• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ulat Api (Setothosea asigna)

Ulat api merupakan salah satu jenis ulat pemakan daun kelapa sawit yang paling sering menimbulkan kerugian besar di perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Jenis ulat api yang banyak ditemukan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. Sedangkan jenis yang jarang ditemukan adalah Thosea vestusa, Brithosea bisura, Susica malaya dan Birthamula chara. Ulat api yang paling banyak merusak di Indonesia adalah Setothosea asigna, Setora nitens, dan Darna trima (Susanto, dkk, 2012).

Setothosea asigna (Lepidoptera : Limacodidae) merupakan salah satu jenis ulat api terpenting pada tanaman kelapa sawit di Indonesia. Ulat api ini merupakan salah satu hama yang dapat menyebabkan kerusakan berat serta sangat merugikan di Indonesia.

Ulat api (Setothosea asigna) diklasifikasikan sebagai berikut :

Phylum : Arthopoda

Klass : Insekta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Limacodidae

Genus : Setothosea

Spesies : Setothosea asigna V. Eecke

Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat berukuran tipis dan transparan. Telur diletakan berderet 3 - 4 baris sejajar pada permukaan daun bagian

(2)

6

bawah, biasanya pada pelepah daun ke-6 dan ke-17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 300 – 400 butir. Telur menetas 4 – 8 hari setelah diletakkan. Gambar telur Setothosea asigna terdapat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Telur Setothosea asigna Sumber : Dokumentasi pribadi

Larva yang baru menetas, hidupnya secara berkelompok, memakan bagian permukaan bawah daun. Larva instar 2 – 3 memakan helaian daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Selama perkembanganya larva mengalami pergantian instar sebanyak 7 – 8 kali atau 8 – 9 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm².

Serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing 41 mm dan 51 mm. Sayap dengan berwarna coklat kemerahan dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda (Susanto, dkk, 2012). Gambar Ngengat jantan dan betina terdapat pada gambar 2.2.

(3)

7

Gambar 2.2 Ngengat jantan dan betina Sumber : (Lubis, 2016)

Ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di punggungnya, panjangnya 30-36 mm dan lebarnya 14 mm. Telur diletakkan berderet 3-4 baris pada permukaan bawah daun. Stadia ulat lamanya 50 hari (Purba, dkk, 2005). Gambar ulat api Setothosea asigna terdapat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Ulat api Setothosea asigna Sumber : Dokumentasi pribadi

(4)

8 Siklus hidup ulat api dapat di lihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Siklus hidup ulat api

Stadia Hari Keterangan

Telur 6 Jumlah telur 300 butir

Larva 30 Terdiri dari 9 instar, konsumsi daun 400 cm²

Pupa 23 Habitat di tanah

Imago - Jantan lebih kecil dari betina

Total 59 Tergantung pada lokasi dan lingkungan

Sumber : (Susanto, 2012). 2.2 Gejala serangan ulat api

Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2-3 tahun jika serangan yang terjadi sangat berat. Umumnya gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang daun saja. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500 cm² daun sawit per hari. Gejala serangan dari berbagai macam ulat api hampir sama yaitu melidinya daun kelapa sawit apabila serangan berat. Tingkat populasi 5-10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis hama tersebut di lapangan dan harus segera diambil tindakan pengendalian. Kerugian yang ditimbulkan Setothosea asigna, yaitu terjadi penurunan produksi sampai 69% pada tahun pertama setelah serangan dan ± 27% pada tahun kedua setelah serangan, bahkan jika serangan berat tanaman kelapa sawit tidak dapat berbuah selama 1-2 tahun berikutnya (Susanto, dkk, 2012).

(5)

9

Gambar serangan ulat api pada tanaman kelapa sawit terdapat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Gejala Serangan Ulat Api Sumber : Dokumentasi pribadi

2.3 Pengendalian Hama Ulat Api

2.3.1 Pengendalian dengan cara mengutip

Dilakukan dengan cara pengutipan ulat ataupun pupa di lapangan pada tanaman muda umur 1 – 3 tahun.

2.3.2 Pengendalian Hayati

Dilakukan dengan menggunakan parasitoid larva seperti Trichogramma sp dan predator berupa Eucanthecona sp, penggunaan virus seperti Granulosis baculoviruses, MNPV (Multiple Nucleo Polyhedro Virus) dan jamur Bacillus thuringiensis. Selain itu dilakukan penanaman bunga pukul delapan (Turnera subulata) seperti pada Gambar 2.5. sebagai habitat dari organisme parasitoid, yang di karenakan memiliki madu (Nectar) sebagai sumber makanan dari parasitoid tersebut.

(6)

10

Gambar 2.5 Bunga pukul delapan (Turnera subulata)

Sumber : Dokumentasi pribadi

2.3.3 Pengendalian Insektisida

Dilakukan dengan penyemprotan (spraying), dilakukan pada tanaman berumur 2.5 tahun dengan penggunaan penyemprotan tangan. Sedangkan tanaman yang berumur lebih dari 5 tahun penyemprotan dilakukan dengan mesin penyemprot. Penyemprotan udara dilakukan apabila dalam suatu keadaan tertentu luas areal yang terserang sudah meluas yang meliputi daerah dengan berbagai topografi.

2.3.4 Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian hama terpadu atau Integrated Pets Control (IPC) mula-mula diartikan secara terbatas sebagai perpaduan atau kombinasi pengendalian hama secara hayati (biologis) dan pengendalian secara kimiawi, tetapi kemudian diperluas dengan perpaduan semua metode dan teknik pengendalian hama yang dikenal. Teknologi pengendalian hama tanaman untuk hama pemakan daun kelapa sawit meliputi pengenalan terhadap jenis ulat dan biologi hama sasaran sebagai dasar penyusunan taktik pengendalian. Pengenalan tentang jenis dan biologi dari hama pemakan daun merupakan pijakan dasar untuk penyusunan metode pengendalian

(7)

11

yang sesuai terhadap hama tersebut di perkebunan kelapa sawit (Susanto, dkk, 2012).

Konsep pengendalian hama terpadu lahir karena manusia dihadapkan pada masalah besar, yakni pencemaran lingkungan karena penggunaan pestisida. Pengendalian hama semakin pelik, karena penggunaan lahan yang terus menerus, pemakaian pupuk secara berlebihan dan penggunaan pestisida secara tidak tepat, baik mengenai aplikasi maupun dosisnya. Monitoring populasi ulat dapat dilakukan dalam jangka waktu satu bulan sekali, namun apabila dilakukan pengendalian maka monitoring populasi dilakukan sebelum dan seminggu setelah pengendalian. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pengendalian ulang.

2.4 Tanaman Sirsak

Sirsak (Annona muricata L) lebih di kenal sebagai tanaman buah. Hampir semua bagian tanaman sirsak (Annona muricata L) dapat dimanfaatkan, daun dan bijinya dapat digunakan sebagai pestisida nabati dan juga sebagai obat-obatan. Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin antara lain asimisin, bulacatin, dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa Acetogenin memiliki keistimewaan sebagai anti-feedent. Kandungan bahan aktif tersebut membuat hama atau serangga tidak lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya (Mardiana dan Ratnasari, 2013). Sedangkan pada konsentrasi rendah, sirsak bersifat sebagai racun perut. Berikut ini dijelaskan setiap bagian dari tanaman sirsak dan kandungan zat nya :

2.4.1 Daun

Daun sirsak merupakan bagian yang banyak mengandung zat seperti annocatacin, annocatalin, annohexocin, annonacin.

(8)

12 2.4.2 Buah

Buah sirsak yang berasa asam manis memiliki kandungan zat annonaine dan asimillobine.

2.4.3 Biji

Biji sirsak mengandung banyak zat antara lain anomuricin, annonacin, anomurine, atherospermine, caclourine, cohibin, panatellin, xylomaticin, reticuline, sabadelin, dan solamin.

2.4.4 Kulit batang

Kulit batang sirsak mengandung zat atherospermine, murin, muricine, solamijne, dan reticuline.

2.4.5 Akar

Akar sirsak juga mengandung zat seperti annocatacin, annomonicin, annomontacin, annonacin, annomuricatin, cohibin, muracin, muricetanol, muricatin, panatellin, dan reticulatin.

Klasifikasi tanaman sirsak (Annona muricata L) adalah sebagai berikut:

Divisi : Tracheophyta Subdivisi : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Magnoliales Famili : Annonaceae Genus : Annona

(9)

13

Gambar daun sirsak (Annona muricata L) terdapat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Daun sirsak (Annona Muricata L) Sumber : Dokumentasi pribadi

Penggunaan ekstrak daun sirsak sebagai insektisida nabati terhadap mortalitas kutu daun (Aphis glycines Matsumura) pada tanaman kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan ekstrak daun sirsak sebagai insektisida nabati terhadap mortalitas kutu daun (Aphis glycines). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan 6 konsentrasi perlakuan ekstrak daun sirsak yaitu 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30% serta kontrol (tanpa perlakuan) diulang sebanyak 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun sirsak yang menyebabkan mortalitas tertinggi berada pada konsentrasi tinggi yakni antara 15% hingga 30%. Konsentrasi tersebut juga memiliki waktu tercepat dalam mengendalikan hama kutu daun (Hoesain, dkk, 2018).

2.5 Serangga penyerbuk kelapa sawit (Elaeidobius kamerunicus)

Penyerbukan kelapa sawit di Indonesia pada awalnya mengandalkan penyerbukan alami dan Assisted pollination (bantuan manusia). Keberadaan serangga penyerbuk kelapa sawit di perkebunan sangat diperlukan dalam pembentukan buah. Pada tahun 1983 dilakukan introduksi serangga penyerbuk asal Afrika dari Malaysia

(10)

14

yaitu Elaeidobius kamerunicus. Gambar Elaeidobius kamerunicus terdapat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Elaeidobius kamerunicus Sumber : Dokumentasi pribadi

2.5.1 Siklus hidup Elaeidobius kamerunicus

Elaeidobius kamerunicus merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang berkembang dari telur menjadi larva, kemudian kepompong, dan akhirnya imago. Serangga ini termasuk ke dalam family curculionidae (kumbang moncong). Siklus hidup Elaeidobius kamerunicus berlangsung sekitar 1 bulan, yakni :

a. Telur

Telur berwarna keputih-putihan, berbentuk lonjong dan kulitnya licin. Ukuran panjang telur 0.65 mm dan lebar 0.4 mm. Satu ekor kumbang Elaeidobius kamerunicus betina dapat meletakkan telur rata-rata 57.64 butir yang diletakkan pada bunga jantan kelapa sawit selama 59.18 hari masa hidupnya. Pada umumnya telur menetas 2 – 3 hari setelah diletakan (Prasetyo dan Susanto, 2012).

(11)

15 b. Larva

Larva berkembang dalam tiga instar. Larva instar pertama berwarna putih kekuningan. Setelah 1 – 2 hari, larva menjadi instar kedua yang kemudian pindah kepangkal bunga jantan yang sama. Jaringan bagian pangkal bunga yang lunak merupakan bahan makanan larva tersebut. Sebelum semua bagian dari bunga habis dimakan (selama 1 – 2 hari), larva akan menjadi instar ke tiga yang berwarna kuning terang dan dapat memakan lima sampai enam bunga jantan.

c. Kepompong

Kepompong terbentuk di dalam bunga jantan yang terakhir dimakan. Sebelum menjadi kepompong, larva instar ketiga terlebih dahulu menggigit bagian ujung bunga jantan sehingga lepas. Dengan demikian terjadilah lubang yang menjadi tempat keluarnya kumbang. Warna kepompong kuning terang dengan sayap yang mulai terbentuk yang berwarna putih.

d. Kumbang

Kumbang Elaeidobius kamerunicus memakan tangkai sari bunga jantan yang sudah mekar. Perbandingan kumbang jantan dan betina di lapangan 1 : 2. Lama hidup kumbang betina dapat mencapai 65 hari dan kumbang jantan 46 hari. Kumbang jantan memiliki moncong yang lebih pendek dan 2 benjolan pada sayap dan bulu yang lebih banyak pada sayap sedangkan kumbang betina memiliki moncong yang lebih panjang, tidak ada benjolan pada sayap dan bulu pada sayap lebih sedikit. Ukuran tubuh Elaeidobius kamerunicus jantan yaitu 3 – 4 mm sedangkan Elaeidobius kamerunicus yaitu 2 – 3 mm. kumbang Elaeidobius kamerunicus jantan dapat membawa serbuk sari lebih banyak dibandingkan dengan kumbang betina. Hal ini

(12)

16

disebabkan oleh ukuran tubuh Elaeidobius kamerunicus jantan yang lebih besar serta banyaknya bulu pada sayap kumbang jantan.

2.5.2 Introduksi Elaeidobius kamerunicus

Pemanfaatan serangga penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius kamerunicus merupakan hasil spektakuler dari penelitian perlindungan tanaman yang telah membawa era penyerbukan buatan menjadi era penyerbukan secara alami dengan tingkat keberhasilan yang jauh lebih besar.

Proses introduksi Elaeidobius kamerunicus bermula dari penemuan R.A. Syed (Malaysia) yang juga telah berhasil mengintroduksi spesies yang sama ke Malaysia pada bulan Juli 1980 dan kemudian disebarkan di semenanjung Malaysia pada bulan Februari 1981 serta di Sabah pada bulan Maret 1981. Adapun dampak positif dari Elaeidobius kamerunicus yakni sebagai berikut:

a. Berfungsi sebagai serangga penyerbuk kelapa sawit yang efektif b. Berkembang biak dengan baik secara alami

c. Daya sebarnya cukup jauh, dapat melayani areal perkebunan kelapa sawit yang cukup luas

d. Pembuahan dapat mencapai bunga betina yang terletak pada tandan bagian dalam sehingga lebih sempurna

Pada awal tahun 1982 atas prakarsa PT. PP. London sumatera Indonesia dan kerjasama dengan Pusat Penelitian marihat (sekarang Pusat Penelitian Kelapa Sawit), serangga Elaeidobius kamerunicus dimasukkan melalui bandar udara Polonia Medan dan dibawa ke PPKS dalam rangka pengkarantinaan, pengawasan dan penelitian terhadap dampak negatif dan positifnya, serta perkembangbiakan dan penyebaran ke perkebunan-perkebunan kelapa sawit (Prasetyo dan susanto, 2012).

Gambar

Gambar 2.1 Telur Setothosea asigna  Sumber : Dokumentasi pribadi
Gambar 2.2 Ngengat jantan dan betina  Sumber : (Lubis, 2016)
Tabel 2.1 Siklus hidup ulat api
Gambar serangan ulat api pada tanaman kelapa sawit terdapat pada Gambar 2.4.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang mempengaruh lokasi pengelolaan sampah rumah tangga, antara lain: a. Lokasi shaft sampah berada di sisi kanan dan kiri bangunan seperti pada gambar 3.8, Renkonbang

Hasil dari pengujian notifikasi untuk pengisian air dapat dilihat pada

Dari kajian dan analisis teori terkait kondisi lapangan dengan kajian teori mengenai Tatanan Massa Bangunan, Pencahayaan dan Sirkulasi Udara Alami Unit Rusun Cingised

Dikarenakan hal tersebut, maka diperlukannya suatu penelitian yang dapat melihat tingat kesadaran dan pemahaman para pengguna teknologi khususnya kalangan Mahasiswa FTK UIN

2( Untuk mengetahui besar efektifitas pembelajaran Make a Match terhadap hasil belajar matematika materi garis dan sudut siswa kelas VII MTs Al- Ma’arif

Manfaat daripada analisis jalur (path analysis) adalah untuk memberikan penjelasan atau explanation terhadap fenomena yang dipelajari atau permasalahan yang

Adanya indikasi bahwa partisipasi anggaran pada kondisi ketidakpastian tugas rendah justru akan mengurangi kinerja karena dianggap merupakan pemborosan (Govindarajan

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna. Memperoleh Gelar Strata Satu