.2.3 Tahapan Penagihan Pajak

Menurut Erly Suandy (2011:170) “tahapan penagihan pajak antara lain adalah sebagai berikut :

1. Surat Teguran Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, tidak dilunasi sampai melewati 7(tujuh) jari dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkannya).

2. Surat Paksa Apabila utang pajak tidak melunasi setelah 21 hari dari tanggal surat teguran maka Anda akan diterbitkan Surat Paksa yang disampaikan oleh juru sita pajak negara dengan biaya penagihan paksa sebesar Rp 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam.

3. Surat Sita Apabila utang pajak Anda belum juga dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang Wajib Pajak, dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp 75.000

4. Lelang Dalam waktu empat belas hari setelah tindakan penyitaan, uatang pajak belum dilunasi maka akan dilanjutkan dengan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan ubtuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan”.

2.1.2.4 Penagihan Seketika Dan Sekaligus

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:202) yang dimaksud dengan penagihan seketika dan sekaligus adalah sebagi berikut:

“Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah suatu peristiwa atau keadaan dalam rangka pengamanan penerimaan sektor pajak. Fiskus diberi wewenang untuk menerbitkan surat penagihan seketika dan sekaligus hanya dapat dilakukan kalau ada alas an-alasan yang ditentukan apabila:

1. Penanggung Pajak akan meniggalkan Indonesia untuk selamalamanya atau berniat untuk itu.

2. Penaggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atatu yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atai pekerjaan yang dilakukan di Indonesia.

3. Terdapat tanda-tanda Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau mengggabungkan usahanya, atatu memekarkan usahanya, memindahtangankan perusahaan yang 46 dimiliki atatu yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya.

(7)

5. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan”.

2.1.2.5 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:198) “Penagihan pajak dengan Surat Paksa adalah sebagai berikut:

a. Penerbitan surat teguran b. Penerbitan surat Paksa

c. Penerbitan surat perintah melaksanakan penyitaan d. Perintah jadwal waktu pelelangan

e. Pengumuman dan pelaksanaan lelang.”

Sedangkan menurut Waluyo (2011:93) penagihan pajak dengan Surat Paksa yang d “Surat paksa diterbitkan apabila:

1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain sejenis. 2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan

sekaligus, atau

3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan

b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama atau pun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dijumpai

c. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta prninggalannya, apabila WP telah meninggal dunia dan harta warisannya belum dibagi d

d. Para ahli waris, apabila wajib pajak telah meniggal dunia dan harta warisan telah dibagi. Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh jurusita kepada:

a) Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal.

b) Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang seperti pada butir 2a.”

(8)

2.1.2.6 Indikator Penagihan Pajak

Adapun indikator penagihan pajak menurut Rochmat Soemitro dalam Siti Kurnia Rahayu (2013:196) yaitu:

“ jumlah pelunasan tunggakan wajib pajak.”

2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak

2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Liberti Pandiangan (2014:245) mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai berikut:

“Kepatuhan Wajib Pajak (WP) melaksanakan kewajiban perpajakan merupakan salah satu ukuran kinerja WP di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Artinya, tinggi rendahnya kepatuhan WP akan menjadi dasar pertimbangan DJP dalam melakukan pembinaan, pengawasan, pengelolaan, dan tindak lanjut terhadap WP. Misalnya, apakah akan dilakukan himbauan atau konseling atau penelitian atau pemeriksaan dan lainnya seperti penyidikan terhadap WP.”

Menurut Norman D. Nowal dalan Siti Kurnia Rahayu (2013:138) kepatuhan wajib Pajak yaitu:

“Sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana: Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami sesuai ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak terutang dengan benar, membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya”.

Sedangkan menurut Gunadi (2013:94) pengertian kepatuhan Wajib Pajak adalah: “Dalam hal ini diartikan bahwa Wajib Pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.”

(9)

Berdasarkan ketiga definisi diatas kepatuhan wajib pajak yaitu merupakan salah satu ukuran kinerja WP di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan yang berlaku.

2.1.3.2 Jenis-Jenis Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:138), Ada dua macam kepatuhan yaitu: 1. “Kepatuhan Formal, adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.

2. Kepatuhan Material, adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak secara substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material 30 perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal”.

2.1.3.3 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Erly Suandy (2011:97) ukuran kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat atas dasar:

1. “Patuh terhadap kewajiban intern, yakni dalam pembayaran atau laporan masa, SPT Masa, SPT PPN setiap bulan;

2. Patuh terhadap kewajiban tahunan, yakni dalam menghitung pajak atau dasar self assessment system, melaporkan perhitungan pajak dalam SPT pajak akhir tahun pajak serta tidak memiliki tunggakan pajak atau melunasi pajak terutang;

3. Patuh terhadap ketentuan material dan yuridisi formal perpajakan melalui pembukuan sebagaimana mestinya”.

Sedangkan menurut Chaizi Nasucha dalam Siti Kurnia Rahayu (2013:139) kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari:

1. “Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri;

2. Kepatuhan untuk melaporkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT); 3. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang; dana 4. Kepatuhan dalam membayar tunggakan”.

(10)

2.1.3.4 Pengukuran Kepatuhan Wajib Pajak

Pengukuran Kepatuhan Wajib Pajak Kewajiban wajib pajak dalam self assessment system menurut Siti Kurnia Rahayu (2013), menjelaskan bahwa:

1. “Mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak, dan dapat melaluie-Registration untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

2. Menghitung dan/atau memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang terutang Menghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya pajak terutang yang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalikan tarif pajak dengan pengenaan pajaknya. Sedangkan, memperhitungkan adalah mengurangi pajak yang terutang tersebut dengna jumlah pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan yang dikenal sebagai kredit pajak prepayment.

3. Menyetor pajak tersebut ke Bank/Pos Persepsi a. Membayar Pajak

1) Membayar sendiri pajak yang terutang: angsuran PPh pasal 25 tiap bulan, pelunasan PPh pasal 29 pada akhir tahun.

2) Melalui pemotongan dan pemungutan pihak lain (PPh Pasal 4(2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, 23, dan 26)

3) Pembayaran pajak-pajak lainnya: PBB, BPHTB, Bea Materai b. Pelaksanaan pembayaran pajak dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di KPP atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara elektronik (e-Billing)

b. Pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 21, 22, 23, 26, PPh Final Pasal 4(2), PPh Pasal 15, dan PPN/PPnBM. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme pajak keluar dan pajak masukan.

4. Pelaporan dilakukan oleh wajib pajak Surat Pemberitahuan (SPT) memiliki fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu, SPT berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan.”

(11)

2.1.3.5 Kewajiban WajibPajak

Menurut Soemarso (2007:37) wajib pajak memiliki kewajiban sebagai berikut:

1. WP wajib mengisi Surat Pemberitahuan 2. Surat pemberitahuan diambil sendiri oleh WP 3. Batas Waktu penyampaian 18

a. Surat Pemberitahuan Masa = 20 Hari setelah akhir masa pajak b. Surat Pemberitahuan Tahunan = 3 bulan setelah akhir tahun pajak 4. Perpanjangan = Maksimum 6 bulan atau permohonan tertulis

5. Pelanggaran batas waktu = Surat teguran 6. Surat pemberitahuan harus

a. Harus ditandatangani

b. Dilampiri keterangan dan dokumen seperti ketentuan.

2.1.3.6 Indikator kepatuhan Wajib Pajak

Adapun indikator Menurut Norman D. Nowal dalan Siti Kurnia Rahayu (2013:138) dapat diidentifikasi dari hal-hal sebagai berikut:

“Jumlah wajib pajak yang terdaftar.”

2.1.4 Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi

2.1.4.1 Pengertian Penerimaan Pajak

Menurut Nufransa Wira Sakti & Asrul Hidayat (2015:4) penerimaan pajak adalah:

“Penerimaan pajak adalah semua penerimaan Negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai dan pajak lainnya”.

Sedangkan menurut Haula Rosdiana dan Edi Slamet Irianto (2012:46) Penerimaan pajak adalah:

(12)

“Semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negri dan pajak perdagangan internasional”.

2.1.4.2 Pengertian Pajak Penghasilan

Definisi Pajak Penghasilan Menurut Siti Resmi (2014:74)

“Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak”.

Sedangkan Pajak Penghasilan Menurut Mardiasmo (2011:135):

“Wajib dikenai pajak atas penghasilan yang diterima dan diperolehnya selama satu tahun pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak”.

2.1.4.3 Pengertian Orang Pribadi

Menurut Siti Resmi (2014:72) Orang pribadi adalah:

“Subyek pajak dalam negeri yang bertempat tinggal di Indonesia”. Sedangkan menurut Mardiasmo (2011:135) Orang pribadi adalah:

“Subjek pajak yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak dan bertempat tinggal di Indonesia”

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas pajak penerimaan penghasilan orang pribadi adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia.

(13)

2.1.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:27) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak adalah :

1. “Kepastian Peraturan Perundang-Undangan dalam Bidang Perpajakan Undangundang haruslah jelas, sederhana dan mudah dimengerti, baik oleh fiskus, maupun oleh pembayar pajak. Timbulnya konflik mengenai interpretasi atau tafsiran mengenai pemungutan pajak akan berakibat pada terhambatnya pembayaran pajak itu sendiri. Di sisi lain, pembayar pajak akan merasa bahwa sistem pemungutan sangat berbelit-belit dan cenderung merugikan dirinya sebagai pembayar pajak.

2. Kebijakan pemerintah dalam mengimplementasikan undang – undang perpajakan merupakan suatu cara atau alat pemerintah di bidang perpajakan yang memiliki suatu sasaran tertentu atau untuk mencapai suatu tujuan tertentu di bidang sosial dan ekonomi.

3. Sistem administrasi perpajakan yang tepat hendaklah merupakan prioritas tertinggi karena kemampuan pemerintah untuk menjalankan fungsinya secara efektif bergantung kepada jumlah uang yang dapat diperolehnya melalui pemungutan pajak.

4. Kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah beserta aparat perpajakan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak.

5. Kesadaran dan Pemahaman warga Negara Rasa nasionalisme tinggi, kepedulian kepada bangsa dan Negara, serta tingkat pengetahuan perpajakan masyarakat yang memadai, maka secara umum akan makin mudah bagi wajib pajak untuk patuh kepada peraturan perpajakan.

6. Kualitas petugas pajak sangat menentukan efektifitas undang – undang dan peraturan perpajakan. Petugas pajak memiliki reputasi yang baik sepanjang yang menyangkut kecakapan teknis, efisien, dan efektif dalam hal kecepatan, tepat dan keputusan yang adil.”

2.1.4.5 Pengertian Wajib Pajak Orang Pribadi

Pengertian Wajib Pajak Orang Pribadi Menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,

“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak Orang Pribadi, adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan di atas pendapatan tidak kena pajak. Di

(14)

Indonesia, setiap orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP), kecuali ditentukan dalam undang-undang”.

2.1.4.6 Indikator Penerimaan Pajak

Menurut Nufransa Wira Sakti & Asrul Hidayat (2015:4) indikator penerimaan pajak adalah:

“ penerimaan pajak penghasilan.”

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Pengaruh Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak

Konsep yang menghubungkan Penagihan Pajak dengan Penerimaan pajak dalam penelitian ini menggunakan pernyataan Menurut Rochmat Soemitro dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:189) yaitu serbagai berikut: “Penagihan pajak yang merupakan salah satu elemen dari law enforcement (penegakan hukum) di bidang perpajakan yang dimana tujuan penagihan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang tentu saja dengan kepatuhan tersebut diharapkan dapat mengamankan atau terlebih lagi dapat meningkatkan penerimaan dari sektor pajak”.

Menurut Waluyo (2011:93) Kegiatan penagihan pajak atas utang pajak kepada wajib pajak bersifat terstruktur sehingga dapat diwujudkan sebagai serangkaian tindakan agar wajib pajak melunasi utang pajak dan biaya administrasinya, sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak.

(15)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Agustinus Paseleng, A.T. Poputra, S.J. Tangkuman (2013) bahwa pajak berpengaruh secara parsial terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Manado.

Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Olvi , David P.E.Saerang, Sonny Pangerapan (2017) menyatakan bahwa penagihan pajak secara parsial mempunyai pengaruh terhadap penerimaan pajak. Adapun hubungan antara penagihan pajak dengan penerimaan pajak yang dinyatakan oleh Sabila Fitraldini Riyanto (2015) sebagai berikut; “semakin seringnya fiskus melakukan penagihan pajak maka penerimaan pajak pun akan meningkat sehingga kebutuhan Negara akan bisa tercapai. Namun terdapat beberapa kendala dalam penagihan pajak misalnya surat tagihan pajak yang diterbitkan tidak sampai kepada Wajib Pajak dikarenakan alamat sudah berpindah dan tidak ada konfirmasi dari Wajib Pajak tersebut”.

2.2.2 Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak

Widodo (2010:67) Faktor kepatuhan wajib pajak merupakan faktor penting bagi penerimaan pajak. Jika angka kepatuhan rendah, maka secara otomatis akan berdampak pada rendahnya penerimaan pajak.

Sedangkan menurut Diaz Priantara (2012:109) menyatakan bahwa peran serta wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan, kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis dalam peningkatan penerimaan pajak.

(16)

Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Cibinong berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi pada KPP Pratama Cibinong (Patar Simamora dan Deni Suryaman,2015).

Penerimaan Pajak sangat bergantung pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Dan kepatuhan tersebut dibuktikan dengan sikap wajib pajak yang mau dan tepat waktu dalam menjalankan kewajibannya membayar pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku (Mayang Wijoyanti 2010) dalam (Yunita Wahyu Febri 2014)

Kaitan kepatuhan wajib pajak dengan penerimaan pajak seperti yang dikemukakan oleh Bradley, Cassie Francies (1994) dalam Euphrasia Susy Suhendra (2010) menyatakan bahwa: “untuk mencapai target pajak, Maka perlu ditumbuhkan terus menerus kesadaran dan kepatuhan masyarakat wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, mengingat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka perlu secara intensif dikaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak”. Dalam penelitian Yunita Wahyu Febri disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan.

(17)

2.2.3 Paradigma Penelitian

2.3 Hipotesis

Menurut Sugiono (2016:63) Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka penulis mengambil keputusan sementara (hipotesis) yang merupakan kesimpulan sementara dari penelitian sebagai berikut:

H1: Penagihan Pajak berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak.

H2: Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak.

X1: Penagihan Pajak

Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2013:196), Diana Sari (2013:264) ,

X2: Kepatuhan Wajib Pajak

Liberti Pandiangan (2014:245), Norman D. Nowal dalam SitiKurnia Rahayu (2013:138), Gunadi (2013:94)

Y: Penerimaan Pajak

Nufransa Wira Sakti & Asrul Hidayat (2015:4), Suharno (2012), Haula Rosdiana dan EdiSlamet Irianto (2012:46)

Patar Simamora dan Deni Suryaman(2015), Mayang Wijoyanti 2010)dalam Yunita Wahyu Febri (2014), Bradley, Cassie Francies(1994) dalam Euphrasia Susy Suhendra (2010)

Agustinus Paseleng, A.T. Poputra, S.J. Tangkuman (2013), Indira Mohammad, David P.E.Saerang, Sonny Pangerapan (2017)

Referensi

Dokumen terkait

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Adapun penelitian terdahulu yang membahas mengenai prediksi erosi permukaan dengan metode RUSLE2 dan dijadikan pustaka penulis dijabarkan pada (Tabel 1.1).. Tabel 1.1

BCA berupaya meningkatkan koordinasi di antara unit kerja terkait dalam melakukan evaluasi atau kajian terhadap proses, sistem dan prosedur untuk mengembangkan maupun

Berkaitan dengan Evaluasi Renja Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi Riau Tahun 2019 yang mempertimbangkan bahwa Dinas Komunikasi, Informatika dan

Diharapkan dengan adanya perencanaan strategi pemasaran hasil produk Toko ENKA dengan media website menggunakan framework Enterprise Architecture Planning dapat

Dengan kegiatan tanya jawab siswa dapat mengidentifikasi alat dan bahan yang digunakan untuk membuat karya tiga dimensi dengan teknik konstruksi secara tepat..

Semakin efektif pengawasan dan kontrol terhadap kinerja manajemen melalui keanggotaan dewan komisaris dalam jumlah yang banyak dengan berbagai pengetahuan dan