• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerjasama antar negara menjadi hal yang utama dilakukan oleh setiap negara untuk mencapai tujuan mereka,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerjasama antar negara menjadi hal yang utama dilakukan oleh setiap negara untuk mencapai tujuan mereka,"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kerjasama antar negara menjadi hal yang utama dilakukan oleh setiap negara untuk mencapai tujuan mereka, didorong dengan majunya era globalisasi dengan keterbukaan informasi dan perkembangan teknologi, tentunya mendorong kerjasama ekonomi tiap negara sehingga dapat berdampak menguntungkan maupun merugikan bagi sebuah negara. Kerjasama ekonomi dilakukan karena tidak ada negara yang mampu menutup diri dari kerjasama dengan negara lain, seperti halnya hubungan Indonesia dan Malaysia dalam kerjasama ekonomi untuk memproduksi dan meningkatkan produksi minyak kelapa sawit yang menjadi salah satu sumber daya alam yang mereka miliki. Minyak kelapa sawit berasal dari tanaman buah sawit yang terdiri dari tiga bagian, yaitu eksokarp, mesokarp, endocarp dan inti. Bagian mesokarp menjadi bagian yang memiliki kandungan minyak yang kemudian disebut sebagai minyak sawit (Muchtadi&Aziz, 2016: 6).

Kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang telah menjadi komoditi andalan ekspor Indonesia, selain itu industri pengolahan kelapa sawit juga memberikan kontribusi penting untuk lapangan pekerjaan bagi masyarakat dilingkungan sekitarnya. Minyak sawit juga penting bagi sektor industri karena menghasilkan minyak nabati yang juga diperlukan oleh industri lainnya, seperti pembuatan kosmetik, sabun, cat dan makanan produk kebersihan, serta dapat digunakan sebagai sumber biofuel atau biodiesel (Sulistyanto dkk, 2010: iii). Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia menjadi pengekspor utama minyak kelapa sawit mentah (CPO: crude palm oil) dan berbagai minyak sawit yang telah di olah. CPO atau minyak kelapa sawit merupakan salah satu minyak yang memiliki tingkat konsumsi dan produksi terbesar di dunia. Selain dari harganya yang relatif murah, minyak kelapa sawit juga mudah diproduksi. Minyak sawit kebanyakan diproduksi di negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Selatan hal ini karena suhu udara yang hangat, suhu matahari yang tinggi dan curah hujan yang sangat mendukung untuk produksi minyak sawit (Indonesia-investments, 2017). Sejak 2004 komoditi minyak sawit Indonesia telah menduduki posisi tertinggi dalam pasar vegetable oil dunia dengan capaian sekitar 30 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 8% per tahun, megalahkan komoditi minyak kedelai sekitar 25 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan 3,8% pertahun (Kementerian Perindustrian Republik Indonesia). Indonesia sebagai negara produsen dan sekaligus eksportir

(2)

2

minyak sawit terbesar di dunia hal ini dapat dilihat dari segi volume dan juga kuantitas, kemudian di ikuti oleh Malaysia, Thailand, Kolombia dan Nigeria. Produksi CPO dunia pada tahun 2013 sebanyak 55,7 juta ton dan kontribusi Indonesia sebesar 26,70 juta ton di ikuti oleh Malaysia sebanyak 21,7 juta ton (Prasetyo dkk, 2017). Dari jumlah kontribusi Indonesia dan Malaysia dapat dilihat kedua negara menguasai sekitar 86% produksi minyak sawit dunia.

Gambar I. Produksi Minyak Sawit Dunia

Sumber : ITPC BUSAN

Dari gambar I di atas kemudian dapat di lihat pada tahun 2015 produksi minyak sawit Indonesia meningkat menjadi 32, juta ton dan Malaysia mengalami penurunan menjadi 17,7 juta ton. Indonesia dan Malaysia menguasai minyak sawit dunia sebesar 84%. Sebagai negara produsen dan eksportir CPO Indonesia dan Malaysia memiliki beberapa negara tujuan ekspor minyak sawit, melalui ekspor tersebut tentu membantu terjalannya perekonomian di masing-masing negara. Uni Eropa menjadi negara kedua setelah India sebagai tujuan ekspor minyak sawit terbesar Indonesia dimana ekspor mencapai 4,78 juta ton meskipun mengalami penurunan sebanyak 5% dibanding tahun 2017 (CNBC, 2018). Minyak Nabati menjadi salah satu produk yang diminati oleh Uni Eropa terutama palm oil. Uni Eropa mengimpor minyak sawit dari Indonesia guna memenuhi kebutuhannya sebagai bahan baku utama dalam bidang transportasi dengan tujuan untuk dapat memproduksi biofuel. Konsumsi nabati Uni Eropa sebanyak 25 juta ton di tiap tahun sedangkan produksi minyak nabatai Eropa (minyak repeseed, bunga matahari) hanya memasok 25% dari kebutuhannya, 75% atau 19 juta ton di impor dan sekitar 7 juta ton

(3)

3

minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia (Gapki.id). Proses ekspor minyak sawit ke Uni Eropa tidaklah selalu berjalan dengan baik, nyatanya sejak 20 tahun terakhir tidak sedikit adanya kampanye dengan label “Palm Oil Free” atau “No Palm Oil” berkembang dari negara Uni Eropa (Gapki.id). Pembatasan ekspor produk minyak sawit ke Uni Eropa semakin ketat dengan adanya kebijakan Renewable Energy Directive (RED) di tahun 2009. RED merupakan kebijakan untuk mengontrol negara Uni Eropa dalam mengurangi gas rumah kaca sekurang-kurangnya 20%, dan meningkatkan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Dalam hal ini Uni Eropa juga memiliki komitmen untuk mengurangi emisi hingga 30% pada tahun 2020 serta menyikapi masalah energi terbarukan di sektor transportasi dengan penggunaan biofuel minimal 10% (Kartika, 2016).

Renewable Energy Directive membatasi ekspor biofuel yang berbasis kelapa sawit karena

karbon yang terkandung pada biofuel tidak memenuhi target yang telah di cantumkan Uni Eropa melalui EU Dirrective 2009 sebesar 35% (EUR-LEX,17:2). Indonesia kemudian di kenakan tarif anti dumping dalam kegiatan ekspor minyak sawit ke UE dengan jumlah sebesar 178,85 euro/ton. Dari tarif tersebut kemudian berdampak pada ekspor Indonesia ke Uni Eropa yang dimana pada tahun 2012 sebanyak 1,2 juta ton turun menjadi 387 ribu ton di tahun 2013. Penurunan ekspor Indonesia ke UE terus berlanjut hingga tahun 2015, untuk pertama kalinya harga minyak sawit global mengalami penurunan drastis dengan harga dibawa US4 600 per metrik ton (Kartika, 2016). Hal ini tentunya menghambat ekspor minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa, melihat kondisi ini kemudian ada beberapa tindakan yang dilakukan Indonesia untuk mengatasi hambatan perdagangan minyak kelapa sawit. Salah satu yang dilakukan Indonesia untuk melawan hal ini secara tidak langsung ialah pembentukan Council Of Palm Oil Producing

Countries atau CPOPC yang merupakan organisasi antar pemerintah dimana anggotanya terdiri

dari negara-negara penghasil kelapa sawit.

CPOPC dibentuk pada tanggal 21 November 2015 di Jakarta ditandatangani oleh Indonesia dan Malaysia yang merupakan dewan pendiri juga sekaligus sebagai anggota pertama lembaga tersebut kemudian di susul oleh Kolombia di tahun 2019 sebagai anggota ketiga CPOPC. Adapun tujuan dari terbentuknya CPOPC ialah kedua negara mengakui bahwa minyak kelapa sawit merupakan komponen penting bagi pasokan global sehingga untuk mengantisipasi adanya hambatan perdagangan maka diperlukan sebuah wadah untuk mewakili prioritas, kepentingan dan aspirasi-aspirasi negara produksi minyak sawit di dunia. CPOPC juga mengajak

(4)

4

negara penghasil minyak sawit lainnya dari Afrika, Amerika Tengah dan Asia Pasifik guna menyatukan produsen minyak sawit dunia (CPOPC.org).

Uni Eropa kembali mengeluarkan kebijakan melalui Renewable Energy Directive atau RED jilid II pada 13 Maret 2019 sebagai pengganti dari RED I 2009 melalui kesepakatan ini akan dilakukan pengurangan secara bertahap pada tahun 2020-2030. Uni Eropa memastikan

bahwa tanaman yang digunakan untuk produksi biofuel tidak berasal dari area yang mengalami deforestasi atau lahan gambut, dalam RED II penggunaan minyak sawit akan dibatasi bahkan di

hapuskan secara bertahap di pasar UE dan juga menetapkan bahwa Uni Eropa wajib memenuhi 32% kebutuhan sumber energi terbarukan pada tahun 2030 (CNBC Indonesia, 2019). Dengan kata lain UE akan tetap menggunakan sumber bahan bakar nabati lainnya seperti minyak rapseed, biji bunga matahari dan kedelai, namun tidak dari sawit hal ini di tanggapi oleh Staf khusus Kementerian Luar Negeri Mahendra Siregar yang menurut beliau UE menunjukan sebuah diskriminasi besar bagi sawit sehingga terkesan secara sengaja dikategorikan berisiko tinggi ILUC (Konten.go.id, 2017).

Penggunaan konsep Inderect Land Use Change (ILUC) tidak hanya ditujukan untuk menyerang upaya negara-negara produsen minyak kelapa sawit dalam rangka pencapaian

Sustainable Development Goals (SDGs), namun juga ikut menghambat biofuel yang diproduksi

oleh negara-negara produsen minyak kelapa sawit yang tidak hanya di ekspor ke Eropa. Kriteria-kriteria yang digunakan pun hanya difokuskan pada minyak kelapa sawit dan deforestasi tidak melibatkan masalah lingkungan lainnya yang ditimbulkan oleh pengolahan lahan sumber minyak nabati lainnya (BPDP.or.id). Dengan adanya RED jilid II tentunya memberikan dampak bagi Indonesia dan negara eksportir minyak sawit lainnya selain pengurangan ekspor minyak sawit ke UE juga sangat berpengaruh bagi keberlanjutan produk sawit di dunia karena adanya isu lingkungan serta yang dikhawatirkan negara lain ikut menjadikan kebijakan Uni Eropa sebagai bagian dari kebijakan mereka. Berdasarkan uraian di atas maka penting dilakukan penelitan tentang peran CPOPC dalam industri sawit terhadap pasar Eropa dikaitkan dengan teori liberalisme institusional dimana merupakan organisasi yang bertujuan untuk mengatur tindakan negara dalam bidang tertentu.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana peran Council Of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) dalam menghadapi RED II

(5)

5 1.3 Tujuan Penelitian

Menjelaskan peran CPOPC dalam menghadapi RED II dari Uni Eropa 1.4. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis membagi manfaat penulisan menjadi 2, yakni: Manfaat praktis dan manfaat teoritis.

1.4.1 Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberi wawasan yang relevan dan akurat sekaligus pengetahuan mengenai peran CPOPC dalam menghadapi RED II, terutama bagi Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia.

1.4.2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan Ilmu Hubungan Internasional terkhusus pada studi kerjasama antar negara dalam upaya mencapai tujuan nasional dan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya

1.5 Konsep yang Digunakan

1. CPOPC merupakan organisasi antar pemerintah dimana anggotanya terdiri dari negara-negara penghasil kelapa sawit, saat ini negara-negara anggota CPOPC ialah Indonesia, Malaysia dan Kolombia

2. Peran merupakan suatu karakter atau posisi yang diperankan oleh seseorang atau lembaga dalam melaksanakan suatu kewajibannya

3. Teori liberalisme institusional merupakan suatu organisasi internasional yang mengatur tindakan negara dalam bidang tertentu

4. Renewable Energy Directive (RED) adalah kebijakan yang di keluarkan Uni Eropa dengan tujuan membatasi dan secara efektif melarang penggunaan biofuel berbasis kelapa sawit di pasar UE melalui konsep Indirect Land Use Change (ILUC)

5. Biofuel merupakan bahan bakar yang terbuat dari mahluk hidup seperti tanaman minyak kedelai, bunga matahari, bunga jarak, minyak rapeseed serta minyak sawit mentah 1.6 Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi penelitian pada peran council of palm oil

producing countries (CPOPC) dalam industri sawit terhadap pasar Uni Eropa dalam kurun waktu

Gambar

Gambar I. Produksi Minyak Sawit Dunia

Referensi

Dokumen terkait

Setiap stasiun televisi memiliki kekuatan berbeda-beda dalam mengakuisisi program, contohnya di RCTI, mereka lebih banyak mengakuisisi program lokal dibanding dengan

– Control Plane : Masih membutuhkan Layer 3 routing protocol untuk menyebarkan informasi routing antara tiap router Network MPLS. dan menyebarkan Informasi label pada seluruh router

Surat keterangan yang menyatakan bahwa calon yang bersangkutan bukan sebagai pelaku kejahatan berulang dari kepolisiaan daerah untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur

Uraian permasalahan diatas mendorong peneliti untuk melakukan suatu penelitian terkait pengaruh model pembelajaran kuantum berbantuan simulasi PhET (Physics Education

Tidak seperti halnya metode riset yang telah banyak dikuasai dan dapat dituliskan secara spesifik bagi setiap bidang keimuan, metode PPM lebih rumit dan bahkan mungkin

Puan Noriah Kasnon: Memang Yang Berhormat itu sebab saya bersetuju dengan Yang Berhormat, sebab kita melampaui fahaman politik tentang perjuangan hak-hak wanita ataupun

31 Tahun 1980 mendefinisikan gelandangan yaitu orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak

2 Pelaksanaan program penelitian (dosen dan mahasiswa) dalam lingkup teknologi kendaraan efisien yang berdasar pada roadmap penelitian Program Studi, skenario