• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI DAN DINAMIKA PERAN GENDER DALAM USAHATANI LAHAN KERING, IMPLIKASINYA BAGI KETAHANAN PANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSISTENSI DAN DINAMIKA PERAN GENDER DALAM USAHATANI LAHAN KERING, IMPLIKASINYA BAGI KETAHANAN PANGAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI DAN DINAMIKA PERAN GENDER DALAM USAHATANI LAHAN KERING, IMPLIKASINYA

BAGI KETAHANAN PANGAN Rachmat Hendayana1 dan Yusuf2

1Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT

ABSTRAK

Eksistensi dan dinamika peran gender dalam usaha tani lahan Kering merupakan hasil pengkajian kasus di wilayah Kabupaten Sumba Timur Provinsi NTT tahun 2005 yang bertujuan untuk mengetahui keragaan akses, partisipasi dan pengambilan keputusan gender dalam usahatani tanaman pangan di lahan kering dan implikasinya bagi ketahanan pangan. Pengumpulan data dilakukan melalui survey melibatkan 60 rumah tangga petani yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana. Pembahasan diperkaya dengan informasi sekunder yang dikumpulkan dari beberapa instansi terkait yang relevan. Dari hasil analisis deskriptif yang digunakan dalam pengkajian ini terungkap, bahwa: (a) Usahatani tanaman pangan di lahan kering telah menjadi mata pencaharian utama bagi penduduk Sumba Timur yang telah dilakukannya secara turun temurun dengan pemilihan komoditas tertentu misalnya jagung, kacang hijau, dan gandum dengan teknologi seadanya secara konvensional; (b) Eksistensi gender dalam kegiatan usaha tani tampak secara ekslusif pada hampir seluruh kegiatan yaitu mulai kegiatan seleksi benih, mengolah tanah, menanam, menyulam tanaman mati, menyemprot hama/penyakit, menyiang, panen, mengangkut dan menjual hasil; (c) Dari sisi akses terhadap kegiatan usahatani, kondisinya relatif sama kecuali terhadap kegiatan pengangkutan hasil. Akan tetapi dari sisi tingkat partisipasinya, menunjukkan keragaan gender yang beragam misalnya dalam kegiatan mengolah tanah, menanam dan menyulam, menyiang dan panen peran Bapak dan Ibu relatif seimbang, namun dalam memilih benih, dan menjual hasil partisipasi Ibu kurang menonjol ketimbang Bapak. Sementara itu dalam pengambilan keputusan usaha tani, secara umum didominasi pihak Bapak kecuali untuk penjualan hasil; (d) Implikasi dari kondisi tersebut menuntut komitmen berbagai pihak utamanya pengambil kebijakan terkait dengan ketahanan pangan untuk lebih banyak melibatkan partisipasi peran gender sejak perencanaan sampai pelaksanaan kegiatan.

Kata kunci: Gender, Usahatani, Lahan Kering, Ketahanan Pangan. PENDAHULUAN

Dalam perjalanan sejarah pembangunan di Indonesia, Sumber Daya Manusia (SDM) pria dan perempuan dinyatakan sebagai sumberdaya insani pembangunan yang partisipasinya sangat diharapkan untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga Indonesia. Namun demikian, sejarah mencatat bahwa kebijakan pembangunan yang selama ini dinyatakan bersifat netral, dalam implementasinya terdapat ketimpangan gender, dalam arti bahwa yang memperoleh akses dan kontrol berbagai program pembangunan, sejak perencanaan hingga implementasinya di dominasi pria (Sugiah, 2001).

Perbedaan gender sesungguhnya tidak akan menjadi masalah sepanjang hal itu tidak melahirkan ketidak adilan gender. Akan tetapi menurut Harsoyo, et al., (1999) dalam prakteknya perempuan tetap saja merupakan pihak yang kurang beruntung dibandingkan dengan pria. Kondisi demikian kurang menguntungkan karena adanya ketidak seimbangan atas dasar perbedaan hak tersebut, merupakan hambatan bagi suatu produktivitas masyarakat yang dapat mengakibatkan melambatnya perkembangan ekonomi (Suhaeti, et al., 2000).

Peran gender dalam kegiatan ekonomi menurut Kerston (1993) dapat dipilah ke dalam tiga kegiatan yaitu kegiatan produktif, reproduktif dan sosial. Kegiatan produktif adalah kegiatan yang berhubungan dengan upaya mencari nafkah sehingga kegiatan ini akan memberikan penghasilan baik berupa uang atau dalam bentuk natura. Kegiatan reproduktif tidak menghasilkan uang tetapi menunjang anggota keluarga lainnya untuk dapat melakukan pekerjaan produktif, sedangkan kegiatan sosial berkaitan dengan kegiatan sosial dan tidak menghasilkan uang.

(2)

bekerja di lahan sendiri atau sebagai buruh tani, bekerja di luar sektor pertanian seperti mengerjakan kerajinan, bardagang, menjadi buruh musiman di kota, maupun berkecimpung di dalam pekerjaan yang tidak langsung memberikan penghasilan yaitu pekerjaan mengurus rumah tangga (Zakaria, 1994).

Dengan demikian wanita mempunyai potensi dan peranan strategis dalam peningkatan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan keluarga tani. Besar tidaknya sumbangan wanita dalam penghasilan keluarga dipengaruhi oleh peran yang dimainkan wanita itu sendiri. Apakah ia berperan hanya sebagai istri petani, sebagai anggota keluarga tani, kepala keluarga tani, pengusaha tani, anggota atau sebagai ketua kelompok tani.

Meskipun keterlibatan wanita dalam berusahatani sudah terbukti memberikan sumbangan yang nyata bagi keberhasilan usahatani, dalam perkembangan pembangunan isu gender dalam aktivitas ekonomi tetap saja menarik untuk dikaji, karena di dalam prakteknya disinyalir muncul ketidak adilan gender sehingga meskipun kaum wanita memberikan kontribusi yang besar, perempuan tetap saja merupakan pihak yang kurang beruntung dibandingkan dengan pria (Harsoyo, et al., 1999).

Berkenaan dengan permasalahan gender, makalah bertujuan untuk mengungkap eksistensi dan dinamika peran gender dalam usahatani lahan kering, dan implikasinya terhadap ketahanan pangan. Hasil pembahasan akan menjadi masukan yang bermanfaat bagi Pemerintah Daerah setempat dalam penyusunan kebijakan ketahanan pangan berbasis gender di lahan kering pada masa yang akan datang.

METODOLOGI Data dan Sumber Data

Makalah dikembangkan dari hasil baseline survei di Kabupaten Sumba Timur, NTT tahun 2005. Pengumpulan data dikumpulkan melalui survei melibatkan 60 rumah tangga tani yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana melalui survei dan PRA. Survey dilakukan menggunakan kuesioner semi terstruktur. Wawancara dilakukan terhadap individu di lokasi usahatani (ladang/kebun), di tempat pemukiman atau di suatu tempat tertentu yang disepakati, sementara kegiatan PRA dilakukan secara paralel dengan kegiatan survei, melalui metode diskusi kelompok atau Focus Group Discussion (FGD), dilengkapi dengan pengamatan langsung di lapangan (observasi) sebagai langkah cross check. Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran dokumen laporan kegiatan.

Analisis Data

Setelah melalui validasi terhadap data yang terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan pemilahan data sesuai kriteria yang telah ditetapkan dalam bentuk tabulasi silang. Terhadap data kuantitatif dilakukan analisis data secara deskriptif kuantatif dan terhadap informasi kualitatif dibahas secara deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Usahatani

Meskipun kondisi daerahnya didominasi lahan kering, usaha pertanian tetap menjadi pilihan bagi penduduk di Sumba Timur. Berusahatani di lahan kering bagi penduduk setempat sudah menjadi bagian dari kehidupannya sebagai konsekwensi logis dari kondisi alamnya yang memiliki karakteristik wilayah kering. Masyarakat tani sudah terbiasa menghadapi tantangan dalam usahatani di lahan kering, sehingga tetap bersemangat menjalankan usahataninya. Lokasi kegiatan usahatani mereka umumnya ada di lahan tegalan/kebun dan ladang/ huma.

Kondisi lahan kering di Sumba Timur tidak terlepas dari sejarah pembentukannya sebagai “pulau karang yang terangkat” sehingga wilayahnya didominasi oleh bukit-bukit karang, kapur yang gersang dan terjal dan berjurang sempit. Bentang daratan Kabupaten Sumba Timur didominasi oleh topografi selang ketinggian 100 - 500 m (42,39%). Setelah itu 26,45 % merupakan bentang daratan dengan selang ketinggian 25 - 100 m. Sisanya terbagi sebagai daerah dengan selang ketinggian 8 - 25 m (8,23 %), dan selang ketinggian 0 - 7 m (3,75 %).

Mengingat kondisi lahannya sering kering, maka di dalam memilih komoditas yang akan ditanam, petani lebih memilih untuk mengusahakan tanaman pangan musiman yang memiliki daya suai tinggi terhadap kondisi kekeringan. Petani kebanyakan mengusahakan jagung, shorgum, kacang tanah, kacang hijau dan lain-lain. Untuk meningkatkan intensitas tanam biasanya petani menerapkan pota tanam secara tumpang sari. Dengan menerapkan pola tumpangsari harapannya akan terhindar dari risiko

(3)

penanaman yang gagal panen pada salah satu komoditas yang diusahakan. Jika kedua jenis tanaman yang ditumpangsarikan berhasil, akan diperoleh keragaman produk yang dipanen.

Mengerjakan usahatani merupakan pekerjaan pokok yang menjadi andalan bagi kehidupan keluarga. Oleh karena itu di dalam mengerjakan usahatani semua anggota keluarga yang meliputi bapak, ibu dan anak-anak (pria maupun perempuan) ikut berpartisipasi. Mereka menjadi bagian dari sumber tenaga kerja keluarga.

Bagi masyarakat di daerah Sumba Timur, keterlibatan anggota keluarga di dalam usahatani bukan hal yang luar biasa karena sudah menjadi bagian dari budaya dalam usahatani mereka. Bahkan dari pengkajian Syamsiah, dkk., (1994) terungkap bahwa wanita memberikan kontribusi nyata di bidang pertanian baik berbasis tanaman maupun ternak.

Hasil identifikasi di lokasi pengkajian, terungkap beberapa kegiatan dalam usahatani terbukti melibatkan tidak hanya kaum pria akan tetapi juga pihak wanita. Meskipun dari proporsinya tenaga kerja pria lebih tinggi dibanding penggunaan tenaga kerja wanita (Tabel 1).

(4)

Tabel 1 Rataan Penggunaan Tenaga Kerja Untuk Tanaman Semusim (Musim Hujan) Uraian TK Keluarga (HOK)Pria Wanita Pria TK Upahan (HOK)Wanita Borongan (Rp)

Pengolahan tanah : o Traktor 1,5 - 1 - 225000 o Ternak 2 1 - - -o Orang 10,6 7,8 1 - 20000 Tanam dan sulam 4,1 3,1 - - 10000 Pemupukan 2 1,6 - - -Penyemprotan - - - - -Penyiangan 7,9 5,7 - - 20000 Panen 4,4 3,4 1 - 20000 Pengangkutan 2,5 3,8 1 - 20000

Sumber : Data Primer, 2005 (diolah)

Eksistensi Peran Gender

Sebelum sampai pada inti permasalahan peran gender dalam kegiatan usahatani, ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu keberadaan (eksistensi) peran gender dalam sektor domestik yaitu kegiatan sehari-hari dalam aktivitas rumah tangga secara umum. Menurut White dan Hastuti (1980), dalam masyarakat agraris ada dua anggapan yang saling bertentangan. Pertama disebutkan bahwa kedudukan pria dan wanita itu berbeda tetapi setara, saling melengkapi dan untuk kepentingan bersama. Menurut pandangan ini, pemisahan peran dan pengaruh antar jenis kelamin mencerminkan sifat komplementer dalam upaya mencapai tujuan bersama yaitu kesejahteraan rumah tangga dan masyarakat. Sementara itu anggapan yang kedua menyatakan bahwa kedudukan pria dan wanita itu berbeda dan tidak setara.

Kenyataan dari hasil identifikasi di lapangan diketahui, tampaknya pandangan yang pertama yang terjadi. Di desa Watumbaka terungkap adanya nilai-nilai saling melengkapi antara peran pria dan wanita untuk kepentingan bersama. Kondisi tersebut masih terasa dalam bentuk pembagian kerja di sektor rumah tangga secara tidak formal seperti misalnya bapak mencari nafkah, mencari air dan kayu api sementara ibu memasak, mencuci, mengasuh dan mendidik anak serta membersihkan rumah.

Dalam hubungan dengan peran gender di sektor domestik, teridentifikasi paling tidak 8 kegiatan yaitu: (1) memasak, (2) mencuci pakaian, (3) mengambil air, (4) mencari kayu bakar, (5) mengasuh anak, (6) mendidik anak, (7) membersihkan halaman, dan (8) membersihkan rumah. Dilihat dari proporsi waktu yang dicurahkan masing-masing pelaku dalam sektor domestik tersebut informasinya disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Keragaan Peran Gender di Sektor Domestik di Lokasi Pengkajian, 2005 (%) Uraian kegiatan Pria Wanita Anak-anak 1. Memasak

2. Mencuci pakaian 3. Mengambil air 4. Mencari kayu bakar 5. Mengasuh anak 6. Mendidik anak

7.

Membersihkan halaman 8. Membersihkan rumah -80 80 -10 -90 90 10 10 100 80 80 80 10 10 10 10 -20 10 20 Sumber: Hendayana, R., dkk (2005)

Intensitas partisipasi pihak wanita dalam sektor domestik lebih dominan dibandingkan pria. Wanita berpartisipasi ada semua kegiatan di sector tersebut, sementara pria hanya berpartisipasi pada tiga kegiatan saja yakni mengambil air, mencari kay baker dan membersihkan halaman. Namun demikian, jika dilihat dari intensitas tingkat partisipasinya terutama pada dua kegiatan pertama yakni mengambil air dan mencari kayu baker, peran pria cukup dominant.

(5)

Inkorporasi Gender Dalam Usahatani

Inkorporasi gender dicirikan oleh partisipasi dan pengambilan keputusan gender dalam dalam usahatani. Dari data pada Tabel 3 diketahui terdapat 8 (delapan) kegiatan dalam usahatani yang melibatkan pihak bapak, ibu dan anak-anak dengan tingkat partisipasi yang berbeda di antara ketiganya.

Tabel 3 Tingkat Partisipasi dan Pengambilan Keputusan Rumah Tangga pada Kegiatan Usahatani di Lokasi Pengkajian, 2005

Uraian kegiatan BapakPartisipasi (%)Ibu Anak Pengambil keputusan (%)Bapak Ibu Anak 1. Memilih benih

2. Pengolahan tanah

3.

Tanam dan sulam 4. Penyiangan 5. Panen 6. Pengangkutan 7. Menjual hasil 89,1 94,5 94,5-94,5 94,5 100 83,6 50,9 83,6 83,6 83,6 83,6 -16,4 3,6 47,3 47,3 47,3 47,3 -85,5 92,7 92,7 92,2 92,2 100 54,5 10,9 5,5 5,5 5,5 5,5 -45,5 -Sumber: Hendayana, R., dkk (2005)

Dilihat dari tingkat partisipasi anggota rumah tangga dan pengambilan keputusan pada berbagai kegiatan usahatani, dapat dikemukakan sebagai berikut.

• Untuk kegiatan memilih benih/bibit, pada dasarnya dilakukan oleh pihak bapak dan ibu di mana proporsinya lebih besar bapak, baik dalam hal berpartisipasi maupun dalam hal pengambilan keputusan;

Untuk kegiatan pengolahan tanah, tanam dan sulam, penyiangan serta panen semua responden menyatakan bahwa dalam partisipasi mereka semua ikut dengan proporsi bapak dan ibu hampir berimbang dan pengambilan keputusan dikerjakan oleh pihak bapak. Di desa Watumbaka memiliki budaya bekerja sama dengan tetangga, saling membantu bergiliran di tanah masing-masing.

Kegiatan pengangkutan hasil panen untuk tingkat partisipasi dan pengambilan keputusan pada kegiatan ini, semua dikerjakan oleh bapak (100%). Hal ini, dapat dimaklumi karena untuk kegiatan pengolahan tanah sudah sewajarnya pihak bapak yang berperan

Kondisi demikian seirama dengan pendapat Sayogyo (1994) yang mengemukakan bahwa pola pembagian kerja antara pria dan wanita yang didasarkan atas pertimbangan biologis, konsekuensinya akan mendudukkan pria pada posisi dan peranan instrumental dalam arti kata produktif, manajerial dan publik, sedangkan wanita didudukkan pada posisi mengelola dan mengurus pekerjaan rumah tangga serta kegiatan reproduksi (aspek ekspresif dari kehidupan keluarga)

Dalam kehidupan sehari-hari, pembagian kerja antara pria dan wanita dalam keluarga, rumah tangga dan masyarakat luas tampak pada kebiasaan lelaki mencari nafkah di luar rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan wanita mengurus pekerjaan rumah tangga. Pembagian kerja pria dan wanita dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan kultural, sosial, ekonomis dan politik. Hal ini berarti bahwa baik pria maupun wanita mempunyai peran ganda yakni dalam mencari nafkah dan mengurus rumah tangga (Sayogyo ,1994),

Dalam hal usahatani ada kegiatan dimana partisipasi bapak, ibu dan anak bersama-sama sangat menonjol yaitu pada saat mengolah tanah, menanam, menyulam, menyiangi dan panen. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dengan bersama-sama tetangga terdekat atau sanak kerabat yang ikut bersama-sama menyelesaikan pekejaan tersebut untuk kemudian bergantian di lahan yang lain pada kesempatan yang berbeda. Dengan demikian terjadi penghematan dalam biaya, pelaksanaan pekerjaan yang lebih cepat dan kegembiraan dalam melaksanakan pekerjaan di tengah berbagai masalah yang mungkin menerpa mereka.

Hal ini merupakan ciri khas yang masih ada di desa Watumbaka yang mungkin di perkotaan sudah hilang karena sifat individualis masyarakatnya. Menjadikannya peluang bagi pembentukan kelembagaan sosial ataupun keuangan karena telah ada benih-benih kebersamaan diantara masyarakat desa Watumbaka, yang hidup dalam saling kepercayaan dan kebersamaan.

(6)

Terbukti dengan adanya suatu lembaga keuangan informal dimana setiap orang mengumpulkan uang semampunya untuk digulirkan bagi yang perlu dengan kewajiban pengembalian dana tersebut, di akhir tahun dibagi sisa hasil usaha, dengan faktor penentu jumlah uang yang disimpan yang besarnya berbeda-beda setiap orang. Lembaga ini terbukti berhasil menanggulangi keperluan mendesak warganya dalam hal modal untuk berusaha, misalnya membeli mesin perahu tempel untuk melaut. Kiranya perlu untuk memupuk lembaga-lembaga seperti ini yang ampuh dan nyata dalam menyelesaikan sebagian masalah masyarakat desa Watumbaka.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan

• Usahatani tanaman pangan di lahan kering telah menjadi mata pencaharian utama bagi penduduk Sumba Timur. Mereka telah melakukannya secara turun temurun dengan pemilihan komoditas tertentu misalnya jagung, kacang hijau, dan gandum dengan teknologi seadanya secara konvensional;

• Eksistensi gender dalam kegiatan usaha tani tampak secara ekslusif pada hampir seluruh kegiatan, mulai kegiatan seleksi benih, mengolah tanah, menanam, menyulam tanaman mati, menyemprot hama/penyakit, menyiang, panen, mengangkut dan menjual hasil;

• Dari sisi akses terhadap kegiatan usahatani, peran Bapak dan Ibu relatif sama kecuali terhadap kegiatan pengangkutan hasil. Akan tetapi dari sisi tingkat partisipasinya, menunjukkan keragaan gender yang beragam misalnya dalam kegiatan mengolah tanah, menanam dan menyulam, menyiang dan panen peran Bapak dan Ibu relatif seimbang, namun dalam memilih benih, dan menjual hasil partisipasi Ibu kurang menonjol ketimbang Bapak. Sementara itu dalam pengambilan keputusan usaha tani, secara umum didominasi pihak Bapak kecuali untuk penjualan hasil;

Implikasi Kebijakan

Dari temuan hasil pengkajian ini, diketahui bahwa dalam usahatani di lahan kering, kedudukan Bapak dan Ibu relatif sama. Kondisi tersebut menuntut komitmen berbagai pihak utamanya pengambil kebijakan terkait dengan ketahanan pangan untuk lebih banyak melibatkan partisipasi peran gender sejak perencanaan sampai pelaksanaan kegiatan.

DAFTAR PUSTAKA

Harsoyo, Eni Harmayani dan Any Suryantini. 1999. Dampak Pembangunan Pertanian Terhadap Marginalisasi Tenaga Kerja Wanita:Kasus Usahatani Salak di Kabupaten Sleman. Jurnal Gender, Vol.1, No.1.

Hendayana, R., dan Sri Wahyuni. 2001. Dimensi Peran Gender Dalam Pengembangan Usaha Ternak Rakyat di Kawasan Timur Indonesia. Bulletin Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Hendayana, R., Azmi Dhalimi, R. Sad Hutomo, Jetty Setiawaty. 2005. Pengkajian Sistem Dan Usaha Agribisnis Pada Lahan Kering . Laporan Hasil Pengkajian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

Suhaeti, R.N., dkk., 2000. Pembentukan jejaring SAGA (SAGA Networking) di Lingkup Badan Pengkajian dan Pengembangan Pertanian. Laporan Hasil Kegiatan Pusat Pengkajian Sosial Ekonomi Pertanian Bekerjasama Dengan Agricultural Research And Management Project II. Departemen Pertanian.

Sugiah, S., 2001. Gender Analysis Pathway Dalam Sektor Pertanian dan Kehutanan

Kerstan, B. 1993. Introduction to the Gender Analysis Method: Aims, Catagories and Tools. German Technical Cooperation. Workshop Report. Bandung .

Murpratomo. 1994. Kebijakan Pemerintah Dalam Peningkatan Peranan Wanita Dalam Pembangunan. Pengarahan Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. Dalam Sri Suharni Siwi, dkk (Penyunting)

(7)

Prosiding Lokakarya Gender Analysis dalam Sistem Usahatani: Peranan Wanita Dalam Usaha Tani. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Pengkajian dan Pengembangan Pertanian

Sayogyo, P. 1994. Konsepsi dan Metodologi Dalam Studi Peranan dan Status Sosial Wanita Dalam Keluarga, Rumah Tangga dan Masyarakat. Dalam Sri Suharni Siwi, dkk (Penyunting) Prosiding Lokakarya Gender Analysis dalam Sistem Usahatani: Peranan Wanita Dalam Usaha Tani. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Pengkajian dan Pengembangan Pertanian

Syamsiah I, dkk., 1994. Partisipasi Wanita Dalam Sistem Usahatani di Lahan Sawah Irigasi: Studi Kasus di Binong Subang Jawa Barat. Dalam Sri Suharni Siwi, dkk (Penyunting) Prosiding Lokakarya Gender Analysis Dalam Sistem Usahatani. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Pengkajian dan Pengembangan Pertanian.

Zakaria, A., 1994. Peranan wanita Tani dalam Proses Alih Teknologi. Dalam Sri Suharni Siwi, dkk (Penyunting) Prosiding Lokakarya Gender Analysis Dalam Sistem Usahatani. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Pengkajian dan Pengembangan Pertanian.

Gambar

Tabel 2. Keragaan Peran Gender di Sektor Domestik di Lokasi Pengkajian, 2005 (%)
Tabel 3  Tingkat Partisipasi dan Pengambilan Keputusan Rumah Tangga pada Kegiatan Usahatani di  Lokasi Pengkajian, 2005

Referensi

Dokumen terkait

Waru, maka dilakukan Pembuktian Kualifikasi terhadap peserta yang masuk dalam.. Calon

(4) Layanan SPBE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan pada Instansi Pusat dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

Dia kemudian mencatat kaidah hukum Islam “dar’u al-mafasid muqaddamun ‘ala jalbi al-mashalih” (menolak yang berbahaya harus didahulukan daripada mengambil yang

( l) Negara Republik Indonesia melakukan penyertaan dalam modal saham Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini.. (2)

Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2006.. menunjukkan bahwa masyarakat yang menggunakan jasa BMT sebesar 23 % atau 23 responden dan sisanya sebesar 77 % atau 77 responden memilih

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di MTs Menaming seperti yang di uraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa, model Pembelajaran

Hasil dari analisis leverage attributes atau atribut sensitif pada dimensi sosial yang memiliki nilai RMS ≥ 2% yaitu, pengetahuan tentang usahatani komoditas

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka diperoleh rumusan masalah yaitu berapa besar tingkat perambahan, hasil interpretasi dan kerapatan vegetasi