• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUS T A I N A B L E E C O D E V E L O P M E N T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUS T A I N A B L E E C O D E V E L O P M E N T"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN: 2337-7313

Jurnal Universitas Pembangunan Jaya

W i dya

k ala

#1

Volume 1 Maret 2014

S U S T A I N A B L E

E C O D E V E L O P M E N T

PENGOLAHAN MATERIAL BAMBU DENGAN MENGGUNAKAN 1 TEKNIK LAMINASI DAN BENDING UNTUK PRODUK FURNITURE

Hari Nugraha, M.Ds

Universitas Pembangunan Jaya

10 Seber apa SuStainable-K ah Kita? Menilik Perumahan Lapak Pemulung di Jurangmangu, Bintaro

Eka Permanasari, S.T., PhD Aldyfra. L. Lukman, S.T., M.T Aninda Moezier, S.T., M.T. Sahid, S.T., M.T

Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

Universitas Pembangunan Jaya

POTENSI PEMBUATAN PRODUK KEMASAN R AMAH LING- 17 KUNGAN STUDI K ASUS KOTA BANDUNG

Pratiwi Kusumowardani, M.Ds

Universitas Pembangunan Jaya

PERANAN TABLET DALAM IMPLEMENTASI PAPERLESS OFFICE 25 N. Nurul Q, S.Kom., M.T.I

Universitas Pembangunan Jaya

PER ANCANGAN ALGORITMA EFEK TIF UNTUK MENINGK AT- 33 K AN EFISIENSI ENERGI MENUJU GREEN COMPUTING

PRIo HANDoKo, M.T.I

Universitas Pembangunan Jaya

HUBUNGAN NASIONALISME DAN KEADIL AN SOSIAL DI 43 indoneSia: aK ar SoSio-hiStoriS, ortodoKSi, dan

PR AKSISNyA

Retor AW Kaligis

(2)
(3)

JURNAL

Widya

kala

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAyA

ISSN: 2337-7313

PENASEHAT

Presiden Universitas Pembangunan Jaya Ir. Edmund Sutisna, MBA.

PENGARAH

Rektor Universitas Pembangunan Jaya Prof. Ir. Gunawan Tjahjono, M.Arch., Ph.D.

KETUA DEWAN REDAKSI

Dalizanolo Hulu, SE, ME.

ANGGOTA DEWAN REDAKSI

Eka Permanasari, ST, Ph.D. Hari Nugraha, M.Ds. Dalizanolo Hulu, S.E., M.E. Budi Arifitama Syarifuddin, ST., MMSI.

Pratiwi Kusumowardani, M.Ds.

MITRA BESTARI

Prof. Ir. Gunawan Tjahjono, M.Arch., Ph.D.

(Universitas Pembangunan Jaya)

Prof. Dr. Ir. Emirhadi Suganda M.Sc.

(Universitas Pembangunan Jaya)

Prof. Mayling Oey-Gardiner M.A., Ph.D.

(Universitas Indonesia) (Universitas Pembangunan Jaya)

Ir. Biemo W. Soemardi, MSE., Ph.D.

(Institut Teknologi Bandung)

Wiryono Raharjo, M.Arch, Ph.D.

(Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta)

Iwan Tjitradjaja, Ph.D.

(Universitas Indonesia)

Ahmad Syarif, M.Sc, Ph.D.

(Institut Teknologi Bandung)

Dr.techn. Khabib Mustofa

(Universitas Gadjah Mada)

Dra. Ratna Djuita, Dipl. Psych.

(Universitas Indonesia)

DESAIN COVER DAN LAyOUT

Hari Nugraha, M.Ds.

ALAMAT REDAKSI

Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Pembangunan Jaya Jl. Boulevard Bintaro Sektor VII Bintaro Jaya, Tangerang Selatan 15224. Telp :

(021) 29045404 - Faks : (021) 29045423 Email : [email protected]

(4)

D A F T A R I S I

PENGOLAHAN MATERIAL BAMBU DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK

1

LAMINASI DAN BENDING UNTUK PRODUK FURNITURE

Hari Nugraha, M.Ds

Universitas Pembangunan Jaya

Seber apa SuStainable-K ah Kita?

Menilik Perumahan Lapak Pemulung di Jurangmangu, Bintaro

10

Eka Permanasari, S.T., PhD Aldyfra. L. Lukman, S.T., M.T Aninda Moezier, S.T., M.T. Sahid, S.T., M.T

Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

Universitas Pembangunan Jaya

POTENSI PEMBUATAN PRODUK KEMASAN R AMAH LINGKUNGAN

STUDI K ASUS KOTA BANDUNG

17

Pratiwi Kusumowardani, M.Ds

Universitas Pembangunan Jaya

PERANAN TABLET DALAM IMPLEMENTASI PAPERLESS OFFICE

25

N. Nurul Q, S.Kom., M.T.I

Universitas Pembangunan Jaya

PER ANCANGAN ALGORITMA EFEK TIF UNTUK MENINGK ATK AN

EFISIENSI ENERGI MENUJU GREEN COMPUTING

33

PRIo HANDoKo, M.T.I

Universitas Pembangunan Jaya

HUBUNGAN NASIONALISME DAN KEADIL AN SOSIAL DI INDONESIA:

aK ar SoSio-hiStoriS, ortodoKSi, dan pr aKSiSnya

43

Retor AW Kaligis

(5)

PENGANTAR

Sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi, Universitas Pembangunan Jaya (UPJ) wajib mengem- ban Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Salah satu wujud pemenuhan kewajiban itu adalah menerbitkan hasil kegiatan yang terkait dengan Tri Dharma tersebut sebagai tanggungjawab terhadap umum yang memercayakan kehadiran UPJ. Penerbitan yang terkait dengan kegiatan ilmiah hadir untuk memberitahu ke khalayak apa saja yang dihasilkan selama menyelenggarakan kegiatan penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Widyakala adalah nama yang kami pilih untuk memenuhi panggilan. Dengan ini pula kami beritahu kepada segenap perguruan tinggi dan umum di Indonesia serta dunia akan kelahiran suatu berkala yang lazim dikenal sebagai jurnal ini. Kita tahu dalam bahasa Indonesia kala itu berarti waktu se- dangkan widya adalah ilmu. Menghargai waktu dengan mewaktukan kegiatan mewarnai kehidu- pan kita. Kegiatan ilmiah yang menandai waktu secara teratur ini perlu UPJ jadikan tekad dalam memenuhi kewajiban dan tanggung-jawabnya kepada masyarakat luas. UPJ memilih menerbitkan berkala ini untuk sementara sampai tiba kala tiap program studi mampu menerbitkannya. Saat ini di lingkungan UPJ Program Studi Manajemen telah memulai kegiatan yang sama, bahkan mendahului Widyakala ini.

Berkat ketekunan regu Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat UPJ, Widyakala hadir dengan edisi perdananya yang mengusung tema Sustainable Eco Development (SED) atau pembangunan berkelanjutan yang berdasarkan lingkungan hidup. SED adalah salah satu pilar dalam pola ilmiah pokok UPJ. Liberal Art (LA) dan Entrepreneurship (E) merupakan dua pilar lain yang menjadi inti pemberi jiwa pada pendidikan di UPJ. Nomor ini terkait dengan SED yang memuat karya selain para pendidik UPJ juga rekan sejawat mereka dari perguruan tinggi lain. SED juga mampu mewar- nai segenap program studi karena kehadirannya dalam kehidupan kita semua.

Kita semua merasakan betapa lingkungan hidup memengaruhi kehidupan manusia dan tindakan tak mengorbankan kepentingan generasi lanjut telah menjadi kesepakatan dunia untuk kegiatan pembangunan. Dalam paham pembangunan ke- berlanjutan berdasarkan lingkungan ini ada tiga unsur utama yang saling berantartindak dengan giat; yaitu ekologi, ekonomi dan ekuiti (kesetaraan) sosial. Di nomor perdana ini kami turunkan enam tulisan yang mencakup ketiga unsur tersebut. Hari Nugraha membuka nomor ini dengan hasil penelitiannya terhadap bambu. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa bambu merupakan suatu bahan membuat produk yang paling cepat tumbuh, kuat, dan ramah lingkungan. Penulisan tentang bambu sudah cukup banyak, namun pe- nelitian Hari ini adalah daya pelengkungan bambu yang jika berahsil dikembangkan akan memberi peluang amat banyak dalam pembuatan perabot rumah tangga. Perabot sudah menjadi piranti yang tak dapat kita tinggalkan dalam kehidupan. Sementara itu kayu semakin sulit dipanen karena banyak yang dilindungi agar tak dipanen. Melalui percobaan di laboratorium Hari berahsil mengem- bangkan daya lengkung bambu yang dilaminasi se-

hingga membuka kemungkinan luas bagi pemaka- iannya.

Sampah tetap merupakan suatu permasalahan perkotaan yang belum terselesaikan. Pemulung adalah mereka yang membantu mengurai sampah di lapaknya. Lalu bagaimana perumahan para pe- mulung yang selama ini terpinggirkan dalam ke- hidupan kota? Eka Permanasari dan kawan-kawan menurunkan hasil penelitian mereka terhadap perumahan pemulung di Jurangmangu Bintaro. Tulisan mereka mengungkap suatu gaya hidup di dalam rumah yang menggunakan bahan bangunan dari barang bekas. Hunian mereka menimbulkan masalah kesehatan, meski hanya merupakan tem- pat singgah yang bersifat senantiasa siap diganti. Tulisan ini menantang kita untuk berpikir lebih jauh tentang golongan yang membantu pendau- rulangan sampah di tengah perumahan penduduk berizin tinggal namun menghadapi tingkat kritis kesehatan di hunian tanpa izin resmi.

Salah satu unsur pembangunan berkelanjutan ada- lah equiti sosial. Equiti adalah kesetaraan dalam hubungan yang jika ditata dengan baik akan mem- bentuk masyarakat adil dan inklusif. Kebangsaan

(6)

suatu negara akan utuh jika keadilan sosial ter- pelihara dengan baik sehingga kehidupan ber- masyarakat selaras. Retor AW Kaligus menelusuri akar sosio-historis, keortodoksan dan praksis ten- tang hubungan nasionalisme dan keadlilan sosial di Indonesia menyambung tulisan tentang kehidupan pemulung. Tulisan ini mengungkit kesadaran kita tentang betapa penting untuk meningkatkan na- sionalisme di negara ini. Dalam kaitan itu keadilan sosial perlu menjadikan suatu kerja nyata, bukan wacana. Tanpa kerja nyata menuju keadilan so- sial, keberlanjutan kehidupan bersama akan kritis. Dengan demikian pembangunan perlu menyentuh peningkatan kerja nyata demi keadilan sosial agar bangsa majemuk ini berlanjut.

Perancang mengubah keadaan dari fakta semula menjadi fakta baru. Kehidupan kita kini sarat den- gan hasil perancangan dan peran perancangan yang baik membingkai ruang kehidupan. Oleh sebab itu perancangan yang baik mampu mening- katkan mutu kehidupan. Tentu perancangan yang baik amat mementingkan lingkungan hidup. Hasil rancangan yang baik dapat saja suatu waktu tak di- pakai lagi dan dibuang. Dalam kaitan ini Pratiwi Kusumowardani meneliti kemungkinan membuat kemasan yang ramah lingkungan dengan lokasi Bandung, suatu kota yang masih bergelut dengan permasalahan sampahnya. Kemasan adalah suatu benda yang sering dibuang begitu isi kemasan- nya dikeluarkan. Pendaurulangan bahan, terutama kertas koran tampaknya merupakan suatu pilihan. Pratiwi mengemukakan kelemahan pendaurulan- gan kertas yang dapat menurun mutu hasilnya. Kemasan lentur menjadi kemungkinan yang dapat dicoba meski bahan yang terlibat lebih majemuk dan memerlukan spesifikasi tertentu.

Kehadiran komputer tablet telah mengubah cara masyarakat penggemar teknologi canggih. Apakah dengan komputer tablet, suatu bentuk kantor tan- pa kertas akan terwujud? Topik ini diangkat oleh N.Nurul dalam tulisannya di nomor ini. mengubah kebiasaan adalah tantangna utama perwujudan kantor tanpa kertas. Nurul menelusuri isu terse- but yang ternyata telah marak diungkapkan para ilmuwan 30 tahun yang lalu. Kenyataannya bahwa pemakaian kertas yang semakin meningkat me- narik perhatian peneliti dunia karena hal itu meru- pakan suatu paradoks. Komputer tablet memiliki kemampuan mengubah cara membaca berurut ke membaca konsentrasi namun hal itu juga merupa- kan suatu tantangan karena budaya yang telah akr- ab itu membutuhkan waktu untuk beralih. Selain itu hanya dengan keterpaduan menyeluruh jejaring suatu wujud kantor tanpa kertas bakal hadir. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ikut menyumbang emisi carbon sehingga bagi merka yang peduli akan keadaan itu cemas. Piranti keras dan lunak menyumbang 2-3% gas rumah kaca meski secara persentasi nisbi rendah jika dibandingkan dengan emisi bidang konstruksi, tetap saja merupakan ancaman. Tindakan pengu-

rangan emisi melalui bidang ini tetap menjadi ke- wajiban moral dalam pembangunan berkelanjutan yang berdasarkan lingkungan hidup. Prio Handoko mengangkat masalah ini dalam tulisannya di no- mor ini. Bagi Prio, penerapan algoritma berperan kunci dalam penyumbangan emisi gas rumah kaca. Dia mengusulkan suatu cara untuk mengurangi emisi melalui TIK, yaitu dengan penerapan algo- ritma efektif dan efisien. Dia berargumen bahwa dengan pemakaian TIK yang meningkat, sumban- gan emisi akan meningkat, dan dalam prakiraannya dapat mencapai tiga dan empat kali keadaan seka- rang. Oleh sebab itu perancangan pola letak piranti itu dapat membantu mengurangi emisi.

Kami mengharapkan pembaca dapat menyimak tuisan-tuisan di nomor perdana ini. kami juga bertekad meneruskan penrebitan Widyakala yang menganut tata olah referi ini.

Prof. Ir. Gunawan Tjahjono, M.Arch., Ph.D

(7)

PENGOL AHAN MATERIAL BAMBU DENGAN

MENGGUNAK AN TEKNIK L AMINASI DAN

BENDING UNTUK PRODUK FURNITURE

Oleh: Hari Nugraha, M.Ds

ABSTRAK

Bambu adalah sebuah material alternatif dari kayu yang banyak digunakan untuk pembuatan fur- niture. Dengan menggunakan rotan sebagai tali pengikat untuk sambungan, bambu dapat dibentuk

menjadi furniture dengan nilai estetik. Penelitian ini meneliti cara baru dalam pemprosesan furniture

yang terbuat dari bambu. Metode yang digunakan adalah teknik laminasi yang digunakan untuk mem- buat balok atau papan bambu dan teknik penguap bertekanan untuk proses penekukan. Keluaran dari

penelitian ini yaitu dua teknik yang inovatif untuk pemprosesan bambu secara modern. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh khalayak umum dan usaha kecil yang berkecimpung dalam industri kerajinan

bambu.

ABSTRACT

Bamboo as an alternative material besides timber has been widely used for furniture. With the use of rattan as the rope to make joints, bamboo can be shaped as furniture with aesthetic value. This research investigates a new way in processing bamboo furniture. The method uses the laminating technique in processing bamboo to become bamboo block or board and the pressured steam technique in bending them. The use of these two innovative techniques is aimed to find a modern method in processing bamboo. The outcome of this research can be used by general public and small business enterprise in bamboo crafts.

1. TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

1.1. JENIS BAMBU

Untuk menentukan jenis bamboo yang akan diteliti untuk melakukan eksperimen proses laminasi dan

bending bamboo, mengacu kepada data-data yang

telah dikumpulkan yaitu dari sumber pustaka : KOLEKSI JENIS-JENIS BAMBU PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HU- TAN DAN KONSERVASI ALAM BOGOR DI STASIUN PENELITIAN HUTAN ARCAMAN- IK, BANDUNG

oleh : Sutiyono

Berikut ini jenis-jenis bamboo berdasarkan sumber pustaka tersebut :

a. Bambusa arundinaceae (Retz.) Willd.

Bambu ini berasal dari Thailand, nama lain yaitu

bambu duri, haur cucuk, bambu duri liar, ciri fisik percabangan dimulai dari buku paling bawah, pada ketiak ranting dengan cabang terdapat duri, pelepah batang bermiang lebat, warna gelap, tidak mudah gugur dan tanpa kuping pelepah daun. Rumpun rapat 8 batang/m. Tinggi batang dapat mencapai 12 m dengan diameter 11 cm.

Daerah penyebaran, Sumbawa (NTB), Gowa, (Sulawesi Selatan).

Penggunaan bamboo jenis ini yaitu batang untuk bahan bangunan oleh penduduk setempat, anyaman, kertas, sumpit. Rebung dapat digunakan sebagai sayuran.

b. Bambusa vulgaris.

Nama lokal yaitu haor koning (Sunda), pring ampel (Jawa), Penyebaran alami : Sumatera, Jawa,

(8)

Madura, Bali, Lombok, Sumbawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya.

Ciri fisik yaitu batang berwarna hijau, rumpun bamboo berjarang 4 batang/m, tinggi dapat mencapai 10 m dengan lingkar diameter luar 9 cm. Bambu jenis ini ada 2 yaitu yang berwarna batang hijau muda dengan bentuk fisik batang bamboo lurus dan jenis ke 2 yaitu batangnya tumbuh membengkok/melengkung.

Pemanfaatan bamboo untik pembuatan anyaman, kertas, partikel board, dan furniture.

c. Bambusa maculata Widjaja

Nama lokal : Awi totol (Sunda), pring tutul, pring loreng (Jawa) Daerah penyebaran yaitu Sumatera, Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumbawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya.

Ciri fisik batang bamboo berwarna hijau tua, dan pada batang bagian pangkal muncul sedikit garis- garis kuning, tumbuh tegak lurus, tinggi batang mencapai 9 meter dan diameter lingkar pangkal 9 cm, bagian percabangan dimulai dari bagian buku tengah, cabang ranting bamboo pendek dan tidak panjang. Pemanfaatan batang bamboo untuk pembuatan anyaman, kertas, partikel board,

furniture.

d. Dendrocalamus asper

Nama daerah : trieng betong (Aceh), oloh otong (Gayo), bulu botung (Batak), lewuo guru (Nias), bambu batueng (Minangkabau), pering betung (Lam-pung) awi bitung (Sunda), pring petung, deling petung, jajang petung (Jawa), pereng petong (Madura), tiing petung (Bali), au petung (Solor), bulo patung (Sangihe).

Ciri fisik bambu yaitu berbatang besar dengan diameter pangkal batang dapat mencapai 26 cm dan tinggi batang > 25 meter, dibagian buku ruas ke 1 - 11 terdapat lingkaran akar yang sangat menonjol, memiliki daun lebar, percabangan yang menonjol pada buku ke 8-10. Terdapat 3 jenis warna batang bamboo yaitu jenis petung coklat, petung hijau, petung kuning.

e. Gigantochloa atroviolaceae Widjaja

Nama daerah : bambu hitam (Sumatera), awi hideung (Sunda), pring wulung (Jawa). Ciri fisik batang bamboo berwarna hitam sampai hitam keungunan. Bambu jenis ini ada juga yang memiliki warna hitam/ungu bercampur dengan warna hijau. Ruas-ruas bamboo sedikit membengkok pada buku. Kerapatan rumpun bamboo tergolong jarang 2 batang/m. Tinggi batang bambu mencapai 12 meter dengan lingkaran diameter 11 cm. Daerah penyebaran di Indonesia yaitu Sumatera, Jawa. Batang bamboo dimanfaatkan untuk bahan bangunan, anyaman, lokal furniture, alat angklung (kesenian Sunda), papan serat semen,

f. Gigantochloa atter (Hask.) Kurz.

Nama daerah : bambu ater, awi ater , awi temen (Sunda), pring legi, pring jawa, pring benel (Jawa), tiying jawa, bambu jawa (Bali), air santong (Lombok, Sumbawa). Ciri fisik yaitu batang berwarna hijau muda ke hijau tua, ruas-ruas sedikit membengkok pada buku. P ercabangan dimulai dari buku bagian tengah sampai ujung. Kerapatan rumpun agak rapat, 5 batang/m. Tinggi batang mencapai hingga 12 meter dengan lingkaran diameter luar 11 cm. Pemanfaatan bamboo untuk bahan bangunan, papan serat semen, anyaman, kertas, sumpit; Rebung : rasa manis sehingga dapat digunakan sebagai sayuran. g. Sifat dan Karakteristik Bambu.

Menurut Dransfield dan Widjaja (1995) kolom yang terdapat pada batang bamboo terdiri dari 50% parenkim, 40% serat dan 10% sel penghubung (pembuluh dan sieve tube). Untuk pengolahan sebuah produk dengan menggunakan material

bamboo, harus diketahui terlebih dahulu sifat fisis

dan sifat mekanis dari material bamboo yang akan digunakan. Ginoga (1977) menjelaskan bahwa beberapa aspek tertentu dapat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis dari material bamboo yaitu seperti umur bamboo, posisi ketinggian tumbuh batang

bamboo, diameter bamboo, ketebalan daging bamboo,

posisi beban (pada buku atau ruas), posisi radial batang bamboo dan kadar air yang terdapat pada bagian batang bamboo.

Daya tahan bamboo terhadap kondisi alam masih menjadi kendala untuk pemanfaatan aplikasi material bamboo untuk produk fungsional. Serangan rayap yang menyebabkan daging bamboo menjadi bubuk merupakan salah satu kelemahan yang dimiliki oleh material bamboo, untuk aplikasi produk seperti untuk produk furniture pemilihan material bamboo harus diambil dari jenis bamboo yang relatif tahan terhadap serangan rayap bubuk, dari hasil penelitian Jasni dan Sumarni (1999) bamboo atter (Gigantochloa Atter) dan bamboo Apus/Tali (Gigantochloa Apus) relatif tahan terhadap serangan rayap bubuk, sehingga sesuai untuk digunakan sebagai bahan dasar untuk produk pakai fungsional seperti untuk produk furniture.

1.2 TEKNOLOGI PRODUKSI BAMBU LAMINASI

1.2.1. TEKNOLOGI PRODUKSI BAMBU

LAMINASI OLEH LITBANG UPT BPP BIOMATERIAL LIPI

Litbang UPT BPP biomaterial LIPI mengembangkan pengolahan material bamboo yang diberi nama Bambu Komposit. Pengembangan material tersebut dimaksudkan untuk menjadi material alternatif pengganti kayu.

(9)

Proses pembuatan bamboo komposit atau secara umum dikenal dengan laminasi bamboo, diproses dengan cara membentuk batang bamboo menjadi potongan pipih kemudian disatukan dan dibentuk menjadi balok atau papan kemudian diberikan bahan perekat dan dipres. Dari hasil penelitian Litbang UPT BPP biomaterial LIPI Kekuatan bambu komposit untuk uji bending strength sangat baik dan dapat melebihi kayu jati.

Dengan perekat phenol formaldehida atau isocyanate, papan atau balok bambu komposit dapat digunakan sebagai bahan bangunan di luar ruangan (outdoor) seperti rumah kebun, pagar halaman, dinding penyekat jalan tol, jembatan, dan lain-lain. Sedangkan dengan perekat urea formaldehida, papan atau balok bambu komposit dapat digunakan untuk bahan bangunan di dalam ruangan (indoor), seperti dinding rumah, pintu, mebel, dan lain-lain. Papan bambu komposit ini dapat dikembangkan untuk berbagai produk dengan spesifikasi teknis (dimensi, kerapatan), bentuk, tujuan pemakaian (indoor atau outdoor) dan kegunaan sesuai dengan permintaan.

Berikut ini tabel data hasil pengujian bamboo komposit yang dilakukan oleh Litbang UPT BPP biomaterial LIPI :

No Sifat yang diuji Papan bambu PF

1. Kadar air (%) 12.33 2. Kerapatan (g/cm3 ) 0.72 3. Pengembangan tebal (%) 6.75 4. Penyerapan air (%) 37.12 5. Internal bond (kg/cm2 ) 4.96 6. Screw withdrawal (kg/cm2) 40.93

( Tabel 1 hasil pengujian bamboo komposit oleh Litbang UPT BPP biomaterial LIPI )

1.2.2. TEKNOLOGI PRODUKSI BAMBU LAMI- NASI OLEH SULASTININGSIH

Hasil penelitian yang dilakukan oleh I.M. Sulastiningsih dengan judul :

BEBERAPA SIFAT BAMBU LAMINA YANG TERBUAT DARI TIGA JENIS BAMBU

(Some Properties of Laminated Bamboo Board made from Three Bamboo Species)

Berikut ini kutipan dari Abstrak hasil penelitian tersebut :

“Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan penggunaan bambu lamina sebagai bahan substitusi kayu, khususnya mengetahui pengaruh jenis bambu terhadap sifat bambu lamina yang direkat dengan urea formaldehida. Bambu yang digunakan dalam penelitian ini

adalah bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea), bambu mayan (Gigantochloa robusta) dan bambu tali (Gigantochloa apus) yang berasal dari tanaman rakyat di Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa sifat bambu lamina dipengaruhi oleh jenis bambu yang digunakan kecuali kadar air, keteguhan tekan sejajar serat dan keteguhan rekat. Kerapatan bambu lamina bervariasi antara 0,62 – 0,79 g/cm3. Bambu lamina dari bambu tali memiliki nilai keteguhan lentur tertinggi sedangkan bambu lamina dari bambu mayan memiliki keteguhan lentur terendah. Keteguhan rekat bambu lamina yang diuji dengan cara geser tekan bervariasi antara 67,03 – 86,19 kg/cm2 dan 54,43 – 62,94 kg/cm2 berturut- turut untuk uji kering dan uji basah. Sifat perekatan bambu lamina dari bambu andong, mayan dan tali cukup baik. Bambu lamina (3 lapis) masing-masing dari bambu andong, mayan dan tali setara dengan kayu kelas kuat II. Pembuatan bambu lamina secara teknis dapat dilakukan dan produk tersebut dapat digunakan sebagai bahan substitusi kayu.”

1.2.3. TEKNOLOGI PRODUKSI BAMBU

LAMINASI OLEH PROF. DR. IR. MoriSco (uGM)

Morisco pada tahun 2004 mengembangkan teknik laminasi bambu dalam bentuk papan dan balok sebagai material untuk pembuatan dinding, lantai, daun pintu, mebel dan kusen.

Gambar 1.3.3-2

Hasil Produk dari Material Balok Bambu Sumber : www.moriscobamboo.com

1.3. TEKNOLOGI PRODUKSI BAMBU TEKUK (bendinG)

1.3.1. TEKUK BAMBU DENGAN TEKNIK PEMANASAN

Teknik yang dapat diaplikasikan untuk membeng- kokkan batang bamboo adalah dengan cara me- manaskan pada area dibagian yang akan dibeng- kokkan, pemanasan permukaan batang bamboo dapat dilakukan dengan api gas atau api las, atau dapat dilakukan diatas kompor dan harus dilaku- kan secara hati-hati. Batang bamboo yang akan di bengkokkan /bending, dipanaskan di atas api sela- ma beberapa detik kemudian memutar batang bam-

boo tersebut dan segera lakukan proses bending atau

menekuk batang bamboo tersebut ke dalam bentuk yang diinginkan. Ketika bambu mendingin, ben- tuk permukaan batang bamboo yang telah ditekuk akan permanen pada posisinya.

(10)

hua, Jin OR akan tang anas Teknik Pembakaran (Roasting) oleh : Zhu Zhao Distinguished Fellow of INBAR for Life and Wei, Publications and Training

INTERNATIONAL NETWORK F BAMBOO AND RATTAN (INBAR)

Roasting adalah metode yang umum digun

di Cina untuk mengolah batang bambu, ba bambu yang diletakkan di atas api atau uap p bertujuan sebagai berikut:

- Melunakkan batang (serat) bamboo. - Mempercantik penampilan luar batang

bamboo dengan efek bakar.

- Mengurangi atau menghindari penyusutan produk jadi.

Metode ini dapat digunakan untuk meluruskan batang melengkung atau membentuk kurva dengan batang lurus.

Cara memanaskan batang bamboo yaitu dengan: pasir diisi dalam batang bamboo sebelum pemanasan, pasir di dalam batang mabu dapat mencegah dinding bambu untuk melebar dan pecah akibat panas yang tidak merata.

1.3.2. BENDING KAyU DENGAN TEKNIK UAP

Penelitian yang dilakukan oleh David Smith (2004) untuk melakukan proses bending pada material kayu menggunakan steam box, teknik ini memungkinkan bentuk dan ukuran material kayu yang bervariasi. Untuk ukuran material yang kecil, dapat menggunakan pipa PVC sebagai pengganti steam box. Jenis kayu yang paling baik untuk dilakukan proses bending dengan cara steam (penguapan) yaitu White Oak.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Achmad Supriadi and Osly Rachman untuk proses bending material kayu yaitu :

Hasil pelengkungan 5 jenis kayu yang telah diberi praperlakuan perendaman dengan larutan NaOH 3% menunjukkan bahwa kayu asam jawa termasuk baik, kayu marasi sedang, kayu balobo jelek, kayu kendal dan rasamala sangat jelek.

Praperlakuan sebelum kayu dilengkungkan dan jenis kayu berpengaruh nyata terhadap radius pelengkungan. Kayu yang diberi perlakuan awal perendaman dengan larutan NaOH 3% lebih mudah dilengkungkan dibandingkan dengan yang tidak direndam. Tidak ada perbedaan nyata radius pelengkungan antara kelima jenis kayu, kecuali antara kayu rasamala dengan keempat jenis kayu lainnya.

Analisis regresi antara sifat fisis kayu dengan radius pelengkungan menunjukkan tidak ada hubungan nyata antara kerapatan kayu dengan radius lengkung, sedangkan antara radius Radius lengkung (Bending radius), lengkung dengan pengembangan

Gambar 1.4.1-1

Memasukkan Pasir Ke Batang Bambu & Proses Tekuk, Sumber : INBAR

dimensi kayu menunjukkan hubungan yang sangat nyata dengan persamaan Y = 57,1963 - 2,6213 X dengan R2 = 0,26

2. ARAH PENELITIAN PROSES LAMINASI DAN BENDING BAMBU

Dari hasil data yang didapat dan berdasarkan penelitian sebelumnya yang pernah oleh Prof. Morisco dalam pengolahan material bamboo, kemudian dirumuskan untuk mencari sebuah alternatif teknik untuk pengolahan material bamboo, teknik pengolahan bamboo tersebut kemudian akan diuji dengan menggunakan metode eksperimental. Eksperimen yang akan dilakukan yaitu penerapan teknik laminasi bamboo dan proses bending (tekuk) material bamboo dengan menggunakan sistem

steam/uap bertekanan, dari hasil eksperiment

tersebut kemudian akan dilanjutkan ke proses desain untuk diaplikasikan menjadi sebuah produk pakai fungsional untuk produk furniture.

Berikut ini rincian tahapan penelitian yang akan dilakukan yaitu sebagai berikut :

a. Eksperimen dan Pra Desain :

• Pemilihan jenis bamboo yang akan digunakan untuk eksperimen.

• Proses laminasi bamboo untuk dibentuk men- jadi balok atau papan.

• Proses pembuatan moulding untuk bending

bamboo.

• Pembuatan tabung uap bertekanan.

• Proses eksperimen bending dengan teknik uap bertekanan.

• Analisis hasil eksperimen bending material (kekuatan material & kerapatan hasil lami nasi bamboo setelah dilakukan proses

bending)

b. Proses Desain

• Pembuatan gambar desain furniture bamboo (tempat duduk).

(11)

• Membuatan gambar kerja. • Pembuatan komponen furniture. • Perakitan komponen.

Arah penelitian dalam proses pembuatan lami- nasi dan bending bamboo ini yaitu menggunakan pendekatan kerja manual dengan memanfaatkan dan merekayasa peralatan kerja sederhana untuk melakukan peroses laminasi dan bending bamboo. Diharapkan, dengan peralatan kerja manual dan sederhana yang mudah untuk didapat tersebut ti- dak akan membebani dari aspek biaya investasi awal pengadaan alat bantu kerja untuk industri ke- cil furniture bamboo.

Peralatan manual yang digunakan untuk proses laminasi bamboo yaitu terdiri dari :

• Alat potong (gergaji). • Pisau raut atau golok.

• Klem untuk pres bilah bamboo.

• Balok kayu sebagai dudukan klem untuk pres bilah bamboo.

• Hampelas meter untuk menghaluskan permukaan bilah bamboo

Dengan merujuk hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, untuk sistem laminasi

bamboo memakai teknik seperti yang dilakukan

oleh Prof. Morisco dari UGM yaitu dengan cara membentuk balok bamboo dari susunan lembaran bilah bamboo yang sudah diratakan kemudian dilakukan proses laminasi dengan cara di pres. Untuk proses bending, teknik yang dilakukan yaitu mengadaptasi dari prinsip dasar bending balok kayu dengan memanfaatkan uap air (steam) seperti yang dilakukan oleh David Smith (2004). Tempat penguapan atau steam box yang digunakan yaitu berbentuk tabung silinder dengan diameter 15 cm yang dibuat dari material stainlesstell. Penelitian yang dilakukan Sumber uap untuk melakukan proses seteam dihasilkan dari katel masak bertekanan presto.

Berikut ini uraian arah penelitian yang dilakukan

berdasar kan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya :

3. PROSES EKSPERIMEN LAMINASI DAN BENDING BAMBU

3.1. PROSES EKSPERIMEN LAMINASI BAMBU

Untuk merealisasikan arah penelitian proses laminasi dan bending bamboo, dilakukan beberapa eksperimen awal, eksperimen tersebut yaitu terdiri dari :

a. Eksperimen untuk menguji jenis lem yang akan digunakan untuk melakukan proses laminasi

bamboo, lem yang diuji yaitu :

- Resin Lycal

- Polyurethane

- PVAC (Poly Vinly Acetate)

b. Eksperimen proses tekuk atau bending bamboo dengan memanfaatkan uap air dengan tujuan untuk meningkatkan sifat lentur dari bamboo. Uap air yang digunakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kadar air yang ada di dalam batang bamboo sehingga meningkatkan sifat lentur dari bamboo. Eksperimen ini diharapkan dapat mengetahui tingkat kelenturan dan ukuran minimal dari jari-jari tekukan (bending) yang dapat dilakukan oleh bilah bamboo yang telah di beru uap air.

Sebelum masuk ketahapan eksperimen, batang

bamboo di bentuk menjadi pilah-bilah bamboo dan

dikelompokkan menjadi beberapa jenis ketebalan, ketebalan yang akan digunakan yaitu 2mm – 5mm. Jenis bamboo yang digunakan yaitu bamboo hitam dan bambu andong, dua jenis bamboo tersebut akan di uji untuk mengetahui tingkat kelenturannya. Standar dimensi bamboo yang digunakan untuk eksperimen proses laminasi dan bending yaitu berdasarkan Diameter rata-rata bamboo yang didapat dari penjual bamboo di sekitar wilayah tangerang selatan yaitu 15 cm dengan ketebalan daging bamboo 1,5 cm.

Proses Pengerjaan Penelitian sebelumnya Penelitian yang dilakukan Laminasi bambu Sistem laminasi balok bamboo

oleh Prof Morisco Sistem laminasi balok bamboo dengan mengadaptasi sistem yang dilakukan oleh Prof Morisco yaitu dengan cara di lem dan di press. Proses pengerjaan laminasi mengunakan pendekatan kerja manual dan dengan alat yang sederhana

Sistem laminasi Coil oleh Dr. Dwinita Larasati., MA

Proses Bending Sistem steam box untuk bending

kayu oleh David Smith Steam box untuk bending kayu di modifikasi menjadi bentuk tabung silinder dan diaplikasikan untuk material

bamboo, sumber steam diambil dari katel masak bertekan-

an presto. (Tabel 2)

(12)

dalam pori-pori

3.2. EKSPERIMEN PROSES TEKUK

(bendinG) baMboo

Dari hasil pengolahan pilah-pilah bamboo tersebut, kemudian akan diuji untuk mengetahui kekuatan lem dan untuk menentukan jenis lem yang akan digunakan.

Proses laminasi bamboo yaitu membuat balok dari lapisan pilah-pilah bamboo yang disatukan dengan menggunakan lem kemudian di pres dengan menggunakan klem, ketebalan balok bamboo yang akan dibuat yaitu 2,5cm X 4 cm dengan panjang

bamboo 40 cm.

Hasil eksperimen laminasi bamboo dengan menggunakan lem Polyurethane dan Resin Lycal terdapat beberapa permasalahan utama yaitu : Lem sebagai perekat lapisan bamboo menggunakan jenis resin lycal, untuk aplikasi menggunakan material kayu dapat merekat dengan cukup kuat dan dapat masuk kedalam pori-pori kayu (jenis kayu mahoni), sedangkan untuk diaplikasikan pada permukaan lembaran bilah bamboo tidak dapat merekat dengan cukup kuat, setelah melakukan uji tarik pada tiap lembaran bilah bamboo yang di laminasi, lapisan lem dapat terlepas dan menarik serat bamboo.

Penggunaan lem jenis lain seperti lem polyurethane dapat menghasilkan daya rekat yang kuat, tetapi hasil laminasi bamboo menjadi kaku, keras dan tidak dapat di tekuk (bending).

Kesimpulan dari hasil eksperimen yang telah dilakukan untuk jenis lem PVAC (Poly Vinly Acetate) yaitu, lem PVAC dapat meresap ke

permukaan bamboo dan hasil laminasi bamboo yang dihasilkan masih memiliki sifat lentur.

Jenis bamboo yang digunakan tidak berpengaruh terhadap kekuatan rekat lem yang digunakan untuk proses laminasi bamboo.

Daya Tahan terhadap panas dan air untuk Jenis lem yang digunakan seperti Resin lycal, lem polyurethane dan lem PVAC (Poly Vinly Acetate) tidak tahan terhadap suhu panas dan uap air.

Proses eksperimen selanjutnya yaitu melakukan proses bending (tekuk) Proses bending dilakukan dengan memanfaatkan uap air yang dihasilkan dari katel presto.

Bilah bamboo yang akan di bending terlebih dahulu dimasukkan kedalam tabung silinder sebagai tempat untuk melakukan Proses penguapan, bilah bamboo yang akan dibending terlebih harus dilakukan penguapan untuk memaksimalkan sifat lentur dari bamboo kemudian dilanjutkan dengan proses tekuk yang dilakukan bersamaan dengan proses laminasi. Waktu penguapan yang dilakukan untuk bilah bamboo yang akan di tekuk yaitu 60 menit.

Untuk membentuk dan menekuk bilah bamboo yang telah melalui proses penguapan bersamaan dengan proses laminasi, terlebih dahulu harus dibuat mal sebagai dudukan untuk proses pres.

Gambar 3.1-1 : Batang bamboo hitam dan andong sebelum diolah dan proses pembentukan batang bamboo menjadi pilah-pilah bamboo

(13)

Gambar 3.2-2 : Peroses memasukkan bilah bamboo ke dalam tabung silinder sebelum proses penguapan dilakukan.

Gambar 3.2-3 : Klem dan mal untuk base tekukan dan pres bilah bambu.

Gambar 3.2-4 : Proses laminasi dan pres bamboo dengan menggunakan jenis lem Polyurethane

Gambar 3.2-5 : Proses laminasi dan pres bamboo dengan menggunakan jenis lem Resin Lycal

(14)

Gambar 3.2-7 : Aplikasi hasil bending bamboo untuk komponen kaki meja bambu.

3.3. APLIKASI HASIL BENDING DAN LAMINASI BAMBU UNTUK DESAIN FURNITURE

Aplikasi hasil bending dan laminasi bamboo untuk desain produk furniture yaitu dapat digunakan untuk desain sebuah rangka kursi, hasil laminasi

bamboo berbentuk balok dapat digunakan untuk

membentuk struktur rangka dan hasil bending laminasi bamboo untuk bagian sudut rangka yang berbentuk lengkungan.

4. KESIMPULAN

Penelitian yang telah dilakukan ini masih dalam tahap awal dan perlu untuk di lakukan penelitian lanjutan, terutama untuk menemukan jenis lem/ perekat yang sesuai untuk proses laminasi dan yang tahan terhadap panas dan uap air.

Agar dapat diaplikasikan secara langsung oleh UKM furniture bamboo, proses kerja dan teknik pengerjaan laminasi dan bending yang dilakukan diarahkan untuk dilakukan secara manual dan dengan alat bantu yang mudah untuk didapat atau dibuat.

Proses bending dan laminasi dilakukan pada saat bersamaan dengan cara dipres pada mal yang telah di buat sebelumnya. Proses dengan menggunakan uap air dilakukan untuk memaksimumkan sifat kelenturan bilah bamboo sehingga lapisan bilah

bamboo dapat di tekuk ( bending ) dengan jari-jari

lingkaran yang pendek (3-4 cm) dengan ketebalan bilah bamboo yang di laminasi dan ditekuk 2-3 mm dan dengan tebal hasil laminasi 2 cm dengan jenis lem yang digunakan yaitu PVAC.

Dari hasil penelitian ini, aplikasi yang dapat dilakukan dari hasil bending dan laminasi bamboo untuk desain produk furniture yaitu seperti untuk

pembuatan struktur rangka dan untuk bagian sudut atau bentuk struktur rangka lainnya yang berbentuk lengkungan dan memiliki radius lengkungan tertentu.

Waktu penelitian diharapkan dapat diperpanjang untuk memaksimalkan hasil aplikasi bending dan laminasi bamboo untuk membuat sebuah prototype produk furniture kursi yang menggunakan struktur dari material bamboo hasil bending dan laminasi. Harus dilakukan proses pengujian yang akurat untuk mengetahui kekuatan tekan beban, kekuatan lentur, kekuatan daya rekat lem dan kekuatan fisik permukaan bamboo hasil laminasi dan

bending terhadap dampak perubahan kelembapan

lingkungan ( diluar ruang dan didalam ruang) serta daya tahan bilah bamboo terhadap serangan jamur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulastiningsih I.M. 2005. Beberapa sifat bambu lamina yang terbuat dari tiga jenis bamboo. 2. Sumiati. 206. Pengaruh Jenis Sambungan

Balok Laminasi Bambu Wulung Terhadap Keruntuhan Lentur. Jurnal P&PT Vol IV No 1 (2006) 153-163.

3. M. Mahdavi1; P. L. Clouston, A.M. and S. R. Arwade, A.M. 2011. Development of Laminated Bamboo Lumber: Review of Processing, Performance, and Economical Considerations. American Society of Civil Engineers.

4. Zhu Zhaohua and Jin Wei. 2001. Traditional chinese bamboo furniture processing techniques.

5. International network for bamboo and rattan (INBAR).

(15)

pusat penelitian dan pengembangan hutan dan konservasi alam bogor di stasiun penelitian hutan arcamanik, bandung. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007

7. Achmad Supriadi and Osly Rachman. 2002. Sifat pelengkungan lima jenis kayu dengan dua macam perlakuan awal (Bending Characteristics of Five Wood Species With Two Types of Pretreatment).

8. Iwan Suprijanto, Rusli, dan Dedi Kusmawan. 2009. Standardisasi bambu laminasi sebagai alternative Pengganti kayu konstruksi. Prosiding PPI Standardisasi 2009.

9. Litbang UPT BPP biomaterial LIPI. 2000. Teknologi Bambu Komposit.

BIOGRAFI PENULIS : Hari Nugraha, M.Ds.

Program Studi Desain Produk Universitas Pem- bangunan Jaya Jl. Boulevard Bintaro Sektor VII Bintaro Jaya, Tangerang Selatan 15224.

(16)

Seberapa SuStainable-K ah Kita?

Menilik Perumahan Lapak Pemulung di Jurangmangu, Bintaro

Oleh : Eka Permanasari, S.T., PhD. - Aldyfra. L. Lukman, S.T., M.T. - Aninda Moezier, S.T., M.T. Sahid, S.t., M.t. - ratna Safitri, S.t., M.ars.

ABSTRAK

Pembangunan berbasis lingkungan yang berkelanjutan dapat menyelamatkan bumi ini. Isu perubahan

iklim telah menjadi permasalah dunia yang tidak dapat dihindari. Penelitian ini mengangkat isu mengenai para pemulung dan cara hidup mereka dalam peranannya melestarikan lingkungan berdasarkan analisis dari kegiatan dan tempat tinggal mereka. Permasalahannya adalah, di satu sisi para pemulung ini seringkali dikonotasikan secara negatif. Mereka seringkali diasosiasikan sebagai pencuri dan pemukiman mereka disalahkan sebagai tempat berkembang biaknya sumber penyakit yang menular seperti demam berdarah dan diare. Terlebih lagi, pemukiman mereka dipandang dapat merusak ketertiban dari sebuah kota yang baik. Di sisi lain, tanpa adanya sistem daur-ulang yang komprehensif dari pihak pemerintahan kota, pekerjaan para pemulung ini bisa dilihat sebagai suatu

kebutuhan.Dengan kegiatan mereka mengumpulkan dan menjual material yang dapat didaur-ulang,

hal ini menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran dan juga melestarikan alam.

Pertanyaanya adalah, seberapa besar pengaruh dari para pemulung ini dalam melestarikan alam

dengan keberadaan mereka yang dipandang sebagai sebuah masalah? Penelitian ini menganalisis peran para pemulung dalam melestarikan alam diluar eksistensi mereka yang dipandang secara dilematis. Objek dari studi ini yaitu di area sekitar Bintaro, Tangerang Selatan. Metode yang digunakan adalah observasi, review literature, dan wawancara. Tujuan dari makalah ini adalah meningkatkan

kesadaran akan pelestarian lingkungan.

ABSTRACT

Sustainable eco development has been widely proclaimed to save our earth. The issue of climate change has become the world problem that cannot be avoided. This research raises the issues on the role and life style of scavengers in conserving through analysis of their activities and settlements. The problem is, on one hand waste pickers are connoted with bad image. They are often associated as thief and their settlements are blamed as breeding places for infectious diseases such as dengue and diarrhea. At worst, their settlements are seen as disrupting the image of city order.

On the other hand, without comprehensive recycle waste system imposed by the authority, the role of waste pickers in reducing waste is seen as necessary. By collecting and selling the recyclable materials, this creates opportunities for those unemployed and conserves nature. The question is that how big is the role of these waste pickers in conserving the nature in relation to their existence which are seen as raising new problems? This research analyses the role of waste pickers in conserving the nature apart from their existence which can be seen as dilemmatic. The object of the study is around Bintaro, South Tangerang. The methods used are observation, literature review, and interview. The aim of this paper is to raise awareness to contribute to conserving the nature.

1. PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN

PRINSIP BERKELANJUTAN

Bruntland Commission, sebagai salah satu komisi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada tahun 1987 memperkenalkan istilah sustainable development, dan mendefinisikannya sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi seka-

rang dan tetap memberi kesempatan bagi generasi mendatang untuk dapat mewujudkan kebutuhann- ya (D’Alancon, 2010: 1). Konsep sustainable develop-

ment tersebut kemudian dikembangkan dalam ber-

bagai pertemuan tingkat dunia, di antaranya adalah Rio Earth Summit 1992, Maastricht Treaty 1992, Kyoto Conference on Global Warming 1997, Jo-

(17)

hannesburg Earth Summit 2002 and Washington Earth Observation Summit 2003 (Abidin, 2010 : 1). Pertemuan Dunia di New York tahun 2005 yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa menyebutkan tentang tiga pilar pemban- gunan berkelanjutan yang saling terkait dan saling mendukung, yaitu pembangunan ekonomi, pem- bangunan sosial, dan proteksi lingkungan. Perny- ataan tersebut sekaligus menjadi pijakan penguatan pemahaman bahwa proses pembangunan bukan hanya menjadi problem ekonomi, tapi juga sosial

2. PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN PRINSIP BERKELANJUTAN

Bruntland Commission, sebagai salah satu komisi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada tahun 1987 memperkenalkan istilah sustainable develop- ment, dan mendefinisikannya sebagai pemban- gunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan tetap memberi kesempatan bagi generasi mendatang untuk dapat mewujudkan kebutuhannya (D’Alancon, 2010: 1). Konsep sus-

tainable development tersebut kemudian dikembang-

kan dalam berbagai pertemuan tingkat dunia, di antaranya adalah Rio Earth Summit 1992, Maas- tricht Treaty 1992, Kyoto Conference on Global Warming 1997, Johannesburg Earth Summit 2002 and Washington Earth Observation Summit 2003 (Abidin, 2010 : 1). Pertemuan Dunia di New York tahun 2005 yang diselenggarakan oleh Perserika- tan Bangsa Bangsa menyebutkan tentang tiga pi- lar pembangunan berkelanjutan yang saling terkait dan saling mendukung, yaitu pembangunan ekono- mi, pembangunan sosial, dan proteksi lingkungan. Pernyataan tersebut sekaligus menjadi pijakan pen- guatan pemahaman bahwa proses pembangunan bukan hanya menjadi problem ekonomi, tapi juga sosial dan lingkungan. Ketiga pilar tersebut saling mendukung dan terkait karena ketimpangan pada salah satu pilar membawa dampak langsung pada pilar lainnya.

Sejalan dengan pengertian di atas, Sage (1998) menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan upaya pemenuhan kebutuhan manusia melalui proses yang simultan antara sosioekonomi, kemajuan teknologi dan konservasi sumber daya alam. Demikian juga DETR (2000) menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah segala hal yang berkaitan dengan upaya untuk mendapat- kan kualitas hidup yang lebih baik untuk semua orang di masa sekarang maupun masa depan, mel- alui proses sosial yang mengakomodasi kepentin- gan semua pihak, perlindungan alam yang efektif, penggunaan sumber daya alam yang bijak dan pen- jagaan terhadap stabilitas pertumbuhan ekonomi. Prinsip pembangunan berkelanjutan inilah yang di

kemudian hari dijadikan dasar bagi lahirnya prin- sip berkelanjutan lainnya, termasuk di dalamnya desain yang berkelanjutan dan arsitektur yang berkelanjutan.

Sustainable dalam kamus berarti “of, relating to, or

being a method of harvesting or using a resource so that the resource is not depleted or permanently damaged” (http://

www.merriam-webster.com/dictionary/sustaina- ble). Prinsip berkelanjutan cukup sederhana, yaitu menciptakan dan menjaga kondisi di mana manu- sia dan alam dapat hadir berdampingan secara har- monis, sehingga memungkinkan terpenuhinya ke- butuhan sosial, ekonomi, dan kebutuhan lainnya di masa kini maupun masa depan. Prinsip ini penting untuk memastikan terjaganya semua sumber daya yang diperlukan untuk kelangsungan manusia dan kelangsungan alam (http://www.epa.gov/sustain- ability/basicinfo.htm).

3. ISU SAMPAH DAN PEMULUNG

Salah satu isu penting dalam pembangunan berkelanjutan adalah sampah. Sampah tidak da- pat dilepaskan dari aktivitas manusia sehari-hari. Peningkatan pertumbuhan populasi manusia, be- rakibat pada peningkatan volume sampah dunia. World Bank memperkirakan bahwa dari 1.3 billion

tonnes, volume sampah akan meningkat menjadi

2.2 billion tonnes di tahun 2025 (UN News Cen- tre, 2012). Di Indonesia, menurut Kementerian Lingkungan Hidup, tiap orang rata-rata menghasil- kan 2,5 liter sampah per hari (Hendrawan, 2012). Dikalkulasikan dengan jumlah seluruh penduduk, Indonesia menghasilkan rata-rata 625 juta liter sampah per hari. Hal ini berdampak pada ting- ginya volume sampah yang harus dikelola. Sebagai contoh, menurut Koran Jakarta (2 Januari 2012), tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Sumur Batu di kota Bekasi sudah melebihi kapasitas. Ket- inggian gunungan sampah di TPA tersebut sudah mencapai 15 meter, dan menimbulkan bahaya bagi orang-orang yang bekerja di sana. Di tempat lain, TPA Bantar Gebang telah beberapa kali memper- luas lahannya untuk menampung sampah kota Ja- karta. Mulai dari luas 108 ha, TPA itu kini telah mencapai luas 120 ha. Sedangkan di Kabupaten Tangerang, TPA Jati Waringin yang memiliki luas 12 ha, diperkirakan akan penuh atau bahkan ter- lampaui kapasitasnya dalam 3-4 tahun mendatang (Antara News, 28 Maret 2011).

Tingginya volume sampah menjadikan pengelo- laan sampah masalah penting dalam pembangunan berkelanjutan. Tiap negara memiliki cara untuk mengelola sampah. Meskipun demikian, tidak se- mua cara pengelolaan sampah menjadi solusi yang baik bagi masalah ini. Di Indonesia, sampah um- umnya ditimbun di tempat-tempat pembuangan

(18)

sampah (Meidiana & Gamse, 2012). Namun pen- imbunan sampah sebenarnya menimbulkan be- berapa masalah seperti menghasilkan gas karbon dioksida dan gas metan yang dapat meningkatkan efek rumah kaca; melepaskan zat kimia berba- haya lain baik ke udara, tanah, maupun air; serta menghabiskan lahan yang berharga (European Commission, 2012). Emisi gas metan dari tempat pembuangan sampah di Indonesia, misalnya, ter- catat terus meningkat dari 371.34 t/year di tahun 1990, hingga mencapai 663 t/year di tahun 2000. Emisi gas metan ini diperkirakan akan mencapai 1, 581.74 t/year di tahun 2025 (Meidiana & Gamse, 2012).

Untuk menangani masalah sampah, European Commission mengajukan tiga pendekatan, yaitu

waste prevention, recycling & reuse, serta improving final disposal & monitoring. Pendekatan kedua, recycling

and reuse, sesungguhnya sudah dilaksanakan di Indonesia meski sering tidak disadari. Pemulung, yang kini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kota-kota besar di Indonesia, adalah salah satu pemeran dalam usaha recycling and reuse ini. Pemu- lung adalah orang yang mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan barang bekas dengan menjualnya kepada pengusa- ha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditas (Pusat Bahasa, Departemen Pendidi- kan Nasional Republik Indonesia, 2008). Menu- rut Kementrian Koperasi dan UKM tahun 2008, jumlah pemulung di Indonesia diperkirakan men- capai 1.256.804 orang (Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Koperasi dan UKM, 2008). Memulung telah menjadi salah satu mata pencaharian di sektor informal yang men- jadi alternatif pemecahan masalah pengangguran (Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Koperasi dan UKM, 2008). Selain itu, dengan memungut dan memanfaatkan barang-

barang bekas, pemulung memberikan kontribusi dalam hal penanganan sampah. Tanpa keberadaan pemulung, volume sampah yang harus ditangani akan menjadi jauh lebih besar daripada volume yang ada sekarang.

Sebagian pemulung berkegiatan secara terorgani- sir, dan hidup dalam permukiman yang disebut lapak. Lapak tidak hanya menjadi tempat tinggal, melainkan juga tempat pemulung melakukan se- bagian kegiatan mereka dalam mengelola barang bekas hasil memulung. Makalah ini membahas bagaimana pola kegiatan dan pola permukiman pemulung berperan dalam kerangka sustainability, dikaitkan dengan aktivitas kita sehari-hari sebagai masyarakat umum. Makalah ditulis berdasarkan hasil observasi terhadap lapak pemulung, serta wawancara kepada tokoh-tokoh kunci di lapak tersebut. Kasus studi dibatasi pada pemulung yang terorganisir, tinggal di lapak yang berada di antara permukiman lain, dan berlokasi di daerah Jurangmangu Bintaro. Dengan batasan tersebut, dua lapak pemulung menjadi kasus studi, masing- masing terletak di Jalan Pesantren dan Jalan Sar- mili.

4. POLA KEGIATAN PEMULUNG

Kegiatan harian Pemulung terdiri dari : Mencari , Memulung , Memilah , Membersihkan, Menyim- pan, Menimbang, dan Menjual.

Mencari barang bekas atau barang sisa dilakukan dengan frekuensi, durasi dan jadwal bervariasi. Ada yang memilih untuk mencari barang pada pagi hari, ada pula yang memilih sore hari. Ada yang memilih untuk mencari barang dua kali dalam satu hari (pagi dan sore/malam), ada pula yang memilih sekali sehari saja (dari pagi hingga sore).

Memulung dilakukan dengan mengambil barang bekas atau sisa dari tempat pembuangan sampah

Gambar 1.

(19)

unit-unit bangunan umum, hunian, komersial, per- kantoran, dan lain-lain. Pemulung atau anggota kedua Lapak yang menjadi kasus studi ,memper- oleh barang dengan cara mengambil dari tempat sampah atau pembuangan, bukan membeli. Dis- ebabkan sampah yang berada di tempat pembuan- gan umumnya belum terpilah, seringkali pemulung tersebut harus membongkar sampah tersebut dan kemudian meninggalkannya begitu saja selepas memperoleh barang-barang yang sesuai dengan kriteria pencariannya. Sampah yang telah dibong- kar dan ditinggalkan tersebut, menyebabkan area di sekitar tempat pembuangan menjadi kotor dan berbau tidak sedap, serta berpotensi menjadi sum- ber penyakit.

Memilah barang bekas dilakukan untuk memilih barang-barang bekas yang dapat dijual. Proses ini umumnya dilakukan di rumah atau permukiman Pemulung. Pemilahan barang seringkali disesuai- kan dengan permintaan Pembeli atau Pengepul, karena itu Pemulung dituntut untuk mengetahui karakter dan jenis barang-barang bekas yang diper- oleh dan dipilahnya, agar sesuai dengan kriteria dan kebutuhan Pembeli.

Setelah memilah, barang-barang yang dianggap da- pat atau layak dijual, dibersihkan oleh para Pemu- lung tersebut, untuk memudahkan proses peny- impanan, penimbangan, pengangkutan, dan daur ulang; serta membuang bagian-bagian yang tidak diperlukan dari barang-barang tersebut (misalnya : label pada botol plastik).

Barang-barang yang telah dipilah dan dibersihkan, kemudian ditempatkan di sekitar rumah atau di tempat yang telah disepakati sebagai bagian dari hak masing-masing anggota Lapak.

Pada hari penjualan, barang-barang yang telah di- kumpulkan oleh masing-masing Pemulung, akan ditimbang untuk menentukan nilai yang akan diba- yarkan kepada masing-masing pemulung tersebut. Proses penimbangan dilakukan sekali dalam sem- inggu atau dua minggu, tergantung pada kebiasaan

Gambar 3.

Penyimpanan Barang sebelum Penjualan

yang berlaku di masing-masing Lapak.

Hari penjualan umumnya ditentukan oleh Pem- impin. Para anggota Lapak menyesuaikan jadwal kegiatan mereka dengan hari penjualan tersebut. Harga jual telah disepakati sebelumnya tergantung jenis, kondisi, dan berat barang. Proses pemba- yaran umumnya dilakukan antara 1-2 hari setelah waktu penimbangan.

Setelah melihat kegiatan harian Pemulung baik di luar ataupun di dalam permukimannya, terdapat beberapa hal yang dapat dipelajari atau disesuaikan dalam menjalani aktivitas masyarakat umum se- hari-hari yang mampu mendukung keberlanjutan; di antaranya jadwal bekerja, pemilahan sampah, penggunaan label pada barang-barang habis pakai, serta kiat menyimpan barang.

Dengan menyesuaikan irama dan jadwal kerja se- hari-hari, penggunaan energy dapat dilakukan den- gan lebih efisien. Bagi masyarakat yang berada di wilayah beriklim tropis atau mempunyai 2 (dua) musim ; pekerjaan yang dilakukan pada tengah hari, dimana suhu cenderung lebih tinggi; menuntut ter- sedianya Air Conditioner (AC) sebagai pendukung kenyamanan ruangan, yang dapat menimbulkan konsekuensi borosnya energi listrik yang diguna- kan. Salah satu solusinya adalah dengan membuat penghawaan alami yang dapat mendukung keny- amanan ruangan. Solusi lainnya adalah dengan me- nyesuaikan durasi dan jam kerja dalam sehari (sep- erti halnya Pemulung yang memilih untuh mencari barang dua kali dalam sehari), seperti pagi hingga siang (jam 08.00-12.00) kemudian baru dilanjut- kan sore hingga malam (15.00-19.00), sementara siang hari (12.00-15.00) dimanfaatkan untuk keg- iatan makan siang atau istirahat, sehingga mampu meminimalisir penggunaan AC.

Masyarakat umum di Indonesia perlu lebih mem- biasakan diri untuk membedakan tempat pem- buangan antara sampah organik dan anorganik. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses pen- gangkutan serta daur ulang; serta menjaga kualitas lingkungan. Para pemulung pun dapat mengambil barang-barang yang mereka perlukan tanpa harus banyak membongkar sampah di tempat pembuan- gan.

Bagi produsen barang-barang habis pakai, perlu mengkaji ulang tingkat penggunaan label pada hasil produksi mereka. Label umumnya merupa- kan bagian yang dibuang pada proses pemilahan barang-barang yang akan didaur ulang, sehingga cenderung menjadi polutan bagi lingkungan. Un- tuk meminimalisir dampak negatif penggunaan label, produsen dan perancang produk bisa men- gusahakan agar merek dari barang-barang produk- sinya bisa tetap terlihat pada kemasan, tanpa meng- gunakan banyak elemen berupa label.

(20)

Dengan mengetahui karakter barang-barang yang ada dalam kegiatan sehari-hari, masyarakat umum bisa menentukan proses dan tempat yang tepat untuk menyimpan masing-masing barang terse- but, agar lebih awet, selalu dalam kondisi baik, dan hemat, tidak harus cepat diganti dengan barang- barang baru.

5. POLA PERMUKIMAN PEMULUNG

Pola permukiman pemulung yang menjadi kasus studi, sangat ditentukan oleh Pemimpin. Mu- lai dari pemilihan lokasi, pembuatan batas lahan, pembagian kavling, penentuan modul unit bangu- nan, hingga konstruksi unit bangunan; semuanya mengacu pada pertimbangan Pemimpin. Penataan ruang dalam dan penambahan ruang (seperti teras atau balai) pada kedua Lapak, diserahkan kepada masing-masing penghuni .

Modul dasar unit bangunan yang ditemukan pada kasus studi, berbentuk dasar bujursangkar dengan ukuran berkisar 3 – 3.5 m. Unit bangunan pada Lapak Jl. Pesantren memiliki modul dasar bujur- sangkar 3 x 3 m, sementara unit bangunan pada Lapak Jl. Sarmili memiliki modul dasar bujursang- kar 3.5 x 3.5 m.

Organisasi penataan bangunan di kedua Lapak ini berbeda. Lapak Jl. Pesantren memiliki tipe pe- nataan linear, dimana unit-unit bangunan ditem-

patkan secara berderet membentuk garis panjang yang saling berhadapan. Lapak Jl. Sarmili memiliki tipe penataan terpusat concentric, di mana unit-unit bangunan ditempatkan dengan berorientasi pada satu ruang / bangunan yang terletak di tengah / pusat permukiman. Kedua tipe organisasi ini men- unjukkan kemiripan dengan penataan unit-unit perumahan di kawasan menengah ke atas, meski tentu dengan penampilan fisik yang berbeda. Rumah atau bangunan Pemimpin pada Kedua Lapak juga memiliki perbedaan dan persamaan bila ditinjau dari posisinya. Pada Lapak Jl Pesant- ren, rumah pemimpin menjadi bagian dari kawasan permukiman , terletak di tengah-tengah salah satu deretan unit-unit bangunan yang membentuk garis panjang; sementara rumah Pemimpin Lapak Jl. Sarmili justru berada di luar permukiman, tepatnya di ujung jalan keluar dari area Lapak tersebut. Per- samaannya, rumah Pemimpin di kedua Lapak tersebut memungkinkan Pemimpin untuk menga- wasi kegiatan dan alur sirkulasi penghuni atau anak buahnya.

Ditinjau dari aspek material dan konstuksi ; se- mua bangunan di kedua Lapak ini bersifat semi permanen dan pelaksanaan proses konstruksinya dikoordinasikan oleh Pemimpin. Perbedaannya terletak pada tenaga kerja yang terlibat dan cara memperoleh material bangunan.

Gambar 4.

(21)

Bagian dinding luar dan bidang atap pada unit-unit bangunan di Lapak Jl. Pesantren, dibangun secara bergotong-royong oleh para anggota/penghuni Lapak; sementara bagian dalamnya ditata sendiri oleh masing-masing penghuni. Elemen utama bangunan pada Lapak Jl. Sarmili, dibangun dengan menyewa tukang dan juga memperkerjakan seba- gian anggota Lapak yang diberi upah oleh Pem- impin; sementara elemen-elemen lainnya ditata oleh masing-masing penghuni.

Material bangunan pada Lapak Jl. Pesantren diper- oleh melalui kegiatan memulung dan juga terka- dang dengan cara meminta kepada pihak ketiga. Barang-barang bekas seperti kain terpal, lembaran triplex, seng, ataupun ban bekas; semuanya di- manfaatkan sebagai material pembentuk elemen bangunan seperti atap, dinding, dan pintu. Ban- gunan –bangunan di Lapak Jl. Sarmili umumnya menggunakan material sisa dari proyek konstruksi bangunan (untuk elemen non struktural) dan juga material baru yang diperoleh dengan cara membeli (untuk elemen-elemen struktural).

Penggunaan material bekas atau material sisa seba- gai pembentuk elemen bangunan ini, dapat dikait- kan dengan usaha recycle dan reuse. Disadari ataupun tidak, penggunaan material bekas atau sisa seperti ini, berkontribusi terhadap pengurangan kuantitas sampah. Permasalahannya pada Kedua Lapak ini terletak pada cara pengolahan dan pemanfaatan

material tersebut; yang seringkali membawa damp- ak negatif, tidak hanya dari aspek ketertiban dan estetika, namun juga kesehatan lingkungan dan masyarakat.

Pemanfaatan serta pemilahan material bekas atau material sisa konstruksi dapat berkontribusi pada reduksi sampah. Pemulung mampu memanfaatkan dan/atau memilah sampah yang terdiri dari kaca, plastik, logam, dan kertas yang secara umum men- cakup sekitar 22% dari total sampah di Indonesia (The International Bank for Reconstruction and Development, 1999). Bila pemulung dan lapak dapat diarahkan sedemikian rupa agar sampah yang menjadi bagian dari aktivitas mereka dapat dimanfaatkan dan/atau diolah untuk aktivitas dan tempat tinggal mereka, tanpa mengabaikan faktor kesehatan, ketertiban, dan estetika; maka mereka dapat berperan secara signifikan dalam solusi pen- ingkatan kualitas lingkungan. Masyarakat umum juga dapat mempelajari dan menerapkan proses pemanfaatan dan daur ulang sampah secara tepat guna, sehingga mampu meningkatkan kualitas lingkungan tempat tinggal mereka.

Pembentukan dan pemanfaatan ruang hunian den- gan modul tertentu pada kedua Lapak ini , dapat menjadi referensi dan bahan kajian terkait peran- cangan lingkungan binaan mengenai besaran ru- ang yang dapat mengakomodir beragam kegiatan manusia sehari-hari. Cukup menarik bila melihat

Gambar 5.

(22)

bagaimana ruang bermodul dasar bujur sangkar dengan luas 9 -12.25 m2 di kedua Lapak ini secara efektif dan efisien mampu mengakomodir kegiatan bekerja, makan-minum-masak, bermain, belajar, dan istirahat bagi para anggota keluarga penghuni Lapak; meski faktor kenyamanan dan kebersihan- nya dapat dipertanyakan. Ruang yang efektif dan efisien dapat mendorong pemanfaatan material yang efektif dan efisien pula; dan hal ini tentu tidak dapat dipisahkan dari konsep keberlanjutan. Tan- tangannya adalah bagaimana membuat ruang yang efektif dan efisien namun tetap sehat dan nyaman. Batasan sehat dan nyaman inilah yang bisa jadi ber- beda-beda antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya, namun hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa ada hal yang dapat dipelajari dari unit hunian Lapak pemulung, sebagai bagian dari re-interpretasi dan re-kontekstualisasi kondisi hunian yang sesuai bagi masyarakat umum masa kini.

6. KESIMPULAN

Melalui pengamatan dan kajian terhadap kegiatan dan permukiman Pemulung, kita bisa belajar dan mengambil hal-hal positif untuk kemudian kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari,sesuai dengan pola dan kebutuhan masing-masing indi- vidu; sehingga mampu mendukung konsep ke- lestarian kualitas lingkungan. Kualitas lingkungan yang baik dan terjaga, pada akhirnya akan mem- bawa manfaat yang tidak hanya dirasakan oleh diri kita sendiri, namun juga keturunan kita di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abidin, Nazirah Zainul. (2010): Sustainable Construction in Malaysia – Developer’s Aware- ness, International Journal of Human and So- cial Science

2. D’Alancon, Renato. (2010): The Notion of competing logic of environmental architecture : description and critique

3. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Koperasi dan UKM. (2008, De- sember). Kajian Model Pengembangan Usaha di Kalangan Pemulung. Diunduh Januari 19, 2012, dari Bab 1 Pendahuluan: http://www. smecda.com/kajian/files/PEMULUNG-Sm- ecda/2_BAB_1-3.pdf

4. DETR Report. (2000): Sustainable develop- ment: What it is and what you can do, DETR Green Ministers Report

5. European Commission. (2012, 10 25). Waste. Diunduh Desember 10, 2012, dari European Commission: http://ec.europa.eu/environ-

ment/waste/index.htm

6. Hendrawan, P. (2012, April 15). Indone- sia Hasilkan 625 Juta Liter Sampah Se- hari. Diunduh Desember 10, 2012, dari Tempo.co: http://www.tempo.co/read/ news/2012/04/15/063397147/Indonesia- Hasilkan-625-Juta-Liter-Sampah-Sehari

7. Meidiana, C., & Gamse, T. (2012). Develop- ment of Waste Management Practices in Indo- nesia. European Journal of Scientific Research, 199-210.

8. Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Na- sional Republik Indonesia. (2008, Februari 4). Diunduh September 6, 2012, dari Kamus Be- sar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan: http:// bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php

9. Sage, A. P. (1998): Risk Management for Sus- tainable Development, IEEE International Conference on Systems, Man and Cybernetics, Vol. 5.

10.The International Bank for Reconstruction and Development (1999). What a Waste : Solid Waste Management in Asia.Washington : USA. Diunduh Februari 25, 2013 dari http://web. mit.edu/urbanupgrading/urbanenvironment/ resources/references/pdfs/WhatAWasteAsia. pdf

BIOGRAFI PENULIS :

Eka Permanasari, S.T., PhD.

Program Studi Arsitektur Universitas Pembangu- nan Jaya Jl. Boulevard Bintaro Sektor VII Bin- taro Jaya, Tangerang Selatan 15224.

Aldyfra. L. Lukman, S.T., M.T.

Program Studi Arsitektur Universitas Pembangu- nan Jaya Jl. Boulevard Bintaro Sektor VII Bintaro Jaya, Tangerang Selatan 15224.

Aninda Moezier, S.T., M.T

Program Studi Arsitektur Universitas Pembangu- nan Jaya Jl. Boulevard Bintaro Sektor VII Bintaro Jaya, Tangerang Selatan 15224.

Sahid, S.T., M.T

Program Studi Arsitektur Universitas Pembangu- nan Jaya Jl. Boulevard Bintaro Sektor VII Bintaro Jaya, Tangerang Selatan 15224.

Ratna Safitri, S.T., M.Ars

Program Studi Arsitektur Universitas Pembangu- nan Jaya Jl. Boulevard Bintaro Sektor VII Bintaro Jaya, Tangerang Selatan 15224.

(23)

POTENSI PEMBUATAN PRODUK KEMASAN

RAMAH LINGKUNGAN STUDI K ASUS KOTA

BANDUNG

oleh: pratiwi Kusumo Wardhani ABSTRAK

Limbah adalah isu didalam kehidupan kita. Limbah sintetik, terlebih lagi kemasan plastik dari industri

makanan dan minuman adalah penyebab paling umum dari permasalahan lmbah. Jika sebelumnya kemasan makanan menggunakan material alami, sekarang ini, karena penggunaan besar-besaran di

industri makanan, kemasan makanan beralih menggunakan material sintetis. Meskipun penggunaan kertas telah diperkenalkan untuk menggantikan penggunaan plastik, para pelaku industri masih tetap memilih menggunakan plastik dibandingkan material alami, karena plastik lebih baik dalam men-

jaga higienitas makanan dan juga lebih murah. Penelitian ini mencari cara untuk mengurangi limbah plastik dan menciptakan metode alternatif dalam membuat dan mengimplementasikan kemasan ma-

kanan. Termasuk melakukan penelitian untuk material baru, metode kemasan alternatif dan imple-

mentasi desain baru dalam industri kemasan makanan. Studi kasus untuk penelitian ini adalah kota Bandung, karena kota ini terkenal dengan banyaknya limbah yang dihasilkan. Luaran penelitian ini

dapat diaplikasikan untuk kota lain di Indonesia.

ABSTRACT

Waste has been delicate issues in our life. Synthetic waste, especially plastics packages from the food and beverage industries are the most common cause of pollution. If previously, food are packed using natural materials, these days because of rapid changes in food industry, food are packed using syn-

thetic materials. Although the use of paper was introduced to replace plastics, yet because plastics is cheaper and more reliable in keeping the food fresh and hygienic than paper, industries are more keen in using plastics instead of natural materials.

This research investigates ways of reducing the waste through inventing new designs for packaging products. This includes researching new materials, alternative method of packaging and ways of im-

plementing of new design in food industries. The case study for this research is in Bandung, as this city is notorious for producing excessive waste. The outcome of this research can be applied in other cities

in Indonesia.

1. LATAR BELAKANG

1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Bandung sejak lama dikenal sebagai tempat yang memiliki suasana yang nyaman dari segi keramah tamahan penghuninya pun suasana lingkungannya yang sejuk. Hal ini menjadikan Bandung sebagai salah satu kota tujuan wisata. Keberadaan perguru- an tinggi negeri dan banyak perguruan tinggi swas- ta di Bandung membuat kota ini juga dikenal seba- gai salah satu kota pelajar di Indonesia. Ramainya kunjungan para pendatang, baik sebagai pendatang yang akan menetap sebagai pelajar, maupun pen-

datang yang hanya ingin sekadar melancong, marak ditunjang oleh dibangunnya jalan tol antar wilayah Bandung, terutama jalur yang menghubungkan dengan ibu kota Jakarta, sehingga semakin memu- dahkan pengunjung memasuki Bandung. Dengan demikian kehidupan perekonomian pun semakin ramai.

Kondisi ini membuat tumbuhnya objek-objek ke- wisata-an penunjang lainnya. Para pelancong me- merlukan makanan, pakaian, dan oleh-oleh yang akan dibawa sebagai buah tangan pulang. Maka secara bersamaan tumbuhlah jenis-jenis wisata lain

Gambar

Gambar  3.1-1 : Batang bamboo hitam dan andong sebelum diolah dan proses pembentukan batang  bamboo menjadi pilah-pilah bamboo
Gambar 3.2-2 : Peroses memasukkan bilah bamboo ke dalam tabung silinder sebelum proses penguapan dilakukan
Gambar 3.2-7 : Aplikasi hasil bending bamboo untuk komponen kaki  meja bambu.
Gambar 1 Konsumsi Kertas Dunia  (The Economist online, 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

tentukan 1) daya optimal yang dikirim dari masing-masing stasiun pembangkit dan 2) biaya total bahan bakar dalam satuan $/jam dengan

Berikut adalah data impor produk peralatan telepon Hungaria dari dunia.. Berikut beberapa negara eksportir dari kawasan Asia selain China

Pada headset, geser tombol daya ke atas dan tahan selama lebih dari 5 detik sampai LED status berkedip putih.. Pada dongle nirkabel USB 2,4G, tahan CONNECT selama lebih dari 5

76 Tabel 6.4 Banyaknya Rumah Tangga Menurut Desa dan Jenis. Bahan Bakar Utama

“Buku Panduan Mencapai Model Keunggulan GRC menunjukkan keseriusan berbagai pihak untuk meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia dengan berbasiskan pada tata kelola

IE-CEPA diharapkan menciptakan iklim usaha yang terbuka, stabil dan dapat diprediksi bagi para investor; meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dalam negeri dengan skema

Tujuan Penelitian: Menganalisis daya terima, kadar protein, kadar lipid dan jumlah mikroba pada kefir susu sapi dibandingkan dengan kefir susu kambing.. Metode: Penelitian ini

Di studinya Soeharno mengungkap pada perumusan masalahnya bahwa pentingnya harga sebagai suatu rangsangan ekonomi bagi peningkatan produk pertanian