• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berjalan kaki merupakan salah satu aktivitas fisik yang juga bertindak sebagai salah satu jenis moda transportasi, khususnya jenis moda transportasi aktif (Ackerson, 2005). Sebagai sebuah moda transportasi, berjalan kaki memiliki karakteristik, kelebihan dan kekurangan, serta membutuhkan sarana dan prasarana pendukung. Kesemua aspek tersebut mempengaruhi pertimbangan seseorang dalam memilih berjalan kaki sebagai moda transportasi untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Berjalan kaki sebagai moda transportasi telah populer dan membudaya bagi masyarakat di negara maju seperti Jepang dan Singapura. Kegiatan berjalan kaki didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai dan telah menjadi bagian dari perencanaan pembangunan sistem transportasi secara keseluruhan. Hal tersebut sesuai dengan teori complete streets yang dikemukakan oleh McCann (2013) tentang bagaimana berjalan kaki menjadi elemen penting dalam sistem transportasi kota.

Kegiatan berjalan kaki sebagai moda transportasi jelas tidak dapat dilakukan untuk mencapai destinasi jarak jauh, melainkan terbatas pada jarak pendek hingga 1 km atau setara dengan 15-20 menit perjalanan (Rahmah, 2012). Hal tersebut justru menjadi nilai penting berjalan kaki dalam suatu sistem transportasi, dimana berjalan kaki dapat menjadi moda penghubung antara satu moda transportasi dengan moda transportasi lainnya sehingga wajar jika moda transportasi berjalan kaki menjadi elemen penting dalam sebuah pembangunan sistem transportasi yang berkelanjutan khususnya di kawasan perkotaan.

Ketersediaan jalur pedestrian di setiap ruas jalan dengan kondisi lingkungan yang mendukung tentu akan menarik minat orang untuk memilih moda transportasi berjalan kaki. Jalur pedestrian sudah seharusnya tersedia di setiap ruas jalan, karena pada dasarnya pengguna jalan bukanlah hanya mereka yang berkendara dengan mobil atau motor melainkan juga pejalan kaki. Jalur pedestrian menjadi komponen paling penting untuk meningkatkan mobilitas pejalan kaki dalam mencapai destinasinya. Selain itu, kondisi lingkungan sekitar juga memberi pengaruh langsung terhadap keinginan individu untuk berjalan kaki. Kondisi lingkungan yang dimaksud terkait dengan keterhubungan antara jalur pedestrian yang satu dan lainnya, variasi jenis penggunaan lahan pada suatu kawasan, keberadaan vegetasi

(2)

2 perindang di sepanjang jalan, sarana dan prasarana di jalur pedestrian, serta keterhubungannya dengan sistem transportasi lain.

Kota-kota di Indonesia pada umumnya belum mendukung dengan baik kegiatan berjalan kaki sebagai sebuah moda transportasi yang aman, nyaman dan dapat diakses oleh siapa saja. Hal tersebut diperparah dengan adanya kebijakan yang kontra dari pemerintah baru-baru ini, yakni gerakan mobil murah dengan label “low cost green car” yang justru akan membuat semakin tidak terkendalinya penggunaan kendaraan pribadi. Berdasarkan hasil penelitian Gota, dkk (2010) yang berjudul “Walkability Surveis in Asian Cities”, Jakarta sebagai ibukota sekaligus kota terbesar di Indonesia masuk dalam kategori kota yang tidak walkable atau tidak ramah untuk kegiatan berjalan kaki dengan perolehan nilai 48/100. Nilai tersebut berada di bawah kota-kota lainnya di kawasan Asia Tenggara seperti Hanoi dan Ho Chi Minh City (Vietnam) dan Manila (Filipina) sebagaimana yang tertera pada Tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1 Perbandingan nilai indeks walkability kota-kota di Asia Kota Nilai Indeks Walkability Kategori

Chennai 40 ‘not walkable’ Banglore 46 Kathmandu 47 Jakarta 48 Karachi 49 ‘waiting to walk’ Colombo 57 Lanzhou 57 Hanoi 58 Davao 58 Ho Chi Minh City 59 Cebu 59 Ulaanbaatar 63 Metro Manila 67

Hong Kong 71 ‘highly walkable’

Kondisi tingkat walkability Yogyakarta yang menjadi kota paling nyaman (most liveable city) di Indonesia pun kondisinya tidak jauh berbeda dengan Jakarta. Rahmah (2012) melalui penelitiannya menemukan beberapa permasalahan pejalan kaki di Yogyakarta, seperti lebar jalur pedestrian yang relatif sempit, kondisi permukaan yang kurang baik, banyak penghalang di sepanjang jalur pedestrian, dan kurangnya sinyal di persimpangan jalan. Hasil pengamatan di lapangan menjelaskan bahwa pemanfaatan jalur pedestrian sebagai lahan parkir dan tempat

(3)

3 berniaga menjadi masalah yang mengganggu kenyamanan pejalan kaki di Yogyakarta.

Asian Development Bank melalui penelitiannya yang berjudul “Walkability and Pedestrian Facilities in Asian Cities” mengungkapkan kawasan pendidikan merupakan wilayah dengan potensi volume pejalan kaki yang terbesar (Leather dkk, 2011). Kawasan pendidikan menjadi tempat terkonsentrasinya penduduk pada rentang usia produktif khususnya mahasiswa atau pelajar. Mereka pada umumnya mengandalkan transportasi publik yang terintegrasi dengan jalur pedestrian sebagai bagian dari aktivitas dalam bertransportasi.

Yogyakarta sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah memiliki salah satu fungsi kawasan yang termasuk kawasan pendidikan. Salah satu kawasan pendidikannya terletak di Kecamatan Mlati dan Kecamatan Depok di Kabupaten Sleman. Perkembangan wilayah pada dua kecamatan tersebut didukung oleh keberadaan institusi pendidikan sebagai faktor pendorong pertumbuhan. Universitas Gadjah Mada sebagai institusi pendidikan pertama di kawasan tersebut menjadi pusat atau inti dari faktor pendorong pertumbuhan. Keberadaan Universitas Gadjah Mada mempengaruhi terjadinya peningkatan kebutuhan akan ruang baik untuk tempat tinggal, komersial, dan lainnya serta peningkatan kebutuhan barang dan jasa. Hal ini menjadi dasar dalam memilih kawasan pendidikan di sekitar Universitas Gadjah Mada yang berada di Desa Sinduadi (Kecamatan Mlati) dan Desa Caturtunggal (Kecamatan Depok) sebagai daerah penelitian untuk topik penelitian ini.

Dengan demikian diharapkan kajian kualitas jalur pedestrian ini, mulai dari tahapan inventarisasi, penilaian hingga uji akurasi di kawasan pendidikan Yogyakarta dapat bermanfaat untuk mengetahui lebih jelas gambaran kondisi dan permasalahan yang dihadapi oleh pejalan kaki.

1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Desa Sinduadi dan Caturtunggal di Kabupaten Sleman sebagai kawasan yang menunjukkan kenampakan kekotaan sekaligus memiliki fungsi pendidikan tengah menghadapi berbagai hambatan dalam menciptakan ruang untuk berjalan kaki yang aman dan nyaman, tidak hanya sebagai moda transportasi masyarakat melainkan juga sebagai cara mempromosikan gaya hidup sehat yang semakin gencar

(4)

4 belakangan ini. Sebagai contoh pada kawasan pendidikan Yogyakarta di sekitar Universitas Gadjah Mada, banyak terdapat mahasiswa yang umumnya tinggal tidak jauh dari kampus. Bisa dikatakan mereka pada dasarnya tidak membutuhkan kendaraan pribadi untuk mobilisasi, melainkan cukup dengan berjalan kaki saja atau yang dikombinasikan dengan moda transportasi umum lain untuk tempat tinggal dengan jarak yang lebih jauh.

Kawasan pendidikan Yogyakarta yang juga merupakan kawasan perkotaan Yogyakarta memiliki berbagai fungsi penggunaan lahan yang terletak saling berdekatan. Jarak antara satu destinasi dengan destinasi lainnya relatif dekat. Hal tersebut membuat berjalan kaki dan ataupun bersepeda menjadi moda transportasi yang seharusnya lebih dipilih. Namun pada kenyataannya kendaraan pribadi lebih dipilih untuk mencapai destinasi-destinasi tersebut. Kondisi ini mendorongnya timbulnya pertanyaan mengenai mengapa moda transportasi berjalan kaki belum banyak dipilih oleh pelajar dan juga masyarakat umum di kawasan pendidikan Yogyakarta.

Sebagaimana kondisi yang telah penulis sampaikan di atas, belum dipilihnya moda transportasi berjalan kaki pada kawasan yang seharusnya memiliki potensi volume pejalan kaki dalam jumlah besar tentu mengisyaratkan adanya masalah. Masalah yang bisa saja disebabkan oleh berbagai hal, seperti masalah dari sisi sarana dan prasarana, gaya hidup masyarakat atau bahkan kebijakan pemerintah. Sarana dan prasarana yang minim atau bahkan tidak tersedia bagi pejalan kaki tentu bisa menjadi alasan enggannya berjalan kaki untuk mencapai destinasi tertentu. Inkonsistensi kebijakan pemerintah dalam menyediakan jalur pedestrian bagi pejalan kaki yang tampak melalui maraknya tempat parkir dan pedagang di jalur pedestrian turut menambah stigma negatif, yakni ketidaknyamanan dalam berjalan kaki.

Yogyakarta dengan keterbatasannya dalam hal moda transportasi publik juga belum bisa berbuat banyak. Masyarakat dan pelajar di kawasan pendidikan Yogyakarta menjadi lebih nyaman berpergian dengan kendaraan pribadinya, bahkan untuk destinasi jarak dekat sekalipun. Berdasarkan laporan yang dirilis Ditlantas Yogyakarta (2011), jumlah kendaraan pribadi mencapai 1.529.328 unit sedangkan Direktorat Pemeliharaan dan Pengelolaan Aset Universitas Gadjah Mada (2013) mengemukakan bahwa terdapat lebih dari 30.000 unit kendaraan

(5)

5 pribadi dapat berlalu-lalang di Universitas Gadjah Mada dan sekitarnya sebagaimana terdaftar dalam basis data Kartu Identitas Kendaraan (KIK).

Gambaran mengenai kondisi transportasi khususnya berjalan kaki di kawasan Pendidikan Yogyakarta sebagaimana yang telah dijelaskan di atas menjadi dasar perlunya dilakukan kajian terhadap kondisi aktual terhadap lingkungan sekitar dalam mendukung pejalan kaki, termasuk juga sarana dan prasarana yang mendukung moda transportasi tersebut. Kajian melalui penilaian indeks walkability menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kondusivitas suatu lingkungan dalam mendukung moda transportasi berjalan kaki yang didasarkan atas parameter-parameter terukur yang bersifat objektif. Walaupun begitu, seringkali kondisi fisik tidak selalu sejalan dengan kondisi non-fisik yang mungkin diterima oleh pejalan kaki dalam berjalan kaki. Untuk itulah perlu pemahaman mengenai pentingnya pengujian yang dilakukan oleh masyarakat secara langsung terhadap hasil penilaian yang bersumber dari parameter-parameter fisik tersebut. Dengan begitu diharapkan informasi mengenai kualitas jalur pedestrian yang akan dihasilkan ke depannya dapat mewakili kualitas yang bersifat objektif (lingkungan fisik dan fasilitas) serta kualitas yang bersifat subjektif (persepsi dan pengalaman yang diterima oleh pejalan kaki).

Hal-hal tersebut di atas menjadi fokus pada penelitian “Kajian Penilaian Kondisi Jalur Pedestrian dengan Menggunakan Indeks Walkability (Kenyamanan Pejalan Kaki) di Kawasan pendidikan Yogyakarta”. Bagaimana pun diharapkan kajian kualitas jalur pedestrian ini dapat menjadi bahan yang informatif bagi masyarakat di kawasan pendidikan Yogyakarta mengenai kondisi lingkungan kita bersama dalam mendukung berjalan kaki sebagai moda transportasi.

Dari uraian permasalahan di atas, maka diperoleh pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana jalur pedestrian di kawasan pendidikan Yogyakarta,

2. Bagaimana tingkat walkability kawasan pendidikan Yogyakarta,

3. Apakah penilaian tingkat walkability dapat memberikan informasi relevan mengenai kondisi jalur pedestrian di kawasan pendidikan Yogyakarta.

(6)

6 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan penelitian pada sub-bab 1.2 maka terdapat tiga tujuan dari penelitian ini, yakni:

1. Melakukan inventarisasi sarana dan prasarana jalur pedestrian di kawasan pendidikan Yogyakarta,

2. Melakukan penilaian tingkat walkability kawasan pendidikan Yogyakarta, 3. Melakukan uji validasi penilaian tingkat walkability kawasan pendikan

Yogyakarta.

1.4 Sasaran Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian pada sub-bab 1.3 maka terdapat tiga sasaran penelitian sebagai berikut:

1. Peta kondisi sarana dan prasarana jalur pedestrian di kawasan pendidikan Yogyakarta,

2. Peta indeks walkability kawasan pendidikan Yogyakarta,

3. Hasil uji validasi penilaian tingkat walkability kawasan pendidikan Yogyakarta.

1.5 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan sasaran penelitian pada sub-bab 1.4 maka terdapat tiga kegunaan penelitian ini, yakni:

1. Memberikan informasi terkini kondisi sarana dan prasarana jalur pedestrian di kawasan pendidikan Yogyakarta,

2. Memberikan informasi tingkat walkability kawasan pendidikan Yogyakarta, 3. Mengetahui ketepatan instrumen penilaian tingkat walkability kawasan

Gambar

Tabel 1.1 Perbandingan nilai indeks walkability kota-kota di Asia Kota  Nilai Indeks Walkability  Kategori

Referensi

Dokumen terkait

Terlebih lagi, objek penyatuan tersebut bukanlah Wujud Tertinggi atau Tuhan, sebagaimana diakui oleh kaum sufi, melainkan maujud-maujud spiritual yang lebih rendah, termasuk Akal

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah virus Covid-19 adalah dengan menerapkan perilaku Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di mana dalam penerapannya

Untuk merancang permainan game education berjudul Feed Living Beings diperlukan solusi rumus untuk membuat education itu dapat berjalan sesuai proses yang diinginkan agar goal

3.1 Proses perumusan konsep didasari dengan latar belakang kota Surakarta yang dijadikan pusat dari pengembangan pariwisata Solo Raya karena memiliki potensi

[r]

PSEKP selain merupakan institusi penelitian dan kebijakan di Indonesia yang sangat responsif dalam melakukan kajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian dan telah banyak

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Kelola TI UNIKOM, dan apa saja yang harus dilakukan untuk menuju pada kondisi ideal tersebut...