• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PENILAIAN MULTI INDIKATOR PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL SEMESTER II TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAN PENILAIAN MULTI INDIKATOR PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL SEMESTER II TAHUN 2013"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS DAN PENILAIAN

MULTI INDIKATOR

PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN

KELUARGA BERENCANA NASIONAL

SEMESTER II

TAHUN 2013

BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DIREKTORAT PELAPORAN DAN STATISTIK

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-Nya Laporan Analisis dan Penilaian Multi Indikator Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional sampai dengan Semester II tahun 2013 telah dapat diselesaikan. Laporan analisis dan penilaian ini menyajikan hasil pelaksanaan program sejak bulan Januari sampai dengan Desember 2013. Sumber data yang dipakai sebagian besar dari hasil sistem pencatatan dan pelaporan (R/R) BKKBN.

Penilaian ini dilakukan seobyektif mungkin sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang telah ditetapkan dalam buku petunjuk tentang Analisis dan Penilaian Multi Indikator Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang telah dibakukan. Dari hasil Analisis dan penilaian ini diharapkan dapat diperoleh informasi yang bermanfaat sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pengelolaan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional selanjutnya.

Disadari sepenuhnya dalam analisis dan penilaian multi indikator Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional sampai dengan Semester II tahun 2013 ini masih belum sempurna karena berbagai keterbatasan yang ada. Oleh karena itu, diharapkan masukan serta saran para pembaca yang akan dijadikan sebagai bahan penyempurnaan analisis dan penilaian multi indikator Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional selanjutnya.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bahan masukan dan berpartisipasi dalam menyusun Analisis dan Penilaian Multi Indikator Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional sampai dengan Semester II tahun 2013 ini.

Jakarta, Maret 2014

Direktur Pelaporan dan Statistik

(3)

ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan ... 2 C. Ruang Lingkup ... 2

BAB II JENIS INDIKATOR DAN CARA PENILAIAN ... 3

A. Jenis Indikator ... 3

B. Cara Penilaian ... 5

BAB III ULASAN HASIL PENGUKURAN DAN PENILAIAN INDIKATOR ... 8

A. Nilai Indikator Input ... 8

B. Nilai Indikator Proses ... 11

C. Nilai Indikator Output ... 14

D. Nilai Indikator Dampak ... 19

BAB IV ULASAN HASIL RASIO ANTAR INDIKATOR DAN KINERJA DAERAH ... 22

A. Rasio Antar Indikator ... 22

B. Tingkat Perkembangan Program ... 23

BAB V KESIMPULAN ... 25 LAMPIRAN

(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejalan dengan terjadinya reformasi di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan bidang kehidupan lainnya, program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) nasional juga mengalami perubahan. Perubahan paling mencolok adalah diserahkannya sebagian besar wewenang penyelenggaraan program KKB nasional dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah kabupaten dan kota. Dengan demikian, pelaksanaan program KKB nasional di daerah sangat tergantung kepada kebijakan strategis para pemangku jabatan yang ada di daerah.

Dalam rangka mengantisipasi perubahan lingkungan strategis yang terjadi dan sejalan dengan upaya revitalisasi program KKB nasional telah dirumuskan Visi, Misi, dan Strategi Dasar program KKB nasional yang baru. Reformulasi arah kebijakan program ke depan ini diperlukan dalam rangka membangun kembali sendi-sendi program yang melemah pasca desentralisasi. Visi, misi, dan strategi dasar program yang baru ini, sebagaimana diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009, merupakan arah, acuan, dan rujukan bagi petugas BKKBN maupun pengelola program lainnya dalam menetapkan kebijakan program KKB nasional.

Dengan ruang lingkup dan dimensi yang semakin luas serta semakin kompleksnya tantangan yang dihadapi menuntut upaya pengerahan seluruh potensi yang dimiliki, baik berupa daya, dana, sarana, maupun kemampuan manajemen yang dapat mengarahkan segala sumber yang ada untuk mencapai tujuan program secara efektif dan efisien. Untuk itu mutlak diperlukan dukungan maksimal dari unsur-unsur penunjang yang salah satu diantaranya adalah kegiatan analisis dan evaluasi program.

Sebagai salah satu bagian integral manajemen program KKB nasional, kegiatan analisis dan evaluasi program, dalam hal ini Analisis dan Penilaian Multi

Indikator, selalu berusaha menyajikan informasi terpilih secara cepat, tepat, dan

akurat sesuai dengan tuntutan perkembangan program; mengidentifikasi berbagai masalah dan hambatan yang terjadi; serta memberikan masukan bagi solusi pemecahannya. Dengan cara ini diharapkan hasil analisis dan penilaian multi indikator dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan.

Data dasar yang digunakan untuk analisis dan penilaian multi indikator umumnya bersumber dari statistik rutin R/R (pelayanan kontrasepsi, pengendalian lapangan, dan pendataan keluarga) dari masing-masing provinsi pada periode tertentu. Analisis dan penilaian multi indikator dilakukan dua kali, yaitu pada Semester I (Januari-Juni) dan Semester II (Januari-Desember). Setelah dilakukan

(5)

2 pengolahan dan pengukuran, hasil analisis dan penilaian disajikan dalam bentuk narasi dan lampiran data, sehingga memudahkan bagi siapapun yang membaca dan mencermati laporannya. Selain itu periode pelaksanaan dimaksudkan juga untuk mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai dalam pelaksanaan program KKB nasional pada suatu periode. Dengan demikian para pimpinan di masing-masing tingkatan wilayah dapat menentukan langkah kebijakan guna mengatasi permasalahan yang dihadapi, sehingga pada periode berikutnya pelaksanaan kegiatan-kegiatan operasional program KKB nasional dapat lebih ditingkatkan.

B. TUJUAN

Analisis dan penilaian multi indikator dimaksudkan untuk mengukur dan mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan Program KKB Nasional Semester II tahun 2013 terhadap berbagai aspek manajemen Program KKB Nasional yang meliputi input, proses, output dan dampak.

C. RUANG LINGKUP 1. Sasaran

Berbagai variabel strategis yang menggambarkan input, proses, dan output Program KKB Nasional dengan berbagai cara penilaian yang rinci mencakup penyiapan data, pengukuran variabel, pemberian nilai, pengukuran rasio beserta analisisnya.

2. Jangkauan

Jangkauan wilayah analisis dan penilaian multi indikator meliputi semua provinsi untuk penilaian di tingkat pusat, kabupaten/kota bagi penilaian di tingkat provinsi, dan kecamatan untuk penilaian di tingkat kabupaten/kota.

3. Sumber Data

Data yang digunakan untuk menyusun penilaian Multi Indikator periode Januari s/d Desember 2013 ini bersumber dari Rek.Prov.K/0/Kec-Dal/10, Rek.Prov.F/I/Dal/10, Rek.Prov.F/II/KB/10, Pendataan Keluarga tahun 2013, Rakernas dan Review tahun 2013.

(6)

3

BAB II

JENIS INDIKATOR DAN CARA PENILAIAN

Analisis dan Penilaian Multi Indikator Program KKB Nasional Semester II tahun 2013 ini merupakan penilaian terhadap pengelolaan Program KKB Nasional selama 12 (dua belas) bulan tahun anggaran 2013. Jenis indikator dan tata cara yang digunakan dalam penilaian didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

A. JENIS INDIKATOR

Penilaian Multi Indikator Semester II tahun 2013 ini mencakup 4 indikator, yaitu input, proses, output dan dampak. Tiap-tiap indikator memiliki sejumlah variabel. Selain pertimbangan kegiatan yang strategis, pemilihan variabel didasarkan atas tersedianya data dan kontinuitas kegiatannya.

Indikator input terdiri dari sumber dana, daya, dan sarana yang meliputi 9 variabel. Indikator proses yang merupakan variabel kegiatan atau proses pemanfaatan input terdiri dari 10 variabel, indikator output terdiri dari 20 variabel yang umumnya merupakan variabel sasaran program dan yang terakhir adalah indikator dampak terdiri dari 4 variabel.

Secara rinci variabel-variabel pada setiap indikator adalah sebagai berikut :

1. INDIKATOR INPUT

a. RasioPetugas Lapangan (PLKB/PKB) Terhadap Desa/Kelurahan

b. Rasio PPKBD Terhadap Desa/Kelurahan

c. Rasio PUS Terhadap Tempat Pelayanan KB (Klinik KB Pemerintah + Klinik KB Swasta + Dokter dan Bidan Praktek Swasta).

d. Persentase PLKB/PKB Yang Sudah Dilatih KIE Terhadap PLKB/PKB

e. Persentase Keluarga Pra Sejahtera (KPS) dan Keluarga Sejahtera I (KS-I) Yang Menjadi Anggota UPPKS Terhadap KPS dan KS I.

f. Rata-Rata Anggaran per Keluarga

g. Rasio Kelompok BKB Terhadap Desa/Kelurahan h. Rasio Kelompok BKR Terhadap Desa/Kelurahan i. Rasio Kelompok BKL Terhadap Desa/Kelurahan

(7)

4

2. INDIKATOR PROSES

a. Persentase Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) Aktif b. Persentase Keluarga Aktif BKB

c. Persentase Keluarga Aktif BKR d. Persentase Keluarga Aktif BKL e. Persentase Toga/Toma Aktif KIE

f. Rata-Rata Kegiatan Tim Keluarga Berencana Keliling (TKBK) Kecamatan

ke Desa/Kelurahan.

g. Rata-Rata Kegiatan TKBK Kabupaten dan kota ke Kecamatan

h. Rata-Rata Rapat Koordinasi Program (Rakor)KB tingkat Kecamatan i. Rata-rata Rakor KB tingkat Desa/Kelurahan

j. Rata-rata Penyuluhan KB terhadap PLKB/PKB

3. INDIKATOR OUTPUT

a. Persentase Pencapaian Peserta KB Baru (PB) Terhadap PPM-PB b. Persentase Pencapaian PB MKJP Terhadap Total PB

c. Persentase Pencapaian PB Pria Terhadap Total PB

d. Persentase Pencapaian PB Pelayanan Swasta (Klinik KB Swasta, Dokter dan

Bidan Praktek Swasta) Terhadap Total PB.

e. Persentase Pencapaian PB KPS dan KS I Terhadap PPM - PB KPS dan KS I f. Persentase Pencapaian PB KPS dan KS I Terhadap Total PB

g. Persentase Pencapaian PB MKJP KPS dan KS I Terhadap Total PB h. Persentase Pencapaian PB Pria KPS dan KS I Terhadap Total PB i. Persentase Pencapaian Peserta KB Aktif (PA) Terhadap PPM-PA j. Persentase Pencapaian PA MKJP Terhadap Total PA

k. Persentase Pencapaian PA Pria terhadap Total PA l. Persentase Pencapaian PA Swasta terhadap Total PA

(8)

5 m. Persentase Pencapaian PA KPS dan KS I Terhadap PPM PA KPS dan KS I n. Persentase Pencapaian PA KPS dan KS I Terhadap Total PA

o. Persentase Pencapaian PA MKJP KPS dan KS I Terhadap Total PA p. Persentase Pencapaian PA Pria KPS dan KS I Terhadap Total PA q. Persentase Pencapaian PA Terhadap Pasangan Usia Subur (PUS)

r. Persentase Unmet Need (PUS bukan peserta KB Ingin Anak Tapi Ditunda

dan Bukan Peserta KB Tidak Ingin Anak Lagi) Terhadap PUS.

s. Persentase Pencapaian PUS Anggota BKB Yang Ikut KB t. Persentase Pencapaian PUS Anggota UPPKS Yang Ikut KB

4. INDIKATOR DAMPAK

a. Persentase KPS dan KS-I Terhadap Keluarga

b. Persentase PUS Yang Istrinya Berusia Di Bawah 20 Tahun Terhadap PUS c. Child Woman Ratio (CWR)

d. Total Fertility Rate (TFR)

B. CARA PENILAIAN

Penilaian multi indikator dilakukan dengan empat tahapan kegiatan yaitu (1)

pengukuran variabel, (2) pemberian nilai, (3) pengukuran rasio dan (4) pengukuran tingkat kemajuan perkembangan program.

1. PENGUKURAN VARIABEL

Pengukuran variabel dimaksudkan untuk menghitung atau menentukan besaran nilai untuk setiap variabel pada masing-masing indikator. Pengukuran variabel dilakukan dengan membagi data variabel dengan data pembandingnya guna memperoleh besaran nilai yang layak untuk membuat perbandingan antar wilayah.

2. PEMBERIAN NILAI

Setelah pengukuran terhadap seluruh variabel dikerjakan, langkah selanjutnya adalah pemberian nilai. Besaran angka hasil pengukuran dari variabel-variabel; baik yang terdapat di indikator Input, Proses, Output, maupun Dampak; mempunyai satuan (unit) yang tidak selalu sama. Misalnya nilai

(9)

6 variabel anggaran menyajikan satuan ukuran “rupiah”, sedangkan nilai variabel peserta KB menggunakan satuan ukuran “persentase”, sehingga kedua variabel yang mempunyai satuan ukuran yang berbeda ini tidak dapat dijumlahkan secara langsung. Agar nilai variabel dapat dijumlahkan, maka angka yang diperoleh sebagai hasil pengukuran variabel harus dikonversi menjadi satuan ukuran yang sama dan berlaku sama untuk semua unit wilayah penilaian. Berdasarkan semua nilai yang telah diberikan untuk setiap variabel, dapat diperoleh nilai untuk setiap indikator.

a. Pemberian Nilai 10 Bagi Angka Hasil Pengukuran Terbesar

Langkah pertama yang ditempuh dalam pemberian nilai, sebagai upaya penyamaaan satuan ukuran, adalah mencari dan menemukan angka yang tertinggi atau terbesar dari suatu variabel yang telah diukur diantara unit wilayah yang dinilai. Untuk penilaian yang dilaksanakan di tingkat pusat, unit wilayah penilaiannya adalah provinsi; untuk tingkat provinsi, unit wilayah penilaiannya adalah kabupaten/kota; sedangkan tingkat kabupaten/kota, unit wilayah penilaiannya adalah kecamatan.

Langkah selanjutnya adalah wilayah yang memiliki angka tertinggi atau terbesar dalam suatu variabel tertentu diberi nilai 10. Selanjutnya pemberian nilai untuk wilayah lain pada variabel bersangkutan disesuaikan secara proporsional terhadap wilayah yang memiliki angka tertinggi tersebut.

b. Pemberian Nilai 10 Bagi Angka Hasil Pengukuran Terkecil

Secara umum dapat dikatakan bahwa prinsip pemberian nilai 10 berlaku untuk seluruh variabel kecuali variabel Rasio PUS terhadap tempat

pelayanan KB; Unmet need; Persentase KPS dan KS I terhadap jumlah keluarga; Child Women Ratio; Persentase PUS yang istrinya berusia di bawah 20 tahun, dan TFR. Pada variabel-variabel tersebut berlaku prinsip

penilaian yang terbalik, yakni wilayah yang mempunyai angka pencapaian yang terendah atau terkecil diberi nilai 10.

3. PENGUKURAN RASIO

Berdasarkan nilai yang telah ada pada setiap indikator, selanjutnya diukur rasio antara nilai indikator output dengan input, antara nilai indikator output dengan proses, dan antara nilai indikator dampak dengan output pada setiap wilayah yang dinilai.

4. PENGUKURAN TINGKAT KEMAJUAN PERKEMBANGAN PROGRAM

Untuk melihat tingkat kemajuan program secara total di tahun 2013 pada masing-masing unit wilayah penilaian, dilakukan dengan menjumlahkan tiga nilai rasio yaitu rasio indikator output terhadap indikator input (O/I), rasio

(10)

7 indikator output terhadap indikator proses (O/P), dan rasio indikator dampak terhadap indikator output (D/O), dengan ketentuan :

a. Unit wilayah penilaian yang mempunyai total nilai dari tiga rasio ≥ 3,00 mendapat nilai Efisien dan Efektif, dengan ketentuan baik nilai O/I ataupun O/P ataupun D/O tidak < 1.

b. Unit wilayah penilaian yang mempunyai total nilai dari tiga rasio ≥ 3,00 dimana O/I < 1, O/P ≥ 1, dan D/O ≥ 1 mendapat nilai Kurang Efisien tapi

Efektif.

c. Unit wilayah penilaian yang mempunyai total nilai dari tiga rasio ≥ 3,00 dimana O/I ≥ 1, O/P ≥ 1, dan D/O < 1; atau O/I ≥ 1, O/P < 1, dan D/O ≥ 1; atau O/I ≥ 1, O/P < 1, dan D/O < 1 mendapat nilai Efisien tapi Kurang

Efektif.

d. Unit wilayah penilaian yang mempunyai total nilai dari tiga rasio ≥ 3,00 dimana O/I < 1, O/P ≥ 1, dan D/O < 1; atau O/I < 1, O/P < 1, dan D/O ≥ 1 mendapat nilai Kurang Efisien dan Kurang Efektif.

e. Unit wilayah penilaian yang mempunyai total nilai dari tiga rasio < 3,00 mendapat nilai Kurang Efisien dan Kurang Efektif, walaupun salah satu dari nilai O/I atau O/P atau D/O ≥ 1.

(11)

8

BAB III

ULASAN HASIL PENGUKURAN DAN PENILAIAN INDIKATOR

Nilai indikator adalah hasil penjumlahan dari nilai variabel-variabel yang telah dikonversi ke dalam satuan ukuran yang sama. Besarnya nilai indikator setiap provinsi dapat mempengaruhi penilaian efisiensi atau efektifitas serta penilaian performance provinsi yang bersangkutan. Pada penilaian Multi Indikator Semester II terdapat empat indikator yang harus dinilai yaitu indikator input, indikator proses, indikator output dan indicator dampak.

A. NILAI INDIKATOR INPUT

1. RasioPetugas Lapangan (PLKB/PKB) Terhadap Desa/Kelurahan

Secara nasional hasil pengukuran rasio PLKB/PKB terhadap desa/kelurahan adalah 0,4 yang berarti setiap 10 desa/kelurahan dibina oleh 4-5 orang PLKB/PKB. Pada variabel ini, semakin besar hasil pengukuran semakin besar nilai yang diperoleh. Hasil penilaian untuk variabel ini adalah 2,6 yang merupakan konversi dari hasil pengukuran sebesar 0,4.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi pertama adalah DKI Jakarta diikuti Sumatera Barat, Bali, Gorontalo dan Sulawesi Barat. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Papua diikuti Papua Barat, Riau, Banten dan Bengkulu.

2. Rasio PPKBD Terhadap Desa/Kelurahan

Hasil pengukuran variabel Rasio PPKBD Terhadap Desa/Kelurahan adalah 1,0 yang berarti di setiap 1 desa/kelurahan terdapat 1 PPKBD. Pada variabel ini semakin besar rasio hasil pengukuran menunjukkan jumlah PPKBD yang dapat melayani keluarga semakin banyak. Untuk hasil penilaian, setelah hasil pengukuran dikonversi angkanya secara nasional adalah 1,0.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi pertama adalah DKI Jakarta, diikuti Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sedangkan hasil penilaian terkecil pertama adalah Papua dan seterusnya adalah Papua Barat dan Kepulauan Riau.

3. Rasio PUS Terhadap Tempat Pelayanan KB (Klinik KB Pemerintah + Klinik KB Swasta + Dokter dan Bidan Praktek Swasta).

Secara nasional hasil pengukuran rasio tempat pelayanan KB terhadap PUS sebesar 1.755 yang berarti ada 1 tempat pelayanan KB untuk melayani 1.755 PUS. Pada variabel ini semakin besar hasil pengukuran menunjukkan tempat pelayanan yang dapat melayani PUS semakin banyak. Sementara itu, secara nasional hasil penilaian rasio tempat pelayanan KB terhadap PUS sebesar 0,3. Angka ini merupakan konversi dari hasil pengukuran.

(12)

9 Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima terbesar secara berturut-turut adalah Jawa Tengah, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Kalimantan Selatan. Sedangkan hasil penilaian terkecil secara berturut-turut adalah Papua Barat, Papua, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah dan Maluku.

4. Persentase PLKB/PKB Yang Sudah Dilatih KIE Terhadap PLKB/PKB

Hasil pengukuran variabel ini secara nasional angkanya sebesar 35,9% yang berarti dari seluruh PKB/PLKB yang ada yang sudah dilatih baru 35,9%. Pada variabel ini semakin besar hasil pengukurannya menunjukkan semakin banyak PLKB/PKB yang sudah dilatih. Sementara itu, untuk hasil penilaian angkanya secara nasional adalah 4,0. Angka tersebut merupakan konversi dari hasil pengukuran.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Maluku Utara, Banten, Aceh, Sulawesi Utara dan Gorontalo.

5. Persentase Keluarga Pra Sejahtera (KPS) dan Keluarga Sejahtera I (KS-I) Yang Menjadi Anggota UPPKS Terhadap KPS dan KS I.

Hasil pengukuran variabel persentase KPS dan KS-I menjadi anggota kelompok UPPKS secara nasional angkanya hanya sebesar 4,5%. Secara nasional, hasil penilaian KPS dan KS.I menjadi anggota kelompok UPPKS angkanya sebesar 3,2 dan angka ini merupakan konversi dari angka hasil pengukuran variabel tersebut.

Pada tingkat provinsi hasil penilaian terbesar secara berturut-turut adalah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Bangka Belitung, dan Sumatera Barat. Sedangkan hasil penilaian terkecil secara berturut-turut adalah Papua Barat, Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Banten.

6. Rata-Rata Anggaran per Keluarga

Secara nasional rata-rata jumlah anggaran yang tersedia untuk setiap kepala keluarga pada tahun 2012 sebesar Rp 18.394,-. Setelah dikonversi, nilai variabel rata-rata anggaran per keluarga adalah sebesar 2,0. Pada variabel ini semakin besar hasil penilaian menunjukkan rata-rata anggaran per keluarga semakin tinggi.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah Papua Barat, Maluku Utara, Papua, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten.

7. Rasio Kelompok BKB Terhadap Desa/Kelurahan

Hasil pengukuran variabel Rasio Kelompok BKB Terhadap Desa/Kelurahan adalah 1,1 yang berarti di setiap 1 desa/kelurahan terdapat 1-2 kelompok BKB. Pada variabel ini semakin besar rasio hasil pengukuran menunjukkan jumlah kelompok BKB yang terdapat di Desa/Kelurahan semakin

(13)

10 banyak. Untuk hasil penilaian, setelah hasil pengukuran dikonversi angkanya secara nasional adalah 1,9.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi pertama adalah DKI Jakarta, diikuti DI Yogyakarta, Bali, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Sedangkan hasil penilaian terkecil pertama adalah Papua dan seterusnya adalah Papua Barat, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Timur.

8. Rasio Kelompok BKR Terhadap Desa/Kelurahan

Hasil pengukuran variabel Rasio Kelompok BKR Terhadap Desa/Kelurahan adalah 0,5 yang berarti di setiap 1 desa/kelurahan terdapat 0-1 kelompok BKR. Pada variabel ini semakin besar rasio hasil pengukuran menunjukkan jumlah kelompok BKR yang terdapat di Desa/Kelurahan semakin banyak. Untuk hasil penilaian, setelah hasil pengukuran dikonversi angkanya secara nasional adalah 3,8.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi pertama adalah DI Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali dan DKI Jakarta. Sedangkan hasil penilaian terkecil pertama adalah Papua dan seterusnya adalah Kalimantan Timur, Papua Barat, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Tengah.

9. Rasio Kelompok BKL Terhadap Desa/Kelurahan

Hasil pengukuran variabel Rasio Kelompok BKL Terhadap Desa/Kelurahan adalah 0,6 yang berarti di setiap 1 desa/kelurahan terdapat 0-1 kelompok BKL. Pada variabel ini semakin besar rasio hasil pengukuran menunjukkan jumlah kelompok BKL yang terdapat di Desa/Kelurahan semakin banyak. Untuk hasil penilaian, setelah hasil pengukuran dikonversi angkanya secara nasional adalah 2,1.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi pertama adalah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Bali. Sedangkan hasil penilaian terkecil pertama adalah Papua dan seterusnya adalah Papua Barat, Maluku Utara, Kalimantan Timur dan Aceh.

Informasi lebih lengkap tentang hasil pengukuran dan penilaian semua variabel indikator input dari tiap provinsi secara rinci dapat dilihat pada lampiran

II/LK-II/I (Lembar Kerja II) dan lampiran MULDIK/2013/S-II/LK-III/I (Lembar Kerja III).

Secara nasional nilai indikator input sebesar 2,3 (lihat Lembar Kerja IV). Apabila dilihat persebarannya pada tingkat provinsi, nilai tertinggi terdapat di DKI Jakarta sebesar 6,5. Hampir seluruh variabel yang ada pada indikator input mempengaruhi tingginya nilai indikator input pada DKI Jakarta kecuali rasio PUS terhadap tempat pelayanan KB (Pemerintah dan Swasta) dan persentase KPS dan KS I yang menjadi anggota UPPKS terhadap jumlah KPS dan KS I. Sementara itu, nilai terendah berada di Kalimantan Timur sebesar 1,2.

(14)

11

B. NILAI INDIKATOR PROSES

1. Persentase Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) Aktif

Secara nasional hasil penilaian persentasi PIK-R yang aktif sebesar 8,7. Angka ini merupakan konversi dari hasil pengukuran sebesar 86,8% yang berarti dari seluruh jumlah PIK-R sebesar 18.024 kelompok, terdapat 86,8% PIK-R yang aktif. Pada variabel ini semakin besar hasil penilaian berarti PIK-R yang aktif semakin banyak.

Pada tingkat provinsi hasil penilaian terbesar secara berturut-turut antara lain adalah DKI Jakarta, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan dan Bangka Belitung. Di sisi lain hasil penilaian terkecil secara berturut-turut adalah Papua Barat, Sulawesi Utara, Maluku, Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah.

2. Persentase Keluarga Aktif BKB

Hasil pengukuran variabel ini secara nasional adalah 80,1% atau dari sekitar 3,9 juta keluarga yang menjadi anggota BKB, hanya 3,2 juta diantaranya yang menghadiri pertemuan kelompok BKB. Angka hasil pengukuran tersebut kemudian dikonversi dan diperoleh nilai sebesar 8,6. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin banyak keluarga menjadi anggota BKB yang menghadiri pertemuan.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah Sulawesi Barat, Gorontalo, Bali, DI. Yogyakarta dan Lampung. Sedangkan hasil penilaian lima provinsi terkecil adalah Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Maluku dan Banten.

3. Persentase Keluarga Aktif BKR

Secara nasional hasil penilaian keluarga aktif BKR sebesar 8,4. Angka ini merupakan hasil konversi dari hasil pengukuran 74,9%, yang berarti dari jumlah keluarga sekitar 2,1 juta yang menjadi anggota kelompok BKR, hanya 74,9% diantaranya yang hadir dalam pertemuan kelompok BKR. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin banyak keluarga yang menjadi anggota BKR yang menghadiri pertemuan.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah Gorontalo, Lampung, DI. Yogyakarta, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Timur. Sedangkan hasil penilaian lima terkecil adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Papua Barat, Bangka Belitung dan Sumatera Utara.

4. Persentase Keluarga Aktif BKL

Secara nasional hasil penilaian keluarga aktif BKL sebesar 8,1. Angka ini merupakan hasil konversi dari hasil pengukuran 74,3%, yang berarti dari jumlah keluarga sekitar 1,8 juta yang menjadi anggota kelompok BKL, hanya 74,3% diantaranya yang hadir dalam pertemuan kelompok BKL. Pada variabel ini,

(15)

12 semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin banyak keluarga yang menjadi anggota BKL yang menghadiri pertemuan.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah Gorontalo, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Bali dan Jambi. Sedangkan hasil penilaian lima terkecil adalah Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Kalimantan Barat dan Sumatera Utara.

5. Persentase Toga/Toma Aktif KIE

Hasil pengukuran variabel ini secara nasional adalah 31,3% atau dari sekitar 209 ribu Toma/Toga yang ada, hanya 65 ribu diantaranya yang aktif melakukan KIE KKB. Angka hasil pengukuran tersebut kemudian dikonversi dan diperoleh nilai sebesar 5,1. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin banyak Toma/Toga yang aktif melakukan KIE program KKB Nasional.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah Nusa Tenggara Barat diikuti secara berturut-turut Bali, Kalimantan Selatan, DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Kepulauan Riau, Maluku, Papua Barat, Kalimantan Timur dan Riau

6. Rata-Rata Kegiatan Tim Keluarga Berencana Keliling (TKBK) Kecamatan ke Desa/Kelurahan.

Secara nasional hasil penilaian rata-rata gerak TKBK kecamatan ke desa/kelurahan sebesar 2,5. Angka ini merupakan konversi dari hasil pengukuran sebesar 0,7 yang berarti dari sekitar 81 ribu desa/kelurahan yang ada kegiatan TKBK yang dilaksanakan hanya sekitar 57 ribu kali atau rata-rata pada setiap 10 desa/kelurahan terdapat 7 kunjungan TKBK kecamatan ke desa/kelurahan. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin sering rata-rata gerak TKBK kecamatan ke desa/kelurahan.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Papua Barat, Papua, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.

7. Rata-Rata Kegiatan TKBK Kabupaten dan kota ke Kecamatan

Secara nasional hasil penilaian rata-rata gerak TKBK kabupaten/kota ke kecamatan sebesar 4,2. Angka ini merupakan konversi hasil pengukuran sebesar 0,3 yang berarti dari sekitar hampir 7 ribu kecamatan yang ada, kegiatan TKBK yang dilaksanakan hanya 1.753 kali atau pada setiap 10 kecamatan hanya ada 3 kunjungan TKBK kabupaten/kota. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan bahwa frekuensi gerak TKBK kabupaten/kota ke kecamatan semakin sering.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah Banten, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Sumatera Selatan.

(16)

13 Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Kalimantan Timur, Gorontalo, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau dan Papua Barat.

8. Rata-Rata Rapat Koordinasi Program (Rakor)KB tingkat Kecamatan

Secara nasional hasil penilaian rata-rata rapat koordinasi Program

(Rakor) KB tingkat kecamatan sebesar 6,9. Angka ini merupakan konversi hasil pengukuran sebesar 0,7 yang berarti dari sekitar hampir 7 ribu kecamatan yang ada, kegiatan Rakor KB yang dilaksanakan hanya 4.746 kali atau pada setiap 10 kecamatan hanya ada 7 Rakor KB tingkat kecamatan. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan bahwa frekuensi rakor KB tingkat kecamatan semakin sering.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Banten. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Papua Barat, Papua, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur dan Maluku.

9. Rata-rata Rakor KB tingkat Desa/Kelurahan

Secara nasional hasil penilaian rata-rata rapat koordinasi Program (Rakor) KB tingkat desa/kelurahan sebesar 5,5. Angka ini merupakan konversi hasil pengukuran sebesar 0,6 yang berarti dari sekitar hampir 81 ribu desa/kelurahan yang ada, kegiatan Rakor KB yang dilaksanakan hanya 44.671 kali atau pada setiap 10 kecamatan hanya ada 5 Rakor KB tingkat desa/kelurahan. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan bahwa frekuensi rakor KB tingkat desa/kelurahan semakin sering.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah DI Yogyakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Bali. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Papua Barat, Papua, Maluku, Kepulauan Riau dan Sulawesi Tengah.

10. Rata-rata Penyuluhan KB terhadap PLKB/PKB

Secara nasional hasil penilaian rata-rata penyuluhan KB terhadap jumlah PLKB/PKB sebesar 1,1. Angka ini merupakan konversi hasil pengukuran sebesar 3,4 yang berarti rata-rata pelaksanaan penyuluhan KB oleh PLKB/PKB sebanyak 3,4 kali. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan bahwa frekuensi PLKB/PKB melakukan penyuluhan KB semakin sering.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah DKI Jakarta, Papua, DI Yogyakarta, Banten dan Jawa Barat. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Maluku, Papua Barat, Aceh, Sulawesi Barat dan Kepulauan Riau. Informasi lebih lengkap tentang hasil pengukuran dan penilaian semua variabel indikator proses dari tiap provinsi secara rinci dapat dilihat pada lampiran

II/LK-II/II (Lembar Kerja II) dan lampiran MULDIK/2012/S-II/LK-III/II (Lembar Kerja III).

(17)

14 Secara nasional nilai indikator proses sebesar 5,9 (lihat Lembar Kerja IV). Apabila dilihat persebarannya pada tingkat provinsi, nilai tertinggi terdapat di DKI Jakarta sebesar 8,4. Hampir seluruh variabel yang ada pada indikator input mempengaruhi tingginya nilai indikator proses pada DKI Jakarta kecuali rata-rata kegiatan TKBK Kecamatan ke Desa/Kelurahan. Sementara itu, nilai terendah berada di Papua Barat sebesar 2,5.

C. NILAI INDIKATOR OUTPUT

1. Persentase Pencapaian Peserta KB Baru (PB) Terhadap PPM-PB

Realisasi pencapaian peserta KB baru yang telah dilayani sampai dengan semester II sebanyak 8,500,247 dengan PPM PB sebanyak 7.504.820 atau 113,3%. Jika persentase pencapaian PB terhadap PPM PB dikonversikan maka didapat hasil penilaian sebesar 7,5. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PB terhadap PPM-PB.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Kepulauan Riau, Papua, Banten, Maluku dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan Tengah dan Jambi.

2. Persentase Pencapaian PB MKJP Terhadap Total PB

Realisasi pencapaian PB MKJP yang telah dilayani sampai dengan semester II sebanyak 1.593.014 dari total PB sebanyak 8.500.247 atau 18,7%. Jika persentase pencapaian PB MKJP terhadap total PB dikonversikan maka didapat hasil penilaian sebesar 4,4. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PB MKJP terhadap total PB.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Gorontalo. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Aceh, Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Barat.

3. Persentase Pencapaian PB Pria Terhadap Total PB

Hasil penilaian persentase pencapaian PB Pria terhadap total PB sebesar 2,0. Nilai tersebut didapat dari hasil pencapaian PB Pria yang telah dilayani sampai dengan semester II sebanyak 539.012 dari total PB sebanyak 8.500.247 atau 6,3%. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PB Pria terhadap total PB.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Papua, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Maluku dan Sumatera Barat. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Jawa Barat, Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

(18)

15

4. Persentase Pencapaian PB Pelayanan Swasta (Klinik KB Swasta, Dokter dan Bidan Praktek Swasta) Terhadap Total PB.

Realisasi pencapaian PB Pelayanan Swasta yang telah dilayani sampai dengan semester II sebanyak 2.855.784 dari total PB sebanyak 8.500.247 atau 33,6%. Jika persentase pencapaian PB Pelayanan Swasta terhadap total PB dikonversikan maka didapat hasil penilaian sebesar 5,4. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PB Pelayanan Swasta terhadap total PB.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Bali, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Kepulauan Riau dan Jawa Tengah. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Barat.

5. Persentase Pencapaian PB KPS dan KS I Terhadap PPM - PB KPS dan KS I

Hasil penilaian persentase pencapaian PB KPS dan KS I terhadap PPM PB KPS dan KS I sebesar 5,0. Nilai tersebut didapat dari hasil pencapaian PB KPS dan KS I yang telah dilayani sampai dengan semester II sebanyak 3.684.790 dari PPM PB KPS dan KS I sebanyak 3.973.709 atau 92,7%. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PB KPS dan KS I terhadap PPM PB KPS dan KS I.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Sulawesi Barat, Papua, Papua Barat, Banten dan Maluku. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Kepulauan Riau, DI. Yogyakarta, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah.

6. Persentase Pencapaian PB KPS dan KS I Terhadap Total PB

Realisasi pencapaian PB KPS dan KS I yang telah dilayani sampai dengan semester II sebanyak 3.684.790 dari total PB sebanyak 8.500.247 atau 43,3%. Jika persentase pencapaian PB KPS dan KS I terhadap total PB dikonversikan maka didapat hasil penilaian sebesar 5,3. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PB KPS dan KS I terhadap total PB.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Papua Barat, Papua, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Bali dan Kalimantan Tengah.

7. Persentase Pencapaian PB MKJP KPS dan KS I Terhadap Total PB

Realisasi pencapaian PB MKJP KPS dan KS I yang telah dilayani sampai dengan semester II sebanyak 857.668 dari total PB sebanyak 8.500.247 atau 10,1%. Jika persentase pencapaian PB MKJP KPS dan KS I terhadap total PB dikonversikan maka didapat hasil penilaian sebesar 4,2. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PB MKJP KPS dan KS I terhadap total PB.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, DI Yogyakarta, Bali dan Maluku Utara. Sedangkan

(19)

16 hasil penilaian terkecil adalah Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Aceh dan Sulawesi Selatan.

8. Persentase Pencapaian PB Pria KPS dan KS I Terhadap Total PB

Realisasi pencapaian PB Pria KPS dan KS I yang telah dilayani sampai dengan semester II sebanyak 237.286 dari total PB sebanyak 8.500.247 atau 2,8%. Jika persentase pencapaian PB Pria KPS dan KS I terhadap total PB dikonversikan maka didapat hasil penilaian sebesar 1,0. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PB Pria KPS dan KS I terhadap total PB.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Papua, Maluku, Sumatera Utara, Sulawesi Barat dan Papua Barat. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Jambi, Sulawesi Tengah dan Jawa Barat

9. Persentase Pencapaian Peserta KB Aktif (PA) Terhadap PPM-PA

Realisasi pencapaian peserta KB aktif sampai dengan semester II sebanyak 35.276.105 dengan PPM PA sebanyak 29.044.660 atau 121,5%. Jika persentase pencapaian PA terhadap PPM PA dikonversikan maka didapat hasil penilaian sebesar 8,3. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PA terhadap PPM-PA.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Aceh, Bangka Belitung dan Maluku. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Papua Barat, Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Timur.

10. Persentase Pencapaian PA MKJP Terhadap Total PA

Realisasi pencapaian PA MKJP sampai dengan semester II sebanyak 8.950.979 dari total PA sebanyak 35.276.105 atau 25,4%. Jika persentase pencapaian PA MKJP terhadap total PA dikonversikan maka didapat hasil penilaian sebesar 4,8. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PA MKJP terhadap total PA.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Bali, DI Yogyakarta, Gorontalo, DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Aceh, Papua Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Papua.

11. Persentase Pencapaian PA Pria terhadap Total PA

Hasil penilaian persentase pencapaian PA Pria terhadap total PA sebesar 1,0. Nilai tersebut didapat dari hasil pencapaian PA Pria sampai dengan semester II sebanyak 1.380.936 dari total PA sebanyak 35.276.105 atau 3,9%. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PA Pria terhadap total PA.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Papua Barat, Papua, Sulawesi Barat, Aceh dan Sumatera Utara. Sedangkan hasil penilaian terkecil

(20)

17 adalah Jawa Timur, Jawa Barat, Jambi, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

12. Persentase Pencapaian PA Swasta terhadap Total PA

Realisasi pencapaian PA Swasta sampai dengan semester II sebanyak 15.395.826 dari total PA sebanyak 35.276.105 atau 43,6%. Jika persentase pencapaian PA Swasta terhadap total PA dikonversikan maka didapat hasil penilaian sebesar 5,0. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PA Swasta terhadap total PA.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Papua Barat, Bali, DI Yogyakarta, DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Papua, Maluku dan Sulawesi Tengah.

13. Persentase Pencapaian PA KPS dan KS I Terhadap PPM PA KPS dan KS I

Hasil penilaian persentase pencapaian PA KPS dan KS I terhadap PPM PA KPS dan KS I sebesar 5,1. Nilai tersebut didapat dari hasil pencapaian PA KPS dan KS I sampai dengan semester II sebanyak 14.233.174 dari PPM PA KPS dan KS I sebanyak 12.800.020 atau 111,2%. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PA KPS dan KS I terhadap PPM PA KPS dan KS I.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Gorontalo dan Sulawesi Barat. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Papua Barat, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Bali dan Bangka Belitung.

14. Persentase Pencapaian PA KPS dan KS I Terhadap Total PA

Realisasi pencapaian PA KPS dan KS I sampai dengan semester II sebanyak 14.233.174 dari total PA sebanyak 35.276.105 atau 40,3%. Jika persentase pencapaian PA KPS dan KS I terhadap total PA dikonversikan maka didapat hasil penilaian sebesar 4,0. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PA KPS dan KS I terhadap total PA.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Papua Barat, Papua, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Gorontalo Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Bangka Belitung, Bali, DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Riau.

15. Persentase Pencapaian PA MKJP KPS dan KS I Terhadap Total PA

Realisasi pencapaian PA MKJP KPS dan KS I sampai dengan semester II sebanyak 3.840.324. dari total PA sebanyak 35.276.105 atau 10,9%. Jika persentase pencapaian PA MKJP KPS dan KS I terhadap total PA dikonversikan maka didapat hasil penilaian sebesar 4,5. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PA MKJP KPS dan KS I terhadap total PA.

(21)

18 Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Lampung dan Sulawesi Utara. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Aceh, Bangka Belitung, Riau, Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau.

16. Persentase Pencapaian PA Pria KPS dan KS I Terhadap Total PA

Hasil penilaian persentase pencapaian PA Pria KPS dan KS I terhadap total PA sebesar 0,4. Nilai tersebut didapat dari hasil pencapaian PA Pria KPS dan KS I sampai dengan semester II sebanyak 567.385 dari total PA sebanyak 35.276.105 atau 1,6%. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PA Pria KPS dan KS I terhadap total PA.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Papua Barat, Papua, Sulawesi Barat, Maluku dan Aceh. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Kalimantan Timur, Bali, Bangka Belitung, Jambi dan Jawa Timur.

17. Persentase Pencapaian PA Terhadap Pasangan Usia Subur (PUS)

Secara nasional hasil penilaian variabel ini sebesar 8,7. Angka ini merupakan konversi dari hasil pengukuran sebesar 75,9% yang berarti dari jumlah PUS sekitar 68,7 juta pasangan, 75,9% merupakan peserta yang aktif menggunakan alat kontrasepsi. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian maka semakin tinggi pencapaian PA terhadap jumlah PUS.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah Bengkulu diikuti secara berturut-turut Bali, Gorontalo, Bangka Belitung dan Sulawesi Tengah. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Papua, Sumatera Utara, Banten, Lampung dan Sulawesi Barat.

18. Persentase Unmet Need (PUS bukan peserta KB Ingin Anak Tapi Ditunda dan Bukan Peserta KB Tidak Ingin Anak Lagi) Terhadap PUS.

Secara nasional hasil penilaian unmet need terhadap PUS sebesar 3,1. Angka tersebut merupakan konversi dari hasil pengukuran sebesar 12,8% yang berarti dari jumlah PUS sekitar 68,7 juta pasangan, 12,8% adalah PUS yang tidak ber KB dengan alasan ingin anak tapi tunda dan tidak ingin anak lagi. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin rendah persentase unmet need terhadap PUS.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian terbesar adalah Bali diikuti secara berturut-turut Bengkulu, Sulawesi Utara, DI Yogyakarta dan Gorontalo. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Papua, diikuti secara berturut-turut Banten, Lampung, Maluku Utara dan Maluku.

19. Persentase Pencapaian PUS Anggota BKB Yang Ikut KB

Hasil penilaian persentase pencapaian PUS anggota BKB yang ikut KB sebesar 8,3. Nilai tersebut didapat dari hasil pencapaian PUS anggota BKB yang ikut KB sampai dengan semester II sebanyak 1.271.160 dari rata-rata PUS anggota BKB sebanyak 1.660.930 atau 76,5%. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PUS anggota BKB yang ikut KB.

(22)

19 Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Kalimantan Timur, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat dan Bangka Belitung. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Papua, Maluku, Sumatera Utara, Jawa Barat dan DKI Jakarta.

20. Persentase Pencapaian PUS Anggota UPPKS Yang Ikut KB

Hasil penilaian persentase pencapaian PUS anggota UPPKS yang ikut KB sebesar 8,5. Nilai tersebut didapat dari hasil pencapaian PUS anggota UPPKS yang ikut KB sampai dengan semester II sebanyak 1.296.422 dari rata-rata PUS anggota UPPKS sebanyak 1.533.751 atau 83,4%. Pada variabel ini, semakin besar hasil penilaian menunjukkan semakin tinggi persentase pencapaian PUS anggota UPPKS yang ikut KB.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian tertinggi adalah Gorontalo, Aceh, Kalimantan Timur, Bali dan Kepulauan Riau. Sedangkan hasil penilaian terkecil adalah Riau, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Papua dan Sumatera Utara.

Informasi lebih lengkap tentang hasil pengukuran dan penilaian semua variabel indikator output dari tiap provinsi secara rinci dapat dilihat pada lampiran

II/LK-II/III (Lembar Kerja II) dan lampiran MULDIK/2013/S-II/LK-III/III (Lembar Kerja III).

Secara nasional nilai indikator output sebesar 4,8 (lihat Lembar Kerja IV). Apabila dilihat persebarannya pada tingkat provinsi, nilai tertinggi terdapat di Bali sebesar 5,7. Sekitar 75% dari variabel yang ada pada indikator output mempengaruhi tingginya nilai indikator output pada Bali kecuali persentase PB Pria terhadap total PB, persentase PB Pria KPS dan KS I terhadap total PB, persentase PA Pria terhadap total PA, persentase PA KPS dan KS I terhadap PPM-PA KPS dan KS I, persentase PA KSP dan KS I terhadap total PA, persentase PA Pria KPS dan KS I terhadap total PA . Sementara itu, nilai terendah berada di provinsi Kalimantan Tengah dengan nilai sebesar 3,9.

D. NILAI INDIKATOR DAMPAK

1. Persentase KPS dan KS-I Terhadap Keluarga

Keluarga dengan kategori Pra-S dan KS I (KPS dan KS I) dapat dikatakan sebagai keluarga miskin. Secara nasional hasil penilaian variabel ini sebesar 1,7. Angka ini merupakan konversi hasil pengukuran dari persentase KPS dan KS I terhadap Keluarga sebesar 21,5% yang berarti jumlah keluarga pada tahapan Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I masih cukup tinggi. Pada variabel ini, makin besar penilaian menunjukkan makin rendah persentase KPS dan KS I terhadap keluarga.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah Papua Barat, Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Bali dan DKI Jakarta. Sementara itu

(23)

20 hasil penilaian lima provinsi terkecil adalah Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Lampung dan Sulawesi Tengah.

2. Persentase PUS Yang Istrinya Berusia Di Bawah 20 Tahun Terhadap PUS

Persentase PUS yang istrinya berusia di bawah 20 tahun memberikan gambaran yang berkaitan dengan upaya pendewasaan usia perkawinan. Secara nasional hasil penilaian PUS yang istrinya berusia dibawah 20 tahun sebesar 2,5. Angka ini merupakan konversi hasil pengukuran sebesar 3,9%, yang berarti dari total PUS yang ada, 3,9% adalah PUS yang istrinya berusia di bawah 20 tahun. Pada variabel ini makin besar hasil penilaian menunjukkan persentase PUS yang istrinya berusia dibawah 20 tahun makin rendah.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar adalah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Bali dan Sulawesi Utara. Sedangkan hasil penilaian lima provinsi terkecil adalah Papua Barat, Papua, Kalimantan Barat, Maluku dan Kepulauan Riau.

3. Child Woman Ratio (CWR)

Child Woman Ratio atau rasio anak terhadap wanita usia subur adalah banyaknya anak umur di bawah 5 tahun (balita) per 1000 wanita dalam umur reproduksi (15-49 th) pada suatu waktu tertentu. Secara nasional hasil penilaian variabel ini sebesar 8,6, yang merupakan konversi hasil pengukuran sebesar 257, yang berarti pada 1000 wanita dalam umur reproduksi terdapat 257 anak (laki-laki dan perempuan) umur di bawah 5 tahun. Pada variabel ini makin besar hasil penilaian menunjukkan angka rasio anak umur di bawah 5 tahun terhadap wanita usia subur makin kecil.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima terbesar adalah Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, DKI Jakarta dan Kalimantan Tengah. Sebaliknya hasil penilaian lima terkecil adalah Kepulauan Riau, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat dan Sulawesi Barat.

4. Total Fertility Rate (TFR)

Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka TFR secara nasional sebesar 2,6. Hal itu berarti pada kurun waktu tersebut rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang wanita sampai masa akhir reproduksinya sebanyak 2-3 anak. Secara nasional hasil penilaian dari variabel TFR sebesar 8,1, yang merupakan konversi hasil pengukuran pada variabel TFR sebesar 2,6. Pada variabel ini semakin besar hasil penilaian menunjukkan angka TFR semakin kecil.

Pada tingkat provinsi, hasil penilaian lima provinsi terbesar yaitu DI Yogyakarta, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Bali. Sebaliknya hasil penilaian lima provinsi terkecil yaitu Papua Barat, Sulawesi Barat, Papua, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

(24)

21 Informasi lebih lengkap tentang hasil pengukuran dan penilaian semua variabel indikator dampak dari tiap provinsi secara rinci dapat dilihat pada lampiran

II/LK-II/V (Lembar Kerja II) dan lampiran MULDIK/2013/S-II/LK-III/V (Lembar Kerja III).

Secara nasional nilai indikator dampak sebesar 5,2 (lihat Lembar Kerja IV). Apabila dilihat persebarannya pada tingkat provinsi, nilai tertinggi terdapat di DKI Jakarta sebesar 8,81. Hampir seluruh dari variabel yang ada pada indikator dampak mempengaruhi tingginya nilai indikator dampak pada provinsi DKI Jakarta kecuali persentase KPS dan KS I terhadap keluarga dan persentase PUS yang istrinya berusia dibawah 20 tahun terhadap PUS. Sementara itu, nilai terendah berada di provinsi Maluku dengan nilai sebesar 3,7.

(25)

22

BAB IV

ULASAN HASIL RASIO ANTAR INDIKATOR DAN

KINERJA DAERAH

Sebagaimana disebutkan pada bab II bahwa penilaian multi indikator dilakukan melalui 4 tahapan kegiatan yaitu pengukuran variabel, pemberian nilai, pengukuran rasio, dan pengukuran tingkat perkembangan (performance) program. Berdasarkan data dasar yang berasal dari 33 provinsi dan dengan melalui tahapan-tahapan yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh angka-angka sebagai bahan penilaian setiap provinsi.

A. RASIO ANTAR INDIKATOR

1. Rasio Nilai Indikator Output terhadap Nilai Indikator Input

Pengukuran rasio antara nilai indikator output dengan nilai indikator input menggambarkan tingkat efisiensi pemanfaatan input untuk mendapatkan output. Suatu provinsi berada pada kategori "efisien" manakala mempunyai nilai rasio sama atau di atas 1. Sebaliknya, jika suatu provinsi mempunyai nilai rasio kurang dari 1, maka akan berada pada kategori "kurang efisien". Berdasarkan ketentuan ini, dengan nilai rasio nasional sebesar 2,0, maka dapat dikatakan bahwa secara nasional input yang tersedia telah dapat menghasilkan output secara ”Efisien”.

Pada tingkat provinsi, untuk rasio nilai indikator output terhadap nilai indikator input, sebanyak 32 (tiga puluh dua) provinsi telah mendapatkan output secara ”Efisien” dan 1 (satu) provinsi mendapat output secara ”Kurang

Efisien” yaitu DKI Jakarta (0,7). Lihat Lampiran Lembar Kerja IV. 2. Rasio Nilai Indikator Output terhadap Nilai Indikator Proses

Nilai rasio antara rata-rata nilai indikator output dengan rata-rata nilai indikator proses mencerminkan tingkat efektifitas kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan (proses) untuk mendapatkan output selama periode penilaian. Suatu provinsi masuk dalam kategori "Efektif" jika mempunyai nilai rasio sama atau di atas 1. Sebaliknya, jika suatu provinsi mempunyai nilai rasio kurang dari 1, maka akan masuk dalam kategori "Kurang Efektif".

Berdasarkan data yang ada dan hasil pengukuran sampai dengan pemberian nilai maka diperoleh nilai rasio indikator output terhadap nilai indikator proses secara nasional sebesar 0,8 yang menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan ”Kurang Efektif” dalam mendapatkan output. Pada tingkat provinsi terdapat 25 provinsi yang mempunyai nilai rasio indikator output terhadap nilai indikator proses kurang dari 1 dan sisanya 8 mempunyai

(26)

23 nilai rasio indikator output terhadap nilai indikator proses lebih dari 1 . Banyaknya provinsi yang masuk kategori ”Kurang Efektif” disebabkan nilai indikator output lebih rendah dari nilai indikator proses. Untuk lebih jelasnya

lihat Lampiran Lembar Kerja IV.

3. Rasio Nilai Indikator Dampak terhadap Nilai Indikator Output

Nilai rasio antara rata-rata nilai indikator dampak dengan rata-rata nilai indikator output mencerminkan tingkat efektifitas dari output yang dihasilkan untuk dapat memperoleh dampak. Suatu provinsi masuk dalam kategori

”Efektif” jika mempunyai nilai rasio sama atau di atas 1. Sebaliknya, jika suatu

provinsi mempunyai nilai rasio kurang dari 1, maka akan masuk dalam kategori

”Kurang Efektif”.

Nilai rasio indikator dampak terhadap nilai indikator output secara nasional sebesar 1,1 yang menunjukkan bahwa output yang dicapai selama tahun 2013 telah menghasilkan dampak secara ”Efektif”. Kalau secara nasional output yang dicapai telah menghasilkan dampak secara ”Efektif”, hal itu tidak diikuti jika dilihat per provinsi, sebanyak 11 provinsi masih mempunyai nilai rasio kurang dari 1, yaitu Sumatera Selatan (1,0), Lampung (0,9), Nusa Tenggara Barat (0,9), Gorontalo (0,9), Sulawesi Barat (0,8), Nusa Tenggara Timur (0,7) Sulawesi Tenggara (0,97), Maluku (0,7), Maluku Utara (0,9), Papua (0,8) dan Papua (0,98) . Lihat Lampiran Lembar kerja IV.

B. TINGKAT PERKEMBANGAN (PERFORMANCE) PROGRAM

Untuk melihat tingkat kemajuan program secara total di masing-masing unit wilayah penilaian, untuk semester II dilakukan dengan menjumlahkan tiga nilai rasio, yaitu rasio indikator output terhadap rasio indikator input (O/I); rasio indikator output dengan rasio indikator proses (O/P); dan rasio indikator dampak terhadap rasio indikator output (D/O). Sampai dengan Semester II tahun 2013, total nilai rasio (performance) sebesar 4,0. Jika dilihat rasio antar indikator dimana rasio indikator output terhadap input (O/I) mempunyai nilai diatas 1 yaitu sebesar 2,0, rasio indikator output terhadap proses (O/P) mempunyai nilai diatas 1 yaitu sebesar 1,1 dan rasio indikator dampak dengan output (D/O) mempunyai nilai di atas 1 yaitu sebesar 1,0, maka dapat dikatakan secara nasional tingkat perkembangan program sampai dengan semester II tahun 2012 ”Efisien dan

Efektif”. (Lihat Lampiran Lembar Kerja IV dan Rekapitulasi Hasil).

Dilihat per provinsi, berdasarkan tabel Rekapitulasi Hasil Tingkat Perkembangan Program hanya terdapat 3 dari 4 kategori yang sudah ditentukan, yaitu :

1. Kategori ”Efisien” dan ”Efektif” ada 4 provinsi

2. Kategori ”Efisien” tapi ”Kurang efektif” ada 28 provinsi

(27)

24 Berikut adalah Tabel Rekapitulasi Hasil Tingkat Perkembangan Program KKB Nasional Tahun 2013 : OUTPUT INPUT (O/I) KETERANGAN OUTPUT PROSES (O/P) KETERANGAN DAMPAK OUTPUT (D/O)

KETERANGAN NILAI KETERANGAN

1 2 3 4 5 6 7 8

1 DKI JAKARTA 0.7 Kurang Efisien 0.5 Kurang Efektif 1.8 Efektif 3.0 Kurang Efisien dan Kurang Efektif

2 JAWA BARAT 1.4 Efisien 0.6 Kurang Efektif 1.2 Efektif 3.2 Efisien tapi Kurang Efektif

3 JAWA TENGAH 1.2 Efisien 0.6 Kurang Efektif 1.1 Efektif 3.0 Efisien tapi Kurang Efektif

4 DI YOGYAKARTA 1.0 Efisien 0.8 Kurang Efektif 1.3 Efektif 3.2 Efisien tapi Kurang Efektif

5 JAWA TIMUR 1.8 Efisien 0.7 Kurang Efektif 1.2 Efektif 3.7 Efisien tapi Kurang Efektif

6 BANTEN 3.2 Efisien 0.7 Kurang Efektif 1.0 Efektif 5.0 Efisien tapi Kurang Efektif

7 BALI 1.3 Efisien 0.8 Kurang Efektif 1.3 Efektif 3.4 Efisien tapi Kurang Efektif

8 ACEH 2.7 Efisien 1.0 Efektif 1.1 Efektif 4.8 Efisien dan Efektif

9 SUMATERA UTARA 2.6 Efisien 0.9 Kurang Efektif 1.1 Efektif 4.6 Efisien tapi Kurang Efektif

10 SUMATERA BARAT 2.0 Efisien 0.8 Kurang Efektif 1.2 Efektif 3.9 Efisien tapi Kurang Efektif

11 SUMATERA SELATAN 2.1 Efisien 0.8 Kurang Efektif 1.0 Kurang Efektif 3.8 Efisien tapi Kurang Efektif

12 LAMPUNG 2.0 Efisien 0.8 Kurang Efektif 0.9 Kurang Efektif 3.7 Efisien tapi Kurang Efektif

13 BANGKA BELITUNG 2.0 Efisien 0.7 Kurang Efektif 1.4 Efektif 4.1 Efisien tapi Kurang Efektif

14 NUSA TENGGARA BARAT 3.2 Efisien 0.9 Kurang Efektif 0.9 Kurang Efektif 5.0 Efisien tapi Kurang Efektif

15 KALIMANTAN BARAT 2.6 Efisien 1.4 Efektif 1.1 Efektif 5.0 Efisien dan Efektif

16 KALIMANTAN SELATAN 1.8 Efisien 0.6 Kurang Efektif 1.3 Efektif 3.7 Efisien tapi Kurang Efektif

17 SULAWESI UTARA 2.6 Efisien 0.9 Kurang Efektif 1.3 Efektif 4.7 Efisien tapi Kurang Efektif

18 SULAWESI SELATAN 1.8 Efisien 0.7 Kurang Efektif 1.3 Efektif 3.8 Efisien tapi Kurang Efektif

19 GORONTALO 2.5 Efisien 0.9 Kurang Efektif 0.9 Kurang Efektif 4.3 Efisien tapi Kurang Efektif

20 SULAWESI BARAT 2.4 Efisien 1.0 Kurang Efektif 0.8 Kurang Efektif 4.1 Efisien tapi Kurang Efektif

21 RIAU 2.9 Efisien 0.9 Kurang Efektif 1.2 Efektif 5.1 Efisien tapi Kurang Efektif

22 JAMBI 1.9 Efisien 0.8 Kurang Efektif 1.2 Efektif 3.9 Efisien tapi Kurang Efektif

23 BENGKULU 2.3 Efisien 1.0 Kurang Efektif 1.2 Efektif 4.4 Efisien tapi Kurang Efektif

24 KEPULAUAN RIAU 2.0 Efisien 1.1 Efektif 1.1 Efektif 4.1 Efisien dan Efektif

25 NUSA TENGGARA TIMUR 3.5 Efisien 1.1 Efektif 0.7 Kurang Efektif 5.3 Efisien tapi Kurang Efektif

26 KALIMANTAN TENGAH 2.0 Efisien 1.0 Kurang Efektif 1.3 Efektif 4.2 Efisien tapi Kurang Efektif

27 KALIMANTAN TIMUR 3.3 Efisien 1.0 Kurang Efektif 1.4 Efektif 5.7 Efisien tapi Kurang Efektif

28 SULAWESI TENGAH 2.6 Efisien 1.0 Efektif 1.0 Efektif 4.6 Efisien dan Efektif

29 SULAWESI TENGGARA 2.8 Efisien 0.8 Kurang Efektif 0.97 Kurang Efektif 4.6 Efisien tapi Kurang Efektif

30 MALUKU 2.3 Efisien 1.5 Efektif 0.7 Kurang Efektif 4.5 Efisien tapi Kurang Efektif

31 MALUKU UTARA 2.9 Efisien 1.0 Kurang Efektif 0.9 Kurang Efektif 4.8 Efisien tapi Kurang Efektif

32 PAPUA 4.1 Efisien 1.3 Efektif 0.8 Kurang Efektif 6.2 Efisien tapi Kurang Efektif

33 PAPUA BARAT 1.9 Efisien 2.2 Efektif 0.98 Kurang Efektif 5.1 Efisien tapi Kurang Efektif

2.1 Efisien 0.8 Kurang Efektif 1.1 Efektif 4.0 Efisien tapi Kurang Efektif

Kolom 8 : Performance ≥ 3 dengan O/I & O/P & D/O masing-masing ≥ 1 = Efisien dan Efektif Performance ≥ 3 dengan O/I < 1 & O/P ≥ 1 & D/O ≥ 1 = Kurang Efisien tapi Efektif

Performance ≥ 3 dengan O/I ≥ 1 & O/P ≥ 1 & D/O < 1 atau O/I ≥ 1 & O/P < 1 & D/O ≥ 1 atau O/I ≥ 1 & O/P < 1 & D/O < 1 = Efisien tapi Kurang Efektif Performance ≥ 3 dengan O/I < 1 & O/P ≥ 1 & D/O < 1 atau O/I < 1 & O/P < 1 & D/O ≥ 1 = Kurang Efisien dan Kurang Efektif

Performance < 3 walaupun salah satu dari O/I, atau O/P, atau D/O ≥ 1 = Kurang Efisien dan Kurang Efektif Keterangan

INDONESIA

RASIO INDIKATOR TOTAL NILAI RASIO (PERFORMANCE)

(28)

25

BAB V

KESIMPULAN

Analisis dan penilaian multi indikator dimaksudkan untuk mengukur dan mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional terhadap berbagai aspek manajemen Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang meliputi input, proses, output dan dampak.

Analisis dan penilaian multi indikator didasarkan pada data yang umumnya berasal dari statistik rutin R/R (pelayanan kontrasepsi, pengendalian lapangan, dan pendataan keluarga) dari masing-masing provinsi pada periode tertentu. Pelaksanaan kegiatan analisis dan penilaian multi indikator dilaksanakan 2 kali setahun, yaitu pada semester I dan semester II.

Analisis dan penilaian multi indikator pada semester II tahun 2013 dilakukan melalui 4 tahapan kegiatan, yaitu pengukuran variabel; pemberian nilai; pengukuran rasio; dan pengukuran tingkat kemajuan perkembangan program. Berdasarkan data dasar yang berasal dari statistik rutin dan dengan melalui tahapan-tahapan di atas maka dapat diperoleh angka-angka sebagai bahan penilaian setiap provinsi.

Secara nasional nilai indikator input sebesar 2,3. Apabila dilihat persebarannya pada tingkat provinsi, nilai tertinggi terdapat di DKI Jakarta sebesar 6,5. Hampir seluruh variabel yang ada pada indikator input mempengaruhi tingginya nilai indikator input pada DKI Jakarta kecuali rasio PUS terhadap tempat pelayanan KB (Pemerintah dan Swasta) dan persentase KPS dan KS I yang menjadi anggota UPPKS terhadap jumlah KPS dan KS I. Sementara itu, nilai terendah berada di Kalimantan Timur sebesar 1,2.

Untuk indikator proses sebesar 5,9. Apabila dilihat persebarannya pada tingkat provinsi, nilai tertinggi terdapat di DKI Jakarta sebesar 8,4. Hampir seluruh variabel yang ada pada indikator input mempengaruhi tingginya nilai indikator proses pada DKI Jakarta kecuali rata-rata kegiatan TKBK Kecamatan ke Desa/Kelurahan. Sementara itu, nilai terendah berada di Papua Barat sebesar 2,5.

Selain itu, untuk indikator output sebesar 4,8. Apabila dilihat persebarannya pada tingkat provinsi, nilai tertinggi terdapat di Bali sebesar 5,7. Sekitar 75% dari variabel yang ada pada indikator output mempengaruhi tingginya nilai indikator output pada Bali kecuali persentase PB Pria terhadap total PB, persentase PB Pria KPS dan KS I terhadap total PB, persentase PA Pria terhadap total PA, persentase PA KPS dan KS I terhadap PPM-PA KPS dan KS I, persentase PA KSP dan KS I terhadap total PA, persentase PA Pria KPS dan KS I terhadap total PA . Sementara itu, nilai terendah berada di provinsi Kalimantan Tengah dengan nilai sebesar 3,9.

(29)

26 Terakhir untuk nilai indikator dampak sebesar 5,2. Apabila dilihat persebarannya pada tingkat provinsi, nilai tertinggi terdapat di DKI Jakarta sebesar 8,81. Hampir seluruh dari variabel yang ada pada indikator dampak mempengaruhi tingginya nilai indikator dampak pada provinsi DKI Jakarta kecuali persentase KPS dan KS I terhadap keluarga dan persentase PUS yang istrinya berusia dibawah 20 tahun terhadap PUS. Sementara itu, nilai terendah berada di provinsi Maluku dengan nilai sebesar 3,7.

Adapun rasio antar indikator penilaian multi indikator semester II tahun 2013 ini terdiri dari:

1. Rasio Nilai Indikator Output terhadap Nilai Indikator Input

Pengukuran rasio antara nilai indikator output dengan nilai indikator input menggambarkan tingkat efisiensi pemanfaatan input untuk mendapatkan output. Suatu provinsi berada pada kategori "efisien" manakala mempunyai nilai rasio sama atau di atas 1. Sebaliknya, jika suatu provinsi mempunyai nilai rasio kurang dari 1, maka akan berada pada kategori "kurang efisien". Berdasarkan ketentuan ini, dengan nilai rasio nasional sebesar 2,0, maka dapat dikatakan bahwa secara nasional input yang tersedia telah dapat menghasilkan output secara ”Efisien”.

Pada tingkat provinsi, untuk rasio nilai indikator output terhadap nilai indikator input, sebanyak 32 (tiga puluh dua) provinsi telah mendapatkan output secara ”Efisien” dan 1 (satu) provinsi mendapat output secara ”Kurang

Efisien” yaitu DKI Jakarta (0,7).

2. Rasio Nilai Indikator Output terhadap Nilai Indikator Proses

Nilai rasio antara rata-rata nilai indikator output dengan rata-rata nilai indikator proses mencerminkan tingkat efektifitas kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan (proses) untuk mendapatkan output selama periode penilaian. Suatu provinsi masuk dalam kategori "Efektif" jika mempunyai nilai rasio sama atau di atas 1. Sebaliknya, jika suatu provinsi mempunyai nilai rasio kurang dari 1, maka akan masuk dalam kategori "Kurang Efektif".

Berdasarkan data yang ada dan hasil pengukuran sampai dengan pemberian nilai maka diperoleh nilai rasio indikator output terhadap nilai indikator proses secara nasional sebesar 0,8 yang menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan ”Kurang Efektif” dalam mendapatkan output. Pada tingkat provinsi terdapat 25 provinsi yang mempunyai nilai rasio indikator output terhadap nilai indikator proses kurang dari 1 dan sisanya 8 mempunyai nilai rasio indikator output terhadap nilai indikator proses lebih dari 1 . Banyaknya provinsi yang masuk kategori ”Kurang Efektif” disebabkan nilai indikator output lebih rendah dari nilai indikator proses.

(30)

27

3. Rasio Nilai Indikator Dampak terhadap Nilai Indikator Output

Nilai rasio antara rata-rata nilai indikator dampak dengan rata-rata nilai indikator output mencerminkan tingkat efektifitas dari output yang dihasilkan untuk dapat memperoleh dampak. Suatu provinsi masuk dalam kategori

”Efektif” jika mempunyai nilai rasio sama atau di atas 1. Sebaliknya, jika suatu

provinsi mempunyai nilai rasio kurang dari 1, maka akan masuk dalam kategori

”Kurang Efektif”.

Nilai rasio indikator dampak terhadap nilai indikator output secara nasional sebesar 1,1 yang menunjukkan bahwa output yang dicapai selama tahun 2013 telah menghasilkan dampak secara ”Efektif”. Kalau secara nasional output yang dicapai telah menghasilkan dampak secara ”Efektif”, hal itu tidak diikuti jika dilihat per provinsi, sebanyak 11 provinsi masih mempunyai nilai rasio kurang dari 1, yaitu Sumatera Selatan (1,0), Lampung (0,9), Nusa Tenggara Barat (0,9), Gorontalo (0,9), Sulawesi Barat (0,8), Nusa Tenggara Timur (0,7) Sulawesi Tenggara (0,97), Maluku (0,7), Maluku Utara (0,9), Papua (0,8) dan Papua (0,98).

Sampai dengan Semester II tahun 2013, total nilai rasio (performance) adalah sebesar 4,0. Jika dilihat rasio antar indikator dimana rasio indikator output terhadap input (O/I) mempunyai nilai diatas 1 yaitu sebesar 2,1, rasio indikator output terhadap proses (O/P) mempunyai nilai diatas 1 yaitu sebesar 0,8 dan rasio indikator dampak dengan output (D/O) mempunyai nilai di atas 1 yaitu sebesar 1,1, maka dapat dikatakan secara nasional tingkat perkembangan program sampai dengan semester II tahun 2013 itu ”Efisien tapi kurang Efektif”.

(31)

28

LAMPIRAN

Referensi

Dokumen terkait

Teknik penyiapan lahan dengan cara diolah secara penuh (cara yang biasa dilakukan petani) dalam menanam tanaman semusim kurang efektif diterapkan dalam pola

Bahwa Para Penggugat menolak secara tegas poin 5 halaman 9 dalil Jawaban Tergugat karena dasar hukum yang digunakan dalam menerbitkan Objek Gugatan bertentangan dengan

Tujuan pembelajaran umum : Mahasiswa memahami Diagram Elektrik Ladder untuk sistem otomatisasi kelist industri.. (kompetensi)

Berdasarkan grafik Gambar 3, respon evaluator terhadap kepuasan produk video interaktif manusia purba berdasarkan kriteria umum interface usability secara umum

Serta didapatkan perubahan perilaku emosional, ditandai oleh labilitas emosional, kegembiraan yang dangkal dan tak beralasan (euforia, kejenakaan yang tak sepadan),

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Gorontalo Sulawesi Barat Wilayah VII Kalimantan Barat 21 Juni Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Utara

[r]

Strategi pembelajaran kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi