• Tidak ada hasil yang ditemukan

Antika Nurinda Milla Herdayati. Abstrak. Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Antika Nurinda Milla Herdayati. Abstrak. Abstract"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENDIDIKAN, PENGETAHUAN KB, DAN OTONOMI

WANITA PADA KEJADIAN UNMET NEED (KEBUTUHAN KB YANG

TIDAK TERPENUHI) DI PROVINSI YOGYAKARTA DAN NTT

MENURUT SDKI 2007

Antika Nurinda Milla Herdayati

Program Kesehatan Masyarakat, Peminatan Biostatistik, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 16424

Ini_antika@yahoo.com Milla.herdayati@yahoo.com

Abstrak

Angka CPR Indonesia menunjukkan adanya peningkatan berarti semenjak 2002/2003 hingga 2007. Namun begitu, data SDKI 2007 menyebutkan angka pemenuhan KB yang tidak terpenuhi juga masih cukup tinggi. SDKI 2007 menuliskan bahwa ada sebesar 61,4 % wanita yang menggunakan kontrasepsi dan sebesar 9,1% wanita berstatus unmet need.. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pendidikan, pengetahuan KB, dan otonomi wanita terhadap kejadian unmet need (kebutuhan KB tidak terpenuhi) di Provinsi Yogyakarta dan NTT menurut SDKI 2007. Analisis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik. Hasil regresi logistik menyebutkan bahwa interaksi antara media dengan pengetahuan menjadi faktor utama dalam menyebabkan kejadian unmet need di Yogykarta. Sedangkan jumlah anak masih hidup merupakan faktor utama dalam menyebabkan kejadian unmet need di NTT. Pendidikan rendah, pengetahuan kurang, dan kurang memiliki otonomi menyebabkan unmet need lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang berpendidikan tinggi, pengetahuan baik, dan memiliki otonomi di Yogyakarta dan NTT.

Kata kunci: otonomi wanita; pendidikan; pengetahuan; unmet need

Abstract

Contraceptive prevalence rate of Indonesia showed a significant improve since 2002/2003 to 2007. However, unmet need of family planning still high on 9,1 % in IDHS (2007). IDHS describes that there are 61,4 of 100 women using contraceptive and there are 9 of 100 women are unmet need. The purpose of this study was to determine the relationship of education, knowledge of family planning, and women's autonomy for unmet need in Yogyakarta and NTT according to IDHS 2007. Regression analysis shows that several variables are significantly related to total unmet need in Yogyakarta and NTT. The findings in Yogyakarta show that interaction between media and knowledge is a major statistically significant relationship. But in NTT, total number of children is a major statistically significant relationship. Although, education, knowledge, and autonomy have no significant association with unmet need, low of education, knowledge, and no having autonomy give higher total unmet need in Yogyakarta and NTT.

Key word: autonomy; education; knowledge; unmet need

(2)

Dalam kurun waktu selama lebih dari 30 tahun, para pengguna KB jumlahnya meningkat secara tajam pada beberapa negara berkembang di dunia. Namun begitu, ternyata angka permintaan KB yang tidak terpenuhi (unmet need) juga masih tinggi 1. Sebagai contoh, unmet need diestimasikan berada diantara angka 5% dan 33% di negara-negara Asia, antara 6 % dan 40% untuk Amerika latin dan Karibian, dan antara 13% dan 38% di sub-sahara Afrika2. Secara umum, angka kebutuhan alat kontrasepsi yang tidak terpenuhi (unmet need) dunia mencapai 11,2%3.

Di Indonesia, program KB telah dilaksanakan Indonesia selama kurun waktu tiga dasawarsa, Program KB dinilai telah berhasil menurunkan angka kelahiran total dan penurunan pertumbuhan penduduk.

Gambar 1 Grafik Penurunan TFR dan GR Tahun 1971-2007

Berdas arkan Gambar 1.1 di atas, Nilai TFR turun secara teratur mulai dari 6 pada tahun 1971 menjadi 2,6 pada tahun 20074,5. Sementara nilai Growth Rate juga mengalami kondisi penurunan yang cukup stabil mulai dari 2,31 % pada tahun 1971 menjadi 1,49% pada tahun 2007 6.

Namun begitu, ditengah-tengah angka pemakaian KB di Indonesia yang semakin naik semenjak tahun 1971 hingga 2007, data SDKI 2007 menyebutkan angka pemenuhan KB yang tidak terpenuhi juga masih cukup tinggi. SDKI 2007 menuliskan bahwa ada sebesar 61,4 % wanita yang menggunakan kontrasepsi dan sebesar 9,1% wanita berstatus unmet need 7. Pada perempuan yang aktif melakukan kegiatan seksual, biasanya mereka akan memilih untuk menghindari kehamilan tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi. Para perempuan ini masuk kedalam kategori unmet need. Unmet need ialah perempuan yang sekarang ini menikah dan tidak menggunakan alat kontrasepsi tetapi tidak ingin memiliki anak lagi atau ingin

Sumber  :  

*  www.statcompiler.com  (2013)  dan  Jones,  et.al  (1997)  ,    **  www.BPS.go.id  (2013)    

   

(3)

menjarangkan kehamilannya hingga dua kemudian 2. Jika unmet need ini dapat diatasi, angka kehamilan yang tidak diinginkan dapat diturunkan, kesehatan dan keselamatan Ibu dapat terus ditingkatkan, dan tentu dapat menurunkan angka pertumbuhan penduduk1.

Sebagai provinsi dengan tingkat partisipasi sekolah hingga perguruan tertinggi terbesar, Yogyakarta memiliki nilai proporsi sama antara wanita usia subur dengan laki-laki yang mengetahui metode KB. Tercatat wanita usia subur yang saat ini mengetahui metode KB ada sebanyak 100% (dari jumlah 517 orang WUS Yogyakarta) dan laki-laki ada sebanyak 99,7% (dari jumlah 146 orang laki-laki Yogyakarta). Lainnya, pengambilan keputusan terhadap penggunaan uang dalam rumah tangga diputuskan oleh ibu sendiri tanpa ada keikutsertaan dengan suami ataupun orang lain ada sebanyak 71,7% (dari jumlah 319 orang WUS Yogyakarta). Melihat variasi angka tersebut, jika dibandingkan dengan angka unmet need, ditemukan bahwa ibu yang tidak menggunakan alat kontrasepsi namun ingin menjarangkan dan membatasi kelahiran ada sebesar 6,8 %. Angka ini tersebar pada 2,9 untuk menjarangkan kelahiran dan 3,9 untuk membatasi kelahiran 7.

Sementara itu, NTT, provinsi dengan partisispasi sekolah hingga perguruan tinggi hanya sebanyak 3,5%, memiliki proporsi angka wanita usia subur yang mengetahui metode KB lebih besar dibandingkan dengan laki-laki, yakni 89,8% : 81,3%. Lain itu, pengambilan keputusan terhadap penggunaan uang dalam rumah tangga diputuskan oleh ibu sendiri tanpa ada keikutsertaan dengan suami atatupun orang lain ada sebanyak 35,2% (dari jumlah 249 orang WUS NTT). Jika dibandingkan dengan kejadian unmet need, NTT memiliki angka unmet need lebih tinggi dibandingkan dengan angka unmet need Yogyakarta, yaitu sebesar 17,4% 7.

Dengan melihat perbedaan nilai unmet need dan karekteristik di dua provinsi ini, peneliti bertujuan untuk melihat hubungan pendidikan, pengetahuan KB, dan otonomi wanita baik di Yogyakarta dan NTT terhadap kejadian unmet need.

Tinjauan Teoritis

Pada perempuan yang aktif melakukan kegiatan seksual, biasanya mereka akan memilih untuk menghindari kehamilan tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi. Para perempuan ini masuk kedalam kategori unmet need. Unmet need ialah perempuan yang sekarang ini menikah dan tidak sedang menggunakan alat kontrasepsi tetapi tidak ingin memiliki anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilannya hingga dua atau beberapa tahun kemudian2.

(4)

SDKI menyebutkan bahwa kebutuhan pelayanan KB yang tidak terpenuhi (unmet need) adalah persentase wanita kawin yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara kontrasepsi. Wanita yang memerlukan KB dengan tujuan untuk “menjarangkan” kelahiran mencakup wanita hamil yang kehamilannya tidak diinginkan diwaktu itu, wanita yang belum haid setelah melahirkan anak yang tidak memakai kontrasepsi tetapi ingin menunggu dua tahun atau lebih sebelum kelahiran berikutnya. Selanjutnya wanita yang belum memutuskan apakah ingin anak lagi atau ingin anak lagi tapi belum tahu kapan juga termasuk kelompok ingin menjarangkan. Wanita yang ingin membatasi kelahiran mencangkup wanita hamil yang kehamilannya tidak diinginkan, wanita yang belum haid, dan yang sudah haid setelah melahirkan anak yang tidak diinginkan, yang tidak memakai kontrasepsi lagi 7. Adapun bagan analisa unmet need sesuai

dengan pernyataan di atas2 :

Gambar 2 Bagan Analisa Unmet Need

PUS Pakai Alkon

Tidak Ingin Anak Lagi WANITA USIA SUBUR

(WUS)

WUS dalam Status Kawin

Hamil/ Aminore

PUS Tidak Pakai Alkon

Ingin anak segera (Inwanted) Tidak ingin anak lagi (Unwanted )

Tidak Hamil/ Tidak Aminore

Ingin anak kemudian (Mistimed) Infecund Fecund Ingin Anak Segera Ingin Anak Kemudian

Unmet Need untuk Penjarangan Kehamilan

Unmet Need untuk Pembatasan Kehamilan

(5)

Pemakaian alat kontrasepsi oleh PUS dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni faktor sosiodemografi, sosial psikologi, dan faktor berhubungan dengan pelayanan. Pada faktor sosio demografi, terdiri dari pendidikan, pendapatan keluarga, suku, agama, tempat tinggal, asupan gizi, dan lainnya. Sementara pada faktor sosio psikologi dilihat dari persepsi keyakinan dan sikap yang dapat mempengarui penerimaan alat kontrasepsi. Dan pada faktor berhubungan dengan pelayanan, indikator yang digunakan adalah sebagai berikut : jenis pelayanan KB, kegiatan informasi, edukasi, media, dan lainnya8.

Lain itu, peneltian lain, menggambarkan unmet need dengan ide dasar tentang fertilitas. Dimana hal itu diawali dengan keinginan pasangan untuk memiliki anak dan kemudian akan berakhir pada unmet need apabila permintaan terhadap Kontrasepsi tidak dapat terpenuhi9.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2013.

Populasi pada penelitian ini adalah wanita yang pernah menikah di Indonesia usia 15-49. Dalam penelitian ini, dari jumlah 32.895 wanita yang telah diwawancarai, peneliti menggunakan seluruh responden menikah antara umur 15-49 tahun dalam 5 tahun terakhir sebelum survey yang berada di wilayah Yogyakarta sebesar 1041 responden dan NTT sebesar 754 responden.

Hal yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah hubungan antara pendidikan, pengetahuan KB, dan otonomi wanita terhadap kejadian unmet need di Yogyakarta dan NTT menurut SDKI 2007. Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel lainnya yang juga turut dilihat hubungannya dengan kejadian unmet need. Variabel-variabel tersebut meliputi umur,sosial ekonomi, pendidikan suami, jumlah anak yang dimiliki, dan akses terhadap media. Adapun variabel yang dilakukan re-klasifikasi (pengubahan koding) dari raw data SDKI 2007 ialah kategori unmet need, umur, pendidikan istri dan suami, jumlah anak yang dimiliki, akses media massa, sosial ekonomi, dan komponen otonomi wanita. Variabel lain seperti pengetahuan KB dan otonomi merupakan perhitungan dari beberapa variabel yang dianggap sebagai komponen dari pengetahuan dan otonomi wanita.

Pada penelitian ini, analisis memperhitungkan weight atau bobot yang telah ternormalisasi sebagai akibat dari penggunaan metode cluster sampling pada waktu pemilihan

(6)

subjek atau sampel penelitian saat pengumpulan data. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat, dan multivariat.

Hasil Penelitian

Gambaran Unmet Need di Yogyakarta dan NTT. Pada kejadian unmet need di ke-2 Provinsi terlihat bahwa unmet need di Yogyakarta lebih banyak terjadi pada unmet need untuk membatasi (3,9%) sedangkan di NTT responden cenderung unmet need untuk menjarangkan (9,8%). Adapun distribusi tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 3 Perbedaan Kejadian Unmet Need di Provinsi Yogyakarta dan NTT

. Apabila dibandingkan dengan angka unmet need nasional, angka unmet need KB di Yogyakarta berada di bawah angka unmet need nasional sementara NTT berada di atas angka unmet need nasional. Dari perbandingan nilai tersebut terlihat bahwa angka unmet need provinsi NTT lebih tinggi dibandingkan dengan angka unmet need Yogyakarta.

Gambar 4 Trend Unmet Need NTT, Yogyakarta, dan Indonesia

(7)

Gambaran Karakteristik Responden di Yogyakarta dan NTT, Hasil pada tabel 1 menunjukkan bahwa bahwa usia responden di Yogyakarta berada banyak di kelompok usia 30-34 tahun sedangkan NTT berada banyak pada kelompok usia 25-29 tahun. Berdasarkan status sosial ekonomi, Yogyakarta memiliki responden berstatus sosial ekonomi sangat kaya (29%) sementara NTT memiliki responden berstatus sosial ekonomi rendah (66,5%) Sementara itu, berdasarkan pendidikan yang pernah ditempuh, Yogyakarta memiliki responden berpendidikan tingggi lebih banyak dibandingkan dengan NTT. Responden di Yogyakarta lebih banyak berada pada tingkat SMP-SMA (51,8%), sedangkan NTT banyak pada jenjang tamat SD (55,1%).

Tabel 1 Gambaran Karakteristik Usia, Sosial Ekonomi, Pendidikan Ibu, Pendidikan Suami, Jumlah Anak Masih Hidup, Akses Media, Pengetahuan, dan Otonomi Wanita

Karakteristik Yogyakarta (n=1041) NTT (n=754) Usia 15-19 15 (1,4%) 17 (2,3%) 20-24 94 (9,0%) 106 (14,0%) 25-29 154 (14.,8%) 144 (19,1%) 30-34 221 (21,2%) 140 (18,6%) 35-39 200 (19,2%) 134 (17,7%) 40-44 184(17,5%) 116 (15,3%) 45-49 173 (16,6%) 97 (12,9%) Sosial Ekonomi Sangat Miskin 39 (3,7%) 501 (66,5%) Miskin 175 (16,8%) 110 (14,6%) Menengah 277 (26,6%) 77 (10,3%) Kaya 248 (23,9%) 49 (6,5%) Sangat Kaya 302 (29,0%) 16 (2,2%) Pendidikan responden Tidak sekolah 43 (4,1%) 60 (7,9%) Tamat SD 299 (28,7%) 416 (55,1%) SMP-SMA 540 (51,8%) 239 (31,7%) Perguruan Tinggi 160 (15,3%) 40 (5,3%) Pendidikan suami Tidak sekolah 23 (2,2%) 62 (8,2%) Tamat SD 285 (27,4%) 372 (49,4%) Menengah 554 (53,2%) 258 (34,3%) Perguruan Tinggi 179 (17,2%) 59 (7,9%) Tidak menjawab 0 (0,0%) 2 (0,3%)

Jumlah anak masih hidup

0 97 (9,3%) 56 (7,4%)

1-2 710 (68,2%) 313 (41,5%)

>2 234 (22,2%) 385 (51,1%)

Akses media massa

(8)

Terpapar media 415 (39,8%) 206 (27,4%) Yogyakarta (n=1041) NTT (n=754) Pengetahuan Kurang 276 (26,4%) 565 (74,9%) Baik 766 (73,6%) 189 (25,1%) Otonomi Wanita

Kurang memiliki otonomi 94 (9,0%) 34 (4,5%)

Memiliki otonomi 947 (91,0%) 720 (95,5%)

Selanjutnya berdasarkan tabel di atas, pendidikan suami responden di Yogyakarta berada banyak pada tingkat SMP-SMA (53,2%) dan NTT pada kelompok tamat SD (49,4%). Perbedaan ke-2 Provinsi ini juga memberikan gambaran bahwa jumlah anak di Yogyakarta cenderung 1-2 orang anak (68,2%), sementara itu di NTT berjumlah 3 anak atau lebih (41,5%). Namun, begitu, baik di Yogyakarta maupun NTT, responden yang tidak terpapar akses media lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan terpapar akses media. Responden di Yogyakarta memiliki responden tidak terpapar akses media sebesar 60,2% dan NTT sebesar 72,6%. Sementara itu, Responden yang berada di Yogyakarta memiliki pengetahuan baik (73,6%) sedangakn di NTT memiliki pengetahuan kurang (74,9%),lainnya responden yang memiliki otonomi di Provinsi Yogyakarta ada sebesar 91% dan NTT ada sebesar 95,5%.

Gambaran Unmet Need Menurut Usia, Sosial Ekonomi, Pendidikan Ibu, Pendidikan Suami, Jumlah Anak Masih Hidup, Akses Media, Pengetahuan, dan Otonomi Wanita

Berdasarkan tabel 2, Hasil analisis gambaran unmet need menurut usia responden menunjukkan bahwa unmet need banyak dialami oleh responden berusia 16-35 tahun di ke-2 Provinsi. Analisis statistik menyebutkan bahwa di Yogyakarta, responden usia 16-34 tahun memiliki kecenderungan 1,626 kali lebih tinggi untuk mengalami unmet need dibandingkan dengan responden usia 35-49 tahun. Sementara di NTT, responden usia 16-34 tahun memiliki kecenderungan 1,266 kali lebih tinggi untuk mengalami unmet need dibandingkan dengan responden usia 35-49 tahun.

Gambaran unmet need menurut status sosial responden menunjukkan bahwa unmet need di Yogyakarta maupun NTT berada banyak pada status ekonomi rendah (8,4%) sementara di NTT responden tersebar dominan pada status ekonomi rendah (18,3%). Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa kejadian unmet need di Yogyakarta hampir terdistribusi merata pada masing-masing kelompok status ekonomi. Sementara di provinsi NTT, pola kejadian unmet need semakin tinggi dengan rendahnya status ekonomi responden.

(9)

Selanjutnya, hasil gambaran unmet need menurut pendidikan responden menunjukkan bahwa unmet need di Yogyakarta dan NTT berada banyak pada responden berpendidikan rendah. Distribusi unmet need yang dimiliki oleh responden dengan pendidikan rendah jumlahnya lebih banyak pada provinsi NTT dibandingkan dengan Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat bahwa di NTT responden berpendidikan rendah cenderung 1,404 kali lebih tinggi untuk mengalami unmet need dibandingkan dengan responden berpendidikan tinggi. Sementara di Yogyakarta responden berpendidikan rendah cenderung 1,125 kali lebih tinggi untuk mengalami unmet need dibandingkan dengan responden berpendidikan tinggi.

Adapun gambaran unmet need menurut pendidikan suami responden menunjukkan bahwa unmet need di Yogyakarta berada banyak pada suami berpendidikan tinggi (7,0%) dan NTT berada banyak pada suami berpendidikan rendah (18,7%). Distribusi unmet need yang dimiliki oleh suami dengan pendidikan rendah jumlahnya lebih banyak pada provinsi NTT dibandingkan dengan Yogyakarta.

Lain itu, berdasarkan gambaran unmet need menurut akses media menunjukkan bahwa unmet need di Yogyakarta berada banyak pada responden terpapar akses media (7,7%) dan NTT juga berada banyak pada responden terpapar akses media (18,4%). Distribusi unmet need yang dimiliki oleh responden unmet need dan terpapar akses media jumlahnya lebih banyak pada provinsi NTT dibandingkan dengan Yogyakarta.

Kemudian dari itu, gambaran unmet need menurut jumlah anak hidup yang dimiliki menunjukkan bahwa unmet need di Yogyakarta dan NTT berada banyak pada responden dengan jumlah anak masih hidup 3 atau lebih. Hal ini dapat dilihat bahwa di Yogyakarta, responden yang memiliki jumlah anak 3 atau lebih cenderung 1,848 kali lebih tinggi dan NTT 1,636 kali lebih tinggi untuk mengalami unmet need dibandingkan dengan responden yang memiliki jumlah anak 0 hingga 2 orang anak.

Gambaran unmet need menurut pengetahuan yang dimiliki responden menunjukkan bahwa unmet need di Yogyakarta dan NTT berada banyak pada responden dengan pengetahuan kurang. Di Yogyakarta, ada sebesar 9,1% responden berstatus unmet need memiliki pengetahuan kurang dan NTT ada sebesar 18,6%. NTT memiliki responden berstatus unmet need dengan pengetahuan kurang lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berada di Yogyakarta.

Selanjutnya, gambaran unmet need menurut otonomi wanita menyebutkan bahwa unmet need di Yogyakarta dan NTT berada banyak pada responden dengan otonomi kurang. Di Yogyakarta, ada sebesar 11,7% responden berstatus unmet need memiliki otonomi kurang dan NTT ada sebesar 17,6% responden berstatus unmet need memiliki otonomi kurang.

(10)

Namun begitu, distribusi responden di Provinsi NTT yang berstatus unmet need memiliki proporsi yang sama diantara responden yang kurang memiliki otonomi dan memiliki otonomi. Faktor utama yang mempengaruhi unmet need di Yogyakarta dan NTT, berdasarkan tabel 3, di Yogyakarta, interaksi antara akses media dengan pengetahuan responden memiliki pengaruh yang cukup tinggi untuk menyebabkan unmet need. Berdasarkan nilai OR diketahui bahwa responden yang tidak terpapar akses media massa dan memiliki pengetahuan kurang akan memiliki kecenderungan untuk mengalami unmet need 3,640 kali lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang terpapar media dan memiliki pengetahuan baik. Sedangkan di NTT, jumlah anak masih hidup yang dimiliki ibu menjadi varibel paling berpengaruh untuk menyebabkan tingginya unmet need. Berdasarkan nilai OR diketahui bahwa responden yang memiliki jumlah anak hidup 3 atau lebih cenderung untuk mengalami unmet need 2,036 kali lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang memiliki jumlah 0 hingga 2 orang anak.

Selanjutnya berdasarkan uji statistik, walaupun tidak memiliki pengaruh secara langsung untuk menyebabkan unmet need setelah dikontrol oleh variabel lainnya, ternyata pendidikan rendah, pengetahuan kurang, dan responden yang kurang memiliki otonomi wanita di masing-masing provinsi cenderung akan mengalami unmet need lebih tinggi bila dibandingkan dengan responden berpendidikan tinggi, berpengetahuan baik, dan memiliki otonomi wanita.

Pembahasan

Pada hasil uji regresi logistik disebutkan bahwa faktor utama yang menyebabkan kejadian unmet need di Yogyakarta berbeda dengan yang terjadi di NTT. Yogyakarta cenderung dipengaruhi oleh interaksi antara akses media massa dengan pengetahuan responden, sementara NTT cenderung dipengaruhi oleh jumlah anak masih hidup yang dimiliki.

Pada provinsi Yogyakarta, interaksi antara akses media massa dengan pengetahuan responden menjadi faktor utama yang menyebabkan tingginya nilai unmet need. Terlihat bahwa responden di Yogyakarta yang tidak terpapar akses media massa dan memiliki pengetahuan kurang cenderung akan mengalami unmet need 3,640 kali lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang pernah terpapar akses media dan memiliki pengetahuan baik setelah dikontrol oleh variabel lainnya. Namun, akses media massa dan pengetahuan tidak dapat secara langsung mempengaruhi kejdian unmet need di Yogyakarta, dan ke-2 nya

(11)

hanya akan menyebabkan kejadian unmet need apabila responden memiliki karakteristik tidak terpapar akses media massa dan pengetahuan kurang sekaligus untuk menyebabkan kejadian unmet need.

Hal ini sejalan dengan penelitian lain bahwa pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, usia dan informasi. Pengetahuan yang didapat dari informasi dapat berasal dari media massa, baik berupa media cetak maupun media elektronik10. Hasil penelitian kejadian unmet need di Yogyakarta telah memperlihatkan bahwa responden yang berpengetahuan kurang cenderung unmet need karena tidak terpapar akses media massa. Hal ini sesuai pada tabel 4 dalam lampiran yang menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden dengan akses media massa di Yogyakarta.

Pengetahuan seseorang merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Penginderaan ini dapat berupa penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, bau, dan sebagainya. Pengetahuan merupakan aspek internal yang akan memberikan pengaruh kepada perilaku seseorang di lingkungan11. Dengan demikian, penginderaan melalui penglihatan dan pendengaran terhadap akses media massa bisa saja memberikan pengaruh pada pengetahuan responden terhadap kejadian unmet need di Yogyakarta.

Namun begitu, interaksi antara akses media dengan pengetahuan ternyata tidak mempengaruhi kejadian unmet need di NTT. Walaupun, pada tabel 4 tersebut terlihat ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan kurang dengan tidak terpapar media massa di NTT, pada uji regresi logistic, interaksi antara ke-2 variabel ini tidak akan menyebabkan kejadian unmet need di Populasi NTT. Peneliti menduga bahwa interaksi ke-2 variabel ini bukanlah faktor utama yang menyebabkan unmet need di NTT mengingat hubungan antara akses media dengan unmet need pun tidak berhubungan signifikan setelah dikontrol oleh variabel lainnya.

Hal lain yang menyebabkan kejadian unmet need baik di Yogyakarta maupun NTT adalah jumlah anak masih hidup yang dimiliki oleh responden. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa di Yogyakarta, responden yang memiliki jumlah anak 3 atau lebih cenderung 2,779 kali lebih tinggi untuk mengalami unmet need dibandingkan dengan responden yang memiliki anak 0 hingga 2 orang. Sedangkan di NTT, responden yang memiliki jumlah anak 3 atau lebih cenderung 2,036 kali lebih tinggi untuk mengalami unmet need dibandingkan dengan responden yang memiliki anak 0 hingga 2 orang. Berbeda dengan Yogyakarta, jumlah anak masih hidup yang dimiliki oleh responden di NTT cenderung

(12)

menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian unmet need setelah dikontrol oleh variabel lainnya.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa semakin banyak anak yang dimiliki oleh ibu, maka kejadian unmet need akan semakin tinggi 12. Lain itu jumlah anak masih hidup yang dimiliki ibu berhubungan signifikan dengan unmet need di distrik Gulmi. Peneliti menyimpulkan jumlah anak yang masih hidup ini akan mempengaruhi perilaku suami-istri dalam pemakaian kontrasepsi13. Unmet need semakin tinggi dengan bertambahnya jumlah anak di Eritrea. Unmet need tinggi pada ibu yang memiliki anak lebih dari empat14.

Jika dihubungkan dengan permintaan KB untuk menjarangkan kelahiran anak, permintaan KB sudah muncul apabila ibu memiliki 1 orang anak. Dan permintaan KB untuk membatasi akan muncul apabila ibu sudah memiliki 2 orang anak. Semakin banyak jumlah anak yang dimiliki maka akan semakin besar kemungkinan wanita tersebut telah mencapai preferensi fertilitasnya atau bahkan melebihi preferensi yang diinginkan15.

Kemudian dari itu, faktor pendidikan di ke-2 provinsi tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara langsung dengan kejadian unmet need setelah dikontrol oleh variabel lainnya. Hal ini bisa saja disebabkan adanya pandangan yang sama antara masing-masing kelompok pendidikan dengan jumlah anak ideal yang harus dimiliki oleh setiap keluarga di masing-masing provinsi.

SDKI Provinsi NTT menyebutkan bahwa seluruh wanita pernah kawin di NTT memiliki pandangan mengenai jumlah anak ideal harus berjumlah 3 orang anak disetiap jenjang pendidikan apapun. Artinya, apapun pendidikan yang dimiliki oleh responden ukuran anak ideal yang ada dalam provinsi NTT juga tinggi16. Dan hal serupa juga terlihat pada SDKI Provinsi Yogyakarta yang juga menyebutkan bahwa jumlah anak ideal yang ingin dimiliki ibu sama pada setiap jenjang pendidikan. Ibu di Yogyakarta cenderung memiliki pandangan jumlah anak ideal berjumlah 2 orang anak di setiap jenjang pendidikan17.

Adapun variabel lain yang tidak mempengaruhi unmet need berdasarkan uji statistik baik di Yogyakarta maupun NTT ialah pengetahuan. Pengetahuan diduga tidak mempengaruhi kejadian unmet need secara langsung disebabkan butuh adanya faktor pemicu penyebab unmet need lainnya. Pada provinsi Yogyakarta, misalnya, interaksi antara pengetahuan dan akses media massa dapat mempengaruhi responden terhadap kejadian unmet need. Responden yang memiliki pengetahuan kurang yang tidak terpapar akses media massa dapat menyebabkan kejadian unmet need di Yogyakarta. Sementara di NTT, pada tabel 5 dalam lampiran, pengetahuan kurang lebih banyak berada di kelompok usia 16-34 tahun.

(13)

Padahal berdasarkan hasil analisis, responden usia 16-34 tahun di NTT cenderung mengalami unmet need lebih tinggi dibandingkan kelompok usia 35-49 tahun.

Selanjutnya, walaupun tidak berhubungan secara statistik, pengetahuan kurang di ke-2 provinsi cenderung mengalami unmet need bila dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik. Di Yogyakarta, responden yang memiliki pengetahuan baik memiliki kecenderungan 1,041 kali lebih rendah untuk mengalami unmet need dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan kurang setelah dikontrol oleh variabel lainnya. Sedangkan di NTT, responden yang memiliki pengetahuan kurang cenderung mengalami unmet need 1,234 kali lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik setelah dikontrol oleh variabel lainnya.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hamid yang menjelaskan bahwa pengetahuan kurang berpeluang 4.33 kali lebih tinggi untuk menyebabkan terjadinya unmet need dibandingkan dengan responden berpengetahuan baik18. Lainnya, pengetahuan baik mengenai KB dapat mengurangi kejadian unmet need di India. Pengetahuan KB yang kurang diduga menjadi penyebab tingginya angka unmet need. di India19.

Lain itu, adapun faktor lain yang tidak mempengaruhi unmet need setelah dikontrol oleh variabel lainnya ialah otonomi wanita. Otonomi wanita tidak mempengaruhi kejadian unmet need dikedua Provinsi setelah dikontrol oleh variabel lainnya. Peneliti menduga bahwa variabel otonomi wanita ini tidak cukup menggambarkan kontribusi wanita dalam mengambil keputusan penggunaan alat kontrasepsi dalam rumah tangga secara langsung. Hal ini mengingat kriteria otonomi wanita hanya sebatas pengambilan keputusan ibu dalam kegiatan rumah tangga seperti memasak, pengobatan anak dan dirinya, dan kunjungan pada sanak keluarga lain.

Namun begitu penelitian ini cukup menggambarkan mengenai ibu yang memiliki otonomi kurang dalam rumah tangga terhadap kejadian unmet need. Ibu yang kurang memiliki otonomi ialah ibu yang keterlibatannya dalam pengambilan keputusan mendasar dalam rumah tangga, seperti memasak, pengobatan dan kunjungan pada sanak keluarga lain, masih saja diputuskan bukan oleh dirinya sendiri Artinya, dengan keterlibatan Ibu pada kriteria mendasar tersebut tanpa adanya keterlibatan Ibu pada pemakaian alat kontrasepsi dalam rumah tangga saja sudah terlihat banyak Ibu berstatus unmet need dikedua provinsi.

Dengan demikian, peneliti menduga jika ibu yang kurang memiliki otonomi ini juga dilibatkan dalam pengmbilan keputusan pemakaian alat kontrasepsi, tentu kontribusinya juga akan kecil pada otonomi wanita. Sehingga, uji regresi logistik ini sudah cukup jelas menggambarkan bahwa ibu yang kurang memiliki otonomi cenderung mengalami unmet need

(14)

lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang memiliki otonomi baik di Provinsi Yogyakarta maupun NTT.

Kesimpulan

Pendidikan responden di Yogyakarta didominasi oleh ibu berpendidikan SMP-SMA (51,8%) sedangkan NTT berpendidikan tamat SD (55,1%). Sedangkan pengetahuan mengenai kontrasepsi di Provinsi Yogyakarta didominasi oleh pengetahuan baik (73,6%) sedangkan di NTT didominasi oleh pengetahuan kurang (74,9%). Lain itu, otonomi wanita dimasing-masing provinsi didominasi oleh ibu yang memiliki otonomi penuh, yaitu sebesar 91,0% di Yogyakarta dan 95,5% di NTT.

Pada uji regresi logistik, kejadian unmet need di Yogyakarta dipengaruhi oleh interaksi antara akses media massa dengan pengetahuan, jumlah anak masih hidup yang dimiliki, dan usia responden. Sedangkan kejadian unmet need di NTT dipengaruhi oleh jumlah naka masih hidup dan usia responden.

Walaupun pendidikan, pengetahuan, dan otonomi wanita tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan unmet need di kedua provinsi, ditemukan hasil bahwa ibu yang memiliki pendidikan rendah, pengetahuan kurang, dan kurang memiliki otonomi cenderung mengalami unmet need yang lebih besar bila dibandingkan dengan responden yang berpendidikan tinggi, pengetahuan baik, dan memiliki otonomi.

Saran

Akses media di ke-2 provinsi memiliki hubungan yang signifikan terhadap pengetahun responden. Padahal pengetahuan merupakan faktor penting dalam mengurangi kejadian unmet need. Dengan demikian, perlu adanya upaya penyediaan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang mudah diakses pada masing-masing provinsi, terutama untuk Ibu yang berada di Yogyakarta. Upaya KIE dengan menggunakan media massa di Yogyakarta akan sangat memiliki pengaruh pada peningkatan pengetahuan responden. Menjalin kerjasama dengan tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat dalam perubahan paradigma jumlah anak, merupakan bagian penting dalam mengurangi Unmet need di NTT. Hal ini mengingat faktor utama yang menyebabkan unmet need tinggi di NTT adalah jumlah anak yang dimiliki. Tersedianya suplay alkon sesuai dengan kebutuhan di tiap provinsi.

(15)

1. Scott et.al. (2010). World Population Prospects and Unmet Need for family Planning. Washington DC : Future Groups.

2. Westooff. (2006). New Estimates of unmet Need and The demand for family Planning. DHS Comparative Reports 14. Calverton, Maryland, USA, Macro International Inc.

3. United Nations / Department of Economic and Social Affairs / Population Divison. (2011). Worls Contraceptive use 2011. April 27, 2013.

http://www.un.org/en/development/desa/population/publications/pdf/family/worldContrac eptiveUseWallChart2011_Front.pdf.

4. www.statcompiler.com (2013)

5. Jones, et.al. (1997). Indonesia Assesment : Population and Human Resources. Singapore : Institute of Southeast Asian.

6. BPS.(2013). Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi. Juli 19, 2013. http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12&notab=2 7. BPS dan Macro International. (2008). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia.

Calverton, Maryland, USA : BPS dan Macro International.

8. Bertrand, Jane. (1980). Audience Research for Improving Family Planning

Communication Programs. United States of America : The Community and Fanily Study Center.

9. Bhushan, I. (1997). Understanding Unmet Need. The John Hopkins School of Public Health Center For Communication Programs. Working Paper No. 4. April 27, 2013. http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACG563.pdf

10. Donggori, R.I. (2012). Hubungan Akses Media Massa dengan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Remaja (Studi Kasus di SMK Kristen Gergaji). Jurnal Media Medika Muda.

11. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta. 12. Juliaan, Flourissa. (2009). Unmet Need dan Kebutuhan Pelayanan KB di Indonesia.

Jakarta : Penerbit KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Pusat.

13. Kandel. (2012). Unmet Need for Contraception and Its Associated factors among married Women of Reproductive Age in Simichaur VDC of Gulmi District. Dictrict Health Office, Gulmi, Nepal, 11: 11-14.

14. Woldemicael, Gebremariam. (2011). Currently Married Women with an Unmet Need for Contraception in Eritrea : Profile and Determinants. Canadian Studies in

(16)

15. Isa, Muhammad. (2009). Determinan Unmed Need Keluarga Berencana di Indonesia : Analisis data Survei demografi dan Kesehatan Indonesia 2007. Depok : Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

16. BKKBN. (2009). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jakarta : Penerbit KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN. 17. BKKBN. (2009). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 Provinsi di

Yogyakarta. Jakarta : Penerbit KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN.

18. Hamid, S. (2002). Faktor- Faktor yang Berubungan dengan Unmet Need Keluarga Berencana (Analisis Data SDKI Tahun 1997). Depok : Tesis FKM UI.

19. Laya. (2012). Prevalence and Determinants of Unmet Need for Family Planning among Women in India. Research and Social practices in Social Sciences, 2 59-70.

(17)

Kategori Yogyakarta (n=1041) NTT (n=754) Unmet Need Bukan unmet need OR (CI 95%) P value Unmet Need Bukan unmet need OR (CI 95%) P value Usia Responden 16-34 tahun 41 (8,5%) 443 (91,5%) 1 0,065 77 (19,0%) 329 (81,0%) 1 0,265 35-49 tahun 30 (5,4%) 527 (94,6%) 1,626 54 (15,6%) 292 (84,4%) 1,266 (0,998-2,647) (0,864-1,854) Sosial Ekonomi Rendah 41 (8,4%) 450 (91,6%) 1 0,084 126 (18,3%) 562 (81,7%) 1 0,087 Tinggi 30 (5,5%) 520 (94,5%) 1,579 6 (9,1%) 60 (90,9%) 2,242 (0,970-2,571) (0,948-5,304) Pendidikan Ibu Rendah 25 (7,3%) 302 (92,7%) 1 0,745 91 (19,2%) 384 (80,8%) 1 0,122 Tinggi 46 (6,6%) 654 (93,4%) 1,125 40 (14,4%) 237 (85,6%) 1,404 (0,679-1,864) (0,936-2,106) Pendidikan Suami Rendah 20 (6,5%) 288 (93,5%) 1 0,891 81 (18,7%) 353 (81,3%) 1 0,35 Tinggi 51 (7,0%) 682 (93,0%) 0,929 50 (15,8%) 267 (84,2%) 1,225 (0,544-1,586) (0,832-1,804)

Akses Media Massa

Tidak pernah terpapar 39 (6,2%) 587 (93,8%) 1 0,422 94 (17,2%) 453 (82,8%) 1 0,787 Pernah terpapar media 32 (7,7%) 383 (92,3%) 0,795 38 (18,4%) 169 (81,6%) 0,932 (0,490-1,291) (0,609-1,399)

Jumlah Anak Masih Hidup

> 2anak 24 (10,3%) 210 (89,7%) 1 0,026 80 (20,8%) 304 (79,2%) 1 0,015 0-2 sanak 47 (5,8%) 760 (94,2%) 1,848 51 (13,9%) 317 (86,1%) 1,636 (1,104-3,093) (1,113-2,403) Pengetahuan Kurang 25 (9,1%) 250 (90,9%) 1 0,108 105 (18,6%) 459 (81,4%) 1 0,157

Tabel 2 Gambaran Unmet Need Menurut Usia, Sosial Ekonomi, Pendidikan Ibu, Pendidikan Suami, Jumlah Anak Masih Hidup, Akses Media, Pengetahuan, dan Otonomi Wanita

(18)

Baik 46 (6,0%) 721 (94,0%) 1,567 26 (13,8%) 163 (86,2%) 1,434 (0,943-2,604) (0,901-2,283) Otonomi Wanita Kurang memiliki otonomi 11 (11,7%) 83 (88,3%) 1 0,079 6 (17,6%) 28 (82,4%) 1 1,000 Memiliki otonomi 60 (6,3%) 887(93,7%) 1,959 125 (17,4%) 594 (82,6%) 1,018 (0,992-3,871) (0,413-2,5211) Yogyakarta (n=1041) NTT (n=754)

Hypothesis Test Hypothesis Test

Karakteristik

B S.E T df value P OR B S.E T df value P OR

Pendidikan ibu 0,138 0,302 0,209 1 0,648 1,148 0,163 0,238 0,468 1 0,494 1,177 Jumlah anak masih

hidup 1,022 0,311 10,782 1 0,001 2,779 0,711 0,224 10,075 1 0,002 2,036 Otonomi wanita 0,560 0,360 2,413 1 0,120 1,750 0,036 0,458 0,006 1 0,937 1,037 Akses media -1,119 0,445 6,318 1 0,012 0,326 - - - - pengetahuan responden 0,041 0,374 - 0,012 1 0,913 0,960 0,210 0,268 0,611 1 0,434 1,234 umur 0,785 0,311 6,377 1 0,012 2,192 0,547 0,220 6,157 1 0,013 1,728 Akses media*pengetahuan responden 1,292 0,535 5,836 1 0,016 3,640 - - - - - - Constant 1,013 0,536 3,576 1 0,059 2,755 0,853 0,471 3,274 1 0,070 2,346

Tabel 4 Hubungan Akses Media dengan Pengetahuan Responden di Yogyakarta dan NTT   Yogyakarta  (n=1041)   NTT  (n=754)     Akses   media   massa   Pengetahuan     CI  (95%)   value  P     Pengetahuan     CI  (95%)   value  P     Kurang     Baik     Kurang   Baik  

Tidak   terpapar   media   205   (32,7%)   (67,3%)  421   1   0,000   (83,2%)  456   (16,8%)  92   1   0,000   Terpapar   media   (16,9%)  70   (83,1%)  345   (1,767-­‐3,260)  2,4   (52,9%)  109   (47,1%)  97   (3,097-­‐6,282)  4,411          

Lanjutan Tabel 2 Gambaran Unmet Need Menurut Usia, Sosial Ekonomi, Pendidikan Ibu, Pendidikan Suami, Jumlah Anak Masih Hidup, Akses Media, Pengetahuan, dan Otonomi Wanita

(19)

 

Tabel 5 Hubungan Umur dengan Pengetahuan Responden di NTT

Umur   Pengetahuan     CI  (95%)     P  value   Kurang     Baik    

16-­‐34  tahun   319  (78,4%)   88  (21,6%)   1   0,023   35-­‐49  tahun     246  (70,9%)   101  (29,1%)   1,488  (1,069-­‐2,072)  

Gambar

Gambar 2 Bagan Analisa Unmet Need
Gambar 3 Perbedaan Kejadian Unmet Need di Provinsi Yogyakarta dan NTT
Tabel 1 Gambaran Karakteristik Usia, Sosial Ekonomi, Pendidikan Ibu, Pendidikan Suami,   Jumlah Anak Masih Hidup, Akses Media, Pengetahuan, dan Otonomi Wanita
Tabel 4 Hubungan Akses Media dengan Pengetahuan Responden di Yogyakarta dan  NTT  	
   Yogyakarta	
  (n=1041)	
   NTT	
  (n=754)	
   	
   Akses	
   media	
   massa	
   Pengetahuan	
  	
   CI	
  (95%)	
   P	
   value	
  	
   Pengetahuan	
  	
   CI	
  (95%)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian disimpulkan secara umum, pelaksanaan promosi di Dinas Pendidikan Palopo kurang sesuai dengan syarat-syarat yaitu pendidikan, pengalaman dan prestasi

Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa orang memiliki sifat yang senang bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain cenderung berkinerja dengan baik

Sebagaimana penjelasan di atas bahwa Jama’ah Tabligh erat kaitannya dengan kitab- kitab tertentu yang salah satunya adalah Fadhail al-Amal. Kitab yang dikarang oleh

Ditambahkan juga Amerika Serikat menghentikan program Quantitative Easing (QE) yang menyebabkan uang yang beredar semakin berkurang. Kondisi tersebut sedikit banyak

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Uji Perbandingan Mutu Fisik Tablet Allopurinol 100 mg Generik dan Generik Bermerek” ini merupakan salah satu syarat

Garmen baju atasan (blouse) yang p dikombinasikan dengan bolero dan ce panjang sampai betis. Bahan yang digu atasan adalah kapas 100%, Bolero mer tenun

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian secara aktual dan pengujian dengan menggunakan software genetron properties versi 1.3 pada mesin

Bilah berbentuk persegi panjang yang dicetak dengan tepat ini saling dihubungkan menggunakan alat pengangkut penopang yang terbuat dari baja yang membentuk rantai pendorong