• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ubikayu yang dibudidayakan secara luas dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ubikayu yang dibudidayakan secara luas dengan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pemupukan NPK dan Sistem Tanam Ubikayu pada

Tanah Ultisol Lampung

J. Wargiono

Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian

ABSTRACT. Effect of NPK Fertilization and Cassava Cropping System on Yields and Soil Nutrients Status. Longterm experiment was conducted on Ultisols soil at farmers field in Sukadana, Lampung during three consecutives growing seasons (1998/1999 to 2000/ 2001). Split-plot design with three replications was used. Selected twelve NPK fertilizers combinations of 0.45, 90,180 kg N and K2O and

0.25, 50, 100 kg P2O5 as sub plots, where monoculture cassava and

intercropped cassava with upland rice as main-plots. Cassava fertilizer application were P and 1/3 of NK as basal dressing, while 2/3 of NK was at 110 days after planting. Interplanted upland rice fertilizer application were PK and 1/6 of N as basal dressing, while 1/3 and 1/2N were applied at 4 weeks after planting and primordia stage. Cassava and upland rice were harvested at 270 and 110 days after planting, respectively. Soil samples of each plot were taken at the first growing season (before planting) and at the third growing (after cassava harvested). Results of the study showed that cassava fresh roots, rice grain, yield value, calorie yield and soil nutrients status affected by NPK fertilization and cropping system. Soil nutrients of P, Ca, Mg, K and organic on intercropped system of cassava with upland rice were higher than that of monoculture cassava. Countinuously NP, PK and NK fertilization decreased cassava fresh roots of 70%, 41% and 21%, while rice grain of 60%, 22% and 69% due to higher decreasing soil K, N and P compared to that without fertilization. The decreasing of these soil nutrients could be anticipated by fertilizing with NPK fertilizer combination of 90 kg N + 50 kg P2O5 + 90 kg K2O/ha. Cassava

intercropped with upland rice yielded higher yields of both calorie and yield value as well as soil P, Ca, Mg, K, and OM compared to monoculture cassava. Applying this NPK fertilizer combination on cassava intercropped increased root yield and rice grain of 192% and 217% or Rp 2.77 and Rp 8.22 each rupiah of fertilizer cost. Therefore, adopting these components of technology by farmers with 0.5 ha land holding and limited labor as well as capital are able to supply the demand for staple food calorie of their families during a year as well as an income of Rp 172,292/month. It means that this intercropping system would be a model to be developed.

Key words: Cassava, intercropping, fertilization.

ABSTRAK. Penelitian dilaksanakan pada tanah Ultisols Sukadana, Lampung, selama tiga musim tanam (1998/1999-2000/2001). Per-cobaan memakai rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama adalah sistem tanam ubikayu monokultur dan tumpang-sari dengan padi gogo. Anak petak terdiri atas 12 kombinasi pemupuk-an NPK (0, 45, 90, 180 kg/ha N dpemupuk-an K2O dan 0, 25, 50, 100 P2O5/ha).

Pupuk untuk ubikayu diberikan dua kali, yaitu semua P + 1/3 NK sebagai pupuk dasar, 1/3 N dan 1/2 N masing-masing pada umur 30 hari dan fase primordia. Contoh tanah diambil tiap plot sebelum percobaan dan setelah panen ubikayu pada tahun ketiga. Panen dilakukan pada umur 110 hari untuk padi dan 270 hari untuk ubikayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status hara tanah, hasil ubi, gabah, nilai hasil dan kalori dipengaruhi oleh sistem tanam dan pemupukan NPK. Hara tanah P, Ca, Mg, K, dan bahan organik serta hasil dan total nilai hasil pada sistem tumpangsari lebih tinggi di-bandingkan dengan sistem monokultur. Pemupukan tidak lengkap seperti PK, NP, dan NK dengan takaran tidak sesuai dengan ke-butuhan tanaman secara terus menerus menurunkan kadar N, K dan

P tanah lebih cepat dibanding tanpa pemupukan. Cara tersebut menyebabkan penurunan hasil ubi masing-masing 41%, 70%, dan 21%, serta penurunan hasil padi masing-masing 22%, 60% dan 69%. Masalah hara tanah tersebut dapat diatasi melalui pemupukan NPK sesuai kebutuhan tanaman setiap musim tanam dengan takaran 90 kg N + 50 kg P2O5 + 90 kg K2O/ha. Pemupukan NPK secara berimbang

meningkatkan hasil ubi, kalori dan nilai hasil secara nyata. Pe-ningkatan hasil 192% untuk ubi dan 217% untuk gabah atau Rp 8,54/biaya untuk pupuk. Keluarga tani yang menerapkan komponen teknologi ini di lahan kering Ultisol dengan luasan 0,5 ha dan 25% curahan tenaga kerja dari keluarga tercukupi kebutuhan kalori pangan pokok keluarga di samping memperoleh pendapatan Rp172.292/ bulan. Artinya, sistem tumpangsari ubikayu dan padi gogo berpeluang untuk dikembangkan.

Kata kunci: ubikayu, tumpangsari, pemupukan.

U

bikayu yang dibudidayakan secara luas dengan produktivitas sekitar 40% dari potensi genitis (Hartojo 2001) mengindikasikan bahwa pe-ngembangan komoditas ini belum efisien. Produksi tahunan berfluktuasi akibat harga produk juga ber-fluktuasi (BPS 2001). Hal ini menunjukkan bahwa tujuan budi daya ubikayu untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi, berdaya saing, dan beragam belum tercapai. Oleh karena itu diperlukan inovasi teknologi agar tujuan budi daya ubikayu dapat tercapai.

Trend produksi dan luas panen tahunan ubikayu yang fluktuatif secara pararel dan produktivitasnya cen-derung konstan (BPS 2001), mengindikasikan bahwa produksi merupakan fungsi dari luas panen. Sentra produksi ubikayu tersebar pada tanah Alfisol, Ultisols, Inceptisols, dan Vertisols yang umumnya tergolong marjinal, dengan tingkat kesuburan yang rendah, peka erosi, masam atau alkalin, dan beriklim kering (Howeler 2001). Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas ubikayu adalah melalui pemupukan NPK setiap musim tanam dengan takaran setara dengan hara yang diekstrak oleh tanaman dalam jumlah cukup tinggi (Wichmann 1992, Hershey 2000).

Pemupukan NPK dapat meningkatkan hasil secara nyata dan tidak berdampak negatif terhadap keter-sediaan hara di dalam tanah bila diberikan dengan kombinasi dan takaran proporsional (Nayar 1995, Wargiono 1990). Cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk adalah meningkatkan kepadatan akar yang menyerap pupuk pada tanah lapisan olah melalui sistem tumpangsari (Snaydon 1996). Dengan

(2)

demikian takaran pupuk NPK berimbang untuk ubikayu perlu diteliti.

Sistem tumpangsari dapat meningkatkan produk-tivitas lahan (Snaydon 1996, Wargiono 1995). Penerap-an sistem tumpPenerap-angsari ubikayu + padi dengPenerap-an pemupukan NPK yang takarannya proporsional dapat menekan biaya produksi dan kerusakan lingkungan. Salah satu cara untuk mencapai sasaran tersebut adalah pemilihan lokasi pengembangan. Lampung merupakan sentra produksi ubikayu terbesar ketiga di Indonesia dan mewakili tanah Ultisol yang luasnya mencapai 45,8 juta ha.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh in-formasi kombinasi dan takaran pupuk NPK yang dapat meningkatkan produktivitas ubikayu dan padi, per-ubahan status hara di tanah. Hasil penelitian ini diharap-kan sebagai bahan masudiharap-kan dalam mempertahandiharap-kan dan meningkatkan kesuburan tanah Ultisol.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan pada tanah Ultisols di Suka-dana, Lampung Timur, secara terus menerus selama tiga musim tanam (1999-2001). Percobaan mengguna-kan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama adalah sistem tanam, yaitu ubikayu mo-nokultur dan tumpangsari ubikayu dengan padi gogo, sebagai anak petak adalah kombinasi pemupukan NPK (Tabel 1).

Ubikayu varietas Adira-4 dan padi gogo varietas Seratus Malam ditanam secara simultan pada jarak 125 x 80 cm dan 40 x 20 cm. Petak percobaan berukuran 5 x 5 m dan perlakuan yang sama ditempatkan pada petak yang tetap selama tiga musim tanam.

Pemberian pupuk dilakukan secara bertahap. Untuk ubikayu, seluruh pupuk P dan 1/3 NK diberikan

sebagai pupuk dasar dan 2/3 NK diaplikasikan setelah tanaman sela padi dipanen. Untuk tanaman sela padi, semua pupuk PK dan 1/6 N diberikan sebagai pupuk dasar, 1/3 N pada umur 4 minggu dan 1/2 N pada fase primordia.

Pemupukan dilakukan tiap musim (I, II, dan III). Contoh tanah pada tahun pertama diambil saat pem-buatan petakan, sedangkan pada tahun ketiga diambil tiap petak secara komposit setelah ubikayu dipanen. Panen padi dilakukan pada umur 110 hari, sedangkan ubikayu pada umur 270 hari. Hasil ubi dan gabah serta nilai hasil dihitung dari tanaman tengah tiap perlakuan, sedangkan kalori dihitung berdasarkan konversi Ne-raca Bahan Makanan (BPS 2002).

Peubah yang diamati sebagai bahan analisis adalah hasil ubi segar, gabah kering, nilai hasil, kalori, dan status hara tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Status Hara Tanah

Hasil analisis contoh tanah sebelum dan setelah penelitian disajikan pada Tabel 2. Secara umum status hara tanah sebelum penelitian termasuk sedang untuk P dan Mg, rendah untuk Ca, sangat rendah untuk K. Kandungan bahan organik 5%, Al 1,35 me/100 g, dan kemasaman tanah (pH) termasuk sedang. Status hara tanah pada tahun ketiga dipengaruhi oleh pola tanam dan jenis hara yang ditambahkan melalui pemupukan. Permukaan tanah di antara tanaman ubikayu mono-kultur pada fase awal tidak tertutup sempurna oleh kanopi, karena pertumbuhan tanaman yang lambat. Kondisi tersebut memberikan peluang terjadinya erosi permukaan tanah. Tumpangsari ubikayu dengan padi gogo mempunyai fungsi ganda, yaitu (1) tingkat pe-nutupan permukaan tanah di antara tanaman lebih sempurna, sehingga dapat menekan erosi 15-20%, dan meningkatkan efisiensi penyerapan hara (Wargiono 1997), (2) kepadatan akar pada lapisan olah dari sistem tumpangsari lebih tinggi dibandingkan dengan sistem monokultur, sehingga dapat menyerap hara lebih efisien (Snaydon 1996). Dengan demikian status hara tanah dalam sistem tumpangsari lebih tinggi di-bandingkan dengan monokultur, yaitu 4%, 29%, 3%, 8% dan 10% masing-masing untuk bahan organik P, Ca, Mg, dan K (Tabel 2).

Hara yang terdapat di dalam jaringan tanaman terbawa panen. Dengan demikian tingkat kehilangan hara melalui panen berkaitan dengan tingkat hasil. Kehilangan hara tersebut dapat menjadi salah satu pe-nyebab penurunan kesuburan tanah. Untuk menekan

Tabel 1. Kombinasi pemupukan NPK pada percobaan di tanah Ultisol Lampung.

Takaran pupuk (kg/ha) Perlakuan N P2O5 K2O 1 0 0 0 2 0 50 90 3 45 50 90 4 90 50 90 5 180 50 90 6 90 0 90 7 90 25 90 8 90 100 90 9 90 50 0 10 90 50 45 11 90 50 180 12 180 100 180

(3)

hara yang hilang terbawa panen, dan agar tingkat ke-suburan tanah tidak menurun dapat dilakukan melalui pemupukan dan pengembalian limbah panen (Hershey 2000, Nayar 1995, Wargiono 2000). Besarnya hara yang hilang melalui panen berbanding lurus de-ngan besarnya hasil dan status hara di dalam jaride-ngan tanaman. Dengan demikian, pemupukan harus pro-porsional dengan kebutuhan tanaman.

Pemupukan tidak berimbang seperti N, NP, dan NK atau NPK dengan takaran tidak proporsional dapat me-nurunkan ketersediaan hara di tanah (Tabel 2). Pem-berian pupuk secara terus menerus selama 5 tahun dapat meningkatkan hasil 25-50% dibandingkan de-ngan tanpa pemupukan (Tonglun 2001). Informasi ter-sebut dapat digunakan sebagai indikator bahwa pe-mupukan tidak berimbang dapat memacu penurunan hara tanah hingga mencapai tingkat kritis (Howeler 1981).

Hara Ca, Mg, dan K menurun bila tanah tidak di-pupuk dengan P atau didi-pupuk P dengan takaran ren-dah. Pemupukan P dengan takaran sedang dan tinggi dapat menurunkan kejenuhan Al. Pemupukan N, P2O5

dan K2O dengan takaran 90, 100 dan 90 (N2P3K2); 90,

50 dan 90 (N2P2K2); dan 180, 100 dan 180 kg/ha N3P3K3

juga menurunkan kejenuhan Al masing-masing 28%, 14%, dan 14%.

Pemupukan N dengan takaran tinggi yang dikom-binasikan dengan P dengan takaran tidak berimbang (N3P2K2) dapat menurunkan kadar hara Ca, Mg, K, pH, dan menyebabkan kejenuhan Al meningkat. Ubikayu lebih toleran terhadap pH rendah dan kejenuhan Al tinggi. Namun demikian pemupukan N, P, dan K dengan takaran berimbang perlu dipertimbangkan agar ke-seimbangan hara tanah tidak terganggu.

K di dalam jaringan tanaman lebih tinggi dibanding- kan dengan N dan P. Oleh karena K tanah (data awal) sangat rendah hingga mencapai batas kritis (Snaydon 1996, Wargiono 1998), maka hasil juga rendah dan menurun bila pemupukan K tidak dilakukan (Tabel 3). Makin tinggi takaran K, tidak diikuti oleh makin tinggi- nya K yang hilang terbawa panen, yang tercermin dari makin rendahnya kadar K tanah, namun tingkat hasil tanpa K (N2P2K0) lebih tinggi pada

tahun pertama dan ke dua dibandingkan dengan tanpa pemupukan (N0P0K0). Perlakuan N2P2K0

memperlihatkan gejala kekurangan K secara serius pada musim tanam ke tiga, dan hasil tertinggi dicapai pada pemupukkan N2P2K2. Hal ini mengindikasikan

bahwa:

• Pemupukan N2P2K0 masih dapat memberikan

hasil lebih tinggi pada tahun pertama dan kedua sehingga mendorong K yang hilang terbawa panen

Tabel 2. Pengaruh pemupukan NPK terhadap status hara tanah pada akhir dan sebelum penelitian, Lampung 2001. Status hara tanah pada akhir penelitian

Perlakuan

(kg/ha) pH BO P Al Ca Mg K Al

(%) (ppm) (me/100 g) (me/100 g) (me/100 g) (me/100 g) (%) N P2O5 K2O MC IC MC IC MC IC MC IC MC IC MC IC MC IC MC IC 0 0 0 4,5 4,6 2,0 2,0 2,8 2,4 2,18 2,18 0,38 0,39 0,22 0,21 0,09 0,10 77 77 0 50 90 4,6 4,6 2,3 2,4 22,0 12,0 2,29 2,18 0,52 0,47 0,13 0,13 0,06 0,06 76 75 45 50 90 4,6 4,6 2,1 2,2 13,3 24,2 2,44 2,39 0,40 0,44 0,13 0,11 0,08 0,13 80 79 90 50 90 4,5 4,4 1,8 2,4 18,6 29,1 2,18 2,39 0,41 0,46 0,14 0,10 0,09 0,10 77 79 180 50 90 4,2 4,2 2,1 2,2 7,2 6,7 2,60 2,60 0,24 0,27 0,08 0,09 0,09 0,09 87 85 90 0 90 4,2 4,3 2,2 2,1 2,4 2,3 2,65 2,70 0,14 0,13 0,08 0,10 0,06 0,09 89 92 90 25 90 4,5 4,5 2,1 2,3 8,4 13,5 2,39 2,60 0,29 0,31 0,09 0,14 0,12 0,13 83 90 90 100 90 4,6 4,5 2,5 2,4 31,1 31,8 2,08 2,03 0,75 0,79 0,17 0,16 0,10 0,09 67 66 90 50 0 4,3 4,2 2,2 2,4 9,4 12,3 2,70 2,34 0,21 0,40 0,08 0,15 0,07 0,08 88 79 90 50 45 4,5 4,4 2,3 2,4 7,8 6,8 2,60 2,50 0,30 0,38 0,11 0,11 0,08 0,09 84 81 90 50 180 4,5 4,3 2,2 2,1 10,1 14,3 2,29 2,60 0,32 0,31 0,13 0,08 0,09 0,10 81 84 180 100 180 4,3 4,4 2,3 2,2 23,3 19,9 2,70 2,50 0,38 0,44 0,10 0,12 0,10 0,12 82 79 Sebelum penelitian 4,5 2,2 5,1 1,35 0,60 0,45 0,09 54 M M M R R M SR

Ananlisis di Lab. Tanah CIAT Colombia M = sedang CM = ubikayu monokultur R = rendah IC = tumpangsari ubikayu dengan padi SR= sangat rendah Bold = rendah - sangat rendah (R-SR)

Italic = tinggi (t) Reguler = sedang (M)

(4)

lebih tinggi dibandingkan pemupukan N0P0K0, dan

hasil terus menurun.

• Pemupukan berimbang N2P2K2 yang memberikan

hasil tertinggi dan tidak menurunkan K tanah me-rupakan opsi untuk mengatasi masalah tersebut. Cara lain untuk mempertahankan K tanah adalah mengembalikan limbah panen ke dalam tanah. Keber-adaan K di dalam jaringan yang berbeda untuk tiap jenis tanaman, yaitu 70% dalam ubi (ubikayu) dan 90% dalam jerami padi, dapat dimanfaatkan untuk me-minimalkan kehilangan hara K melalui pengembaliaan panen dalam sistem tumpangsari yang dipupuk NPK dengan takaran berimbang. Hara K yang harus di-kembalikan dari limbah panen pada tingkat hasil 17 t ubi segar dan 2 t gabah/ha adalah sekitar 123 kg K2O

(Wichmann 1993). Apabila limbah panen ubikayu dan padi dikembalikan ke tanah, maka sekitar 60% dari kebutuhan pupuk dapat dihemat. Perbedaan K tanah dalam sistem tumpangsari dengan monokultur (20%), disebabkan oleh K di dalam tunggul jerami yang tidak terbawa panen, merefleksikan pengembsalian limbah panen dapat meningkatkan K tanah.

Pemupukan K dengan takaran tinggi dapat ningkatkan ketersediaan K dalam tanah, namun me-nurunkan kadar P, Ca, dan Mg. Hal ini disebabkan oleh adanya antagonis antar kation. Salah satu cara untuk meminimalkan antagonisme antar kation tersebut adalah pemupukan NPK dengan takaran proporsional atau berimbang (Nayar 1995, Wargiono 1990). Kombinasi pemupukan NPK dengan takaran berimbang untuk ubi-kayu monokultur dan tumpangsari adalah 90 kg N + 50 kg P2O5 + 90 kg K2O/ha berdasarkan indikator:

• Hasil meningkat secara signifikan, stabil, dan efisien.

• Dapat memenuhi kebutuhan kalori rumah tangga.

• Nilai hasil meningkat secara signifikan.

Hasil Ubi dan Gabah

Hasil ubi dan gabah sangat rendah pada perlakuan pemupukan NPK tidak berimbang seperti pada per-lakuan N0P1K1, N1P0K1 dan N1P1K0 (Tabel 3). Hal ini

merefleksikan tidak berperannya salah satu hara di dalam jaringan tanaman secara optimal sebagai pe-nyebab rendahnya hasil.

Pemupukan 90 kg N + 50 kg P2O5 + 90 kg K2O/ha

(N2P2K2) meningkatkan hasil dengan nyata dibanding

tanpa N (N0P2K2), yaitu 7,52 t/ha ubi segar dalam

sistem monokultur, 5,8 t/ha ubi segar dalam sistem tumpang- sari dan 0,48 t/ha gabah. Peningkatan takaran N hingga 180 kg, baik tidak berimbang (180 kg N + 50 kg P2O5 + 90 kg K2O/ha) maupun berimbang (180 kg

N + 100 kg P2O5 + 180 kg K2O/ha), tidak meningkatkan

hasil se- cara nyata. Tidak adanya perbedaan tersebut merupa- kan indikator bahwa kebutuhan N tanaman adalah 90 kg/ha. Perbedaan hasil ubi antara sistem monokultur dengan tumpangsari pada pemupukan N0P2K2 dan N2P2K2 relatif kecil. Hal ini

menggambarkan kompetisi penyerapan N antara ubikayu dengan padi sebagai tanaman sela relatif kecil. Hal lain yang perlu diper- timbangkan adalah peningkatan takaran pupuk N hingga 180 kg/ha dapat mendorong peningkatan kejenuhan Al yang menyebabkan penurunan hasil padi (Tabel 3). Oleh karena itu pemberian pupuk N lebih dari 90/ha kurang menguntungkan.

Pemupukan 50 kg P2O5 (N2P2K2) meningkatkan

hasil ubi 2,99 t/ha untuk sistem monokultur, sedangkan

Table 3. Pengaruh pemupukan NPK terhadap hasil ubikayu monokultur dan tumpangsari ubikayu dan padi gogo, Lampung, 2001.

Hasil dalam sistem tumpangsari

Perlakuan (kg/ha) Hasil ubikayu monokultur

(t/ha) Ubikayu (t/ha) Padi (gabah kering) N P2O5 K2O

1999 2000 2001 1999 2000 2001 1999 2000 2001 0 0 0 8,85 c 5,79 e 6,90 g 10,83 bc 9,67 cd 6,00 f 0,00 c 0,37 f 0,07 h 0 50 90 10,40 c 12,21 d 10,97 ef 8,83 c 10,67 bcd 8,17 ef 2,80 ab 1,25 bcd 1,15 bcde 45 50 90 16,08 b 15,36 ed 16,65 bcd 11,33 bc 13,00 abc 14,50 abcd 3,18 ab 1,53 abc 1,36 bcd 90 50 90 17,92 ab 19,83 ab 16,66 bcd 14,67 ab 17,67 a 17,00 abc 3,30 a 1,74 ab 1,59 abc 180 50 90 16,83 ab 17,69 abc 17,82 abc 14,83 ab 14,33 abc 16,33 abc 1,46 abc 1,16 cde 2,01 a 90 0 90 17,19 ab 17,20 abc 11,05 ef 13,33 abc 13,33 abc 9,67 def 0,81 bc 0,89 de 0,34 gh 90 25 90 19,57 ab 19,89 ab 14,02 de 18,50 a 17,67 a 12,17 cde 2,39 abc 1,31 bcd 1,02 cdef 90 100 90 17,93 ab 16,46 bc 20,58 a 14,67 ab 15,67 ab 18,33 a 2,55 abc 1,46 bc 1,74 ab 90 50 0 9,87 c 7,77 e 8,57 fg 8,67 c 6,33 d 4,83 f 1,55 abc 0,65 e 0,48 fga 90 50 45 19,69 ab 17,39 abc 15,77 cd 11,00 bc 10,67 bcd 13,67 abcd 2,76 ab 1,48 bc 1,73 ab 90 50 180 20,01 a 20,90 a 15,05 cd 14,83 ab 16,00 ab 13,17 bcd 3,33 a 2,05 a 1,72 ab 180 100 180 16,30 ab 16,99 abc 19,55 ab 13,69 abc 14,33 abc 17,50 ab 3,11 ab 1,48 bc 1,41 abc

(5)

untuk sistem tumpangsari 4,3 t/ha ubi dan 1,53 t/ha gabah dibandingkan dengan tanpa P (N2P0K2).

Pe-ningkatan takaran P hingga 100 kg P2O5/ha (N2P3K2)

tidak meningkatkan hasil secara nyata (Tabel 3). Aku-mulasi P di tanah sebagai akibat dari pemupukan P secara terus menerus (Tabel 2) merupakan salah satu penyebab peningkatan takaran P tidak meningkatkan hasil secara nyata. Walaupun peningkatan takaran P dapat menurunkan kejenuhan Al yang berpeluang men-dorong terciptanya lingkungan kondusif bagi tanaman padi, namun tidak mampu meningkatkan hasil secara nyata. Dengan demikian peningkatan takaran P lebih dari 5 0 k g P2O5 pada kondisi P tanah sedang kurang

menguntungkan.

Pemupukan 90 kg K2O (N2P2K2) dapat

meningkat-kan hasil ubi 12,4 t/ha pada sistem monokultur, se-dangkan pada sistem tumpangsari peningkatan hasil 11,8 t/ha ubi dan 1,32 t/ha gabah dibanding tanpa K (N2P2K0). Perbedaan hasil ubi dalam sistem

tum-pangsari dan monokultur yang relatif kecil pada pe-mupukan N2P2K0 dan N2P2K2 mengindikasikan bahwa

pemupukan 90 kg K2O pada kondisi K tanah sangat

rendah sudah cukup untuk tanaman dan meminimali-sir kompetisi K tersedia antara tanaman ubikayu dan padi. Pemupukan K lebih dari 90 kg K2O (N2P2K3) dapat

mendorong penurunan Ca dan Mg atau meningkatkan kejenuhan Al yang kurang kondusif untuk padi dan peningkatan hasil tidak nyata (Tabel 3). Dengan de-mikian peningkatan takaran K lebih dari 90 kg K2O

kurang menguntungkan.

Pemupukan N, P, dan K dengan takaran berimbang (90 kg N + 50 kg P2O5 + 90 kg K2O/ha) meningkatkan

hasil ubi dan gabah dengan nyata. Peningkatan hasil ubi dan gabah tiap kg pupuk (urea + SP36 + KCl) masing-masing adalah 21,9 kg ubi segar dan 6,2 kg gabah. Peningkatan hasil dengan efisiensi tinggi ter-sebut merefleksikan bahwa peran spesifik hara NPK di dalam jaringan tanaman yang tidak optimal disebab-kan oleh kadar hara tanah N, P dan K yang rendah yang dapat diperbaiki melalui pemupukan NPK dengan takaran berimbang.

Kalori dan Pendapatan

Hasil rata-rata kalori dalam sistem tumpangsari ubi-kayu + padi gogo adalah 5% lebih tinggi dibandingkan dengan ubikayu monokultur dan IP ubikayu lebih besar dari satu (Tabel 4). Hal ini dapat digunakan sebagai in-dikator bahwa kompetisi cahaya matahari dapat di-minimalkan. Dengan demikian penggunaan varietas Adira-4 dan Seratus Malam masing-masing untuk ubikayu dan padi dalam tumpangsari merupakan pilihan yang tepat dalam upaya meminimalkan kompetisi fotosintesis antara tanaman ubikayu dengan padi.

Perbedaan tingkat kalori yang relatif kecil antara sistem tumpangsari dan monokultur pada pemupukan N2P2K2, mengindikasikan bahwa takaran NPK tersebut

sesuai dengan kebutuhan tanaman ubikayu dan padi, sehingga kompetisi hara dapat diminimalkan. Pe-mupukan berimbang merupakan komponen teknologi yang penting dalam usahatani berbasis ubikayu pada lahan kering Ultisol dengan kadar hara rendah untuk Al dan Ca, sedang untuk P dan bahan organik serta pH dan sangat rendah untuk K. Hal ini didasarkan kepada indikator: (1) dapat mempertahankan status hara tanah dengan hasil stabil selama tiga musim tanam (Tabel 2 dan 3), (2) meningkatkan kalori dengan efisiensi tinggi, yaitu 37,14 dan 29,84 k.kal/ha, masing-masing untuk sistem tumpangsari dan monokultur tiap kg kombinasi pupuk (urea, SP36 dan KCl), dan (3) stabilitas hasil dapat dipertahankan dalam upaya me-menuhi kebutuhan pangan keluarga.

Kebutuhan kalori dari karbohidrat tiap keluarga tani dengan anggota keluarga lima jiwa sekitar 2.059 kal/tahun atau 13% dan 16% kalori dari hasil ubi dan gabah dengan pemupukan 90 kg N + 50 kg P2O5 + 90

kg K2O/ha masing-masing untuk sistem tumpangsari

dan monokultur pada luas 0,5 ha. Berdasarkan kebutuh-an kalori/tahun/rumah tkebutuh-angga dkebutuh-an hasil kalori dapat dihitung perkiraan luas lahan minimal untuk usahatani tumpangsari ubikayu + padi dengan pemupukan 90 kg N + 50 kg P2O5 + 90 kg K2O/ha, dalam upaya

memenuhi kebutuhan kalori keluarga, yaitu 0,1-0,2 ha/ keluarga tani. Dengan menerapkan komponen tek-nologi tersebut, maka usahatani pada luasan 0,5 ha tiap petani dapat memenuhi kebutuhan pangan keluarga dan sisa hasilnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya.

Pendapatan petani dalam penelitian ini dihitung berdasarkan nilai hasil dan biaya produksi

(input-output). Nilai hasil ubikayu monokultur dan ubikayu

yang ditumpangsarikan dengan padi dihitung berdasar- kan nilai hasil ubi segar dan gabah di lapang, yaitu Rp 175 dan Rp 950/kg. Nilai hasil tertinggi untuk sistem tumpangsari dicapai dengan pemupukan N2P2K2, se- dangkan untuk monokultur dari N2P2K3,

namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan N2P2K2.

Dengan de- mikian pemupukan N2P2K2 digunakan

sebagai dasar untuk menghitung pendapatan petani, baik untuk sistem tumpangsari maupun ubikayu monokultur.

Variabel nilai hasil untuk ubikayu monokultur adalah harga ubi segar, sedangkan untuk sistem tumpangsari meliputi harga ubi segar dan gabah. Hasil ubi segar dan gabah dalam sistem tumpangsari berkorelasi negatif dengan nyata. Setiap peningkatan hasil tanaman sela padi diikuti oleh penurunan hasil ubi segar atau se- baliknya (Wargiono 1996). Oleh karena

(6)

harga gabah lebih tinggi dibanding ubi segar, maka penurunan hasil ubi dalam sistem tumpangsari tidak selalu diikuti oleh penurunan nilai hasil (Tabel 3 dan 4). Biaya produksi pada sistem tumpangsari ubikayu dengan padi dan ubikayu monokultur dengan pe-mupukan 90 kg N + 50 kg P2O5 + 90 kg K2O/ha masing-masing adalah Rp1.788.000 dan Rp2.793.000/ha (Tabel 4). Pendapatan petani dari usahatani pada luasan 0,5 ha untuk sistem tumpangsari dan ubikayu monokultur masing-masing adalah Rp86.750 dan Rp70.500/bulan atau Rp149.894 dan Rp95.550/bulan bila 13% dan 16% dari hasil digunakan untuk pangan keluarga. Pen-dapatan petani bila curahan tenaga kerja dari keluarga adalah Rp172.292 dan Rp113.750 masing-masing untuk sistem tumpangsari dan monokultur dengan B/C rasio 1,95 dan 1,75. Untuk meningkatkan B/C rasio lebih dari 2, maka curahan tenaga kerja dari kelurga minimal 25% dari total curahan tenaga kerja. Hasil yang stabil selama tiga musim tanam dapat digunakan sebagai indikator bahwa tumpangsari ubikayu + padi dengan pemupuk-an 90 kg N + 50 kg P2O5 + 90 kg K2O/ha berpeluang

dikembangkan sebagai model usahatani berbasis ubi-kayu pada lahan kering Ultisol Lampung.

KESIMPULAN

Lahan kering Ultisol dengan kadar P, bahan organik, Mg, dan pH sedang, Al dan Ca rendah, serta K sangat rendah (mencapai level kritis untuk ubikayu) dapat ditingkatkan produktivitasnya melalui sistem tumpang- sari dan pemupukan NPK dengan takaran berimbang yang pemberiannya dilakukan setiap musim tanam.

Sistem tumpangsari cenderung dapat meningkat-kan efisiensi penggunaan pupuk, menemeningkat-kan kehilangan hara tanah, nilai hasil, dan kalori lebih tinggi dibanding-kan dengan ubikayu monokultur. Kompetisi dalam memperoleh sinar surya dan hara dapat diminimalkan dengan penggunaan varietas ubikayu tidak bercabang, padi berumur genjah, dan pemupukan NPK dengan takaran berimbang.

Pemupukan NPK terus menerus dan tidak lengkap seperti N, NP, NK, dan PK atau NPK dengan takaran tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman dapat me-nurunkan ketersediaan hara tanah lebih cepat di-bandingkan dengan tanpa pemupukan.

Pemupukan berimbang 90 kg N + 50 kg P2O5 + 90

kg K2O/ha dalam sistem tumpangsari ubikayu dengan

padi dapat meningkatkan hasil dan nilai hasil dengan efisiensi tinggi, yaitu Rp8.22 tiap rupiah pengeluaran untuk pupuk (urea, SP36 dan KCl) dan 1.608 kalori tiap kg pupuk.

Sistem tumpangsari ubikayu + padi dengan pe-mupukan 90 kg N + 50 kg P2O5 + 90 kg KCl berpeluang

dikembangkan sebagai model pada lahan marginal dengan pemilikan lahan sempit dan modalnya ter-batas.

PUSTAKA

Consultative Group on International Agriculture Research (CGAIR). 2000. Roots and tuber crops in the global food system. A vision statement to the year 2020. Lima, Peru.111p.

Hartojo. K, P. Soemarjo and P. Puspitarini. 2001. Cassava Breeding and Varietal Disemination in Indonesia. Cassavas’ Potetial in Asia in 21st Century. Present situation and future Research and

develop-ment needs.Proc.Sixth Regional Workshop Ho Chi Minh, Viet Nam: p 167-173

Tabel 4. Pengaruh pemupukan NPK terhadap hasil ubikayu monokultur dan tumpangsari ubikayu dan padi gogo, Lampung, 2001. Pemupukan (kg/ha) Nilai hasil (Rp’000/ha) Kalori (K.kal/ha)

N P2O5 K2O Monokultur Tumpangsari* Monokultur Tumpangsari*

0 0 0 1,201 i 1,672 hi 11,378 g 13,344 fg

0 50 90 2,303 defgh 3,177 ghi 16,230 def 19,699 ef

45 50 90 3,346 abc 4,089 defg 23,244 abc 26,147 bcde

90 50 90 3,470 abc 4,875 abcde 26,299 ab 31,914 ab

180 50 90 3,453 abc 4,044 cdef 25,296 ab 27,618 abcd

90 0 90 3,183 abcd 2,733 fgh 21,963 abc 20,042 def

90 25 90 3,420 abc 4,236 cdef 25,849 abc 29,106 abc

90 100 90 3,575 abc 4,573 bcdef 26,568 ab 30,520 abc

90 50 0 1,201 i 1,611 i 8,319 g 9,403 g

90 50 45 3,871 ab 3,859 efgh 25,545 a 24,345 cde

90 50 180 3,962 a 4,708 cdef 27,046 a 29,907 abcd

180 100 180 3,546 abc 4,461 cdef 25,539 ab 29,301 abc

*= tumpangsari ubikayu dengan padi Rata-rata hasil: 1999-2001

(7)

Hershey, C (ed). 2002. Strategic Enviromental Assessment: An Assessment of the impact of cassava production and processing on the enviroment and biodiversity. Proc of the validation Forum on the Global cassava Development Strategy. Rome vol.5, 137p. Howeler, R.H. 1981. Mineral Nutrition and Fertilization of Cassava.

CIAT. Coli. Colombia. 52 p.

Nayar T.V.R., S.Kabeenrathuma, V.P. Potty, and C.R Mahankumar. 1995. Recent Progress in cassava Agronomy research in India. Cassava Breeding, Agronomy Research in Tehcnology Transfer in Asia. Proc. Fourth Regional Workshop Karala, India:p.61-83. Snaydon, R.W. 1996. Above-ground and Below-Ground Interaction in Intercropping. Roots and Nitrogen in Crooping System of the Semi-Arid Tropic JIRCAS International Agriculture Series No.3: p. 73-92

Toha, H.M., K. Pirngadi, dan K. Permadi. 1998. Budidaya padi gogo sebagai tanaman sela di perkebunan dan tanaman industri muda. Praos. Semnas HITI. Malang No.2: 22-32.

Wargiono, J. 1990. Pemupukan NPK pada ubikayu. Penelitian Pertanian. Balittan Bogor. No.10,Vol.1 h.1-7.

Wargiono, J., K. Hartojo, Suyamto, and B. Guritno. 1998. Recent Progress in cassava agronomy Research in Indonesia. Cassava Breeding, Agronomy and Farmer Participaticipatory Research in Asia. Proc. the Fith Regional workhsop Hainan, China: p.307-330.

Wichmann. W (ed). 1992. World Fertilizer Use Manual. International Fertilizer Industry Assosiation. Paris. 632 p.

Referensi

Dokumen terkait

1) Fokus sasaran: balita pada rumahtangga miskin, terutama balita laki-laki berusia 1- 3 tahun dengan jenis kelamin laki-laki, dengan tetap tidak mengabaikan balita perempuan. 2)

Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa

Guru memberi tugas kepada siswa untuk menghafalkan bacaan tersebut bagi yang belum

E-PURCHASING PPK 18 Pada halaman Detail Paket - tab Riwayat Paket, PPK dapat melihat proses ePurchasing produk Barang/Jasa Pemerintah yang telah dilaksanakan mulai dari paket

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat dan karunia-Nya tesis yang berjudul “ANALISIS TENTANG KONSOLIDASI TANAH PADA DESA

Pengujian dilakukan untuk 2 kuisoner yaitu kuisioner kerangka kerja pengendalian biaya dan kuisioner cost control function breakdown structure. Kuisioner Kerangka

Dengan dikembangkannya aplikasi Alat Musik Tradisional Jawa Tengah dengan metode single marker dan markerless 3D objek tracking, serta dilakukan pengujian aplikasi

Setelah melalui proses evaluasi dan analisa mendalam terhadap berbagai aspek meliputi: pelaksanaan proses belajar mengajar berdasarkan kurikulum 2011, perkembangan