• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung (Zea mays L) adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung (Zea mays L) adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L) adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Graminaceae) yang sudah popular diseluruh dunia. Menurut sejarahnya tanaman jagung berasal dari Amerika dan menyebar ke daerah subtropics dan tropis termasuk Indonesia (Warisno, 1998).

Klasifikasi tanaman jagung (Zea mays L.) Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Graminales Suku : Graminae Marga : Zea

Jenis : Zea mays L

Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah ruas bervariasi antara 10-40 ruas. Tanaman jagung umumnya tidak bercabang kecuali pada jagung manis sering tumbuh beberapa cabang (anakan) yang muncul pada pangkal batang. Panjang batang jagung berkisar antara 60 cm – 300 cm atau lebih tergantung tipe dan jenis jagung. Ruas bagian atas berbentuk silindris dan ruas-ruas batang bagian bawah berbentuk bulat agak pipih. Tunas batang yang telah berkembang menghasilkan tajuk bunga betina (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Produk turunan potensial yang bisa dihasilkan dari komoditas jagung disajikan pada Gambar 1.

(2)
(3)

Tongkol Jagung

Tongkol jagung atau janggel merupakan bagian dari buah jagung yang telah diambil bijinya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ketersediaan tongkol jagung di Indonesia pada tahun 2006 adalah sebesar 3.482.839 ton, pada tahun 2007 sebesar 3.986.258 ton, dan pada tahun 2008 tongkol jagung ada sekitar 4.455.215 ton. Komponen jagung tua dan siap panen terdiri atas 38% biji, 7% tongkol, 12% kulit, 13% daun dan 30% batang (Perry et al., 2003).

Tongkol jagung merupakan simpanan makanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol. Panjang tongkol jagung bervariasi antara 8-12 cm. Pada umumnya satu tongkol jagung mengandung 300-600 biji jagung (Effendi dan Sulistiati, 1991).

Kandungan selulosa yang cukup tinggi pada tongkol jagung yang merupakan komponen serat yang dapat dicerna maka tongkol jagung dapat menyediakan energi yang cukup untuk pertumbuhan mikroba dalam rumen. Namun karena rendahnya kandungan protein dan tingginya kadar lignin menyebabkan selulosa menjadi tidak tersedia untuk difermentasi di dalam rumen akibatnya kecernaan menjadi rendah (Brandt dan Klopfenstein, 1986).

Tongkol jagung tergolong pakan serat bermutu rendah, kecernaan dan palatabilitasnya rendah. Rendahnya kecernaan disebabkan kandungan lignin yang tinggi yang membentuk komplek dengan selulosa dan hemiselulosa, oleh karena itu agar nilai gizi dan kecernaan dapat ditingkatkan perlu dilakukan pengolahan. Salah satu cara untuk meningkatkan mutu pakan adalah dengan teknik fermentasi (Umiyasih dan Aryogi, 2001).

(4)

Nilai nutrisi dari limbah tanaman dan hasil samping industri jagung sangat bervariasi (terdapat pada table 1). Nilai kecernaan kulit jagung dan tongkol jagung (60%) ini hampir sama dengan nilai kecernaan rumput gajah sehingga kedua bahan ini dapat menggantikan rumput gajah sebagai sumber hijauan

(Mccutcheon dan Samples, 2002).

Tabel 1. Proporsi limbah tanaman jagung, kadar protein kasar dan nilai kecernaan bahan keringnya

Limbah Kadar air Proporsi Protein Kecernaan Palatabilitas jagung (%) limbah kasar BK in vitro

(%BK) (%) (%) Batang 70-75 50 3,7 51 Rendah Daun 20-25 20 7,0 58 Tinggi Tongkol 50-55 20 2,8 60 Rendah Kulit 45-50 10 2,8 68 Tinggi Sumber: Preston (2006).

Dalam aplikasi berbagai macam pengolahan tongkol jagung di lapangan perlu dipertimbangkan segi kemudahannya dan nilai ekonomisnya.

Fermentasi

Fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu (Saono, 1998) dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut (Winarno et al., 1980).

Berdasarkan jenisnya fermentasi dibedakan menjadi dua yaitu fermentasi anaeron dan aerob. Fermentasi anaerob (oksidasi tidak sempurna) menghasilkan asam-asam organik (Schlegel dan Schmidt, 1994). Fermentasi timbul akibat adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai

(5)

dan merupakan proses biologis atau mikrobiologis sebagai upaya untuk mencerna pendahuluan di luar rumen (Harahap, 1987).

Proses fermentasi bahan pakan oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan pakan baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya simpannya. Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dari pada bahan aslinya karena adanya enzim yang dihasilkan dari mikroba itu sendiri (Winarno et al., 1980).

Penambahan bahan-bahan nutrient kedalam media fermentasi dapat menyokong dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai sumber nitrogen pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang ditambahkan kedalam medium fermentasi akan diuraikan untuk enzim urease menjadi ammonia dan karbondioksida selanjutnya untuk pembentukan asam amino (Fardiaz, 1989).

Kualitas fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah air, suhu, pH, fermentator, susunan bahan dasarnya dan zat yang bersifat pendukung (Rahayu dan Sudarmadji, 2001).

Mikroorganisme

Aspergillus niger

Aspergillus niger adalah sejenis jamur yang berasal dari Phylum Ascomycota, Sub Phylum Pezizomycotina, Class Eurotiomycetes, Ordo Eurotiales, dan Family Trichocomaeceae. Aspergillus niger merupakan salah satu

spesies yang paling sering ditemui dari genus Aspergillus. Aspergillus niger tumbuh cepat pada berbagai media buatan dan membentuk koloni-koloni yang

(6)

terdiri dari bentuk putih seperti kapas, pada bagian dasarnya berwarna kuning dan tertutupi oleh lapisan tebal berwarna cokelat gelap sampai hitam pada bagian kepala konidianya (Kirk et al., 2001).

Aspergillus niger berperan dalam menghasilkan enzim selulase, dimana

enzim ini berfungsi untuk mengubah selulosa menjadi glukosa sehingga dapat meningkan daya cerna dari suatu bahan pakan (Klich, 2002).

Aspergillus niger di dalam pertumbuhannya berhubungan secara langsung

dengan zat makanan yang terdapat dalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut disekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain yang lebih kompleks seperti selulosa, pati dan protein harus dipecah terlebih dahulu sebelum diserap kedalam sel, untuk itu Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler (Hardjo et al., 1989). Dari beberapa hasil penelitian diketahui fermentasi dengan menggunakan kapang Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein dari beberapa bahan (Hanim et al., 1991).

Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiaesebagai salah satu galur yang paling umum

digunakan untuk fermentasi, karena bersifat fermentatif kuat dan anaerob fakultatif (mampu hidup dengan atau tanpa oksigen), memiliki sifat yang stabil dan seragam, mampu tumbuh dengan cepat saat proses fermentasi sehingga proses fermentasi berlangsung dengan cepat pula serta mampu memproduksi alkohol dalam jumlah banyak. Alkohol (etanol) yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan pelarut selain air dan bahan baku utama dalam laboratorium dan industri kimia (Buckle, 1987).

(7)

Saccharomyces cerevisiaeadalah mikroorganisme bersel tunggal dengan

ukuran antara 5 sampai 20 mikron, biasanya berukuran 5 sampai 10 kali lebih besar dari bakteri. Saccharomyces cerevisiae dapat tumbuh dalam media cair dan padat, perbanyakan sel terjadi secara aseksual dengan pembentukan tunas, suatu proses yang merupakan sifat khas dari Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces

cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan maksimum pada 35-47oC, pH pertumbuhan saccharomyces cerevisiae yang baik antara 3-6. Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil samping fermentasi (Prescott dan Dunn, 1959).

Pada Saccharomyces cerevisiae, 70% dari glukosa didalam subtract akan diubah menjadi karbondioksida dan alkohol, sedangkan sisanya 30% tanpa adanya nitrogen akan diubah menjadi produk penyimpanan cadangan (Fardiaz, 1992). Sistem Pencernaan Ruminansia

Perut ruminansia terdiri atas retikulum, rumen, omasum dan abomasums. Volume rumen pada ternak domba berkisar 10 liter. Sistem pencernaan pada ruminansia melibatkan interaksi dinamis antara bahan pakan, populasi mikroba dan ternak itu sendiri. Pakan yang masuk ke mulut akan mengalami proses pengunyahan atau pemotongan secara mekanis sehingga membentuk bolus. Pada proses ini, pakan bercampur dengan saliva kemudian masuk ke rumen melalui esophagus untuk selanjutnya mengalami proses fermentatif. Bolus di dalam rumen akan dicerna oleh enzim mikroba. Partikel pakan yang tidak dicerna di rumen dialirkan ke abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim pencernaan. Hasil pencernaan tersebut akan diserap oleh usus halus dan selanjutnya masuk dalam darah (Sutardi, 1978).

(8)

Kecernaan

Pengujian kecernaan dilakukan untuk mengetahui kualitas dari suatu bahan pakan, karena salah satu faktor penting yang harus dipenuhi oleh bahan makanan adalah tinggi rendahnya daya cerna bahan makanan tersebut. Kecernaan juga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menentukan nilai pakan ternak. Nilai kecernaan suatu bahan pakan menunjukan bagian dari zat-zat makanan yang dicerna dan diserap sehingga siap untuk mengalami metabolisme (Schneider dan Flatt, 1975).

Kecernaan suatu bahan pakan sangat penting diketahui karena dapat digunakan untuk menentukan nilai atau mutu suatu bahan pakan

(Tillman et al., 1998). Soewardi (1974) menyatakan bahwa kecernaan merupakan suatu rangkaian proses yang terjadi dalam alat pencernaan sampai memungkinkan terjadinya penyerapan. Kecernaan biasanya dinyatakan dalan BK dan BO dan bila dinyatakan dalam persentase disebut koefisein cerna (McDonald et al., 1989).

Semakin tinggi kecernaan suatu bahan pakan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan (Sutardi, 1978). Jumlah maupun kompisisi kimia serat suatu bahan pakan sangat berpengaruh terhadap kecernaannya (Arora, 1989). Bahan pakan mempunyai kecernaan tinggi apabila bahan tersebut mengandung zat-zat mutrisi mudah dicerna. Bahan pakan yang kecernaanya rendah tidak dapat diserap oleh tubuh dan akan dikeluarkan melalui feses (Lubis, 1992).

Kecernaan Bahan Kering

Konsumsi bahan kering merupakan gambaran banyaknya bahan pakan yang masuk kedalam tubuh, namun untuk mengetahui sejauh mana zat-zat

(9)

makanan tersebut diserap oleh tubuh ternak maka perlu untuk mengetahui tingkat kecernaannya (Tillman, et al.,1998).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering yaitu jumlah pakan yang dikonsumsi, laju perjalanan makanan di dalam saluran pencernaan dan jenis kandungan gizi yang terkandung dalam pakan tersebut. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering pakan adalah tingkat proporsi bahan pakan, komposisi kimia, tingkat protein pakan, persentase lemak dan mineral (Herman et al., 2003).

Menurut Mackie et al., (2002) adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi tingkat pencernaan. Nilai rataan koefisien cerna bahan kering pada domba lokal adalah 57,34% sedangkan nilai koefisien cerna bahan organik adalah 60,74% (Elita, 2006).

Kecernaan Bahan Organik

Bahan organik merupakan bagian dari bahan kering, sehingga meningkatnya konsumsi bahan kering maka konsumsi bahan organik akan meningkat pula. Peningkatan kecernaan bahan organik sejalan dengan meningkatnya kecernaan bahan kering, karena sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan bahan kering akan berpengaruh juga terhadap tinggi rendahnya kecernaan bahan kering Sutardi (1980).

Menurut Tillman et al., (1991) bahwa bahan organik merupakan bahan yang hilang pada saat pembakaran. Nutrien yang terkandung dalam bahan organik merupakan komponen penyusun bahan kering. Komposisi bahan organik terdiri dari lemak, protein kasar, serat kasar dan BETN. Bahan kering mempumyai

(10)

komposisi kimia yang sama dengan bahan organik ditambah abu. Akibatnya jumlah konsumsi bahan kering akan berpengaruh terhadap jumlah konsumsi bahan organik. Banyaknya konsumsi bahan kering akan mempengaruhi besarnya nutrien yang dikonsumsi sehingga jika konsumsi bahan organik meningkat maka akan meningkatkan konsumsi nutrien.

Kemampuan mencerna bahan makanan ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis ternak, komposisi kimia pakan dan penyimpanan pakan. Daya cerna suatu bahan pakan tergantung pada keserasian zat-zat makanan yang terkandung didalamnya Van Soest (1994).

Rumen

Kondisi dalam rumen adalah anaerobik, tekanan osmos pada rumen mirip dengan tekanan aliran darah. Temperatur dalam rumen adalah 38-42oC, pH 6,7-7,0 dapat dipertahankan dengan adanya absorbs asam lemak dan ammonia. Saliva yang keluar masuk ke dalalm rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar ion HCO3 dan PO4 (Arora,1995).

Pencernaan secara fermentatif dilakukan oleh mikroorganisme rumen sedangkan secara hidrolisi dilakukan oleh jasad renik dengan cara penguraian dalam rumen. Rumen mengandung banyak tipe bakteri, protozoa dan jamur. Beberapa spesies mikroba rumen mampu menghasilkan enzim selulase dan hemiselulase yang dapat menghidrolisa isi sel dan dinding sel tanaman pakan (Tillman et al., 1991)

Cairan rumen segar didapat dengan memeras isi rumen. Cairan ditempatkan ke dalam termos yang telah dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu

(11)

39oC. Cairan rumen disaring dengan kain kasa dan ditampung kedalam wadah yang telah ditempatkan di dalam water bath pada suhu 39oC. Cairan rumen ditambahkan gas CO2 supaya kondisi anaerob sampai dilakukan inokulasi

(Afdal dan Edi, 2007). Teknik In vitro

Teknik in vitro adalah percobaan fermentasi bahan pakan secara anaerob di dalam tabung fermentor dan diberi larutan penyangga berupa saliva buatan. Teknik in vitro digunakan untuk menyelidiki bahan pakan di luar bagian tubuh ternak dengan waktu yang relatif singkat (Tillman et al., 1998). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penelitian in vitro adalah larutan penyangga, suhu fermentasi, derajat keasaman (pH) yang optimal, sumber inokulum, periode fermentasi, mengakhiri fermentasi dan prosedur analisis (Sutardi, 1978).

Suhu fermentasi diusahakan sama dengan suhu fermentasi dalam rumen yaitu berkisar 38-42oC. Suhu tersebut harus stabil selama proses fermentasi berlangsung, hal ini dimaksud agar mikroba dapat berkembang sesuai dengan kondisi asal. Aktifitas mikroba rumen tetap berlangsung normal bila pH rumen berkisar 6,7-7,0. Perubahan pH yang besar dapat dicegah dengan penambahan larutan buffer (Jhonson, 1996).

Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan teknik invitro adalah waktu yang relatif pendek dan dapat mengurangi pengaruh yang disebabakan hewan induk semang dengan hasil yang cukup memuaskan (Harris, 1970). Keuntungan utama teknik in vitro adalah dapat mempelajari aktivitas mikroba di luar kontrol dan pengaruh induk semang. Teknik in vitro akan mendapatkan hasil yang lebih baik daripada menggunakan analisa kimia (Hungate, 1996).

Gambar

Gambar 1. Pohon industri jagung

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan selama tiga siklus, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media kertas origami dapat meningkatkan kemampuan

Hasil penelitian tentang Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Wilayah Kebijakan Pembangunan di Provinsi Jawa Timur adalah (1) Pola

Data dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari skor hasil Pengaruh Pendekatan Hypno Heart Teaching dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Bahasa

seluruh sahabat Nabi. Bagi mereka, keadilan sahabat tidak dapat digeneralisir, sehingga kapasitas mereka tetap harus diuji seperti yang dilakukan pada informan

kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan, yaitu: 1) Wanita klimakterium mampu menerapkan terapi SEFT untuk menurunkan kecemasan wanita klimakterium; 2)

Sedangkan apabila ditinjau dari tujuan retorika, para komika telah berhasil menjalankan lima tujuan retorika meliputi, to inform dimana para komika mampu memberikan

Memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran, dimana materi pendidikan agama Islam bagi beberapa kalangan yang baru belajar agama merupakan hal yang sulit untuk dipahami