• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

6

BAB 1

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

1.1. KONDISI UMUM

Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 melambat dibanding triwulan II-2008 akibat turunnya investasi barang modal. Pertumbuhan ekonomi tercatat melambat dari 8,6% menjadi 6,52% (y-o-y) di triwulan III-2008. Namun demikian jika ditinjau secara triwulan (q-t-q), perekonomian masih mampu tumbuh 1,22%, naik dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat 0,97%. Turunnya laju pertumbuhan merupakan efek lanjutan naiknya harga BBM pada bulan Mei 2008, meski perlambatan aktivitas ekonomi global mulai berimplikasi pada tertahannya laju pertumbuhan.

Di sisi permintaan, penurunan terjadi pada seluruh komponen selain konsumsi yang meningkat selama bulan Ramadhan dan menjelang perayaan Idul Fitri. Penurunan ekspor dan investasi barang modal menjadi pemicu melambatnya laju pertumbuhan di triwulan laporan. Respon di sisi penawaran ditunjukkan dengan terkoreksinya pertumbuhan seluruh sektor ekonomi terutama pada sektor industri pengolahan dan perdagangan.

Sumber : BPS *)angka sementara **)angka sangat sementara

(2)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

7

Tabel 1.1 ‐ Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Menurut Penggunaan  (berdasarkan harga konstan 2000) 

1.2.

KOMPONEN PENGGUNAAN

Dari sisi permintaan, menurunnya laju pertumbuhan lebih disebabkan oleh penurunan investasi barang modal (PMTB) setelah pada triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan yang signifikan. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan ekspor yang disertai meningkatnya impor ke wilayah Kepulauan Riau. Walaupun terdapat peningkatan konsumsi tetapi belum mampu menahan melambatnya pertumbuhan di triwulan III-2008.

Komponen 2006Q3 2007Q3 2008Q1 2008Q2 2008Q3   Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 9.22% 16.03% 23.04% 17.48% 18.59% ‐  Makanan 13.95% 12.79% 24.10% 21.84% 26.34% ‐  Non Makanan 6.20% 18.24% 22.34% 14.68% 13.53%   Pengeluaran Konsumsi Swasta Nirlaba 2.61% 11.29% 16.74% 10.47% 11.94%   Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 11.44% 16.07% 18.06% 13.30% 9.15%   Pembentukan Modal Tetap Bruto 30.07% 9.94% 26.50% 71.10% 31.22%   Perubahan Stok ‐301.77% ‐155.61% 38.85% 70.66% ‐18.24%   Ekspor Barang dan Jasa ‐59.05% 157.09% 7.07% 5.88% 0.60% ‐  Ekspor Luar Negeri ‐60.23% 164.40% 6.76% 5.86% 0.49% ‐  Ekspor Antar Daerah ‐8.20% 21.52% 20.58% 6.58% 4.71%   Dikurangi Impor Barang dan Jasa ‐1.56% 15.55% 12.95% 15.59% 23.46% ‐  Impor Luar Negeri ‐11.47% ‐35.57% 4.25% 7.59% 7.47% ‐  Impor Antar Daerah ‐1.28% 16.85% 13.08% 15.71% 23.69%   PDRB 6.55% 7.24% 8.63% 8.60% 6.52%

a. Konsumsi

Komponen konsumsi mengalami peningkatan relatif karena kenaikan permintaan selama bulan Ramadhan dan menjelang perayaan Idul Fitri. Kondisi ini ditunjukkan dengan meningkatnya pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk produk makanan dari 21,84% menjadi 26,34% (y-o-y) di triwulan III-2008. Sedangkan pengeluaran untuk produk-produk non-makanan semakin menurun sekaligus memperlihatkan adanya shifting preferensi pola konsumsi akibat kenaikan harga-harga secara umum.

Konsumsi lembaga swasta nirlaba juga mencatat kenaikan sejalan dengan meningkatnya pengeluaran menjelang Idul Fitri. Adapun laju pertumbuhan belanja pemerintah melambat diduga terkait dengan periode revisi anggaran yang terjadi selama triwulan III-2008.

(3)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

8

Relatif meningkatnya laju pertumbuhan konsumsi cukup terkonfirmasi pada perkembangan penjualan kendaraan bermotor baru baik roda empat maupun roda dua. Di samping itu penyaluran kredit konsumsi perbankan di wilayah Kepulauan Riau juga meningkat tinggi mencapai 35,6% di triwulan laporan.

v

Sementara menurunnya pertumbuhan konsumsi pemerintah dan pengeluaran rumahtangga untuk kelompok non-makanan terlihat dari indikator pengeluaran utama pemerintah dan penjualan semen. Konsumsi listrik oleh kelompok rumahtangga dan umum juga mengalami tren menurun di triwulan III-2008.

Grafik 1.4 –Volume Kendaraan Roda 4 Baru

Sumber : Dipenda Kepri

Grafik 1.5 –Volume Kendaraan Roda 2 Baru

Sumber : Dipenda Kepri

Grafik 1.2 – Laju Pertumbuhan Konsumsi

Sumber : BPS Kepulauan Riau

Grafik 1.3 – Penyaluran Kredit Konsumsi

(4)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

9

b. Investasi

Pertumbuhan investasi PMTB mencatat penurunan yang cukup besar dibanding triwulan sebelumnya dari 71,1% menjadi 31,22% (y-o-y). Melambatnya arus investasi barang modal diduga merupakan efek dari tertekannya daya beli yang diiringi dengan peningkatan biaya produksi secara umum. Di samping itu, belum membaiknya ekpektasi investor terhadap iklim investasi di Kepulauan Riau terkait realisasi Free Trade Zone (FTZ) juga turut mempengaruhi investasi yang masuk ke wilayah Kepulauan Riau. Sampai dengan akhir September 2008, Badan Pelaksanaan Kawasan (BPK) untuk kawasan FTZ Batam belum terbentuk, dimana program kerja serta insentif

Grafik 1.6 – Pengeluaran Utama Pemerintah

Sumber : BKKD Kepri

Grafik 1.7 – Volume Penjualan Semen

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia

Grafik 1.8 – Konsumsi Listrik Rumahtangga

Sumber : PT. PLN Batam

Grafik 1.9 – Konsumsi Listrik Kelompok Umum

(5)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

10

untuk mempercepat arus investasi ke kawasan khusus Batam, Bintan dan Karimun juga belum disosialisasikan.

Turunnya investasi PMTB dikonfirmasi oleh melambatnya pertumbuhan ekspor

capital goods selama bulan Juli dan Agustus 2008 dibanding tahun sebelumnya. Koreksi

pertumbuhan juga diperlihatkan dari sisi pembiayaan perbankan, dimana laju pertumbuhan kredit investasi mengalami penurunan dari 19,1% di triwulan I-2008 menjadi 14,1%.

Meski demikian, investasi PMA baik untuk proyek baru maupun perluasan usaha masih mampu tumbuh di tengah kecenderungan likuiditas global yang semakin tertakan. Persetujuan rencana investasi PMA selama triwulan III-2008 sebesar US$150 juta atau meningkat 404,8% dibanding periode yang sama tahun 2007. Pertumbuhan ini semakin berakselerasi dibandingkan triwulan II-2008 yang tumbuh sebesar 106,6%.

Adapun realisasi investasi sepanjang triwulan III-2008 senilai US$ 101,8 juta, meningkat drastis dibanding realisasi pada tw.III-2007 sebesar US$ 31,7 juta. Investasi yang teralisasi selama Juli-Sept 2008 juga meningkat signifikan dibanding periode triwulan II-2008 yang tercatat sebesar US$15,7 juta.

Grafik 1.10 – Perkembangan Nilai Impor Kepri Berdasarkan BEC

Sumber : BI - DSM Sumber : BI - Batam

Grafik 1.11 – Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi Perbankan Kepri

(6)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

11

Sementara berdasarkan jumlah proyeknya, rencana investasi yang disetujui selama triwulan III-2008 sebanyak 17 proyek, turun dibanding triwulan II-2008 sebanyak 22 proyek. Namun demikian, realisasi proyek investasi selama triwulan laporan mengalami peningkatan 11 proyek di triwulan sebelumnya menjadi sebanyak 18 proyek.

Aplikasi PMA selama Januari-September 2008 berasal dari beberapa negara, antara lain Singapura, Malaysia, British Virgin Island, Hongkong, RRC, Belanda, Inggris, Korea Selatan, Australia, Jepang, India dan Taiwan. Bidang usaha tersebar di beberapa industri, antara lain pembenihan biota laut 1 proyek, industri pembuatan dan perbaikan kapal 8 proyek, jasa akomodasi/hotel 3 proyek, industri percetakan 2 proyek, industri kemasan dan plastik 1 proyek, perdagangan besar ekspor/impor sebanyak 12 proyek, pekerjaan khusus logam 2 proyek, jasa konstruksi khusus untuk kapal 1 proyek, serta sisanya pada industri dan jasa lainnya.

c. Ekspor-Impor

Pertumbuhan ekspor melambat dibanding triwulan sebelumnya dari 5,88% menjadi 0,6% sehingga total ekspor mencapai Rp 9,7 triliun, sementara impor meningkat dari 15,59 menjadi 23,46% di triwulan III-2008. Meski belum merasakan dampak perlambatan ekonomi global secara langsung, second round effect melalui perlambatan ekonomi Singapura di triwulan II dan III-2008 diduga sebagai penyebab dominan menurunnya kinerja perdagangan luar negeri Kepulauan Riau.

Sumber : Otorita Batam

Grafik 1.12 – Perkemb.Nilai Investasi PMA Grafik 1.13 – Perkemb.Proyek Investasi PMA

(7)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

12

Aktivitas perdagangan ekspor-impor sangat intens terjadi di propinsi ini. Seluruh PMA yang mayoritas berfungsi sebagai tempat manufacturing melakukan kegiatan ekspor-impor baik dalam bentuk barang modal (capital goods) maupun barang olahan (intermediate goods). Sedangkan faktor kedekatan lokasi dengan Singapura dan Malaysia sangat mempengaruhi pola konsumsi masyarakat Kepulauan Riau sehingga barang-barang konsumsi (consumers goods) impor sangat banyak ditemukan di wilayah ini, khususnya kota Batam. Turunnya laju pertumbuhan ekspor yang disertai dengan peningkatan impor semakin menekan laju pertumbuhan di triwulan III-2008. Meski demikian data Bank Indonesia yang menghitung seluruh aktivitas ekpor-impor termasuk di kawasan berikat belum cukup mengkonfirmasi menurunnya aktivitas perdagangan luar negeri Kepulauan Riau di triwulan laporan.

Grafik 1.16 – Pertumbuhan Ekspor Produk Utama Grafik 1.17 – Pertumbuhan Impor Produk Utama

Sumber : BI - DSM Sumber : BI - DSM

Grafik 1.14 – Perkembangan Ekspor Kepri berdasarkan BEC

Grafik 1.15 – Perkembangan Impor Kepri berdasarkan BEC

(8)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

13

Selama bulan Juli dan Agustus 2008, produk utama yang diekspor antara lain mesin-mesin elektrik sebesar US$ 218 juta atau 15,8% dari total ekspor Juli-Agustus 2008 yang tercatat sebesar US$ 1,38 miliar; diikuti produk peralatan dan perlengkapan kantor sebesar 15,72%; perangkat radio, TV dan alat komunikasi (13,84%); peralatan transportasi lainnya (9,66%); serta produk logam dasar sebesar 8,71%.

Sementara itu produk-produk utama yang masuk ke wilayah kepabeanan propinsi Kepulauan Riau relatif tidak berbeda dengan produk ekspor tersebut. Kondisi ini disebabkan industri manufaktur yang berdomisili di Batam hanya sebagai tempat produksi, dan merupakan perpanjangan tangan dari representative yang ada di Singapura. Adapun selama Juli-Agustus 2008 produk yang paling banyak masuk adalah perangkat radio, TV dan alat komunikasi yakni sebesar US$ 372 juta atau mencapai 21% dari total impor selama periode tersebut. Kemudian diikuti oleh produk logam dasar sebesar 17,54%, mesin-mesin dan spare-part (16,12%), mesin elektrik (13,7%); serta peralatan dan perlengkapan kantor sebanyak 7,41% dari total impor.

Melambatnya laju pertumbuhan ekspor pada tw.III-2008 sebagian besar disebabkan oleh penurunan ekspor peralatan dan perlengkapan kantor, serta perangkat elektronik seperti radio, tv dan alat komunikasi lainnya. Sementara ekspor mesin-mesin elektrik masih mengalami peningkatan relatif terhadap bulan Juli-Agustus 2007. Sejalan dengan itu, impor perangkat elektronik dan mesin-mesin juga mengalami penurunan dibanding periode sebelumnya.

Memasuki periode triwulan III-2008, peran Singapura masih sangat menentukan aktivitas perdagangan provinsi Kepulauan Riau. Meski ekspor ke negara tersebut relatif menurun, namun impor barang yang masuk dari negara tersebut justru meningkat.

2006 2007 Mar‐08 Jun‐08 Aug‐08 AS 5.46 4.53 3.17 3.58 4.97 Euro 4.89 5.08 5.06 5.19 5.09 Japan 5.70 4.85 4.97 4.73 4.92 ASEAN 73.58 70.36 77.16 77.26 75.11 Singapore 68.65 65.98 70.50 69.28 67.25 Malaysia 2.82 2.32 5.46 6.69 3.32 Hongkong 1.85 2.39 4.30 1.86 2.92 China 1.64 2.31 2.80 2.38 2.89 India 0.41 0.74 0.07 0.06 0.06 Intra     Regional G3

Tujuan Ekspor 2006 2007 Mar‐08 Jun‐08 Aug‐08

AS 1.71 3.17 2.81 2.11 1.35 Euro 3.90 3.80 3.45 4.51 2.97 Japan 5.42 4.43 2.57 2.26 2.44 ASEAN 85.90 84.52 85.32 83.24 88.05 Singapore 82.82 80.31 80.94 78.67 82.58 Malaysia 2.14 3.00 3.40 3.12 4.36 Hongkong 0.55 0.51 0.37 0.59 0.52 China 0.74 1.60 0.75 1.55 1.64 India 0.50 0.25 0.34 0.15 0.25 Negara Penjual G3 Intra     Regional Sumber : BI - DSM

Tabel 1.2 - Pangsa Ekspor Beberapa Negara Tabel 1.3 - Pangsa Impor Beberapa Negara

(9)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

14

Penurunan demand negara-negara maju (G3) belum berdampak langsung terhadap kinerja ekspor, dimana pangsa ekspor ke AS, Eropa dan Jepang relatif konstan dengan kecenderungan meningkat. Di lain pihak, aktivitas ekspor ke negara-negara intraregional ASEAN relatif melambat dimana share-nya menjadi 75,1% dari total ekspor posisi Agustus 2008.

Efek tidak langsung dari gejala perlambatan ekonomi Amerika sejak akhir tahun 2007 diduga mulai dirasakan melalui jalur perdagangan Singapura dan Malaysia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bubble krisis yang melanda sektor keuangan Amerika dan hampir seluruh negara di dunia belum mempengaruhi kinerja ekspor Kepulauan Riau. Menurunnya demand global akibat kondisi likuiditas yang semakin berkurang diperkirakan mulai terlihat pada kinerja perdagangan Kepulauan Riau di kuartal akhir tahun 2008 mendatang.

Kekhawatiran kalangan usaha terhadap kelesuan lebih lanjut pada perekonomian Amerika Serikat cukup beralasan mengingat besarnya pengaruh yang ditimbulkan bagi negara lain. Kondisi tersebut mulai dirasakan negara Singapura yang perekonomiannya semakin terkoreksi di triwulan III-2008 dengan laju pertumbuhan diproyeksi -0,5% (y-o-y). Stagnasi perekonomian sangat dipengaruhi oleh menurunnya kinerja industri manufaktur mencapai level -11,5%. Buruknya rapor perekonomian Singapura tentu akan berdampak pada perekonomian Kepulauan Riau khususnya Batam melalui jalur perdagangan, dimana berdasarkan pola historis pengaruhnya akan terlihat dalam 3 - 6 bulan mendatang. Jika ditinjau secara Nasional, ekspor Kepulauan Riau khususnya Batam ke Singapura masih

Sumber : MTI Singapore Sep.2008 *) advanced estimated

Tabel 1.4 – Pertumbuhan Ekonomi Singapura Grafik 1.18 - Ekspor Batam & Nasional ke Singapura

(10)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

15

menunjukkan kinerja yang stabil di tengah menurunnya pasar ekspor Indonesia ke negara tersebut.

1.3.

SISI PENAWARAN

Melambatnya pertumbuhan investasi dan ekspor langsung berimplikasi pada kinerja sektor industri pengolahan, yang menjadi determinan utama melambatnya laju perekonomian triwulan III-2008. Sektor lainnya yang dihitung dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) juga mengalami pertumbuhan yang menurun merespon perlambatan yang terjadi di sisi penerimaan. Secara persentase penurunan terbesar dialami oleh sektor bangunan dan sektor listrik, gas dan air bersih (LGA), namun kontribusinya terhadap penurunan cukup minimal.

Berdasarkan sumbangannya terhadap pembentukan PDRB, struktur perekonomian provinsi Kepuluan Riau di tw.III-2008 relatif sama triwulan sebelumnya dimana masih

Tabel 1.6 – Sumbangan Ekonomi Sektoral (harga berlaku)

Tabel 1.5 – Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Kepulauan Riau (harga konstan 2000)

Sumber : BPS, diolah Sektor Ekonomi 2006Q3 2007Q3 2008Q1 2008Q2 2008Q3  1. PERTANIAN 3.98% 6.77% 8.37% 5.78% 2.18%  2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0.72% ‐2.28% ‐1.89% ‐2.99% ‐2.85%  3. INDUSTRI PENGOLAHAN 7.16% 5.86% 5.56% 6.35% 4.67%  4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 150.21% 6.07% 13.49% 12.34% 5.12%  5. BANGUNAN 10.04% 32.31% 45.93% 42.58% 28.52%  6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 4.52% 8.60% 10.52% 10.37% 8.36%  7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI  10.52% 11.36% 18.56% 16.34% 13.84%  8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 8.82% 10.12% 11.69% 10.69% 9.59%  9. JASA‐JASA 6.56% 13.81% 20.57% 17.47% 14.77% PDRB 6.55% 7.24% 8.63% 8.60% 6.52% Sektor Ekonomi 2006Q3 2007Q3 2008Q1 2008Q2 2008Q3  1. PERTANIAN 5.17% 5.13% 4.93% 4.86% 4.91%  2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 10.46% 9.53% 9.41% 9.52% 9.26%  3. INDUSTRI PENGOLAHAN 47.81% 46.83% 45.53% 45.27% 45.18%  4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 0.55% 0.56% 0.56% 0.55% 0.56%  5. BANGUNAN 4.12% 5.08% 5.89% 6.26% 6.31%  6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 20.19% 20.54% 20.79% 20.80% 20.96%  7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI  3.99% 4.28% 4.56% 4.49% 4.59%  8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 5.39% 5.53% 5.57% 5.54% 5.51%  9. JASA‐JASA 2.32% 2.53% 2.76% 2.71% 2.73% PDRB 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

(11)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

16

didominasi oleh sektor Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Pertambangan. Namun dari pola historis sederhana diketahui bahwa sektor pertambangan tidak signifikan mempengaruhi dinamika yang terjadi di perekonomian. Sebaliknya, sektor pertanian yang sumbangan ekonomi di bawah 5% tetapi cukup kuat mempengaruhi aktivitas perekonomian di Kepulauan Riau. Sehingga kebijakan daerah yang lebih terfokus pada sektor ini diharapkan bisa memberi sumbangan yang optimal terhadap kemajuan perekonomian daerah.

a. Sektor Industri Pengolahan

Pada triwulan- III-2008 sektor industri mencatat angka pertumbuhan sebesar 4,67% (y-o-y), turun dari 6,35% pada triwulan sebelumnya. Penurunan laju pertumbuhan diduga dominan karena meningkatnya biaya produksi menyusul kenaikan harga-harga secara umum dan kenaikan upah minimum sehingga nilai tambah yang dihasilkan bagi perekonomian relatif menurun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan sektor industri juga tidak terlepas dari pengaruh ekonomi global yang semakin mengalami masalah likuiditas. Seperti diketahui bahwa industri yang berdomisili di Batam hampir seluruhnya merupakan perusahaan asing (PMA). Dengan kesulitan likuiditas yang dihadapi maka sangat berpengaruh pada kegiatan ekspansi yang akan dilakukan oleh perusahaan.

Grafik 1.19 – Pertumbuhan Sektoral Tw.II & Tw.III-2008 (y-o-y)

(12)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

17

Sektor industri pengolahan Kepulauan Riau didominasi oleh manufaktur alat angkutan, mesin dan perlatannya. Selanjutnya terdapat industri logam dasar besi dan baja, industri semen, barang kayu serta kimia. Kecuali industri alat angkutan, mesin dan perlatannya, sub-sektor industri lainnya mengalami penurunan di triwulan III-2008. Meski relatif meningkat, namun pertumbuhan sub-sektor industri alat angkutan, mesin dan perlatannya masih tumbuh negatif, dimana pertumbuhannya pada triwulan ini sebesar -4,78% dibanding triwulan II-2008 yang tumbuh -5,21%. Kondisi tersebut juga terkonfirmasi dari data pertumbuhan ekspor perlengkapan transportasi/angkutan yang mengalami pertumbuhan rata-rata lebih baik dibanding triwulan sebelumnya.

Terkait dengan itu, barang-barang elektronika seperti radio, tv, decoder dan peralatan komunikasi yang keluar dari wilayah kepabeanan juga mengalami penurunan pertumbuhan dari rata-rata sebesar 34,9% di triwulan II-2008 menjadi -5,65% di Juli dan Agustus 2008.

Barang-barang kimia yang diekspor kembali dari wilayah Kepulauan Riau menurun dari rata-rata 35,2% menjadi 10,5% di periode triwulan III-2008. Adapun total barang-barang kimia yang keluar dari wilayah kepabeanan Kepulauan Riau selama bulan Juli dan Agustus sebesar US$ 51 juta atau naik 9,44% dibandingkan periode yang sama tahun 2007. Peningkatan ekspor tersebut menurun dibanding periode triwulan II-2008 yang tumbuh 33,4%.

Sementara manufaktur logam dasar besi dan baja pertumbuhannya tercatat melambat dari 16,65% di triwulan sebelumnya menjadi 11,12%. Sehingga nilai tambah perekonomian yang diberikan industri ini selama Juli - September 2008 diperkirakan

Grafik 1.20 – Pertumbuhan Sub-Sektor Industri Pengolahan Tw.II & Tw.III-2008

Sumber : BPS, diolah

Grafik 1.21 – Pertumbuhan Ekspor Beberapa Produk Manufaktur

(13)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

18

sekitar Rp 852 milyar (harga konstan 2000). Melambatnya pertumbuhan ekspor produk logam dasar seperti besi dan baja diduga merupakan pengaruh dari menurunnnya aktivitas konstruksi di Singapura karena hampir seluruh produk diekspor ke negara tersebut.

Dari sisi pembiayaan perbankan daerah, sektor manufaktur yang berorientasi ekspor cenderung memperoleh fasilitas dari luar negeri atau negara asal perusahaan yang memberikan tingkat bunga yang lebih kompetitif. Sehingga pembiayaan perbankan daerah ditujukan bagi industri pendukung dengan skala kecil-menengah (IKM/UKM). Di tengah penurunan yang dialami oleh manufaktur besar, kredit perbankan kepada sektor industri justru meningkat signifikan. Peningkatan ini diperkirakan karena naiknya biaya produksi dan biaya lainnya yang terkait dengan operasional perusahaan.

b. Sektor Bangunan

Sektor Bangunan mengalami mengalami penurunan pertumbuhan yang cukup besar dibanding trwulan sebelumnya, dari 42,58% menjadi 28,52%. Seperti yang diperkirakan pada kajian triwulan sebelumnya, sektor ini akan mendapat tekanan yang lebih berat disebabkan turunnya daya beli masyarakat, terutama yang berpenghasilan menengah ke bawah. Kondisi ini secara langsung akan berdampak pada menurunnya permintaan di sektor properti.

Pertumbuhan proyek-proyek perumahan selama triwulan III-2008 terlihat cenderung menurun, seperti yang dikonfirmasi oleh turunnya volume penjualan semen di wilayah Kepulauan Riau. Total penjualan semen propinsi Kepulauan Riau menurut data Asosiasi Semen Indonesia (ASI) selama triwulan III-2008 sebanyak 184 ribu ton atau

Grafik 1.22 – Penyaluran Kredit kepada Sektor Industri

(14)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

19

tumbuh 11,9% dibanding periode tahun sebelumnya (y-o-y). Pertumbuhan tersebut menurun dibanding penjualan selama triwulan II-2008 sebanyak 196 ribu ton atau tumbuh sebesar 22,1% (y-o-y). Penjualan semen mulai menurun sejak bulan Juni 2008, sehingga cukup mengkonfirmasi melambatnya aktivitas pembangunan properti pasca kenaikan harga BBM bulan Mei 2008 lalu.

Indikator lain yang menggambarkan perlambatan tersebut adalah menurunnya impor logam dasar besi dan baja, serta produk-produk furniture seperti yang terlihat pada grafik 1.24 di bawah. Komponen bangunan, terutama besi dan baja merupakan produk yang paling banyak diimpor dari luar negeri khususnya Singapura.

Tertahannya demand masyarakat menengah-bawah juga terkonfirmasi oleh turunnya pembiayaan perbankan daerah untuk kepemilikan rumah tipe 70 m2

ke bawah. Total pembiayaan perbankan untuk kepemilikan rumah tipe ini mencapai lebih dari Rp

Sumber : BI - DSM

Grafik 1.24 – Perkembangan Impor Kayu, Keramik, Furniture, Baja & Baja

Grafik 1.23 – Volume Penjualan Semen

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia

Grafik 1.26 – Perkembangan KPR Type >70m2

Sumber : BI - Batam

Grafik 1.25 – Perkembangan KPR Type <70m2

(15)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

20

1,8 triliun atau 17,5% dari total kredit yang disalurkan pada posisi September 2008. Sedangkan pembiayaan untuk tipe menengah-besar (di atas 70 m2

) relatif tidak terpengaruh oleh kenaikan harga energi yang diikuti oleh harga-harga secara umum. Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tipe 70m2

ke atas tercatat meningkat dari 24,5% menjadi 27,3%. Sehingga sampai dengan akhir triwulan III-2008 kredit yang disalurkan mencapai Rp 579 milyar atau 5,53% dari total kredit perbankan di wilayah propinsi Kepulauan Riau. Pembiayaan kredit kepemilikan rumah (KPR) terbesar diberikan oleh Bank BTN dengan pangsa sekitar 55% dari total penyaluran kredit properti, kemudian diikuti oleh Bank Niaga (9%) dan Bank NISP (7%). Menurunnya indikator pembiayaan perbankan untuk membiayai kepemilikan rumah terutama tipe-70 ke bawah sejalan dengan hasil survei Bank Indonesia Batam bekerjasama dengan Politeknik Batam terhadap properti residensial kota Batam, yang menunjukkan adanya penurunan indeks terutama pada properti residensial skala kecil dan menengah.

c. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Pertumbuhan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran kembali tertekan seiring dengan melambatnya aktivitas di sektor ekonomi lainnya. Pertumbuhan di triwulan III-2008 diperkirakan sebesar 8,36%, menurun dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 10,37% (y-o-y). Perlambatan sebagian besar disebabkan oleh menurunnya kegiatan perdagangan besar dan eceran yang pada triwulan ini tumbuh 6,53% dibanding triwulan II-2008 yang masih tumbuh 7,95%. Sehingga total nilai tambah perekonomian yang dihasilkan dari kegiatan perdagangan besar dan eceran selama triwulan III-2008 menjadi Rp 1,75 triliun, atau 83% dari total nilai tambah yang dihasilkan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Sementara di sektor hotel dan restoran terjadi penurunan dalam persentase yang lebih besar. Aktivitas perhotelan tercatat mengalami pertumbuhan yang melambat dari 23,37% menjadi 18,6%, sedangkan sub-sektor restoran turun dari 24,85% menjadi 17,59%. Meski secara persentase mengalami penurunan yang cukup besar, namun sumbangan yang diberikan relatif minimal, dimana masing-masing memiliki kontribusi nilai tambah sebesar 11% dan 6% terhadap sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Penurunan di sektor hotel sebagaimana dikonfirmasi oleh turunnya tingkat hunian

(occupancy rate) hotel-hotel berbintang di wilayah Kepulauan Riau, terutama kota Batam.

(16)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

21

liburan sekolah. Sebagian masyarakat domestik yang ingin berkunjung ke Singapura dan Malaysia biasanya melalui kota Batam karena biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah. Namun memasuki bulan Agustus dan September 2008, tingkat hunian hotel berbintang diperkirakan kembali turun bahkan lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Sejalan dengan itu, jumlah penumpang domestik yang bepergian dari dan ke propinsi Kepulauan Riau melalui bandara Hang Nadim Batam juga menurun drastis, bahkan mencapai pertumbuhan yang negatif.

Kebangsaan  Juni‐08  Pangsa (%) 

Singapura  77,681  55.5%  Malaysia   22,791  16.3%  Korea Selatan  9,231  6.6%  India   4,894  3.5%  China   2,126  1.5%  Jepang  3,502  2.5%  Inggris  3,021  2.2%  Amerika Serikat  1,891  1.4%  Australia   2,168  1.5%  Taiwan   851  0.6%  Jerman  996  0.7%  Belanda  604  0.4%  Lainnya  10,277  7.3%  Total Wisman  140,033  100.0% 

Grafik 1.27 – Pertumbuhan Sub-sektor Perdagangan, Hotel & Restoran

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah (Juli-Sep.2008 hasil proyeksi BI-Batam) Grafik 1.28–Tingkat Hunian Hotel Berbintang di

Kepulauan Riau

Tabel 1.7 – Pangsa Turis Mancanegara yang Berkunjung ke Kepulauan Riau

Sumber : BPS, diolah Sumber : Bandara Hang Nadim - Batam

Grafik 1.29 – Volume Penumpang Domestik Melalui Bandara Hang Nadim Batam

(17)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

22

Melambatnya pertumbuhan juga terkonfirmasi pada data pembiayaan perbankan daerah untuk kegiatan perdagangan eceran, distribusi, restoran dan hotel. Penyaluran kredit kepada sektor perdagangan eceran pada posisi akhir triwulan III-2008 tercatat sebesar Rp 1 triliun atau tumbuh 2,3% dibanding triwulan III-2007 (y-o-y). Pertumbuhan ini mengalami penurunan secara gradual sejak akhir triwulan II-2008 yang masih tumbuh 26,97% (y-o-y). Sedangkan pertumbuhan kredit untuk usaha distribusi, hotel dan restoran juga menurun meski dalam persentase yang lebih rendah.

d. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Pertumbuhan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan diperkirakan kembali menurun dari 10,69% pada triwulan II-2008 menjadi 9,59% di triwulan laporan. Berdasarkan data sementara BPS diidentifikasi bahwa penurunan dominan dipengaruhi oleh sektor perbankan dan sewa bangunan, meski secara persentase perlambatan terbesar terjadi pada sub-sektor jasa perusahaan. Berdasarkan sumbangannya, sub-sektor Perbankan memiliki pangsa dominan terhadap pembentukan PDRB sektor ini, yakni sebesar 67,82%. diikuti sub-sektor Sewa Bangunan (27,83%), Lembaga Keuangan Bukan Bank (3,63%) serta Jasa Perusahaan (0,71%).

Selama triwulan III-2008 nilai tambah perekonomian yang dihasilkan oleh sektor perbankan mencapai Rp 298 milyar atau tumbuh 10,96% (y-o-y), turun dibanding triwulan sebelumnya sebesar 11,91%. Kondisi tersebut cukup terkonfirmasi oleh kinerja perbankan secara riil, dimana pertumbuhan kredit rata-rata selama triwulan ini relatif

Sumber : BI - Batam

Grafik 1.30 – Pertumbuhan Penyaluran Kredit Sub-Sektor Distribusi, Perdagangan Eceran, Hotel & Restoran

(18)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

23

menurun dibanding triwulan sebelumnya, sebagaimana tercermin pada penurunan aset perbankan di wilayah Kepulauan Riau. Di samping itu, dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun juga terus menurun hingga posisi September 2008 tercatat sebesar Rp15 triliun atau hanya tumbuh 7,5% dibanding posisi September 2007. Sedangkan pada posisi akhir triwulan II-2008 (Juni), total dana masih mengalami pertumbuhan sebesar 10,5% (y-o-y). Dalam kondisi gap kredit dan dana yang semakin besar, kinerja perbankan masih sangat baik, dimana tingkat kredit bermasalah (non performing loan/NPL) tetap dapat dikontrol dengan baik dan tetap di bawah 5%.

Selain terkait dengan permasalahan likuiditas perbankan secara Nasional, menurunnya pertumbuhan likuiditas perbankan di Kepulauan Riau juga masih dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM bulan Mei 2008 lalu. Dengan kenaikan harga yang terjadi secara umum, kemampuan masyarakat untuk menyimpan dananya menjadi berkurang. Namun demikian situasi ini masih dalam batas wajar dan belum mengkhawatirkan, karena masih terdapat kelebihan (excess) dana di perbankan sebesar Rp 4,5 triliun yang siap disalurkan kepada sistem perekonomian daerah.

Sumber : BI - Batam

Grafik 1.32 – Pertumbuhan Aset, DPK & Kredit Perbankan Kepulauan Riau

Sumber : BPS, diolah

Grafik 1.31 – Pertumbuhan Sub-Sektor Bank, LKBB, Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan

(19)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

24

Melambatnya pertumbuhan sub-sektor jasa perusahaan juga tercermin dari penurunan kredit sektor jasa dunia usaha. Pada posisi September 2008, kredit yang diberikan kepada jasa-jasa dunia usaha sebesar Rp 1,1 triliun atau naik 15,48% dibanding tahun sebelumnya (y-o-y). Kenaikan ini jauh di bawah kenaikan pada posisi Juni 2008 yang mencapai 30%.

e. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor Pengangkutan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah sebelumnya sangat terpukul oleh kenaikan harga BBM pada bulan Mei lalu. Laju pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi semakin menurun dari 16,34% menjadi 13,84% di triwulan III-2008. Penurunan yang terjadi sangat erat kaitannya dengan melambatnya aktivitas perdagangan, hotel dan restoran.

Penurunan pertumbuhan dialami oleh seluruh sub-sektor baik pengangkutan darat, laut dan udara, maupun sub-sektor pos dan telekomunikasi serta jasa penunjang yang terkait dengannya. Sebagian besar disebabkan oleh menurunnya aktivitas pengangkutan darat dan laut yang masing-masing berkontribusi 46% dan 23% terhadap pembentukan PDRB sektor pengangkutan dan komunikasi.

Kenaikan tarif yang disepakati pemerintah daerah dan kalangan pengusaha angkutan berkisar 15%-25%, belum mampu mendorong perbaikan kinerja industri angkutan, baik angkutan jalan raya maupun angkutan laut. Angkutan laut memegang

Sumber : BI - Batam

Grafik 1.34 – Perkembangan Kredit Sektor Jasa Dunia Usaha

Sumber : BI - Batam

Grafik 1.33 – Perkembangan LDR & NPL Perbankan Kepulauan Riau

(20)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

25

peranan yang sangat penting dalam bagi masyarakat Kepulauan Riau karena lokasi geografis antar kabupaten/kota terpisah dalam wilayah kepulauan.

Dari sisi pembiayaan, tekanan harga BBM terhadap biaya operasional sektor transportasi dapat tercermin pada laju pertumbuhan kredit sub-sektor transportasi umum yang menurun signifikan di tw.II-2008. Di samping itu, berkurangnya pembiayaan perbankan kepada sektor komunikasi konvergen dengan perlambatan yang terjadi di sektor Komunikasi.

Sumber : Bandara Hang Nadim - Batam

Grafik 1.37 – Volume Penerbangan Domestik Grafik 1.38 – Volume Penerbangan Internasional

Sumber : Bandara Hang Nadim - Batam Sumber : BPS, diolah

Grafik 1.35 - Pertumbuhan Sub-sektor Transportasi & Komunikasi

Grafik 1.36 – Perkembangan Kredit Sektor Pengangkutan

(21)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

26

f. Sektor Pertanian

Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 2,18% di triwulan III-2008, kembali melambat setelah pada triwulan sebelumnya hanya tumbuh 5,78%. Berdasarkan kontribusi yang diberikan, nilai tambah sektor pertanian baru menyumbang kurang dari 5% terhadap pembentukan PDRB Kepulauan Riau dan terus menurun dalam 3 tahun terakhir. Meskipun sumbangan ekonominya relatif kecil, namun secara historis pengaruh yang diberikan cukup besar dan signifikan dalam menerangkan dinamika yang terjadi pada sistem perekonomian propinsi Kepulauan Riau. Sebagai propinsi yang sebagian besar wilayahnya adalah perairan, sektor perikanan memberi kontribusi dominan terhadap pembentukan PDRB sektor pertanian dengan share mencapai 73,3%. Selanjutnya diikuti oleh sub-sektor peternakan sebesar 15,3%, tanaman bahan makanan (5,1%), tanaman perkebunan (5,1%), serta kehutanan (1,2%).

Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian disebabkan oleh penurunan yang terjadi di sektor perikanan, dimana pada triwulan III-2008 hanya tumbuh 1,52% (y-o-y), sehingga nilai tambah yang diberikan diestimasi sebesar Rp 318 milyar. Tingkat pertumbuhan tersebut jauh menurun dibanding triwulan sebelumnya yang masih mencatat angka pertumbuhan sebesar 6,5%. Penurunan kinerja sub-sektor perikanan juga dikonfirmasi oleh turunnya nilai ekspor ikan, udang dan kepiting sebagai komoditas perikanan utama yang berorientasi ekspor.

Adapun laju pertumbuhan sub-sektor peternakan, tanaman bahan makanan, dan kehutanan masih mengalami peningkatan dibanding triwulan II-2008. Peningkatan ini

Grafik 1.39 – Pertumbuhan Sub-Sektor TBM, Peternakan & Pertanian

Sumber : BPS, diolah

Grafik 1.40 – Perkembangan Ekspor Ikan, Udang dan Kepiting

(22)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

27

cukup digambarkan oleh sejumlah indikator sektoral, antara lain hasil produksi jagung dan ubi-ubian. Sedangakan komoditas padi relatif menurun disebabkan oleh faktor cuaca. Meski demikian berdasarkan pola musim panen beberapa komoditas pertanian di Kepulauan Riau yang sebagian besar jatuh pada semester-II, maka diperkirakan hasil produksi pertanian masih berpotensi tumbuh di akhir tahun 2008.

Sementara di sisi pembiayaan perbankan daerah, semakin tumbuhnya kredit yang diberikan untuk sektor tanaman pangan dan peternakan cukup mengkonfirmasi peningkatan relatif yang dialami sektor tersebut. Peningkatan yang terjadi diduga tidak terlepas dari pengaruh kenaikan biaya-biaya yang harus ditanggung para petani terkait dengan naiknya harga BBM pada bulan Mei 2008 lalu.

g. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

Perlambatan yang dialami sektor listrik, gas dan air bersih (LGA) semakin nyata, dimana pada triwulan ini hanya tumbuh 5,12%, menurun signifikan dibanding triwulan sebelunya yang tumbuh 12,34% (y-o-y). Terkoreksinya pertumbuhan di triwulan III-2008 sebagian besar dipengaruhi oleh perlambatan sub-sektor gas dari 13,08% pada triwulan II-2008 menjadi hanya tumbuh 1,72%. Kondisi ini masih sangat dipengaruhi oleh kendala pasokan yang terjadi selama triwulan II-2008. Adapun kontribusi nilai tambah yang diberikan sub-sektor gas selama triwulan laporan tetap

Sumber : BPS, diolah Ket. *) data sementara **) data ramalan

Grafik 1.41 – Produksi Jagung, Padi & Ubi-Ubian Grafik 1.42 – Pertumbuhan Kredit Sub-sektor Tanaman Pangan, Perikanan & Peternakan

(23)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

28

dominan, mencapai Rp 27 miliar atau sekitar 55% dari total nilai tambah perekonomian yang dihasilkan sektor LGA.

Sementara sub-sektor listrik juga menalami pertumbuhan yang menurun dibanding triwulan sebelumnya, dari 12,05 menjadi 9,99%. Penurunan diduga terkait dengan belum berakhirnya permasalahan listrik yang dialami beberapa daerah di luar Batam, seperti kota Tanjungpinang dan kabupaten Bintan. Khusus kota Batam, tekanan daya beli yang dihadapi masyarakat pada umumnya cukup berimbas pada penjualan PT. PLN Batam. Meski demikian, total penjualan listrik selama triwulan III-2008 sebesar 316.396 MWh atau meningkat 10,05% dibanding periode yang sama tahun 2007.

Khusus di kota Batam, sistem pengelolaan sarana Listrik sejak awal tahun 2006 dilakukan melalui kerja sama jual-beli tenaga listrik antara PT. PLN Batam dengan

Independend Power Plant (IPP) yang dikelola swasta, dimana saat ini komposisi supply

mesin pembangkit PT. PLN Batam sebesar 27% dengan menggunakan energi diesel, sedangkan sisanya dipenuhi oleh IPP yang menggunakan bahan bakar gas. Besarnya kontribusi penggunaan gas dalam menjamin kelancaran pasokan listrik di kota Batam menyebabkan arah pertumbuhan sub-sektor Gas relatif konvergen dengan sub-sektor Listrik.

Sementara itu di sisi pembiayaan perbankan, turunnya laju pertumbuhan kredit kepada sektor Listrik, Gas dan Air Bersih cukup mengkonfirmasi perlambatan yang terjadi di sektor ini. Adapun outstanding kredit pada bulan September 2008 tercatat sebesar Rp 34 milyar atau tumbuh 60,94% dibanding posisi September 2007. Namun demikian terdapat kenaikan yang cukup signifikan pada akhir bulan yang diduga untuk menutupi

Sumber : BPS, diolah

Grafik 1.43 – Pertumbuhan Sub-Sektor Listrik, Gas & Air Bersih

Sumber : PT. PLN Batam, diolah

Grafik 1.44 – Perkembangan Penjualan Listrik PT. PLN Batam

(24)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

29

kenaikan biaya-biaya yang harus ditanggung perusahaan yang bergerak di bidang ini maupun industri pendukungnya.

Wacana energi semakin critical di Kepulauan Riau mengingat beberapa daerah di luar Batam masih mengalami permasalahan listrik yang berkepanjangan. Khusus bagi kota Batam, permasalahan energi menyangkut 2 hal yaitu pasokan gas dan pasokan listrik. Kesinambungan pasokan gas menjadi lebih penting, selain karena lebih dari 70% pembangkit tenaga listrik menggunakan bahan bakar gas, sebagian aktivitas produksi perusahaan di kawasan industri juga menggunakan bahan bakar ini disebabkan harganya yang lebih murah dibanding harga listrik.

Akan semakin sulit bagi kota Batam menghadirkan investor besar jika tidak ada jaminan terhadap permasalahan energi, dimana kawasan industri di negara-negara tetangga tidak memberi kekhawatiran terhadap kesinambungan energi. Berdasarkan kegiatan liaison*) yang dilakukan oleh Bank Indonesia Batam terdapat sejumlah kekhawatiran pengusaha di kawasan industri tertentu dengan seringnya pemutusan pasokan listrik, meskipun dalam waktu yang relatif singkat.

Di samping untuk kebutuhan industri dan rumah tangga, kecukupan pasokan gas sangat diperlukan untuk penerangan sejumlah fasilitas publik termasuk daerah-daerah pengembangan kota Batam. Unsur estetika (tata kota) juga tidak kalah penting guna mendukung aktivitas sektor industri dan pariwisata. Pemerintah dan segenap stakeholders daerah sebaiknya menjadikan isu ini sebagai prioritas yang segera dicari jalan

Sumber : BI - Batam

Grafik 1.45 – Perkembangan Penyaluran Kredit Sektor Listrik, Gas & Air Bersih

(25)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

30

penyelesaiannya. Terlebih sebagai momentum penting berlakunya Free Trade Zone (FTZ) secara menyeluruh dan menyambut tahun pariwisata “Visit Batam 2009”.

*)

(26)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

31

BAB 2

PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL

2.1. INFLASI KOTA BATAM

2.1.1. Kondisi Umum

Laju inflasi Kota Batam pada triwulan III 2008 mengalami peningkatan. Laju inflasi tahun kalender Kota Batam sampai dengan triwulan III 2008 tercatat sebesar 7,76% (ytd), lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2007 yang tercatat sebesar 3,23% (ytd). Sedangkan inflasi tahunan Kota Batam tercatat sebesar 8,91% lebih rendah daripada triwulan sebelumnya yang tercatat 8,93% namun lebih tinggi dibandingkan inflasi tahunan posisi yang sama tahun 2007 yang tercatat sebesar 5,26%. Meskipun demikian laju inflasi di Kota Batam pada triwulan III 2008 baik secara tahun kalender maupun secara tahunan masih dibawah inflasi nasional. Inflasi tahun kalender nasional sampai dengan triwulan III 2008 tercatat sebesar 10,47% (ytd) sedangkan inflasi tahunan tercatat 12,14% (yoy).

(27)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

32

2.1.2. Inflasi Triwulanan

Secara triwulanan, laju inflasi Kota Batam mengalami penurunan pada triwulan III 2008 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan II 2008 laju inflasi kota Batam tercatat 3,43% (qtq) maka pada triwulan III 2008 laju inflasi Kota Batam tercatat sebesar 1,60% (qtq). Dampak peningkatan harga BBM oleh pemerintah pada tanggal 24 Mei 2008 pada triwulan III 2008 sudah tidak begitu besar di Kota Batam.

Berdasarkan kontribusinya, pada triwulan III 2008 kelompok bahan makanan merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan angka inflasi dengan kontribusi sebesar 0,46% (qtq) dan angka inflasi sebesar 1,99% (qtq). Kelompok yang menyumbang inflasi terbesar kedua adalah kelompok perumahan, air, listik dan bahan bakar yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,42% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 1,74% (qtq).

Kelompok berikutnya yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan inflasi Kota Batam adalah kelompok sandang yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,29% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 5,87%. Kelompok sandang mengalami inflasi yang cukup tinggi pada terkait dengan kenaikan harga sandang pada saat perayaan Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 1 Oktober 2008. Sementara itu kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,17% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 3,23% (qtq).

(28)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

33

Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau memberikan kontribusi sebesar 0,15% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,96% (qtq). Sedangkan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan memberikan kontribusi sebesar 0,11% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,55% (qtq). Sementara itu, meskipun kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 0,04% (qtq), namun kontribusi kelompok sandang tidak begitu besar (0%) terhadap pembentukan angka inflasi Kota Batam.

Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Batam

KELOMPOK Triwulan I -2008 Triwulan II -2008 Triwulan III -2008

Inflasi Sumbangan Inflasi Sumbangan Inflasi Sumbangan

I Bahan Makanan 6,74 1,85 3,33 0,91 1,99 0,46

II Makanan Jadi, Minuman, Rokok &

Tembakau 0,78 0,14 2,18 0,35 0,96 0,15

III Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar 1,82 0,45 3,34 0,82 1,74 0,42

IV Sandang 3,98 0,18 0,23 0,02 5,87 0,29

V Kesehatan 4,39 0,13 2,79 0,01 0,04 0,00

VI Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0,75 0,03 0,00 0,00 3,23 0,17 VII Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 0,15 0,03 6,19 1,23 0,55 0,11

  INFLASI 2,89 3,43 1,60

Sumber : BPS (diolah)

2.1.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang

2.1.3.1. Bahan Makanan

Kelompok bahan makanan di Kota Batam pada triwulan III 2008 mengalami inflasi sebesar 1,70% (qtq). Sub kelompok yang mengalami inflasi terbesar adalah sub kelompok sayur-sayuran yang mengalami inflasi sebesar 18,30% (qtq) yang diikuti oleh sub kelompok ikan diawetkan yang mengalami inflasi sebesar 5,98% (qtq) dan sub kelompok ikan segar yang mengalami inflasi sebesar 5,33% (qtq). Sub kelompok daging dan hasil-hasilnya mengalami peningkatan harga dibanding triwulan sebelumnya sebesar 4,65% (qtq), sub kelompok telur, susu dan hasilnya mengalami inflasi sebesar 3,15% (qtq), sub kelompok buah-buahan mengalami inflasi sebesar 1,61% (qtq), diikuti oleh sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya yang mengalami inflasi sebesar 0,54% (qtq).

Sub kelompok kacang-kacangan pada triwulan III 2008 tidak mengalami kenaikan harga. Sedangkan sub kelompok yang mengalami penurunan harga (deflasi) pada triwulan III di Kota Batam adalah sub kelompok bumbu-bumbuan yang mengalami deflasi sebesar 20,20% (qtq) dan sub kelompok lemak dan minyak yang mengalami deflasi sebesar 1,77% (qtq).

(29)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

34

2.1.3.2 . Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan III 2008 inflasi sebesar 0,96% (qtq). Dari tiga sub kelompok yang ada, dua sub kelompok mengalami inflasi dan satu sub kelompok mengalami deflasi pada triwulan III 2008. Dua sub kelompok yang mengalami inflasi inflasi adalah sub kelompok makanan jadi dan minuman tidak beralkohol. Kedua sub kelompok tersebut masing-masing mengalami inflasi sebesar 1,34% (qtq) dan 0,77% (qtq). Sedangkan sub kelompok yang mengalami deflasi adalah sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol dengan angka deflasi sebesar 0,17% (qtq).

2.1.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan mengalami kenaikan harga sebesar 1,74% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok biaya tempat tinggal yang mengalami inflasi sebesar 2,01% (qtq), diikuti sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga yang mengalami inflasi sebesar 1,99% (qtq) dan sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air yang mengalami inflasi sebesar 1,33% (qtq). Sementara itu sub kelompok perlengkapan rumah tangga pada triwulan III 2008 tidak mengalami perubahan harga.

2.1.3.4. Kelompok Sandang

Kelompok sandang pada triwulan III 2008 mengalami inflasi sebesar 5,87% (qtq). Kelompok sandang mengalami inflasi yang cukup tinggi pada triwulan laporan sehubungan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 1 Oktober 2008. Kenaikan harga tertinggi dialami oleh sub kelompok sandang anak-anak yang mengalami inflasi sebesar 17,02% (qtq). Sementara itu sub kelompok sandang laki-laki dan sub kelompok sandang wanita masing-masing mengalami kenaikan harga sebesar 8,70% (qtq) dan 6,64% (qtq). Sementera itu, sub kelompok barang pribadi dan sandang lain pada triwulan laporan justru mengalami deflasi sebesar 4,19%.

2.1.3.5. Kelompok Kesehatan

Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 0,04% (qtq) yang berasal dari sub kelompok obat-obatan yang mengalami inflasi sebesar 0,68% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa kesehatan dan jasa perawatan jasmani pada triwulan III 2008 tidak mengalami perubahan harga. Sedangkan sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika justru mengalami deflasi sebesar 0,08% (qtq).

(30)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

35

2.1.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan III 2008 mengalami kenaikan harga sebesar 3,23% (qtq). Sub kelompok yang mengalami kenaikan harga tertinggi pada triwulan laporan adalah sub kelompok perlengkapan/peralatan pendidikan yang mengalami inflasi sebesar 7,80% (qtq). Sedangkan sub kelompok jasa pendidikan dan rekreasi masing-masing mengalami inflasi sebesar 4,11% (qtq) dan 1,31% (qtq). Sementara itu sub kelompok kursus-kursus dan sub kelompok olahraga pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga terhadap triwulan sebelumnya.

2.1.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan III 2008 mengalami inflasi sebesar 0,55% (qtq) yang berasal dari inflasi sub kelompok jasa keuangan yang mengalami sebesar 4,24% (qtq) yang diikuti oleh sub kelompok transportasi yang mengalami inflasi sebesar 0,63% (qtq). Sedangkan sub kelompok komunikasi dan pengiriman pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 0,02% (qtq). Pada triwulan III 2008 sub kelompok sarana penunjang transportasi tidak mengalami perubahan harga.

2.2. INFLASI KOTA TANJUNG PINANG

2.2.1. Kondisi Umum

Laju inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan III 2008 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tahun kalender Kota Tanjung Pinang sampai dengan triwulan III 2008 tercatat sebesar 10,58% (ytd) sedikit lebih tinggi dibanding inflsi tahun kalender nasional yang tercatat 10,47% (ytd). Sedangkan inflasi tahunan Kota Tanjung Pinang pada triwulan III 2008 tercatat sebesar 14,55% lebih tinggi inflasi tahunan nasional yang tercatat sebesar 12,14% (yoy).

Laju inflasi yang cukup tinggi ini salah satunya dipengaruhi oleh economic of scale Kota Tanjung Pinang yang masih relatif kecil dibandingkan Kota Batam. Sejak peralihan ibukota Provinsi Kepulauan Riau dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang, banyak terjadi pergerakan penduduk dan kegiatan ekonomi dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang. Oleh karena itu, terjadi peningkatan permintaan terhadap kebutuhan pokok masyarakat baik untuk konsumsi maupun sebagai bahan baku distribusi. Karena supply barang-barang kebutuhan pokok tersebut masih cukup terbatas, sehingga terjadi kenaikan harga yang masih cukup tinggi di Kota Tanjung Pinang.

(31)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

36

2.2.2. Inflasi Triwulanan

Secara triwulanan, laju inflasi Kota Tanjung Pinang tercatat sebesar 3,31% (qtq). Kelompok bahan makanan menjadi kontributor terbesar pada pembentukan inflasi Kota Tanjung Pinang dengan kontribusi sebesar 1,81% (qtq) dan angka inflasi sebesar 7,19% (qtq). Kelompok yang menjadi penyumbang inflasi terbesar berikutnya adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang memberikan sumbangan sebesar 0,71% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 3,30% (qtq).

Sementara itu kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga di Kota Tanjung Pinang pada triwulan III 2008 memberikan kontribusi sebesar 0,68% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 6,20%. Kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar memberikan sumbangan sebesar 0,50% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 2,22% (qtq). Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan memberikan kontribusi sebesar 0,13% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,78% (qtq). Sedangkan kelompok kesehatan yang mengalami inflasi sebesar 0,94% (qtq) memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,03%.

Meskipun angka inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan III 2008 cukup tinggi, namun tidak semua kelompok barang kebutuhan pokok yang diperhitungkan oleh BPS mengalami kenaikan harga. Kelompok sandang di Kota Tanjung Pinang pada triwulan III 2008 justru mengalami penurunan harga sebesar 1,79% dengan sumbangan deflasi sebesar -0,10% (qtq).

Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Tanjung Pinang

KELOMPOK Triwulan III -2008

Inflasi Sumbangan

I Bahan Makanan 7,19 1,81

II Makanan Jadi, Minuman, Rokok

& Tembakau 3,30 0,71

III Perumahan, Air, Listrik & Bahan

Bakar 2,22 0,50

IV Sandang -1,79 -0,10

V Kesehatan 0,94 0,03

VI Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 6,20 0,68 VII Transpor, Komunikasi & Jasa

Keuangan 0,78 0,13

  INFLASI 3,31

(32)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

37

2.2.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang

2.2.3.1. Bahan Makanan

Kelompok bahan makanan di Kota Tanjung Pinang pada triwulan III 2008 mengalami inflasi sebesar 7,19% (qtq). Sub kelompok yang mengalami inflasi terbesar adalah sub kelompok sayur-sayuran yang mengalami inflasi sebesar 23,18% (qtq) yang diikuti oleh sub kelompok ikan segar yang mengalami inflasi sebesar 20,08% (qtq) dan sub kelompok ikan diawetkan yang mengalami inflasi sebesar 8,99% (qtq). Sub kelompok bumbu-bumbuan mengalami peningkatan harga dibanding triwulan sebelumnya sebesar 7,59% (qtq) dan diikuti sub kelompok daging dan hasil-hasilnya dengan angka inflasi sebesar 6,69% (qtq).

Sub kelompok buah-buahan pada triwulan III 2008 mengalami inflasi sebesar 6,41% (qtq) yang diikuti oleh sub kelompok telur, susu dan hasilnya dengan angka inflasi sebesar 2,97% (qtq). Sub kelompok kacang-kacangan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 2,21% diikuti oleh sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya yang mengalami inflasi sebesar 0,80% (qtq). Sementara itu sub kelompok lemak dan minyak justur mengalami penurunan harga dengan angka deflasi sebesar 4,81% (qtq).

2.2.3.2 . Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan III 2008 inflasi sebesar 3,30% (qtq). Dari tiga sub kelompok yang ada, dua sub kelompok mengalami inflasi dan satu sub kelompok mengalami deflasi pada triwulan III 2008. Dua sub kelompok yang mengalami inflasi adalah sub kelompok makanan jadi dan tembakau dan minuman beralkohol. Kedua sub kelompok tersebut masing-masing mengalami inflasi sebesar 5,47% (qtq) dan 0,31% (qtq). Sedangkan sub kelompok yang mengalami deflasi adalah sub kelompok minuman tidak beralkohol dengan angka deflasi sebesar 0,56% (qtq).

2.2.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan mengalami kenaikan harga sebesar 2,22% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air yang mengalami inflasi sebesar 3,12% (qtq) diikuti sub kelompok biaya tempat tinggal yang mengalami inflasi sebesar 1,99% (qtq), sub kelompok perlengkapan rumah tangga yang mengalami inflasi sebesar 1,63% (qtq) dan sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 1,50% (qtq).

(33)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

38

2.2.3.4. Kelompok Sandang

Kelompok sandang di Kota Tanjung Pinang pada triwulan III 2008 mengalami penurunan harga sebesar 1,79% (qtq). Penurunan harga terbesar dialami oleh sub kelompok barang pribadi dan sandang lain yang mengalami deflasi sebesar 5,51% (qtq) diikuti oleh sub kelompok sandang anak-anak yang mengalami deflasi sebesar 0,05%. Sementara itu dua sub kelompok lainnya justru mengalami inflasi. Sub kelompok sandang laki-laki mengalami inflasi sebesar 0,49% (qtq) dan sub kelompok sandang wanita mengalami kenaikan harga sebesar 0,02% dibandingkan triwulan sebelumnya.

2.2.3.5. Kelompok Kesehatan

Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 2,01% (qtq) yang berasal dari sub kelompok jasa perawatan jasmani yang mengalami inflasi sebesar 4,82% (qtq) dan sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika dengan angka inflasi sebesar 1,29% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa kesehatan pada triwulan III 2008 tidak mengalami perubahan harga. Sub kelompok obat-obatan di Kota Tanjung Pinang pada triwulan laporan justru mengalami penurunan harga dengan angka deflasi sebesar 0,06% (qtq).

2.2.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan III 2008 mengalami kenaikan harga sebesar 6,20% (qtq). Sub kelompok yang mengalami kenaikan harga tertinggi pada triwulan laporan adalah sub kelompok perlengkapan/peralatan pendidikan yang mengalami inflasi sebesar 8,82% (qtq). Sedangkan sub kelompok jasa pendidikan dan rekreasi masing-masing mengalami inflasi sebesar 8,06% (qtq) dan 4,42% (qtq). Sementara itu sub kelompok kursus-kursus dan sub kelompok olahraga pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga terhadap triwulan sebelumnya.

2.2.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan III 2008 mengalami inflasi sebesar 0,78% (qtq) yang berasal dari inflasi sub kelompok jasa keuangan yang mengalami sebesar 5,87% (qtq) yang diikuti oleh sub kelompok komunikasi dan pengiriman yang mengalami inflasi sebesar 1,00% (qtq) dan sub kelompok transportasi

(34)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

39

dengan angka inflasi sebesar 0,72% (qtq). Pada triwulan III 2008 sub kelompok sarana penunjang transportasi tidak mengalami perubahan harga.

(35)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

40

BAB 3

PERKEMBANGAN PERBANKAN NASIONAL

   

3.1. KONDISI UMUM

Kondisi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan III 2008 menunjukkan peningkatan yang cukup stabil terhadap periode sebelumnya. Beberapa indikator-indikator perbankan, seperti total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit oleh perbankan terus mengalami pertumbuhan.

Total asset, DPK dan total kredit yang diberikan oleh perbankan (bank umum dan BPR) di Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan trend peningkatan jika dibanding triwulan II 2008. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi. Total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan III 2008 tercatat sebesar Rp18,38 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp986,52 miliar (5,67%) dibandingkan triwulan II 2008. Sedangkan secara tahunan total asset perbankan mengalami peningkatan Rp1,93 triliun (11,75%) dibandingkan posisi yang sama tahun 2007.

Sementara itu, total DPK yang berhasil dihimpun oleh perbankan di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan triwulan III 2008 tercatat sebesar Rp15,01 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp434,10 miliar (2,98%) dibandingkan triwulan sebelumnya. DPK

Grafik. 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan

(36)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

41

perbankan mengalami peningkatan sebesar Rp1,05 triliun (7,54%) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp13,96 triliun.

Penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Pada triwulan III 2008, penyaluran kredit di Provinsi Kepulauan Riau oleh perbankan tercatat sebesar Rp10,48 triliun atau mengalami kenaikan sebesar Rp729,81 miliar (7,48%) dibandingkan triwulan II 2008 yang tercatat sebesar Rp9,75 triliun. Secara tahunan penyaluran kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan sebesar Rp2,41 triliun (29,82%) dibandingkan triwulan III 2007 yang tercatat sebesar Rp8,07 triliun.

Peningkatan kredit yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan DPK tersebut menyebabkan kenaikan tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di Provinsi Kepulauan Riau. Jika pada triwulan II 2008 LDR perbankan tercatat sebesar 66,91%, maka pada triwulan III 2008 LDR perbankan tercatat sebesar 69,83%. Tingkat LDR tersebut juga lebih tinggi dibandingkan posisi yang sama pada tahun 2007 yang tercatat sebesar 57,85%. Peningkatan LDR ini menunjukkan bahwa fungsi intermediasi yang dilakukan oleh perbankan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau sudah cukup optimal.

3.2. TOTAL ASSET BANK UMUM

Kondisi industri perbankan menunjukkan pertumbuhan, seperti tercermin pada pertumbuhan total asset bank umum yang berada di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam yang didukung oleh pertumbuhan aktiva produktif, termasuk kredit. Jumlah jaringan kantor cabang bank umum di wilayah Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebanyak 45 kantor cabang pada triwulan III 2008, tidak mengalami pertambahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Grafik 3.2. Perkembangan Total Asset, Kredit,  DPK Bank Umum 

Grafik 3.3. Perkembangan LDR dan NPL’s  Bank Umum 

(37)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

42

Sampai dengan triwulan triwulan III 2008, total asset bank umum mencapai Rp.17,60 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp8901,79 miliar (4,01%) dibanding triwulan II 2008 yang tercatat sebesar Rp. 16,71 triliun, sedangkan secara tahunan terdapat peningkatan sebesar Rp.1,75 triliun (11,03%) terhadap triwulan yang sama di tahun sebelumnya.

TABEL 3.1 – PERKEMBANGAN INDIKATOR BANK UMUM

(juta rupiah) Indikator Periode 2007 2008 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2 Tw.3 1. Jaringan BU 44 44 45 45 45 a. Batam 28 28 29 29 29 b. Tj. Pinang 13 13 13 13 13 c. Karimun 2 2 2 2 2 d. Natuna 1 1 1 1 1 2. Total Asset 15.851.731 16.000.135 16.065.809 16.709.890 17.600.675 a. Batam 11.155.797 11.404.510 11.821.641 12.319.472 12.891.294 b. Tj. Pinang 3.897.759 3.787.352 3.586.531 3.619.643 3.830.760 c. Dati II lain 798.175 492.979 657.637 770.775 878.621 3. Total DPK 13.497.036 13.586.189 13.442.509 14.071.918 14.446.343 a. Batam 8.951.957 9.210.896 9.389.470 9.873.065 9.966.579 b. Tj. Pinang 3.726.971 3.597.598 3.421.781 3.442.043 3.609.408 c. Dati II lain 818.108 101.417 631.258 756.810 870.356 4. Total Kredit 7.726.078 8.215.755 8.583.889 9.291.399 9.944.195 a. Batam 6.374.627 6.817.304 7.100.350 7.623.089 8.139.988 b. Tj. Pinang 1.111.212 1.139.982 1.193.191 1.319.883 1.423.511 c. Dati II lain 240.239 185.294 290.348 348.427 380.696 5. LDR (%) 57,24 60,47 63,86 66,03 68,84 a. Batam 71,21 74,01 75,62 77,21 81,67 b. Tj. Pinang 29,82 31,69 34,87 38,35 39,44 c. Karimun 35,16 38,24 41,57 41,65 39,89 d. Natuna 20,58 24,96 62,4 59,59 54,34 6. NPLs (%) 3,47 2,6 1,57 2,33 2,94 a. Batam 3,16 2,37 1,4 2,14 2,96 b. Tj. Pinang 5,18 3,72 2,93 3,21 2,64 c. Karimun 8,48 5,43 0,57 4,84 5,29 d. Natuna 0,06 0 0 0 0

Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan Dati II, kegiatan bank umum masih terkonsentrasi di Kota Batam, dimana jumlah total asset bank umum sebagian besar masih tetap terhimpun di Kota Batam. Total

asset bank umum yang ada di Kota Batam pada triwulan III 2008 sebesar Rp.12,89 triliun atau

73,24% dari seluruh total asset bank umum di Kepulauan Riau. Sedangkan total asset yang berhasil dihimpun oleh bank umum di Tanjung Pinang sebesar Rp.3,83 triliun atau 21,76%

(38)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

43

dari seluruh total asset perbankan di Kepulauan Riau. Sementara itu total asset perbankan di wilayah Kepulauan Riau (Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun, dan Natuna) sebesar Rp.878 miliar (4,99%).

Total asset perbankan di Kota Batam mengalami peningkatan sebesar Rp571 miliar (4,64%) secara triwulanan (qtq) sedangkan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar Rp1,74 triliun (15,57%). Sedangkan untuk total asset perbankan di wilayah Kota Tanjung Pinang mengalami peningkatan sebesar Rp211 miliar (5,83%) namun secara tahunan total asset bank umum penurunan sebesar Rp66,99 miliar (1,72%). Untuk perbankan di wilayah Kepulauan Riau yang meliputi Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun dan Natuna, total asset perbankan di wilayah tersebut mengalami peningkatan secara triwulanan sebesar Rp107,85 miliar (13,99%) sedangkan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar Rp80,45 miliar (10,08%).

3.3

DANA PIHAK KETIGA BANK UMUM

Pada triwulan III 2008, jumlah dana masyarakat yang dihimpun oleh bank umum mengalami peningkatan. Pada triwulan III 2008 jumlah dana masyarakat mencapai Rp14,46 triliun atau meningkat sebesar Rp374,43 milyar (2,66%) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp14,07 triliun.

Peningkatan DPK bank umum pada triwulan III 2008 sebagian besar disumbangkan oleh peningkatan simpanan dalam bentuk deposito yang naik Rp210,52 miliar (7,35%) sehingga tercatat sebesar Rp3,07 triliun. Namun secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito justru mengalami penurunan sebesar Rp58,51 miliar (1,87%). Sedangkan simpanan dalam bentuk tabungan mengalami peningkatan sebesar Rp169,63 miliar (3,24%). Secara tahunan, simpanan dalam bentuk tabungan juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tabungan yang dihimpun oleh bank umum sampai dengan triwulan III mengalami

Grafik 3.4. Share Asset Bank Umum Grafik 3.5. Perkembangan Asset Bank Umum 

(39)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

44

peningkatan sebesar Rp1,12 triliun (25,78%). Sementara itu simpanan dalam bentuk giro turun sebesar Rp5,73 miliar (0,10%) terhadap triwulan sebelumnya. Secara tahunan simpanan dalam bentuk giro juga mengalami penurunan sebesar Rp101,53 miliar (1,67%).

Secara nominal porsi simpanan giro masih merupakan jenis simpanan terbesar (41,26%) diantara dua jenis simpanan lain. Porsi simpanan jenis tabungan tercatat sebesar Rp5,41 triliun (37,47%). Sedangkan simpanan dalam bentuk deposito tercatat sebesar Rp3,07 triliun (21,27%). Dominasi sektor industri dan sektor perdagangan pada perekonomian Kota Batam turut mempengaruhi jenis transaksi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau. Kebutuhan masyarakat akan dana likuid serta transaksi ekonomi yang membutuhkan waktu singkat menyebabkan simpanan berbentuk giro memiliki porsi terbesar terhadap total simpanan masyarakat di perbankan.

3.4

KREDIT BANK UMUM

Jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam pada triwulan III 2008 tercatat sebesar Rp9,94 triliun meningkat sebesar Rp652,79 miliar atau tumbuh sebesar 7,03% dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan jumlah kredit dan penurunan DPK mengakibatkan tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) bank umum di Provinsi Kepulauan Riau meningkat menjadi 68,84% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 66,03%.

Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang disalurkan di wilayah kerja KBI Batam sebagian besar digunakan untuk kredit konsumsi sebesar Rp4,04 triliun atau 40,64% dari total kredit yang diberikan. Sedangkan kredit untuk modal kerja dan investasi masing-masing sebesar Rp3,57 triliun (35,93%) dan Rp2,33 triliun (23,44%).

Sumber : Bank Indonesia 

(40)

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan III ‐ 2008 

45

Dari segi pertumbuhan, peningkatan jumlah kredit terbesar pada triwulan III 2008 terdapat pada kredit untuk konsumsi yang meningkat sebesar Rp335,57 miliar (9,06%) terhadap triwulan II 2008. Secara tahunan kredit konsumsi bank umum mengalami peningkatan sebesar Rp1,04 triliun (34,83%). Sementara itu kredit konsumsi modal kerja secara triwulanan meningkat sebesar Rp231,95 miliar (6,94%). Secara tahunan kredit modal kerja mengalami peningkatan sebesar Rp916,32 miliar (34,50%). Sedangkan kredit investasi meningkat sebesar Rp85,28 miliar (3,80%), secara tahunan kredit investasi mengalami peningkatan sebesar Rp257,97 miliar (12,45%).

NPL bank umum di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan III 2008 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya meskipun demikian masih berada di bawah persyaratan Bank Indonesia sebesar 5%. NPL bank umum meningkat dari 2,33% pada triwulan II 2008 menjadi 2,94% pada triwulan laporan. Secara nominal NPL bank umum juga mengalami penurunan sebesar Rp.6,05 miliar.

3.5. BANK PERKREDITAN RAKYAT

Sebagai daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, Provinsi Kepulauan Riau menarik minat investor untuk menanamkan modalnya untuk diinvestasikan pada bisnis perbankan, khususnya BPR. Adapun alasan investor tersebut karena bisnis BPR tidak terlalu membutuhkan modal besar dan proses pendiriannya tidak terlalu rumit.

Sampai dengan triwulan III 2008 jumlah kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tercatat ada 19 kantor BPR dan 3 (tiga) kantor cabang BPR atau terjadi penambahan 4 (empat) BPR dan 1 (satu) kantor cabang BPR dibandingkan triwulan II 2008. Perkembangan BPR yang sudah

Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Jenis 

Penggunaan Bank Umum  Grafik 3.9. Kredit Jenis Penggunaan  Bank Umum 

Gambar

Grafik 1.12 – Perkemb.Nilai Investasi PMA Grafik 1.13 – Perkemb.Proyek Investasi PMA
Tabel 1.4 – Pertumbuhan Ekonomi Singapura  Grafik 1.18 - Ekspor Batam &amp; Nasional ke Singapura
Grafik 1.19 – Pertumbuhan Sektoral Tw.II &amp; Tw.III-2008 (y-o-y)
Grafik 1.20 – Pertumbuhan Sub-Sektor Industri  Pengolahan Tw.II &amp; Tw.III-2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan meningkatnya nilai CBR maka berpengaruh pada pengujian sifat-sifat fisis tanah asli yaitu semakin banyak penambahan additive maka berat jenis tanah

Oleh sebab itu penulis mencoba melakukan pengukuran kelelahan kerja menggunakan metode BOURDON WIERSMA di PT Semen Baturaja Palembang bagian CCR, dimana pekerjaan

Metode perhitungan cawan adalah metode perhitungan secara tidak langsung yang didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu

Pada saat haid beberapa perempuan mengalami dismenore yaitu perasaan nyeri pada saat haid yang biasanya dialami oleh remaja yang baru mengalami menstruasi pertama.. Dismenore

Dari hasil penelitian juga dilakukan oleh Erlonnofis (2011) dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe cooperatife integrated reading and composition (CIRC) pada

Phillip Hitti mengomentari penemuan-penemuan fundamental Al Battani dalam bidang astronomi dengan pernyataannya, “Dia (Al Battani) melakukan perubahan dalam karya Ptolomeus

Dari beberapa mengenai apesiasi karya seni rupa diatas, dapat disimpulkan bahwa apresiasi karya seni rupa adalah kecenderungan untuk memiliki sikap dan

Objek ini memiliki bentuk bentang lebar yang bergerak untuk mendukung bentuk bentang lebar bergerak, untuk mendukung bentuk bentang lebar yang bergerak tersebut di