• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1

I.1. Latar Belakang

Global Navigation Satellite System (GNSS) merupakan salah satu teknologi

yang digunakan dalam penentuan posisi. Keunggulan dari sistem GNSS adalah dapat digunakan dalam segala cuaca dan waktu serta dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Saat ini keperluan pemakaian GNSS sangat tinggi dan didasarkan berbagai macan kebutuhan. Menurut European Global

Navigation Satellite Systems Agency (EGSA) (2017), terdapat 4 miliar perangkat yang

menggunakan teknologi GNSS pada tahun 2015 dan akan terus meningkat hingga mencapai 9 miliar perangkat pada tahun 2025. Untuk segmen penggunaan survei dan pemetaan sebanyak 5,5 % dari total 4 miliar perangkat dan meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan data tersebut kebutuhan akan teknologi GNSS untuk survei pemetaan sangat tinggi dan menciptakan persaingan pasar yang ketat, sehingga peralatan survei pemetaan teknologi GNSS dengan harga yang murah namun dengan ketelitian yang handal menjadi keperluan penting saat ini. Dalam peningkatan ketelitian hasil pengukuran GNSS dapat dilakukan pada sektor perangkat keras

(hardware) atau pelangkat lunak (software). Pada sektor hardware salah satu yang

dapat diteliti adalah dari sisi antena dan modul receiver.

Salah satu alat alternatif untuk melakukan pengukuran GPS dengan biaya murah adalah dengan menggunakan modul GPS yang berbasis Original Equipment

Manufacturer (OEM) dengan mengkombinasikannya dengan antena GPS. GPS

merupakan salah satu segmen angkasa dari GNSS yang paling banyak digunakan saat ini. Modul GPS OEM merupakan salah satu alternatif karena dalam segi harga terdapat modul GPS OEM dengan harga sekitar 70 € atau sekitar Rp 1 juta (Weston dan Schwieger, 2010). Dalam pengukuran GPS menggunakan modul GPS OEM banyak faktor yang mempengaruhi ketelitian hasil pengukuran diantaranya adalah tipe antena yang digunakan dan metode pengukurannya. Modul GPS OEM yang dikombinasikan dengan antena Tallysman TW2410 mampu memenuhi standar ketelitian ISO kelas

(2)

RT2 untuk pengukuran realtime kinematic (RTK)dengan simpangan baku horisontal ≤ 0,027 meter dan vertikal ≤ 0,046 m (Sioulis dkk., 2015). Contoh lain yaitu modul GPS OEM Ublox yang dikombinasikan dengan antena microstrip mampu menghasilkan kepresisian sebesar ±0,1076 m dengan metode pengukuran RTK (Pratiwi, 2015).Hal tersebut membuktikan bahwa faktor penting yang mempengaruhi ketelitian selain dari metode pengukuran adalah antena yang digunakan. Antena merupakan salah satu komponen penting receiver GPS yang berfungsi menghubungkan satelit dengan modul GPS (Tsui, 2000).

Kebutuhan antena yang murah dan memiliki kehandalan yang tinggi merupakan suatu hal yang penting dalam penerapan pada modul GPS OEM. Saat ini salah satu antena yang sering digunakan pada modul GPS OEM ini adalah antena tipe microstrip dikarenakan menurut Ublox (2009) antena microstrip memiliki dimensi yang kecil, harganya yang murah dan memiliki gain yang tinggi.

Untuk meningkatkan ketelitian hasil pengukuran modul GPS OEM adalah dengan menggunakan antena alternatif dengan tipe antena lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dari suatu antena adalah desain atau tipe dari antena. Salah satu antena yang sering digunakan dalam keperluan pengukuran GPS adalah antena

quadrifilar helix. Antena quadrifilar helix menjadi salah satu antena alternatif selain

antena microstip. Sama halnya dengan antena microstrip antena quadrifilar helix dapat dibuat dengan mudah dengan harga yang relatif murah. Menurut Ublox (2009) antena

quadrifilar helix memiliki polaradiasi omnidireksional. Hal tersebut membuat antena

quadrifilar helix memiliki kemampuan penangkapan sinyal satelit yang baik dari

berbagai orientasi.

Pada penelitian ini dibuat antena quadrifilar helix sebagai alternatif yang setara dalam segi harga namun memiliki kelebihan dalam segi penangkapan sinyal dalam berbagai arah atau omnidirectional. Dari perbedaan kemampuan penangkapan sinyal antara antena quadrifilar helix dan microstrip perlu dibandingkan untuk melihat pengaruh kinerja kedua antena tersebut terhadap kepresisian dan kualitas hasil pengukuran. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kualitas dan kepresisisan hasil pengukuran modul GPS OEM menggunakan antena quadrifilar helix dan microstrip.

(3)

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian kondisi yang telah dijelaskan pada latar belakang, permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah belum diketahui perbedaan kepresisian hasil pengukuran modul GPS OEM dengan menggunakan antena yang sebanding dalam segi harga dengan antena microstrip yaitu antena quadrifilar helix.

I.3. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Berapa kepresisian koordinat hasil pengukuran modul GPS OEM dengan antena quadrifilar helix dan antena microstrip?

2. Apakah kepresisian hasil pengukuran menggunakan Modul GPS OEM dengan antena quadrifilar helix dan antena microstrip berbeda secara signifikan?

I.4. Cakupan Kegiatan

Agar permasalahan terjawab dan penelitian yang fokus maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan modul GPS Skytraq NS-RAW . 2. Antena quadrifilar helix yang dihasilkan tidak diuji fisik atau dikalibrasi dan

hanya berkerja pada frekuensi L1 yaitu 1575,42 MHz.

3. Pengukuran dilakukan menggunakan pengamatan GPS metode

Post-processing Kinematic (PPK)yang diikat pada titik GMU.

I.5. Tujuan Penelitian

Tujuan umun dari penelitian ini adalah perbandingan kinerja antena terhadap ketelitian hasil pengukuran menggunakanmodul GPS OEM. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini, antara lain:

(4)

2. Perhitungan nilai koordinat dan kepresisian hasil pengukuran menggunakan modul GPS OEM dengan antena mircostrip dan quadrifilar

helix.

3. Perhitungan signifikansi perbedaan koordinat dan kepresisian antara hasil pengukuran menggunakan Modul GPS OEM dengan antena quadrifiral

helix dan antena microstrip.

I.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan terkait penentuan posisi, manfaat tersebut antara lain:

1. Dapat memberikan informasi mengenai kinerja dari antena yang akan diteliti.

2. Dapat memberikan pengetahuan mengenai analisis pengaruh antena terhadap ketelitian yang digunakan pada modulGPS OEM.

3. Dapat memberikan solusi atau tindakan yang dapat meningkatkan kinerja dari modulGPS OEM terhadap ketelitian hasil pengukuran.

I.7. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai Antena GPS sudah banyak dilakukan pada tahun sebelumnya. Hal ini karena antena merupakan salah satu komponen penting receiver GPS yang berfungsi menghubungkan satelit dengan modul GPS (Tsui, 2000) dan dapat mempengaruhi ketelitian hasil pengukuran. Penelitian yang dilakukan oleh Theogarfokk (2007) mengenai proyek pembuatan helix berbasis Right Handed

Circular Polarization (RHCP) yang diterapkan pada GPS tipe navigasi dan GPS tipe

geodesi. Antena tersebut didesain dapat menerima sinyal GPS pada saluran frekuensi L1 yaitu 1575,42 MHz. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa antena buatan helix dapat berfungsi pada receiver tipe navigasi dan mampu menangkap sinyal dengan stabil dan optimal namun untuk receiver tipe geodetik sinyal yang diterima tidak stabil. Pada penentuan posisi relatif dengan receiver navigasi, antena helix memiliki tingkat

(5)

kedekatan posisi (simpangan) yang lebih tinggi sebesar 0,76601 m terhadap titik acuan dengan antena asli Garmin GPS V.

Penelitian ini akan menggunakan modul GPS OEM yang memiliki harga yang murah. Sebelumnya sudah ada penelitian-penelitian mengenai modul GPS OEM. Salah satunya adalah Sioulis, dkk. (2015) yang melakukan penelitian mengenai evaluasi ketelitian modul GPS OEM dengan menggunakan metode realtime kinematic (RTK) mengacu pada standar ISO 17123. Penelitian tersebut menggunakan modul GPS Ublox Neo-7P yang dikombinasikan menggunakan antena Ublox Neo-7P yang dikombinasikan menggunakan antena Tallysman. Perangkat yang diuji menghasilkan ketelitian dengan simpangan baku horisontal sebesar ±0,019 m dan simpangan baku vertikal sebesar ±0,032 m. Hasil penelitian tersebut menyebutkan ketelitian hasil pengukuran perangkat yang diuji memenuhi standar ISO kelas RT2 yaitu ketelitian dengan simpangan baku horisontal ≤ 0,027 meter dan vertikal ≤ 0,046 m .

Pada penelitian ini meneliti mengenai antena alternatif yaitu quadrifilar helix salah satu keunggulan dari antena tersebut yaitu memiliki pola radiasi kesegala arah yaitu omnidirectional. Hal tersebut dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Shoaib, dkk. (2010) mengenai desain dan implementasi dari antena quadrifilar helix untuk satelit komunikasi. Pada penelitian tersebut diukur bandwith yang menghasilkan 1204 sampai dengan 1260 MHz sedangkan referensi VSWR ≤ 2 cukup untuk frekuensi L2 GPS yaitu 1227,75 ± 10 MHz. Pada pengujian pola radiasi menghasilkan pola direksional (satu arah) pada bidang elevasi dan omnidirectional atau kesegala arah pada bidaang azimut yang disimulasikan pada frekuensi 1230 MHz.

Penelitian lainnya mengenai antena quadrifilar helix yaitu yang dilakukan oleh Violita, dkk. (2013) mengenai desain quadrifilar helix pada frekuansi 2.4 GHz untuk perangkat Ground Station Satelit Nano. Penelitian tersebut melakukan simulasi untuk mencari nilai dari beberapa parameter antena yang meliputi: return loss, VSWR,

bandwidth, pola radiasi, polarisasi dan gain dari antenna. Hasil penelitian tersebut

didapatkan nilai return loss -10 dB pada frekuensi 2.3394 GHz dan 2.5114 GHz,

bandwidth sebesar 348,72 MHz, hasil pola radiasi menunjukan direksional untuk

segala bidang, gain maksimum sebesar 4,6 dB, dan polarisasi antena beberntuk elips. Dari hasil penelitian tersebut antena quadrifilar helix tersebut dapat diaplikasikan untuk perangkant ground statin satelit ITS-Sat pada frekuensi 2,4 GHz.

(6)

Antena yang digunakan sebagai antena pembanding pada penelitian ini adalah antena microstrip. Hal tersebut karena antena microstrip memiliki harga yang sebanding dengan antena quadrifilar helix namun memiliki karakteristik yang berbeda. Antena quadrifilar helix memiliki keunggulan pada pola radiasi kesegalah arah (omnidirectional) sedangkan antena microstrip memiliki kemampuan gain yang tinggi (Ublox, 2009). Terdapat penelitian lain yang membandingkan. Terdapat beberapa penelitian yang sudah meneliti mengenai kinerja dari antena microstrip.

Takasu dan Yasuda (2008) melakukan penelitian mengenai evaluasi kinerja dari modul GPS OEM single frequency dengan menggunakan metode RTK. Modul GPS yang diuji tersebut diantaranya AEK-4T, EVK-5H, Superstar II, dan Crescent. Keempat modul GPS OEM tersebut dikombinasikan dengan antena microstrip seri ANN-MS. Dari hasil pengujian kinerja yaitu ketelitian dihasilkan nilai root mean

square error (RMSE) sebesar ≤ 0,44 cm untuk komponen timur dan barat (E-W)

sedangkan untuk komponen utara dan selatan (N-S) sebesar ≤ 0,65 cm.

Penelitian lainnya yaitu yang dilakukan oleh Pratiwi (2015) dengan menggunakan modul GPS OEM Ublox dikombinasikan dengan antena microstrip. Perangkat tersebut diterapkan pada kapal tanpa awak untuk pengukuran titik perum dengan menggunakan metode RTK. Pada tahap pengecekan ketelitian alat dilakukan dengan menggunakan alat tersebut yang diukur secara Real Time Kinematik (RTK) pada titik N0005. Hasil penelitian tersebut didapatkan tingkat akurasi hasil pengukuran perangkat tersebut sebesar ± 0,2 m dan untuk kepresisian sebesar ± 0,1076 m.

I.8. Landasan Teori I.8.1. GNSS

Global Navigation Satellite System (GNSS) merupakan teknologi yang

digunakan untuk menentukan posisi atau lokasi dalam satuan ilmiah di Bumi. Satelit akan mentransmisikan sinyal radio dengan frekuensi tinggi yang berisi data waktu dan posisi yang dapat diambil oleh penerima yang memungkinkan pengguna untuk mengetahui lokasi tepat mereka dimanapun dipermukaan bumi. Terdapat tiga segmen dalam GNSS yaitu segmen ruang angkasa, segmen kontrol dan segmen pengguna (Charles, 2010). Berikut gambar perlengkapan GNSS dalam penggunaannya.

(7)

Gambar I.1. Perlengkapan GNSS (Charles, 2010)

Gambar I.1 merupakan perlengkapan yang digunakan oleh segmen pengguna yang terdapat Antena GNSS yang menangkap sinyal radio sebesar 1575.42 MHz untuk menangkap informasi yang disampaikan satelit yang diteruskan dan diproses oleh

receiver GNSS.

I.8.2. Sinyal GPS

Sinyal GPS merupakan sistem pengiriman data secara pasif (Van Sickle, 2008), pengiriman data dilakukan dengan mengirimkannya memalui bagian gelombang mikro dari spectrum elektromagnetis. Sistem pasif merupakan sistem pengiriman data secara sederhana dengan cara satelit mengirimkan sinyal dan receiver menerimanya. Hal tersebut menyebabkan tidak ada batasan dari jumlah GPS receiver yang menerima sinyal dari satelit pada waktu yang sama.

(8)

Gambar I.2 adalah gambar dari komponen sinyal GPS serta proses pemodulasin dan penggabungan kode-kode yang akan dikirimkan. Berdasarkan Gambar I.2 terdapat tiga komponen sinyal GPS yaitu :

I.8.2.1 Penginformasian jarak atau pseudorandom noise code (PRN). Satelit menggunakan kode untuk menyampaikan informasi,untuk informasi jarak menggunakan kode PRN yang untuk saat ini terdiri dari dua kode yaitu kode

Coarse/Acquisition (C/A) dan kode Precise (P). Kode-kode ini merupakan suatu

rangkaian kombinasi bilangan-bilangan 0 dan 1 (biner).

Kode-C/A merupakan rangkaian dari 1023 bilangan biner (chips) yang berulang setiap satu milidetik (msec) (Van Sickle, 2008). Ini berarti bahwa setiap detik chip dari kode-C/A dibangkitkan dengan kecepatan 1.023 juta chip per detik, dan setiap chip mempunyai durasi waktu sekitar satu mikrodetik (msec), atau sekitar 300 meter dalam unit jarak. Setiap satelit GPS dicirikan dengan satu kode-C/A tertentu yang sifatnya unik (tunggal), dan secara total ada 32 kode yang tersedia untuk satelit-satelit GPS. Kode-C/A hanya dimodulasikan pada gelombang pembawa L1.

Kode-P ini dibangkitkan dengan kecepatan yang 10 kali lebih cepat dibandingkan dengan kode-C/A, yaitu 10.23 juta chip per detik (Van Sickle, 2008). Ini berarti chip kode-P mempunyai panjang gelombang sekitar 30 meter. Untuk satelit GPS, setiap satelit dicirikan dengan suatu segmen satu mingguan dari kode-P yang sifatnya unik, dan kode ini diinisialisasi kembali setiap minggunya pada tengah malam Sabtu atau Minggu. Kode-P ini dimodulasikan pada kedua gelombang pembawa L1 dan L2.

I.8.2.2 Penginformasian posisi satelit (navigation message). Navigation

Message atau pesan navigasi adalah kode yang berguna untuk memberikan informasi

tentang posisi dan kesehatan satelit juga informasi-informasi lainnya seperti koefisien koreksi jam satelit, parameter orbit, almanak satelit, parameter koreksi ionosfer. Format data pesan navigasi dijelaskan pada Gambar I.3.

(9)

Gambar I.3. Format data pesan navigasi (Dana, 1994)

Gambar I.3 merupakan struktur dari pesan navigasi dari GPS, pesan navigasi memiliki frekuensi yang kecil yaitu 50 Hz dan akan dimodulasi ke dalam gelombang pembawa. Data pertama setiap subframe adalah telemetry word (TLM) dan handover word (HOW). TLM berisikan informasi untuk proses sinkronisasi yang berguna untuk

receiver melakukan proses integrasi dan proses decode atau pemecahan kode. HOW

berisikan nilai Z-count yang merupakan unit utama dalam waktu GPS. Terdapat lima

subframe pada pesan navigasi pada Gambar I.3 subframe 1 sampai 3 satu halaman

subframe sebesar 300 bits sementara subframe 4 dan 5 terdapat 25 halaman subframe

sebesar 1500 bits. Berikut penjelasan mengenai subframe pesan navigasi :

1. subframe 1 berisikan informasi mengenai koreksi jam satelit.

2. subframe 2 dan 3 berisikan data epemeris.

3. subframe 4 berisikan data almanak kode PRN untuk satelit 25-32 dan data

lainnya seperti kesehatan satelit, UTC dan lain-lain.

4. subframe 5 berisikan data almanak kode PRN untuk satelit 1-32 dan data

(10)

I.8.2.3 Gelombang Pembawa (carrier wave). Satelit memancarkan dua jenis gelombang pembawa yaitu frekuensi L1 (1575.42 MHz) dan frekuensi L2 (1227.60 MHz). Dalam hal ini, gelombang L1 membawa kode-kode P dan C/A beserta pesan navigasi, sedangkan gelombang L2 membawa kode-P dan pesan navigasi. Agar gelombang dapat membawa data kode dan pesan navigasi, maka data tersebut harus ditumpangkan ke gelombang pembawa, dengan cara dimodulasi oleh kode dan pesan navigasi.

Dalam proses persiapan data pada sinyal GPS ada dua tahap dapat dilihat pada Gambar I.2 yang terlibat yaitu tahap modulasi dan tahap penggabungan .Dalam memodulasikan suatu gelombang ada beberapa parameter yang dapat diubah dalam proses modulasi, yaitu frekuensi (modulasi frekuensi), amplitudo (modulasi amplitudo), dan fase (modulasi fase). Dalam kaitannya dengan sinyal GPS, modulasi yang digunakan adalah modulasi fase. Tahap kedua masing – masing kode yang telah membawa pesan navigasi digabungkan ke gelombang pembawa L1 dan L2.

I.8.3. Pengukuran Jarak dengan GPS

Terdapat dua metode dalam pengukuran jarak dengan GPS terdapat dua metode yaitu metode pseudorange dan metode carrier phase.

I.8.3.1 Metode pseudorange. Pengukuran jarak ini didasarkan pada perbedaan waktu antara waktu sinyal meninggalkan satelit dan waktu sinyal diterima oleh

receiver (Van Sickle, 2008). Pengukuran perbedaan waktu tersebut berdasarkan

korelasi antara kode yang dipancarkan oleh satelit dengan replika kode yg dibuat oleh

receiver.

Apabila diasumsikan bahwa jam receiver dan jam satelit sinkron secara sempurna satu sama lain, ketika sinyal (PRN code) ditransmisikan dari satelit dan diterima oleh receiver, receiver memproduksi replika kode yang diterima. Receiver kemudian membandingkan kode yang diterima dari satelit dengan kode replika dan menghitung selang waktu sinyal merambat dari satelit ke receiver. Selang waktu ini kemudian dikalikan dengan cepat rambat cahaya (3x108 atau tepatnya 299729458 m/s) dan didapatkan jarak antara receiver dan satelit. Asumsi bahwa jam receiver sinkron secara sempurna adalah tidak sepenuhnya benar, atau dengan kata lain proses sinkronisasi yang dilakukan oleh receiver tidaklah sempurna dan masih mengandung

(11)

kesalahan. Hasil pengukuran jarak tersebut masih mengandung kesalahan karena dalam pendefinisian jarak tersebut harga koreksi kesalahan dalam proses sinkronisasi jam satelit-jam receiver belum diperhitungkan. Hasil pengamatan dan hubungan-hubungannya dengan parameter lain dapat diformulasikan sebagai persamaan (Fotopoulos, 2000):

𝑝 = 𝜌 + 𝑑𝜌+ 𝑐(𝑑𝑡 − 𝑑𝑇) + 𝑑𝑖𝑜𝑛 + 𝑑𝑡𝑟𝑜𝑝+ 𝜀𝑚𝑝+ 𝜀𝑝……….(I.1) keterangan :

𝑝 = jarak pseudorange

𝜌 = jarak sebenarnya

𝑑𝜌 = kesalahan orbit satelit

𝑐 = kecepatan cahaya

𝑑𝑡 = perbedaan jam satelit dari waktu GPS

𝑑𝑇 = perbedaan jam receiver dari waktu GPS

𝑑𝑖𝑜𝑛 = bias efek ionosfer

𝑑𝑡𝑟𝑜𝑝 = bias efek troposfer

𝜀𝑚𝑝 = multipath

𝜀𝑝 = noise pada receiver

I.8.3.2 Metode carrier phase. Salah satu cara menentukan jarak antara satelit ke

receiver adalah dengan menggunakan data fase. Pengukuran jarak dengan metode ini

diperoleh dengan cara pengurangan antara sinyal pembawa yang dibangkitkan oleh

receiver pada saat penerimaan sinyal, dan sinyal pembawa yang dibangkitkan oleh

satelit pada waktu pemancaran sinyal. Hanya fase pembawa yang tidak penuh yang dapat diukur ketika sinyal satelit diterima, jumlah integer gelombang penuh N (ambiguitas fase) tidak diketahui. Untuk mengubah data fase menjadi data jarak maka nilai ambiguitas fase harus ditentukan nilainya. Jarak yang ditentukan dengan cara ini jauh lebih teliti jika dibandingkan dengan jarak berdasarkan pseudorange. Hal tersebut dikarenakan resolusi data fase jauh lebih kecil jika dibanding dengan resolusi data kode. Persamaan gelombang pembawa yang teramat pada pengukuran metode carrier

phase adalah (Fotopoulos, 2000).

𝜙 = 𝜌 + 𝑑𝜌+ 𝑐(𝑑𝑡 − 𝑑𝑇) + 𝜆𝑁 − 𝑑𝑖𝑜𝑛+ 𝑑𝑡𝑟𝑜𝑝+ 𝜀𝑚𝜙+ 𝜀𝜙………..(I.2) Keterangan :

𝜙 : jarak fase

(12)

𝑑𝜌 : kesalahan orbit satelit

𝑐 : kecepatan cahaya

𝑑𝑡 : perbedaan jam satelit dari waktu GPS

𝑑𝑇 : perbedaan jam receiver dari waktu GPS

𝜆 : panjang gelombang pembawa

𝑁 : ambiguitas integer pada cycles

𝑑𝑖𝑜𝑛 : bias efek ionosfer

𝑑𝑡𝑟𝑜𝑝 : bias efek troposfer

𝜀𝑚𝜙 : multipath

𝜀𝜙 : noise receiver

I.8.4. Penentuan Posisi dengan GPS Metode Relatif

Metode pengukuran ini sering juga disebut dengan metode differential

positioning yaitu menetukan posisi suatu titik relatif terhadap titik lain yang telah

diketahui koordinatnya. Pengukuran dilakukan secara bersamaan pada dua titik dalam selang waktu tertentu. Pengamatan menggunakan minimal dua buah receiver yang melakukan pengamatan terhadap satelit secara bersamaan.

Metode pengukuran ini dapat menghasilkan ketelitian pengukuran yang tinggi. Konsep dasar pengukuran ini adalah dengan menggunakan pengukuran jarak metode

carrier phase dengan mengeliminasi atau mereduksi kesalahan-kesalahan dan bias

yang terjadi selama pengukuran. Dengan mengurangkan data yang diamati oleh minimal dua buah receiver GPS pada waktu bersamaan maka jenis kesalahan dan bias dari data dapat dieliminasi atau direduksi. Pengeliminasi dan pereduksian data ini meningkatkan akurasi dan presisi dari data hasil pengukuran dan selanjutnya meningkatkan akurasi dan presisi dari posisi yang diperoleh (Abidin, 2007).

Penentuan posisi secara relatif dapat diaplikasikan secara statik maupun kinematik dengan menggunakan data pseudorange ataupun fase. Dalam pelaksanaan pengukuran GPS metode relatif salah satu GPS dipasang pada lokasi tertentu dimuka bumi dan secara terus menerus menerima sinyal dari satelit dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai referensi bagi yang lainnya. Pengamatan dilakukan secara bersamaan oleh minimal dua buah receiver yang mengamat satelit secara bersamaan. Berikut gambar prinsip penentuan posisi secara relatif untuk mendapatkan koordinat suatu titik (Gambar I.4).

(13)

Gambar I.4. Penentuan Posisi Relatif (Modifikasi dari Sunantyo, 2000) Keterangan :

O : Pusat sistem koordinat

Np : Jari-jari kelengkungan vertikal utama P NQ :Jari-jari kelengkungan vertikal utama Q

𝜑𝑃, 𝜆𝑃, ℎ𝑃 : Koordinat geodetis titik pengamat P

𝜑𝑄, 𝜆𝑄, ℎ𝑄 : Koordinat geodetis titik pengamat Q Xp, Yp, Zp : Koordinat kartesi titik pengamat P XQ, YQ, ZQ : Koordinat kartesi titik pengamat Q Xi, Yi, Zi : Koordinat satelit ke-i

RiX : Jarak dari satelit i ke receiver SVi : Satelit ke-i

(14)

Gambar I.4 merupakan ilustrasi dari penentuan posisi menggunakan metode relative. Terdapat dua buah receiver yaitu P dan Q yang mengamat satelit pada waktu yang sama. Posisi titik P (Xp, Yp, Zp) diamat relatif terhadap posisi titik Q (XQ, YQ, ZQ) yang didapatkan dengan mengeliminasi atau mereduksi kesalahan yang terjadi selama pengukuran, sehingga didapatkan koordinat (Xp, Yp, Zp) dengan ketelitian yang tinggi. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai persamaan (I.3) dan (I.4) (Kornhauser, 2006): 𝑅𝑃𝑖(𝑡 0) = 𝜌𝑃𝑖(𝑡0) + ∆𝜌𝑃𝑖(𝑡0) + 𝑐𝛿𝑖(𝑡0) − 𝑐𝛿𝑃(𝑡0) + 𝐼𝑃+ 𝑇𝑃 + 𝜀……….(I.3) 𝜆𝜙𝑃𝑖(𝑡0) = 𝜌𝑃𝑖(𝑡 0) + ∆𝜌𝑃𝑖(𝑡0) + 𝜆𝑁𝑃𝑖 + 𝑐𝛿𝑖(𝑡0) − 𝑐𝛿𝑃(𝑡0) − 𝐼𝑃+ 𝑇𝑃+ 𝜀……..(I.4) Keterangan :

𝑅𝑃𝑖(𝑡0) : jarak pseudorange satelit (i) dan receiver (P) pada epok t0

𝜆𝜙𝑃𝑖(𝑡0) : jarak fase (carrier phase) satelit (i) dan receiver (P) pada epok t0

𝜌𝑃𝑖(𝑡0) : jarak geometris antara receiver (P) dengan satelit (i) pada epok t0

∆𝜌𝑃𝑖(𝑡0) : kesalahan jarak akibat kesalahan ephemeris (orbit) pada satelit (i) dan

receiver (P)

𝜆𝑁𝑃𝑖 : ambiguitas fase dari pengamatan sinyal-sinyal L1 dan L2 dari satelit (i)

dan receiver (P)

c : kecepatan cahaya dalam ruang vakum (m/s)

𝜆 : panjang gelombang dari sinyal (m)

𝜙 : fase gelombang yang terukur

𝑐𝛿𝑖(𝑡0) : kesalahan dan offset dari jam satelit (i) pada epok t0

𝑐𝛿𝑃(𝑡0) : kesalahan dan offset dari jam receiver (P) pada epok t0

TP : bias yang disebabkan oleh refraksi troposfer pada receiver (P)

IP : bias yang disebabkan oleh refraksi ionosfer pada receiver (P) 𝜀 : gangguan (noise) yang disebabkan oleh mutipath

I.8.5. Post-processing Kinematic (PPK)

Pengukuran metode post-processing kinematic berdasarkan pengukuran metode relatif yang membedakan adalah solusi yang dihasilkan oleh base dan rover akan diproses setelah pengukuran dilaksanakan. Dalam pengukuran metode kinematik terdapat dua komponen yaitu base dan rover (Van Sickle, 2008). Base adalah titik fix

(15)

yang digunakan sebagai referensi dan diamat secara simultan bersama dengan rover.

Rover adalah titik yang diamat menggunakan receiver dan biasanya pengukuran

dilakukan bergerak secara kontinu. Solusi yang dihasil hasilkan biasanya setiap epoch pengukuran yang diinginkan.

I.8.6. Antena GPS

Dalam penentuan posisi dengan GPS antenna merupakan bagian yang menghubungkan langsung antara segmen pengguna dengan segmen luar angkasa. Kebutuhan pada antena GPS menyesuaikan pada kebutuhan gain, multipath, phase

center, dan stabilitas dari antena. Menurut Rizos pada tahun 1999 dalam pembuatan

dan mendesain antena GPS ada beberapa pertimbangan yaitu :

1. Antena harus dapat menangkap dan memilih sinyal yang sangat lemah , untuk itu beberapa desain antena dilengkapi dengan pre-amplifier.

2. Antena didesain untuk dapat menangkap sinyal sesuai besarnya frekuensi yang diterima baik L1 maupun L2.

3. Antena harus didesain berpolarisasi melingkar tangan kanan, karena gelombang yang dikirimkan oleh satelit GPS terpolarisasi melingkar tangan kanan.

4. Desain antena sebaiknya hasur dapat mengurangi efek multipath.

5. Syarat pokok antena adalah pusat fase sama dengan pusat geometri dan tidak sensitive terhadap rotasi dan inklinasi antena, atau dapat diketahui parameter

offset antena untuk meningkatkan akurasi hasil pengukuran.

6. Konstruksi ideal suatu system antena terdiri dari elemen antena,

pre-amplifier antena dan groundplane.

Kinerja dari antena dalam menerima sinyal dapat disebabkan oleh bentuknya. Bentuk antena akan mempengaruhi karakteristik dari suatu antena diantaranya gain dan pola radiasi. Gain adalah kemampuan antena untuk mengarahkan radiasi sedangkan pola radiasi adalah suatu pola atau bentuk dari radiasi yang terbentuk oleh antena dalam menangkap sinyal. Dalam penelitian ini akan dipelajari dua jenis antena yaitu antena quadrifilar helix dan microstrip.

(16)

I.8.6.1 Antena quadrifilar helix. Antena Quadrifilar helix merupakan desain antena yang biasa digunakan untuk Global Positioning System (GPS) yang memerlukan ukuran antena yang kecil dan sifat polarisasi yang bundar (Tranquilla and Best, 1990). Antena quadrifilar helix merupakan salah satu jenis antena yang berasal dari kelas wire antenna. Antena quadrifilar helix adalah kombinasi dua pasang bifilar heliks yang diatur dalam hubungan saling orthogonal. Komponen quadrifilar yang berupa kawat atau lempengan tembaga dibentuk dari kawat yang berbentuk segi empat dengan salah satu sisinya tidak saling tersambung (Violita dkk., 2013)

Gambar I.5. Antena quadrifilar helix (http://lea.hamradio.si)

Dimensi dari antena mempengaruhi frekuensi yang dapat diterima oleh antena. Pada Gambar I.5 menentukan dimensi dari antena quadrifilar helix untuk frekuensi L1 GPS yaitu 1575,47 MHz. Berikut spesifikasi untuk antena quadrifilar helix dengan frekuensi L1 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel I.1. Spesifikasi antena quadrifilar helix

Frequency (MHz) 1575,42MHz

Impedansi masukan (Ω) 50

Polarisasi

Right Handed Circular

Polaritation (RHCP)

Dimensi 63,5 x 27,9 mm

Diameter Konduktor 2 mm

Tipe konektor SMA

Panjang kabel 200 mm

Bahan konduktor Tembaga (Cu)

(17)

Tabel I.1 merupakan spesifikasi dari antena quadrifilar helix untuk frekuensi L1 1575,42 MHz. Dalam segi bahan antena quadrifilar helix terdiri dari kabel coaxial teflon yang digunakan sebagai pilar antena, tembaga sebagai konduktor dan

SubMiniature version A (SMA) male sebagai konektor untuk menghubungkannya ke

receiver GPS. Antena tersebut memiliki polarisasi tangan kanan atau Right Handed

Circular Polaritation (RHCP) agar dapat menerima sinyal dengan baik hal ini

disebabkan sinyal yang dikirimkan oleh satelit berpolarisasi tangan kanan. Polarisasi melingkar tangan kanan bila arah gerak terhadap seorang pengamat yang memandang kearah belakang sepanjang arah perambatan, adalah searah dengan arah perputaran jarum jam.

I.8.6.2 Antena microstrip. Antena microstrip merupakan desain antena yang paling populer untuk aplikasi penggunaan telekomunikasi dan navigasi. Antena

microstrip merupakan antena yang terdiri dari beberapa lapisan dielektrik dengan

susunan elemen radiasi (patch) diatas dan dibagian ground plane dibawah (Riyadi dkk, 2015). Antena microstrip banyak digunakan untuk aplikasi pita lebar dengan rentang frekuensi dari 100 MHz sampai dengan 100 GHz (Garg, 2001). Rentang frekuensi tersebut sangat memungkinkan digunakan untuk aplikasi GPS L1 yang mempunyai frekuensi 1575,47 MHz.

Gambar I.6. Struktur antena microstrip (Shimu dan Ahmed, 2016)

Gambar I.6 merupakan komponen dari antena microstrip yang dapat dibilah cukup sederhana. Komponen terdiri atas konduktor berbentuk patch yang terletak diatas komponen dielektrik dan komponen ground untuk menambah gain dari pengkapan sinyal antena. Pada penelitian ini digunakan antena microstrip yang bekerja

(18)

pada frekuensi L1. Berikut spesifikasi untuk antena microstrip dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel I.2. Spesifikasi antena microstrip

Frekuensi (MHz) 1575.42MHz±1.023MHz

Bandwidth (MHz) 6MHz

Gain (dBi) ≥-4 dBic, 28dB±3dB

Impedansi masukan (Ω) 50

V.S.W.R ≤1.7

Konsumsi elektrik <10mA

Polarisasi

Right Handed Circular

Polaritation (RHCP)

Suplai voltase DC3.3~5.0V

Koefisien suara ≤1.5dB

Rasio Axial 3Db

Masukan daya maksimum

(w) 50

Temperatur pemakaian -40°C~+85°C Temperatur penyimpanan -40°C~+90°C

Panjang kabel (mm) 3000

Tipe konektor SMA

Berat (g) 69

Dimensi 48 x 40 x 13 mm

Tipe kabel Coaxial RG-174

Tabel I.2 merupakan spesifikasi dari antena microstrip untuk frekuensi L1 1575,42 megahertz (MHz). Antena microstrip menggunakan kabel Radio Guide (RG) 174 yang merupakansalah satu tipe kabel coaxial dengan hambatan 50 Ω. Konektor yang digunakan adalah konektor SubMiniature version A (SMA) male. Antena

microstrip tersebut juga memiliki polarisasi tangan kanan agar dapat menerima sinyal

dengan baik hal ini disebabkan sinyal yang dikirimkan oleh satelit berpolarisasi tangan kanan.

(19)

I.8.7. Modul GPS OEM

Original Equipment Manufacturer (OEM) merupakan produk yang dihasilkan

oleh perusahaan lain yang membeli produk dari perusahaan asli produk tersebut (Tracy, 1997). Produk OEM memiliki kualitas yang sama dengan produk buatan perusahaan aslinya. Saat ini Modul GPS OEM sudah tersedia di pasar diantaranya adalah Skytraq dan U-blox. Kedua produsen tersebut merupakan perusahaan yang memproduksi modul GPS OEM. Modul GPS OEM merupakan standard precision

receiver GPS single frekuensi L1 yang mampu menangkap sinyal GPS 1575,42 MHz.

Modul GPS OEM tersebut dapat digunakan untuk melakukan pengukuran single,

static dan kinematic.

Dalam penggunaannya modul tersebut dapat digunakan dengan berbagai macam jenis antena, yang sering digunakan adalah antena patch karena memiliki gain yang tinggi dan harga yang murah. Pada tahun 2016menurut U-Blox yang merupakan salah satu penyedia modul GPS OEM dengan menggunakan antena microstrip dan mentode pengukuran relatif pada modul GPS U-Blox dapat menghasilkan ketelitian hingga sentimeter.

I.8.8. Signal to Noise Ratio (SNR)

Signal to Noise Ratio (SNR) adalah informasi hasil pengukuran sinyal GPS

relatif terhadap noise yang timbul saat pengukuran. SNR biasanya digunakan untuk menggambarkan kekuatan sinyal GPS pada saat pengamatan. Noise pada sinyal dapat disebabkan oleh peralatan yang digunakan dan kondisi lingkungan saat pengukuran (Langley, 1997). SNR biasanya dinyatakan dalam satuan desibel. SNR merupakan fungsi dari kekuatan sinyal yang dibagi oleh kekuatan derau atau noise. Menurut Northwood Labs LLC (2003) dapat rumuskan sebagai berikut

𝑆𝑁𝑅 = 10 𝑙𝑜𝑔 (𝑆

𝑁)...(I.5)

Atau jika dalam satuan dBW

𝑆𝑁𝑅 = 𝑆𝑑𝐵𝑊− 𝑁𝑑𝐵𝑊...(I.6)

Keterangan :

(20)

𝑆 : kekuatan sinyal

𝑁 : kekuatan noise dalam bandwidth yang diberikan.

I.8.9. Kepresisian

Kepresisian merupakan tingkat kedekatan atau kesamaan data dari ukuran ulang untuk besaran yang sama. Tingkat kepresisian dapat dapat dicapai bergantung pada (Ghilani, 2011) :

1. kestabilan dari lingkungan pada saat pengamatan. 2. kualitas alat yang digunakan dalam pengukuran.

3. keahlian dari pengamat terhadap peralatan dan prosedur.

Kepresisian merupakan tingkat kedekatan atau kesamaan data dari ukuran ulang untuk besaran yang sama. Apabila hasil ukuran ulang saling dekat mengumpul atau hasil relatif sama yang ditunjukan dengan nilai perbedaan tiap data kecil maka pengukuran memiliki kepresisian tinggi. Berikut gambar kurva distribusi untuk melihat tingkat kepresisian suatu data.

Gambar I.7. Presisi pada kurva distribusi data (Taylor, 1997)

Gambar I.7 merupakan gambar kurva distribusi data, tingkat kepresisian data dapat dilihat dari kurva distribusinya. Kurva dengan garis nyata menunjukan suatu data dengan tingkat kepresisian yang tinggi. Hal tersebut karena distirbusi dari data tersebut saling berdekatan satu sama lain membentuk kurva yang berbentuk lancip. Kurva dengan garis putus-putus menunjukan untuk data dengan tingkat kepresisian yang rendah. Hal tersebut karena persebaran data yang tersebar jauh tidak berdekatan satu sama lain menghasilkan kurva yang melebar. Nilai kepresisian juga ditunjukan dengan simpangan baku, semakin kecil nilai simpangan baku maka tingkat kepresisian

N il ai f u ng si di st ri b usi → Nilai data →

(21)

semakin baik. Nilai simpangan baku dari sampel dapat dirumuskan dengan persamaan berikut (Widjajanti, 2011):

𝑆 = √

∑(𝑥̅−𝑥𝑖)2

𝑛−1 ………...………..…….………(I.7)

Keterangan:

𝑆

: simpangan baku data

𝑥̅ : rata-rata data

𝑥𝑖 : data ke-i

𝑛 : jumlah data

I.8.10. Uji Statistik

I.8.10.1 Uji normalitas. Uji normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Persamaan kurva distribusi normal menurut Ghilani 2011 adalah sebagai berikut.

𝑓(𝑥) =

1

𝜎√2𝜋

𝑒

−𝑥2/2𝜎2………...……(I.8)

Keterangan :

𝑓(𝑥) : Fungsi distribusi normal

𝜎 : Standar deviasi

𝑒 : Basis dari logaritma natural

𝑥 : Kesalahan data

Fungsi I.8 merupakan fungsi distribusi normal yang dapat juga disebut fungsi probabilitas distribis normal. Suatu data yang terdistribusi normal apabila digambarkan menggunakan fungsi tersebut akan memiliki kurva fungsi distribusi data yang simetris seperti pada Gambar I.8.

(22)

Gambar I.8. Kurva fungsi distribusi normal (Ghilani, 2011)

Gambar I.8 merupakan kurva distribusi normal, kurva distribusi normal akan memiliki bentuk yang simetris, akan mencapai puncak pada x sama dengan rata-rata dan terletak di atas sumbu x. Ruangan yang dibatasi daerah kurva dengan absisnya disebut daerah kurva normal. Luas daerah kurva normal biasa dinyatakan dalam persen atau proporsi. Sebuah data Uji Normalitas berfungsi untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Menurut Widjajanti (2011) suatu distribusi dari sejumlah variabel dapat dikatakan mendekati distribusi normal apabila memenuhi formulasikan kedalam persamaan berikut : 𝑃[ 𝑋̅ − 𝑆 < 𝜇 < 𝑋̅ + 𝑆] = 68,26%...(I.9) 𝑃[ 𝑋̅ − 2𝑆 < 𝜇 < 𝑋̅ + 2𝑆] = 95,44%...(I.10) 𝑃[ 𝑋̅ − 3𝑆 < 𝜇 < 𝑋̅ + 3𝑆] = 99,74%...(I.11) Keterangan : 𝑃 : Nilai probabilitas

𝑋̅ : Rata-rata data pengukuran

𝑆 : Simpangan baku dari data pengukuran

𝜇 : Nilai parameter populasi ukuran (nilai data ukuran)

Pada rumus I.8, I.9 dan I.10 menggunakan tingkat kepercayaan atau nilai probabilitas berbeda-beda. Contohnya pada rumus I.8 menggunakan tingkat kepercayaan 68,26%, hal tersebut berarti data terdistribusi normal apabila kira-kira 68% dari datanya terletak di dalam interval ( µ - σ ) dan ( µ + σ ). Hal tersebut juga berlaku pada rumus I.9 dan I.10 namun sesuai dengan nilai probabilitasnya. Semakin

N il ai f u ng si di st ri b usi → Nilai data →

(23)

kecil persentasi tingkat kepercayaan yang digunakan akan semakin ketat syarat pengujiannya.

I.8.10.2 Uji dua varian sampel. Uji perbandingan dua sampel dilakukan untuk menguji varian dua sampel yang berbeda. Uji ini menggunakan tabel distribusi Fisher dua sisi (Two-tailed). Pengujian bertujuan untuk mengevaluasi signifikansi perbedaan kepresisian sampel pertama dan kedua. Dalam penelitian ini, uji perbandingan dua varian sampel dilakukan pada koordinat hasil pengukuran modul GPS OEM dengan menggunakan antena quadrifilar helix dan antena microstrip. Pengujian dimaksudkan untuk mengevaluasi pengaruh antena quadrifilar helix terhadap kepresisian koordinat hasil pengukuran modul GPS OEM. Tahapan pengujian diawali dengan penyusunan hipotesis sebagai berikut untuk pengujian dua sisi (Ghilani, 2011) :

𝐻0: 𝑆12 𝑆22 = 1 𝐻𝑎:𝑆1 2 𝑆22 ≠ 1

Pengujian statistik untuk menentukan penolakan hipotesis awal adalah sebagai berikut (Ghilani, 2011) : 𝐹 = 𝑆12 𝑆22

atau 𝐹 =

𝑆22 𝑆12

, 𝐹 =

𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

………..(I.12)

Nilai distribusi F-hitung ditolak jika perbandingan varian aposteori yang dibandingkan memenuhi persamaan (Ghilani, 2011):

𝐹 > 𝐹

(𝛼/2,𝑣1,𝑣2)

...(I.13)

Keterangan :

𝑆12 : varian sampel data pertama

𝑆22 : varian sampel data kedua

𝑣1, 𝑣2

: derajat kebebasan (degree of fredom)

(24)

Dengan tingkat kepercayaan 95%, rentang interval konfidensi dapat dilihat pada tabel distribusi F sesuai dengan derajat kebebasan yang digunakan. Nilai derajat kebebasan adalah jumlah sampel dikurangi satu.

I.9. Hipotesis Penelitian

Penelitian ini membandingkan kepresisian hasil pengukuran modul GPS OEM menggunakan antena quadrifilar helix dan antena microstrip. Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Kepresisian hasil pengukuran modul GPS OEM menggunakan antena

quadrifilar helix memiliki perbedaan kepresisian yang signifikan dibandingkan

dengan antena microstrip.

2. Koordinat hasil pengukuran modul GPS OEM menggunakan antena

quadrifilar helix memiliki perbedaan kepresisian yang lebih tinggi 0,766 m

Gambar

Gambar   I.1 merupakan perlengkapan  yang digunakan oleh segmen pengguna  yang terdapat Antena GNSS yang menangkap sinyal radio sebesar 1575.42 MHz untuk  menangkap  informasi  yang  disampaikan  satelit  yang  diteruskan  dan  diproses  oleh  receiver GNS
Gambar  I.3. Format data pesan navigasi (Dana, 1994)
Gambar  I.4. Penentuan Posisi Relatif  (Modifikasi dari Sunantyo, 2000)  Keterangan :
Gambar  I.5. Antena quadrifilar helix (http://lea.hamradio.si)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Syahbandar juga bertugas menaksir barang dagangan yang dibawak menarik pajak, serta menentukan bentuk dan jumlah persembahan yang harus diserahkan kepada pejabat kerajaan dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

Setelah itu teller akan memanggil dan nasabah akan memberikan sejumlah uang dan buku tabungan untuk meminta pencetakan transaksi setor tunai ke bank..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca ( weathering ) terhadap karakteristik komposit HDPE–sampah organik berupa kekuatan bending dan

Sumber data yang digunakan adalah teori yang berkaitan dengan kasus tindak pidana Narkotika, Psikotropika yang diatur sesuai dengan UU RI No.35 tahun 2009

anita usia subur - cakupan yang tinggi untuk semua kelompok sasaran sulit dicapai ;aksinasi rnasai bnntuk - cukup potensial menghambat h-ansmisi - rnenyisakan kelompok