• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN WARGA DESA TUBAN KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN WARGA DESA TUBAN KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN WARGA DESA TUBAN

KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR

TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

JURNAL PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :

Alwan Darojad Saputro

NIM. S12 052

POGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

(2)

BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

Alwan Darojad Saputro

The Overview of Knowledge Levels of Residents of Tuban Village of Gondangrejo District of Karanganyar Regency on Basic Life Support (BLS)

Abstract

Basic Life Support (BLS) skills should be taught to every individual, both to adults and children (according to their capacities). All levels of society, particularly first-aid personnel, are required to learn the BLS. The present study seeks to find out the overview of knowledge levels of residents of Tuban village of Gondangrejo district of Karanganyar regency on the Basic Life Support (BLS). The study belongs to quantitative research with descriptive design. Samples of 30 respondents residing along curb of Tuban were selected using purposive sampling technique.

The research findings show that most respondents (60%, or 18 respondents) have low level of knowledge. For that reason, it is expected that society is able to improve their knowledge on Basic Life Support and therefore they will provide support in case that an accident occurs.

Keywords : BLS, Knowledge References : 35 (2006-2015)

(3)

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN WARGA DESA TUBAN KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR TENTANG BANTUAN HIDUP

DASAR (BHD)

Alwan Darojad Saputro1), Atiek Murharyati 2)

, Isnaini Rahmawati 2) 1)

Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

2)

Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK

Keterampilan BHD dapat diajarkan kepada siapa saja. Setiap orang dewasa seharusnya memiliki keterampilan BHD, bahkan anak-anak juga dapat diajarkan sesuai dengan kapasitasnya. Semua lapisan masyarakat seharusnya diajarkan tentang bantuan hidup dasar terlebih bagi para pekerja yang berkaitan dengan pemberian pertolongan keselamatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan Warga Desa Tuban Kecamatan Gondangrejo kabupaten Karanganyar Tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD).

Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan desain deskriptif. penelitian ini sampel yang digunakan yaitu menggunakan cara purposive sampling yaitu warga desa Tuban yang bertempat tinggal di area pinggir jalan raya dan memilih sebanyak 30 responden.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar yang paling banyak adalah kurang sebanyak 18 orang (60%), sedang sebanyak 9 orang (30%) dan baik sebanyak 3 orang (10%). Tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar yang paling banyak adalah kurang sebanyak 18 orang (60%)

Kata Kunci : BHD, Pengetahuan Kepustakaan : 35 (2006-2015)

(4)

1 A. PENDAHULUAN

Bantuan Hidup Dasar (Basic life

support) adalah usaha yang dilakukan untuk

mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa. Pengenalan segera serangan henti jantung atau henti nafas, aktifkan bantuan emergency/kemampuan

minta tolong, lakukan resusitasi jantung paru/kardiopulmonary resuscitation, aktifkan penggunaan defibrillator atau Automated

eksternal Defibrillator (AED) sesuai indikasi

(Lumbantoruan & Nasmudin, 2015).

Bantuan hidup dasar ditujukan untuk mempertahankan patensi jalan nafas dan bantuan pernafasan dan sirkulasi, tanpa bantuan alat melainkan pelindung diri. Pada sebagian besar komunitas waktu tanggap sejak Enhanced Message Service (EMS) diaktifkan hingga kedatangan sekitar 8 menit atau lebih. Dalam kurung waktu tersebut, kelangsungan hidup penderita sangat tergantung padapertolongan pertama untuk mengaktifkan tiga untai dari rantai keselamatan (AHA, 2010).

Keterampilan BHD dapat diajarkan kepada siapa saja. Setiap orang dewasa seharusnya memiliki keterampilan BHD, bahkan anak-anak juga dapat diajarkan sesuai dengan kapasitasnya. Semua lapisan masyarakat seharusnya diajarkan tentang bantuan hidup dasar terlebih bagi para pekerja yang berkaitan dengan pemberian pertolongan keselamatan (Resusitacion

council, 2010).

Setiap orang harus mampu melakukan pertolongan pertama, karena sebagian besar orang pada akhirnya akan berada pada situasi yang memerlukan pertolongan pertama untuk orang lain atau diri mereka sendiri. Meskipun keterlambatan hanya beberapa menit saat jantung seseorang berhenti dapat memberikan perbedaan antara hidup dan mati, sebagian besar cidera tidak memerlukan usaha penyelamatan nyawa. Seumur hidupnya sebagian besar orang hanya akan melihat satu atau dua situasi yang melibatkan keadaan yang mengancam nyawa, menyelamatkan hidup penting, tetapi

mengetahui apa yang harus dilakukan untuk cedera yang kurang berat dapat memerlukan perhatian yang lebih besar serta latihan pertolongan pertama yang lebih banyak (Thygerson, 2011).

Tidak seorangpun menghendaki hal yang buruk terjadi akan tetapi suatu yang tidak diharapkan seperti kecelakaan atau kedaruratan dapat saja terjadi secara tidak disangka-sangka. Apabila suatu kecelakaan terjadi disekitar maka harus dapat melakukan pertolongan pada korban atau diri sendiri. Namun harus pastikan bahwa seorang penolong harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk pertolongan itu dan harus betul-betul memahami tindakan yang akan dilakukan. Satu hal yang harus diperhatikan ketika terjadi kegawatan dan daruratan pastikan bersikap tenang dan melakukan pertolongan dengan cepat dan tepat. Pertolongan pertama itu sendiri hanya memberikan perawatan yang diperlukan untuk sementara waktu sambil menunggu dokter atau petugas kesehatan yang terlatih datang atau sebelum korban dibawa kerumah sakit terdekat (Junaidi, 2011).

Dalam dua tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, dibawah penyakit jantung koroner dan

tuberculosis/TBC. Data WHO tahun 2011

menyebutkan, sebanyak 67 persen korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif , yakni 22 – 50 tahun. Terdapat sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun. Sebagaimana diketahui, masyarakat modern menempatkan transportasi sebagai kebutuhan turunan, akibat aktivitas ekonomi, sosial dan sebagainya.

Di Indonesia, jumlah kendaraan bermotor yang meningkat setiap tahunnya dan kelalaian manusia, menjadi faktor utama

(5)

2 terjadinya peningkatan kecelakaan lalu lintas. Data Kepolisian RI menyebutkan, pada 2012 terjadi 109.038 kasus kecelakaan dengan korban meninggal dunia sebanyak 27.441 orang, dengan potensi kerugian sosial ekonomi sekitar Rp 203 triliun - Rp 217 triliun per tahun (2,9%-3,1% dari pendapatan domestik bruto/PDB Indonesia). Sedangkan pada 2011, terjadi kecelakaan sebanyak 109.776 kasus, dengan korban meninggal sebanyak 31.185 orang (Badan Intelijen Negara, 2012).

Angka kejadian kecelakaan di Jawa Tengah pada bulan November 2010 yang dicatat oleh direktorat lalu lintas kepolisian daerah Jawa Tengah 603 orang pengguna jalan raya meninggal, akibat berbagai kecelakaan yang terjadi selama semester pertama 2010. Selama semester pertama 2010 tercatat 4.438 kejadian kecelakaan dengan korban tewas mencapai 603 orang. Jumlah kecelakaan tersebut mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 9.964 kejadian, dengan korban tewas sebanyak 1.429 jiwa. Sementara pada tahun 2009, terjadi 7.907 kejadian dengan korban tewas 1.169 orang. Dengan demikian, selama tahun 2009, rata-rata terjadi 21 kecelakaan tiap hari, dengan jumlah korban tewas mencapai tiga orang, tingginya angka kecelakaan lalu lintas tersebut menunjukkan bahwa banyak pengendara kendaraan bermotor yang belum memahami tentang pentingnya keselamatan berkendara (Arifin, 2014).

Satuan lalu lintas (Sat lantas) Polres Karanganyar mengidentifikasi tiga jalur rawan kecelakaan lalu lintas atau zona hot

spot. Ketiga zona hot spot tersebut yakni

Bejen-Karangpandan, Palur-Grompol, dan Colomadu-Gondangrejo. Pernyataan ini disampaikan Kasatlantas Polres Karanganyar, AKP Suwarsi, mewakili Kapolres Karanganyar, AKBP Martirenni Narmadiana, saat ditemui wartawan dikantornya, Tiga zona hot spot tersebut merupakan daerah rawan kecelakaan lalu-lintas di Karanganyar (Boni, 2013).

Hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan peneliti di desa Tuban

kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar pada bulan Maret 2016 didapatkan data bahwa 3 dari 5 kepala keluarga khususnya pinggir jalan raya belum mampu mendiskripsikan tentang bantuan hidup dasar dengan tepat. Angka kematian di daerah rawan kecelakaan desa Tuban khususnya Tuban kulon semakin meningkat dengan angka kejadian kecelakaan pada setahun terakhir sebanyak 56 kejadian dan pada tahun lalu 44 kejadian sehingga begitu pentingnya bantuan hidup dasar yang harus dimiliki oleh warga desa Tuban kecamatan Gondangrejo kabupaten Karangayar.

Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “gambaran tingkat pengetahuan warga desa Tuban Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar tentang bantuan hidup dasar (BHD)’’.

B. METODOLOGI

Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan desain deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah Warga di desa Tuban kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan yaitu menggunakan cara

purposive sampling yaitu warga desa Tuban

yang bertempat tinggal di area pinggir jalan raya dan memilih sebanyak 30 responden dengan kriteria, sebagai berikut :

1. Semua warga yang bertempat tinggal di pinggir jalan raya dari usia 17-55 tahun (Riskesdas).

2. Bersedia menjadi responden

3. Dapat berkomunikasi menggunakan bahasa indonesia

Pada penelitian ini menggunakan analisis data univariat yang digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti

C. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin (n :30)

(6)

3 Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki-laki 20 67 Perempuan 10 33 Total 30 100

Karakteristik responden pada penelitian ini berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 20 orang (67%). Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas responden adalah laki-laki karena sebagian besar laki-laki mengambil peran dalam memutuskan sebuah permasalahan serta bertanggungjawab dalam mengambil keputusan sehingga ketika ada sebuah survei tentang kesehatan maka pihak laki-laki yang menjadi obyek respondennya. Hasil penelitian Dahlan, Kumaat, & Onibala (2014) bertolak belakang karena mayoritas responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 43 orang (86%). Hal ini disebabkan jumlah tenaga kesehatan Puskesmas Wori mayoritas berjenis kelamin perempuan. Perbedaan antara hasil penelitian dan penelitian pendukung dapat disebakan karena di Desa Tuban kebanyakan pengambilan keputusan atau pengisian angket dan kuesioner dipegang oleh kepala rumah tangga.

2. Karakteristik responden berdasarkan umur Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan umur (n :30) Klasifikasi Umur Frekuensi Persentase (%) Remaja Akhir (17-25 Tahun) 8 27 Dewasa Awal (26-35 Tahun) 8 27 Dewasa Akhir (36-45 Tahun) 10 33 Lansia Awal (46-55 Tahun) 4 13 Total 30 100 Karakteristik responden berdasarkan umur yang paling banyak sesuai adalah Dewasa Akhir (36-45 Tahun) sebanyak 10 orang (33%). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian oleh

Dahlan, Kumaat, & Onibala (2014) yang menunjukkan responden terbanyak berumur 20 – 40 tahun yaitu berjumlah 34 orang (68%). Hal ini sesuai dengan teori dari Hutapea (2012) tentang hubungan usia dengan pengetahuan bahwa semakin muda usia individu maka kemampuan mengingat akan semakin tinggi termasuk kemampuan untuk mengingat informasi yang diterima. Individu yang telah mengalami penuaan akan mengalami penurunan fisiologis tubuh yang akan mempengaruhi kemampuan untuk mengingat informasi. Hasil penelitian terkait usia ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sofyan & Sahputra (2009) yaitu pengetahuan tinggi terhadap variabel yang diteliti lebih besar dimiliki oleh responden dengan tahapan usia dewasa akhir dibandingkan dengan lansia awal. Teori Juliana et al (2010) tentang hubungan usia dengan pengetahuan juga sesuai dengan penelitian ini dimana semakin muda usia individu maka kemampuan mengingat akan semakin tinggi kemampuan untuk mengingat informasi yang diterima. Individu yang telah mengalami penuaan akan mengalami penurunan fisiologis tubuh yang akan mempengaruhi kemampuan untuk mengingat informasi.

Seorang ahli psikologi perkembangan Santrock (1999) dalam Dariyo (2014) orang dewasa muda termasuk masa transisi, diantaranya transisi secara intelektual maupun peran sosial. Menurut anggapan Piaget (Olds & Feldman, 2008), kapasitas kognitif dewasa muda tergolong masa operasional formal bahkan kadang-kadang mencapai masa post-operasi formal (Turner & Helms, 2015). Taraf ini menyebabkan, dewasa muda mampu memecahkan masalah yang kompleks dengan kapasitas berfikir abstrak, logis, dan rasional. Sedangkan berdasarkan peran sosial, sebagai anggota masyarakat, mereka pun terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial. (Dariyo, 2014).

(7)

4 Usia dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang bantuan hidup dasar dikarenaka pada usia muda lebih mudah dalam mengingat sesutau dan mudah menyerap informasi dari berbagai sumber tentang bantuan hidup dasar.

3. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tabel 4.3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan (n:30)

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%) SD 6 20 SMP 10 33 SMA 13 44 S1 1 3 Total 30 100 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan yang paling banyak adalah SMA sebanyak 13 orang (44%). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Erawati (2015) menunjukkan karakteristik responden berdasarkan pendidikan yang paling banyak adalah lulusan sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 136 orang (55,3%).

Notoatmodjo (2013) menyatakan bahwa orang-orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih tinggi pula jika dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki pendidikan yang rendah Penelitian yang dilakukan oleh Kristiani et al (2011) sesuai dengan hasil penelitian ini dimana tingkat pengetahuan responden dengan latar belakang pendidikan SMA sebanding dengan tingkat pengetahuan responden dengan latar belakang pendidikan SMP. Hasil penelitian yang tidak sesuai dengan teori Notoatmodjo (2013) ini kemungkinan dapat disebabkan oleh tidak adanya pendidikan tentang bantuan hidup dasar yang di dapat dari sekolah-sekolah formal sehingga menyebabkan tidak sejalannya

teori tinggi rendah pengetahuan dengan tinggi rendah tingkat pendidikan.

Pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuan seseorang tersebut tentang bantuan hidup dasar.

4. Tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar

Tabel 4.4 Tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar (n :30)

Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Baik 3 10 Sedang 9 30 Kurang 18 60 Total 30 100

Tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar yang paling banyak adalah rendah sebanyak 18 orang (60%), sedang sebanyak 9 orang (30%) dan baik sebanyak 3 orang (10%). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penilitian Dahlan, Kuumat & Onibala (2014) yang menunjukkan nilai rata-rata sebelum diberikan penyuluhan pendidikan kesehatan bagi tenaga kesehatan di Puskesmas Wori tentang BHD adalah sebesar 32,90 sedangkan setelah diberikan penyuluhan pendidikan kesehatan diperoleh nilai rata-rata 82,40 yang berarti terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar 49,50.

Hasil analisis penelitian oleh Hutapea (2012) didapati bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang (24 responden atau 52,2%) dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan yang baik. 17,4 responden (8 orang) memiliki pengetahuan yang cukup dan 30,4% responden (14 orang) memiliki pengetahuan yang buruk. Hasil penelitian Erawati (2015) menggambarkan bahwa responden dengan latar belakang SD memiliki pengetahuan yang baik bila dibandingkan dengan jenjang pendidikan yang lain yakni sebesar 81,48%. Hasil

(8)

5 penelitian ini tidak sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) dalam Hutapea, Elda Lunera (2012) menyatakan bahwa orang-orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih tinggi pula jika dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki pendidikan yang rendah. Perbedaan tersebut disebabkan belum adanya pendidikan tentang bantuan hidup dasar yang di dapat dari berbagai jenjang pendidikan yang ada di Indonesia. Sebenarnya pelatihan tentang bantuan hidup dasar dapat diajarkan sejak dini, seperti halnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Petric. Jasna et al (2013) bahwa siswa sekolah dasar minimal kelas dua SD memiliki sikap positif terhadap pelatihan BHD, dan pelatihan tersebut dapat meningkatkan kepercayaan, mengatasi ketakutan mereka melakukan BHD, dan memungkinkan terjadinya peningkatan penyelamatan korban cardiac

arrest oleh orang awam.

Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) sangat diperlukan oleh seluruh kalangan masyarakat dan bahkan sejak tingkat usia sekolah. Tenaga kesehatan yang merupakan ujung tombak untuk peningkatan derajat kesehatan seharusnya lebih meningkatkan pengetahuan untuk menunjang perilaku dalam melakukan pelayanan kesehatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu tingkat pengetahuan. Pengetahuan tentang BHD akan mempengaruhi perilaku akan pemberian pertolongan pertama pada korbankorban yang perlu diberikan BHD. Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan adalah dengan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah upaya menerjemahkan apa yang telah diketahui tentang kesehatan ke dalam perilaku yang diinginkan dari perorangan ataupun masyarakat melalui proses pendidikan (Rakhmat, 2011).

BHD dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan untuk mempertahankan

kehidupan seseorang yang sedang terancam jiwanya dan diberikan kepada korban yang mengalami henti napas, jantung dan perdarahan (Frame, 2013). Persepsi sebagian besar responden adalah bantuan hidup dasar adalah hal yang hanya dapat diberikan oleh tim medis saja, namun Frame (2013) mengatakan bahwa siapa saja seharusnya diajarkan tentang BHD. Semua lapisan masyarakat seharusnya diajarkan tentang bantuan hidup dasar terlebih bagi para pekerja yang berkaitan dengan pemberian pertolongan keselamatan (Resusitacion

council (UK), 2010).

Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa pendidikan mayoritas adalah SMA dengan tingkat pengetahuan kurang, hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya pendidikan tentang bantuan hidup dasar yang di dapat dari sekolah-sekolah formal sehingga menyebabkan tidak sejalannya teori tinggi rendah pengetahuan dengan tinggi rendah tingkat pendidikan (Notoatmojo, 2013) D. SIMPULAN

1. Karakteristik responden pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa jenis kelamin yang paling banyak adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 20 orang, umur yang paling banyak sesuai adalah Dewasa Akhir (36-45 Tahun) sebanyak 10 orang dan tingkat pendidikan yang paling banyak adalah SMA sebanyak 13 orang. 2. Tingkat pengetahuan tentang bantuan

hidup dasar yang paling banyak adalah kurang sebanyak 18 orang, sedang sebanyak 9 orang dan baik sebanyak 3 orang.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association .(2010). Diunduh darihttp://www.heart.org/

idc/groups/heartpublic/@wcm/@ecc/document s/downloadable/ucm_318152.pdf.

2. Arifin, M.Zaenal.2014.Kecelakaan lalulintas di Jateng.Tribun Jateng. Error! Hyperlink

(9)

6 3. Arikunto, Suharsimi.(2006).Prosedur

Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

4. Arikunto, Suharsimi.(2013).Prosedur

Penelitian: Suatu Pendekatan

Praktik-.Jakarta:Rineka Cipta

5. Badan Inteligen Negara.2013. Diunduh dari http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4

/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga

6. Boni,Hargens.(2013), Sensasi dan Demokrasi, dalam kolom Opini Harian Kompas, edisi 9 April.

7. Buku panduan Jakarta. (2013). Medical

Service & Training division 119.

8. Cipta Notoatmodjo, S.(2010). Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi (Edisi Revisi 2011). Jakarta: Rineka Cipta

9. Dharma, Kelana Kusuma.2011.Metodologi

Penelitian Keperawatan: Pedoman

Melaksanakan dan Menerapkan Hasil

Penelitian. Jakarta: CV. Trans Info Media

10. Erawati, Susi.(2015). Tingkat pengetahuan

masyarakat tentang bantguan hidup dasar

(BHD) di kota administrasi jakarta

selatan.skripsi.Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan.Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

11. Frame, Scott B. (2010). PHTLS : Basic and Ad

vanced Prehospital Trauma Life Support.

12. Gérard LautrédouGérard

Lautrédou.2007.Practical guide on road safety. Switzerland: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.

13. Hardisman. (2014.) Gawat Darurat Medis

Praktis. Yogyakarta : Penerbit Gosyen

Publishing

14. Heart rhythm disorders American Heart

Association.2010. Diunduh

darihttp://www.heart.org/idc/groups/heartpubli c/@wcm/@ecc/documents/downloadable/ucm _318152.pdf

15. International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.2008. Handbook of the

International Red Cross and Red Crescent Movement, International Committee of The

Red Cross, Geneva,.

16. Junaidi.(2010). Pedoman Pertolongan Pertama.Yogyakarta. Penerbit ANDI.

17. Koentjaraningrat.(2009). Pengantar ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta. Halaman

16

18. Lontoh, Christie. Kiling, Maykel. Wongkar, Djon.2013. Pengaruh Pelatihan Teori

Bantuan Hidup Dasar terhadap Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru Siswa-siswi SMA Negeri 1 Toili. E journal keperawatan, 1-5

19. Lumbantoruam & Nasmudin.(2015). BTCLS &

DISASTER MANAGEMENT. Bogor : Penerbit

MEDHATAMA RESTYAN

20. Musliha.(2010). Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta : Penerbit Nuha Medika

21. Nurchayati, S., Pranowo, S., & Jumaini. 2006.

Upaya Peningkatan Pengetahuan dan

Keterampilan Masyarakat dalam Memberikan Bantuan Hidup Dasar Pada Kejadian Gawat Darurat Kelautan di Kelurahan Cilacap

Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten

Cilacap Tahun 2006. Bantuan Hidup Dasar

22. Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka

23. Nursalam.(2008). Konsep Dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen

Penelitian Keperawatan. Jakarta:Salemba

Medika

24. Notoatmodjo, S.(2010). Promosi Kesehatan :

Teori dan Aplikasi (Edisi Revisi 2011). Jakarta:

Rineka Cipta

25. Oguntona, T S.(2012). Awarenes and Use of Personnel Protective Equipmen

26. (PPE) and Practive of Savety Precautions Among Funeral Home Worker

27. In logos State. Transnational Journal of

Science and Technology.

28. Resuscitation Council (UK). 2010. Di unduh

30 Februari dari

http://www.resus.org.uk/pages/gl2010.pdf 29. Riwidikdo.(2010).Statistik kesehatan.

Yogyakarta : Mitra Cendikia

30. Solo Pos.(2013).http://www.m.solopos.com/a was-3-jalur-di-karanganyar-rawan kecelakaan-471154

31. Sugiyono.(2011).Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung : Alfabeta

32. Tribun News Semarang.(2014).Error!

(10)

7 33. Thygerson, Alton.(2009). First Aid :

Pertolongan Pertama Edisi Kelima. Jakarta :

Penerbit Erlangga

34. Wawan A & Dewi M.(2011). Teori dan

Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku.

Yogyakarta : Muha Medika.

35. WHO (World Health Organization).(2011).

Global Tuberculosis Control. WHO Report

Referensi

Dokumen terkait

Seorang tenaga kerja yang produktif adalah tenaga kerja yang cekatan dan menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan mutu yang ditetapkan dengan waktu yang lebih singkat atau

(1) Dengan terbentuknya Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten

Interaksi antara konsentrasi dan waktu aplikasi NaCl memberikan respon berbeda nyata terhadap variabel pengamatan jumlah buah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa

+eeroAigosias populasi merupakan kadar variasi genetk yang lebih mendominasi sebagian besar populasi secara genetk. Selain heeroAigosias populasi, dapa dihiung pula

mempengaruhi tekstur tahu susu, yaitu pemakaian asam cuka 2% maka akan dihasilkan tekstur tahu susu yang terlalu padat atau kenyal, sedangkan pemakain asam

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran berbasis smartphone (android) pada mata pelajaran teknologi informasi dan komunikasi di SMA Negeri 2 Makassar

Sebagai bahan masukan kepada perusahaan khususnya dalam mengambil keputusan yang terbaik untuk nantinya bisa memperbaiki kekurangan/kelemahan sistem informasi sumber

Tetapi cakupan ANC (K4), linakes dan KF tidak menunjukkan bahwa region IBT lebih rendah dari region lainnya mengapa demikian? PPP adalah kasus komplikasi yang membutuhkan