• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengawal Transformasi Hukum Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mengawal Transformasi Hukum Indonesia"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

97

Mengawal Transformasi Hukum Indonesia

Edward Omar Sharif Hiariej

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada/Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Pada tanggal 2 Agustus 2021, Orchida Ramadhania, S.H., LL.M dari Jurnal Indonesia Maju melakukan wawancara dengan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum. dari Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada.

Tema utama mengangkat upaya transformasi hukum nasional pada periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Hasil wawancara ini merupakan pandangan ahli yang melengkapi naskah-naskah ilmiah terpublikasi di setiap volume penerbitan. Berikut hasil wawancara Jurnal Indonesia Maju dan Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum.

Prioritas saat ini pada sektor Hukum dan HAM?

“Pertama adalah soal perundang-undangan, kedua adalah soal hak asasi manusia, dan ketiga adalah bagaimana mengatasi overcrowded di lembaga permasyarakatan (Lapas). Sebetulnya yang sangat erat kaitannya itu adalah persoalan overcrowded dan perundang-undangan. Mengapa demikian, karena saya selalu mengatakan bahwa tidak akan mungkin persoalan overcrowded itu diselesaikan dengan membangun Lapas, tidak demikian. Karena nanti akan ada pertanyaan lebih lanjut mau berapa besar Lapas, maaf mau berapa banyak Lapas yang dibangun. Karena apa? Karena paradigma hukum pidana modern dalam konteks sistem peradilan pidana, keberhasilan sistem peradilan pidana itu bukan lagi berapa banyak kasus yang bisa diungkap, tetapi keberhasilan sistem peradilan pidana itu justru lebih pada general prevensi (pencegahan). Jadi mencegah jangan sampai orang melakukan kejahatan. Dalam konteks yang demikian memang kita melihat overcrowded di lembaga permasyarakatan itu hanya bisa diatasi dengan substansi hukum dan ini berkaitan erat dengan peraturan perundang-undangan dengan konteks undang-undang itu sendiri. Jadi mengapa kita mengejar ada dua (Rancangan) Undang-Undang yang harus segera disahkan, yang pertama adalah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan yang kedua adalah (Rancangan) Undang-Undang Pemasyarakatan”.

(2)

Hiariej: Mengawal Transformasi Hukum Indonesia | 98 “Jadi (Rancangan) Undang-Undang Pemasyarakatan ini dia sudah in line dengan RUU KUHP atau Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mengapa dia in line, tadi dia sudah berorientasi pada hukum pidana modern yang menitik beratkan pada keadilan korektif, keadilan restorative, dan keadilan rehabilitative. Di dalam RUU KUHP, ini harap diingat meskipun ada pidana penjara, tapi pidana penjara itu bukan lagi primadona. Pidana penjara itu bukan lagi yang utama, jadi selain pidana penjara itu paling tidak ada pidana denda, pidana kerja sosial, pidana percobaan, dan pidana pengawasan yang notabenya dalam konteks empat pidana ini kan orang tidak dimasukkan ke dalam penjara. Jadi ini bisa mengurangi over kapasitas. Yang kedua, yang juga dalam konteks undang-undang yang sekarang sudah di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan sebetulnya tinggal disahkan saja adalah (Rancangan) Undang-Undang Narkotika. Mengapa (Rancangan) Undang-Undang Narkotika menjadi penting untuk diubah adalah beberapa pasal, harus diakui bahwa kapasitas penjara kita itu hanya bisa menampung 167 ribu narapidana dan tahanan. Sekarang, jumlah narapidana dan tahanan itu lebih dari 330 ribu hampir dua kali lipat kalau saya tidak salah. Dan, yang sangat mencengangkan dari 330 ribu penghuni Lapas, itu 60% (kasus, ed.) narkotika. Berarti sekitar 180 ribu, 80% itu pengguna bukan pengedar. Padahal kalau dalam studi kejahatan, yang namanya drug user atau pengguna obat-obat dia itu adalah victimless”.

Pengguna Narkoba sebagai korban?

“Iya, kita selalu mengatakan pengguna narkotika adalah crime without the victim atau

kejahatan tanpa korban. Karena kalau saya menggunakan narkoba kan korbannya saya sendiri. Sehingga di dalam RUU (Rancangan Undang-Undang) Narkotika itu, pengguna narkotika yang pure tidak termasuk pengedar, dia tidak dihukum tetapi direhabilitasi”.

Bagaimana pendapat Anda dengan RUU KUHP yang baru dan isu seputar HAM? “Rancangan Undang-Undang Narkotika bisa mengurangi separuh overcrowded, berarti kan

sudah ideal dan itu memang faktor paling utama adalah pada undang-undang baik RUU KUHP itu sendiri, (Rancangan) Undang-Undang Narkotika, dan (Rancangan) Undang-Undang Kemasyarakatan. Jadi selama ini saya selalu mengatakan kalau penjara penuh, itu Kementerian Hukum dan HAM tidak bisa dipersalahkan. Karena Kementerian Hukum dan HAM itu kan tempat pembuangan, dia tidak mengikuti proses. Hakim itu kan yang menjatuhkan pidana penjara, dia gak mau pikir itu penjara penuh atau tidak. Petugas kemasyarakatan tidak bisa menolak kalau orang diantar ke Lapas untuk dieksekusi. Gak bisa, malah salah kalau dia menolak. Dia gak mau tau itu

(3)

Hiariej: Mengawal Transformasi Hukum Indonesia | 99 di Lapas sudah over kapasitas 100 kali lipat, gak mau tau. Jaksa gak mau tau itu, petugas kemasyarakatan tidak bisa menolak. Ini saya kira hal-hal seperti ini yang selalu saya katakan bahwa untuk mengurangi over kapasitas itu, jangan tanya Kementerian Hukum dan HAM tanya tuh polisi, jaksa, dan hakim. Oleh karena itu memang, tidak lagi keadilan retributive apa-apa harus dipenjara. Tetapi ada keadilan restorative, kolektif, dan rehabilitative. Ini yang saya kira memang dalam masa pemerintahan Bapak Presiden yang kedua ini dan praktis tinggal tiga tahun ini saya kira harus kita benahi bersama dan itu memang tanggung jawab kita di Kementerian Hukum dan HAM”.

“Yang kedua, adalah berkaitan dengan penyelesaian pelanggaran HAM di masa lampau. Ini merupakan tunggakan yang tidak mudah. Mengapa tidak mudah, karena memang di mana pun di dunia ini kita mengenal yang namanya transitional justice. Kita termasuk yang cukup lama ya karena beralih dari Orde Baru ke reformasi itu sudah lebih dari 20 tahun, sudah 23 tahun. Seharusnya transitional of justice itu bisa menyelesaikan secara cepat. Tetapi kita melihat mulai dari Presiden B.J. Habibie, kemudian diganti oleh Presiden Gusdur, Presiden Megawati, Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan sekarang Presiden Joko Widodo yang tiga tahun lagi akan berakhir, ini penyelesaian pelanggaran berat HAM belum tuntas”.

“Tetapi, kita tidak putus asa banyak jalan ke Roma. Karena sebetulnya yang paling penting dalam penyelesaian pelanggaran berat HAM di mana pun, di dunia ini, ada dua hal. Yang pertama ada pengungkapan kebenaran, dan yang kedua adalah kita berbicara soal rehabilitasi. Karena sesungguhnya ketika kita berbicara mengenai rehabilitasi, maka di situ ada pemilihan, di situ ada rekonsiliasi. Dan, saya kira ini Presiden melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan sedang menyiapkan draft Keputusan Presiden paling tidak setaraf Peraturan Presiden, yang intinya adalah penyelesaian pelanggaran berat HAM di masa lalu. Dia tidak menggunakan mekanisme Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM”.

“Mengapa kita tidak menggunakan mekanisme Undang-Undang Pengadilan HAM, karena satu ribet, dua waktunya berlarut-larut, ketiga nanti dia case by case. Tapi yang kita rencanakan dengan Keputusan Presiden atau Peraturan Presiden tentang Pelanggaran Berat HAM di Masa Lalu ini kita menyelesaikan secara keseluruhan dan kita tidak mulai dari nol. Kita akan menggunakan atau kita based on data yang telah ada pada Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia), kan Dia sudah melakukan penyelidikan. Sebetulnya, penyelesaian pelanggaran berat HAM di masa lampau itu gampang-gampang susah. Ya susahnya itu ketika nanti memang di lapangan kita harus

(4)

Hiariej: Mengawal Transformasi Hukum Indonesia | 100 mengumpulkan atau kemudian melakukan diskusi, tetapi yang penting, yang saya katakan tadi adalah pengungkapan kebenaran dan rehabilitas/pemulihan. InsyaAllah kalau itu dibentuk sekarang, saya kira untuk penyelesaian pelanggaran berat HAM itu satu tahun lah bisa selesai. Sekali lagi, bukan case by case tetapi the whole case secara keseluruhan akan kita selesaikan”.

Berapa lama KUHP baru asli Indonesia atau RUU KUHP ini selesai?

“Saya kira begini, kekuasaan pembentuk undang-undang itu ada pada DPR, persetujuan ada

pada Presiden. Tetapi, satu minggu yang lalu saya mendampingi Pak Menteri Hukum dan HAM bertemu dengan ketua badan legislatif, Pak Supratman. Saya senang dengan Pak Supratman ini seorang politisi yang beliau sangat mumpuni ketika berbicara soal legislasi. Karena apa? ya ini sekarang tahun 2021 tinggal 4 bulan lagi, DPR sebagai kekuasaan pembuat undang-undang, padahal dua undang-undang loh. Undang-Undang No. 2 Tahun 2021 yang disahkan tanggal 15 Juli itu adalah mengenai Otsus (Otonomi Khusus) Papua. Ini tinggal 4 bulan, masa sih hanya dalam satu tahun kita hanya ada 2 undang-undang”.

Berarti tinggal satu kali rapat lagi?

“Betul, oleh karena itu kemarin kita sudah sepakat ada beberapa undang-undang yang akan dikejar tahun ini dan itu bukan hal yang baru. Satu, RUU KUHP; dua, RUU Kemasyarakatan; tiga, RUU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik); empat, RUU Narkotika; lima, RUU Kejaksaan; enam, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS); kemudian yang ketujuh, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, kemudian nanti yang akan diusahakan dan diselesaikan adalah RUU Perampasan Aset dan RUU Kapailitan. Jadi target kita kalau 2021 dengan situasi pandemi dan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang masih berlangsung ini, bisa 9 atau 10 undang-undang sah. Dan saya optimis kalau itu bisa. Dan saya melihat kesungguhan dari teman-teman dewan ini, mohon maaf, dalam situasi PPKM pun kita sedang giat-giatnya membahas beberapa RUU dan itu bisa selesai”.

Dalam soal undang-undang termasuk (RUU) KUHP, kemudian juga soal pelanggaran HAM berat, publik yang kadang-kadang diwakili oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) merasa tidak ikut dilibatkan. Bagaimana?

“Itu saya bantah ya. Jadi, bisa jadi satu dua LSM tidak diajak (lalu, ed.) dia menganggap publik tidak diajak gitu kan. Itu saya rasa pemikiran sepihak ya. Karena, kita punya catatan

(5)

Hiariej: Mengawal Transformasi Hukum Indonesia | 101 sosialisasi di 12 kota itu ada. Sejak sosialisasi akhir tanggal 14 Juni (2021, ed.) di Jakarta, itu hampir 2 minggu sekali kita melakukan diskusi via Zoom dengan teman-teman LSM dan bukan secara serampangan tapi pasal per pasal. Kita sudah berbicara dengan teman-teman disabilitas, itu akhirnya kita mengubah beberapa ketentuan di dalam draft. Besok Jumat (6 Agustus 2021, ed.), dengan teman-teman komunitas mengenai kerukunan beragama khusus membahas mengenai pasal Penodaan Agama, hari Jumat besok. Sudah dijadwalkan jam 10. Hari Selasa (10 Agustus 2021, ed.) empat hari kemudian, kita akan bicara dengan teman-teman advokat mengenai ketentuan pidana dalam KUHP terkait advokat curang. Jadi nanti kita memanfaatkan situasi PPKM ini untuk berdiskusi secara Zoom dengan materi-materi yang menimbulkan kontroversi di masyarakat. Jadi kalau masuk itu sudah, kalau masuk Zoom itu kan direkam semua tidak ada lagi orang yang membantah”.

Bagaimana mekanisme keterlibatan stakeholders?

“Kan kita punya kualifikasi masyarakat untuk pembaharuan KUHP itu, itu sudah cukup satu

undangan untuk mereka udah cukup”.

Bagaimana dengan RUU Ibu Kota Negara (IKN)?

“Saya tidak begitu mengikuti meskipun saya pernah sekali ikut rapat, waktu itu saya ingat

bulan puasa. RUU IKN itu leading sector-nya ada pada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Sebetulnya kita sudah menjadikan suatu undang-undang payung, dan undang-undang payung itu berbicara soal negara, infrastruktur, dan lain sebagainya sudah. Maka mengapa saya mengatakan itu undang-undang payung karena nanti membutuhkan beberapa undang-undang lain. Jadi, kalau dalam legislasi itu dalam teorinya dikenalkan dengan istilah Umbrella Act. Umbrella Act itu seperti saya kasih contoh kita punya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960. Undang-Undang Pokok Agraria itu umbrella act. Lalu apa undang-undang lain? Undang Minerba, Undang Kehutanan, Undang-Undang Perkebunan itu dia bukan turunan tapi dia berada dalam cekungan undang-undang payung yang ada. Undang IKN itu saya bilang paling tidak membutuhkan ada dua Undang-Undang lagi, yaitu Undang-Undang-Undang-Undang mengenai Ibu Kota Negara-nya itu sendiri jadi penunjukan. Kemudian kita berbicara undang-undang satu lagi, mungkin berbicara persoalan yang berkaitan dengan pembinaan, karena pembinaan itu bukan hal yang mudah ya”.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan alternatif program tersebut, prioritas program kerja yang sesuai dengan hasil rancangan program kerja, untuk meningkatkan dan penjaminan mutu pendidikan di UNPAZ,

Gambaran mengenai kondisi transportasi khususnya berjalan kaki di kawasan Pendidikan Yogyakarta sebagaimana yang telah dijelaskan di atas menjadi dasar perlunya dilakukan

pertanyaan awal kepada siswa secara lisan yang diarahkan pada anak tema: Healthy Foods dengan gambar; Guru menyampaikan tujuan pembelajaran; Guru menyajikan

Hasil studi ini mengkonfirmasi hasil studi Suprapti, dkk (2007) yang menyatakan bahwa kualitas jasa berpengaruh pada niat pemakaian ulang pelanggannya. Secara lebih

SA ROMA 5:5 SINASABI NA HINDI TAYO NABIBIGO SA ATING PAG-ASA, SAPAGKAT ANG PAG-IBIG NG DIYOS AY IBINUHOS SA ATING MGA PUSO SA PAMAMAGITAN NG ESPIRITU SANTO4. NA PINAGKALOOB

Data Mining Data Analyst Data Analyst Data Mining Data Mining Information Discovery Information Discovery Data Exploration Data Exploration DBA

Pelatihan dapat meningkatkan performance kerja pada posisi jabatan yang sekarang. Kalau level of performance-nya naik/meningkat, maka berakibat peningkatan

Kalau pembicara kedua nanti memang tidak datang, maka kita akan mengalokasikan waktu yang lebih banyak untuk diskusi, saya kira.. Namun sebelumnya saya akan sedikit berkomentar