• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA PADA PAKAN UDANG VANAME UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI IMNV (INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS) DAMAYANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA PADA PAKAN UDANG VANAME UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI IMNV (INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS) DAMAYANTI"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA

PADA PAKAN UDANG VANAME UNTUK PENCEGAHAN

INFEKSI IMNV (INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS)

DAMAYANTI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA PADA PAKAN

UDANG VANAME UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI IMNV

(INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS)

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

DAMAYANTI C14070011

(3)

ABSTRAK

DAMAYANTI. Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan udang

vaname untuk pencegahan infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus). Dibimbing oleh Widanarni dan Sukenda.

Sinbiotik diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif dalam pengendalian infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) pada udang vaname. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) melalui pengamatan kelangsungan hidup dan respon imun udang vaname. Probiotik dan prebiotik yang digunakan adalah bakteri Vibrio alginolyticus SKT-b dan oligosakarida yang diekstrak dari ubi jalar varietas sukuh. Udang vaname dengan bobot rata-rata 0,54±0,04 gram/ekor dipelihara sebanyak 20 ekor dalam akuarium bervolume 40 liter selama 30 hari. Penelitian ini terdiri lima perlakuan, yaitu K- dan K+ (tanpa penambahan sinbiotik); A (penambahan sinbiotik setengah dosis: probiotik 0,5 % dan prebiotik 1%); B (penambahan sinbiotik satu dosis: probiotik 1 % dan prebiotik 2%); C (penambahan sinbiotik dua kali dosis: probiotik 2 % dan prebiotik 4%). Setelah 30 hari perlakuan sinbiotik, udang vaname diinfeksi IMNV melalui oral, kecuali perlakuan K-. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik dengan dosis yang berbeda mampu meningkatkan sintasan dan respon imun udang vaname. Perlakuan C dengan dosis probiotik 2% dan prebiotik 4% memberikan hasil terbaik untuk pencegahan infeksi IMNV dengan sintasan tertinggi (80%) dan respon imun terbaik.

(4)

ABSTRACT

DAMAYANTI. Giving sinbiotic with different doses in white shrimp feed for

prevention of infection IMNV (Infectious Myonecrosis Virus). Supervised by Widanarni and Sukenda.

Sinbiotic is an alternative on controling the IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) infection in white shrimp. The effect of sinbiotic feeding with different doses on the survival and immune response white shrimp that infected with IMNV has been studied. SKT-b Vibrio alginolyticus and oligosaccharides extracted from sweet potato (sukuh variety) was used as probiotic and prebiotic. Twenty white shrimps with average weight of 0,54 ± 0,04 g, was maintained for 30 days in aquarium with 40 liter of volume. There were five treatments applied to the shrimps, consisted of K- and K- (without the addition of sinbiotic), A (the addition ofsinbiotica half dose: 0.5% probiotic and prebiotic of 1%, B (the addition of sinbioticone dose: probiotic1% and prebiotic 2%, and C (the addition ofsinbioticdouble dose: probiotic 2 % and prebiotic 4%). After 30 days given with treatment feed, the experimental shrimp was infected by oral with IMNV, except K-. The result showed that giving sinbiotic feed with the different doses can increased survival and immune response. Treatment C with dose of probiotic 2% and prebiotic 4% giving the best result for prevention of infection IMNV, had the best survival (80%) and immune response.

(5)

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA

PADA PAKAN UDANG VANAME UNTUK PENCEGAHAN

INFEKSI IMNV (INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS)

DAMAYANTI

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(6)

Judul Skripsi : Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus)

Nama Mahasiswa : Damayanti

Nomor Pokok : C14070011

Disetujui

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Widanarni, M.Si. NIP. 19670927 199403 2 001

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. NIP. 19671013 199302 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juni 2011 s.d. Juli 2011 di Laboratorium Kesehatan Ikan, Laboratorium Nutrisi Ikan, dan Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dengan judul “Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus)”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Widanarni dan Dr. Sukenda selaku dosen pembimbing atas bimbingan, nasihat, dan arahan yang diberikan selama penyusunan skripsi serta Dr. Mia Setiawati sebagai dosen penguji. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibunda Juleha dan Ayahanda Padi Supadi yang telah memberikan dukungan, doa, dan kasih sayang yang tak terbatas. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Pak Uus (Manajer Produksi PT. Global Gen), Pak Ranta, Kang Adna, Mba Retno, dan Kang Abe atas bantuan yang telah diberikan. Tak lupa juga kepada M. Syifaul Fuad A., Ghita, Dwi, Ika, Kak Fariq, Kak Rahman, Ririn, Iis, teman LKI, teman-teman BDP 43, 44, dan 46 atas segala bantuan, kerjasama dan persahabatan yang diberikan.

Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi bagi pembaca dan perkembangan pengetahuan di bidang perikanan budidaya

Bogor, Desember 2011

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak tunggal yang dilahirkan di Indramayu, 02 Oktober 1989 dari pasangan Bapak Padi Supadi dan Ibu Juleha. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMAN 1 Sindang, Indramayu dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan Minor Manajemen Fungsional.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah praktek kerja lapangan di PT. Centra Pertiwibahari, Rembang dan PT. Tri Windu Graha Manunggal, Anyer dengan komoditas udang vaname. Selain itu penulis juga pernah aktif sebagai staf divisi PCC (Public Care Center) Himakua (Himpunan Mahasiswa Akuakultur) 2008/2009 dan staf divisi PPSD (Publikasi dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) Himakua 2009/2010, asisten mata kuliah Iktiologi 2008/2009 jenjang S1, Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik jenjang S1 2009/2010 dan 2010/2011, Mikrobiologi Akuatik jenjang D3 2011/2012, Mikrobiologi Akuakultur jenjang S2 2011/2012 dan Penyakit Organisme Akuatik jenjang S1 2011/2012. Selain itu, penulis juga aktif sebagai anggota Gentra Kaheman 2007/2008 serta anggota Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Dharma Ayu (IKADA) periode 2007-2011. Penulis melaksanakan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2010 dengan judul Pelatihan produksi ikan hias dengan metode induced breeding (kawin suntik) di Kampung Setu, Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor.

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam bidang perikanan yang berjudul “Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan udang vaname

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

II. METODOLOGI ... 4

2.1 Penyiapan Prebiotik ... 4

2.1.1 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik ... 4

2.2 Pengujian Sinbiotik Secara In Vivo... ... 4

2.2.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan ... 4

2.2.2 Persiapan Hewan Uji... 5

2.2.3 Persiapan Pakan Uji ... 5

2.2.4 Pengujian Pakan Uji pada Udang Vaname ... 6

2.3 Parameter Pengamatan... 7

2.3.1 Sintasan... ... 7

2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian ... 7

2.3.3 Rasio Konversi Pakan ... 8

2.3.4 Total Hemosit ... 8

2.3.5 Indeks Fagositik ... 8

2.3.6 Aktivitas Phenoloxydase (PO) ... 9

2.3.7 Diferensial Hemosit ... 9

2.4 Kualitas Air ... 10

2.4 Analisis Data ... 10

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

3.1 Sintasan ... 11

3.2 Laju Pertumbuhan Harian ... 12

3.3 Rasio Konversi Pakan ... 13

3.4 Gejala Klinis ... 14

3.5 Total Hemosit ... 15

3.6 Indeks Fagositik ... 17

3.7 Aktivitas Phenoloxydase (PO) ... 18

3.8 Diferensial Hemosit ... 19

3.9 Kualitas Air ... 21

IV. KESIMPULAN DAN SARAN... 22

4.1 Kesimpulan ... 22

4.2 Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perlakuan Pakan Uji pada Udang Vaname... 6 2. Satuan dan Alat Ukur Parameter Kualitas Air... 10 3. Kualitas Air selama Pemeliharaan ... 21

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Skema Uji In Vivo... ... 7 2. Sintasan Udang Vaname sebelum dan setelah Uji Tantang

dengan IMNV ... 11 3. Laju Pertumbuhan Harian Udang Vaname sebelum Uji Tantang

dengan IMNV ... 12 4. Rasio Konversi Pakan Udang Vaname sebelum Uji Tantang

dengan IMNV ... 14 5. Gejala Klinis Udang yang Terinfeksi IMNV (Udang Normal (A),

Otot Putih pada Ruas Tubuh (B), Usus Udang yang Tidak Terisi

Penuh (C), Udang Mati akibat Terinfeksi IMNV (D)) ... 15 6. Total Hemosit Udang Vaname setelah Uji Tantang dengan IMNV ... 16 7. Indeks Fagositik Udang Vaname setelah Uji Tantang dengan IMNV.. 17 8. Aktivitas Phenoloxydase Udang Vaname setelah Uji Tantang

dengan IMNV ... 18 9. Diferensial Hemosit Udang Vaname setelah Uji Tantang dengan

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Prosedur Pembuatan Media Sea Water Complete (SWC)

dan Larutan Phosphate Buffer Saline (PBS) ... 28 2. Analisis Statistik terhadap Sintasan Udang Vaname sebelum

Uji Tantang dengan IMNV ... 29 3. Analisis Statistik terhadap Sintasan Udang Vaname setelah

Uji Tantang dengan IMNV ... 30 4. Analisis Statistik terhadap Laju Pertumbuhan Harian

Udang Vaname sebelum Uji Tantang dengan IMNV ... 31 5. Analisis Statistik terhadap Konversi Pakan Udang Vaname

sebelum Uji Tantang dengan IMNV ... 32 6. Analisis Statistik terhadap Total Hemosit Udang Vaname

setelah Uji Tantang dengan IMNV ... 33

7. Analisis Statistik terhadap Indeks Fagositik Udang Vaname

setelah Uji Tantang dengan IMNV ... 34 8. Analisis Statistik terhadap Phenoloxydase (PO) Udang

Vaname setelah Uji Tantang dengan IMNV ... 35 9. Analisis Statistik terhadap Sel Hyalin Udang Vaname setelah

Uji Tantang dengan IMNV ... 36 11. Analisis Statistik terhadap Sel Granulosit Udang Vaname

(13)

I.

PENDAHULUAN

Udang merupakan salah satu komoditas dalam revitalisasi perikanan dengan produksi selama periode tahun 2003-2007 meningkat sebesar 16,39%, yaitu dari 192.926 ton pada tahun 2003 menjadi 352.220 ton pada tahun 2007 (KKP 2008). Produksi udang pada tahun 2014 diharapkan mencapai 699.000 ton, yang diharapkan disuplai dari 188.000 ton udang windu dan 511.000 ton dari udang vaname (KKP 2010). Data yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut kinerja udang tanah air pada tahun 2009 produksinya mengalami penurunan hingga 30% dari produksi 2008, yaitu hanya mencapai 338.060 ton. Masalah terbesar yang dihadapi dalam budidaya udang adalah infeksi penyakit bakterial dan viral. Serangan virus IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) terjadi pada semua sentra budidaya di Indonesia. Akibat serangan virus pada budidaya udang, KKP bahkan merevisi target produksi udang tahun ini dari 410.000 ton menjadi 350.000 ton. Total produksi udang nasional tahun 2010 berkisar 352.000 ton atau turun dari target semula 410.000 ton (KKP 2011).

IMNV pertama kali ditemukan menyerang budidaya udang vaname pada tahun 2002 di Brazil (Costa et al. 2009). Di Indonesia, IMNV pertama kali ditemukan menyerang udang jenis vaname pada tahun 2006 di Situbondo. Gejala klinis yang ditimbulkan berupa rusaknya jaringan otot dan menyebabkan perubahan warna putih pada otot skeletal, otot kemerahan, dan mengakibatkan kematian hingga 70% (Tang et al. 2005). Saat ini, IMNV merupakan masalah utama yang dihadapi para petambak. Dampak yang ditimbulkan berupa menurunnya produktivitas dan menyebabkan kerugian yang besar bagi para petani, serta mempengaruhi perekonomian nasional akibat menurunnya devisa, sehingga diperlukan sebuah solusi untuk menangani masalah tersebut.

Sinbiotik merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Menurut Li et al. (2009) sinbiotik (gabungan antara probiotik dan prebiotik) terbukti mampu meningkatkan respon imun dan resistensi udang. Hasil penelitian Widagdo (2011) menunjukkan bahwa penambahan sinbiotik melalui pakan mampu meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname sebelum dan setelah diinfeksi Vibrio harveyi.

(14)

2 Probiotik merupakan mikroba hidup yang ditambahkan melalui pakan dan memberi pengaruh yang menguntungkan bagi inang dengan meningkatkan keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan (Fuller 1992). Prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh inang tetapi memberikan efek menguntungkan bagi inang dengan cara merangsang pertumbuhan mikroflora normal di dalam saluran pencernaan inang. Sinbiotik merupakan kombinasi seimbang dari probiotik dan prebiotik dalam mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan makhluk hidup (Schrezenmeir dan Vrese 2001).

Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Vibrio alginolyticus SKT-b, bakteri ini mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi dalam uji in vitro dan in vivo (Widanarni et al. 2003). Sedangkan prebiotik yang digunakan yaitu karbohidrat golongan oligosakarida yang berasal dari ubi jalar varietas sukuh (Marlis 2008). Fermentasi oligosakarida oleh bakteri akan menghasilkan energi metabolisme dan asam lemak rantai pendek. Hampir semua zat yang diproduksi oleh bakteri bersifat asam dan merupakan hasil fermentasi karbohidrat oligosakarida (Tomomatsu 1994 dalam Rini 2008). Gabungan antara keduanya pada penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan sintasan, pertumbuhan, dan respon imun udang vaname.

Dosis normal probiotik dan prebiotik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Wang (2007) dan Mahious (2006). Wang (2007) menyatakan bahwa pemberian probiotik pada udang vaname sebanyak 1% memiliki pertumbuhan dan aktivitas enzim pencernaan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pemberian prebiotik berupa oligofruktosa (Raftilose P95) 2% pada weaning turbot, Psetta maxima menunjukkan bobot rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan inulin (Raftiline ST) 2% dan laktosukrosa 2%. Raftilose P95 juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon oleh Bacillus sp. sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan Bacillus sp. yang lebih cepat (Mahious 2006). Adanya penggunaan setengah dosis dan dua kali dosis dari dosis normal bertujuan untuk mencari dosis yang efektif dan efisien dalam pencegahan IMNV.

(15)

3 Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV melalui pengamatan kelangsungan hidup dan respon imun udang vaname.

(16)

4

II. METODOLOGI

2.1 Penyiapan Prebiotik

2.1.1 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik

Proses ekstraksi oligosakarida/prebiotik mengacu pada metode Muchtadi (1989). Tepung kukus ubi jalar varietas sukuh disuspensikan pada etanol 70% dengan perbandingan 1:10. Homogenisasi dilakukan dengan menggunakan magnetic stirer selama 15 jam. Selanjutnya, suspensi ubi jalar diendapkan dan disaring menggunakan kertas saring dan corong steril. Pemisahan natan dan supernatan dilakukan pada sentrifus dengan kecepatan 5.000 rpm selama 10 menit. Filtrat yang telah diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator vacum pada suhu 40 oC.

Hasil pemekatan kemudian diencerkan dengan akuades steril hingga mencapai kadar TPT (Total Padatan Terlarut) sebesar 5% (Marlis 2008). Pengujian TPT ini mengacu kepada metode Apriyantono et al. (1989). Cawan porselin terlebih dahulu dimasukkan ke dalam oven selama satu jam pada suhu 100 oC, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, dan ditimbang (a gram). Sebanyak 1 ml oligosakarida yang telah diekstraksi dari ubi jalar dimasukkan dalam cawan porselin tersebut dan ditimbang (b gram). Cawan yang berisi oligosakarida tersebut dimasukan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu 100 oC, kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu, cawan tersebut ditimbang (c gram). Total padatan terlarut dihitung dengan rumus:

TPT= (c-a)/b x 100%

2.2 Pengujian Sinbiotik secara In Vivo

2.2.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan

Wadah yang digunakan dalam penelitian berupa akuarium yang berukuran 50 cm x 40 cm x 35 cm sebanyak 15 buah. Akuarium terlebih dahulu dicuci dengan deterjen dan dikeringkan. Selanjutnya akuarium didesinfeksi dengan kaporit 100 ppm selama 24 jam, kemudian dibersihkan kembali. Akuarium yang telah didesinfeksi diisi dengan air laut sebanyak 40 liter pada masing-masing akuarium. Media pemeliharaan udang vaname menggunakan air laut yang berasal

(17)

5 dari Ancol. Air laut terlebih dahulu ditampung dalam tandon dan didesinfeksi dengan kaporit 30 ppm serta dinetralkan dengan Na-Thiosulfat 15 ppm. Sebelum digunakan, secara berkala dilakukan pengontrolan kadar klorin menggunakan Clorine test.

2.2.2 Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah benur udang vaname stadia Post Larvae (PL) 10 yang berasal dari PT. Global Gen, Labuan, Banten. Benur terlebih dahulu dipelihara selama 30 hari dalam akuarium. Akuarium yang digunakan dilengkapi dengan shelter sebagai tempat untuk berlindung. Selain itu, dinding akuarium ditutup plastik hitam agar udang tidak stres. Waring juga ditambahkan di atas akuarium untuk mencegah udang keluar dari akuarium. Selama pemeliharaan udang diberi pakan komersil dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari, yaitu pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00 WIB. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penyiponan dan pergantian air pada pagi hari sebanyak 10% dari total volume secara berkala.

2.2.3 Persiapan Pakan Uji

Persiapan pakan uji meliputi tahap kultur bakteri, pemisahan sel bakteri, serta pencampuran pakan. Kultur bakteri probiotik SKT-b dilakukan pada media SWC (Sea Water Complete) agar miring (Lampiran 1) selama 24 jam pada suhu ruang (27 oC). Selanjutnya, bakteri SKT-b diinokulasikan ke dalam media SWC cair (Lampiran 1) dan diinkubasi dalam waterbath shaker selama 24 jam pada suhu 30 oC dengan kecepatan 140 rpm.

Pemanenan sel bakteri dilakukan dengan memindahkan hasil kultur bakteri ke dalam tabung Corning 25 ml kemudian disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 5.000 rpm untuk memisahkan padatan sel bakteri dan media. Sel bakteri kemudian dicuci sebanyak dua kali dengan larutan PBS (Posphat Buffer Saline) sebanyak 25 ml (Lampiran 1), dihomogenisasi dengan vortex dan disentrifuse selama 10 menit pada kecepatan 5.000 rpm. Setelah itu ditambahkan larutan PBS sebanyak 10 ml dan dihomogenisasi dengan vortex.

Hasil dari vortex merupakan probiotik yang akan dicampurkan ke dalam pakan. Dosis probiotik dan prebiotik yang digunakan sesuai dengan perlakuan. Selain itu, dilakukan juga penambahan kuning telur sebanyak 2% dari total

(18)

6 campuran pakan yang berfungsi sebagai perekat (Wang 2007). Sebelum diberikan ke udang, pakan dikeringudarakan selama 10-15 menit untuk mengurangi kelembaban.

2.2.4 Pengujian Pakan Uji pada Udang Vaname

Pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa pelet dengan kandungan protein 40%. Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan, yaitu kontrol negatif, kontrol positif, dan tiga perlakuan sinbiotik dengan dosis yang berbeda (Tabel 1). Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan.

Tabel 1. Perlakuan pakan uji pada udang vaname

Perlakuan Keterangan

K- Pemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik serta tidak diinfeksi IMNV (kontrol negatif)

K+ Pemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik serta diinfeksi IMNV (kontrol positif)

A Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik setengah dosis (probiotik sebesar 0,5% dan prebiotik sebesar 1%) serta diinfeksi IMNV

B Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik satu dosis (probiotik sebesar 1% dan prebiotik sebesar 2%) serta diinfeksi IMNV

C Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik dua kali dosis (probiotik sebesar 2% dan prebiotik sebesar 4%) serta diinfeksi IMNV.

Udang vaname dengan berat rata-rata 0,54±0,04 gram dipelihara selama 30 hari dalam akuarium pada volume 40 liter sebanyak 20 ekor/akuarium. Pemberian pakan dilakukan lima kali dalam sehari pada pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00, dan 23.00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada Feeding Rate (FR) menurut SNI 01-7246-2006. FR yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 25% menurun hingga 8% sesuai dengan bobot udang vaname. Sampling bobot dilakukan setiap 10 hari sekali, sedangkan pengujian kualitas air dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Setelah udang vaname diberi perlakuan sinbiotik selama 30 hari, udang diinfeksi IMNV. Infeksi IMNV pada udang dilakukan melalui oral, yaitu dengan memberikan pakan berupa daging udang yang sudah terinfeksi IMNV selama 3 hari (Coelho et al. 2009) berdasarkan FR dengan frekuensi 5 kali pemberian dalam sehari. Skema uji in vivo pada udang vaname dapat dilihat pada Gambar 1.

(19)

7 0 1 30 31 44 31-33 Tanpa Infeksi Infeksi 0 0 0 0 Tanpa Perlakuan Tanpa Sinbiotik Infeksi Infeksi Infeksi Sinbiotik ½ kali dosis

Sinbiotik 1 kali dosis Sinbiotik 2 kali dosis

Tanpa Sinbiotik Pengamatan

Hari ke-

Gambar 1. Skema uji in vivo.

2.3 Parameter Pengamatan 2.3.1 Sintasan

Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup udang uji dapat diketahui dari jumlah udang pada akhir perlakuan dibagi dengan jumlah udang awal (Effendi 2004), dirumuskan sebagai berikut :

SR =

x 100% Keterangan :

SR = Sintasan (%)

Nt = Jumlah udang pada akhir perlakuan (ekor) No = Jumlah udang pada awal perlakuan (ekor)

2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus (Huissman 1987) :

α = [√ ] x 100% Keterangan :

α = Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata udang pada akhir perlakuan (gram)

K- K+

A

B

(20)

8 Wo = Bobot rata-rata udang pada awal perlakuan (gram)

t = Periode pemeliharaan (hari)

2.3.3 Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan selama pemeliharaan dihitung menggunakan rumus (Zonneveld et al. 1991) :

FCR =

Keterangan :

FCR = Konversi pakan F = Jumlah pakan (gram)

Bt = Biomassa udang pada saat akhir perlakuan (gram) Bm = Biomassa udang yang mati saat perlakuan (gram) Bo = Biomassa udang pada saat awal perlakuan (gram)

2.3.4 Total Hemosit

Penghitungan total hemosit mengacu pada metode Blaxhall dan Daishley (1973). Hemolim diambil sebanyak 0,1 ml dari pangkal kaki renang pertama dengan syringe 1 ml yang telah berisi 0,3 ml antikoagulan. Selanjutnya campuran tersebut dihomogenkan dengan cara menggoyangkan tangan membentuk angka delapan. Tetesan pertama dibuang, tetesan selanjutnya diteteskan pada hemositometer. Total hemosit didapatkan dengan menghitung jumlah selnya per ml di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali.

2.3.5 Indeks Fagositik

Penghitungan indeks fagositik mengacu pada metode Anderson dan Siwicki (1993). Hemolim udang dimasukkan sebanyak 0,1 ml ke dalam eppendorf dan dicampurkan secara merata dengan 25 µl bakteri Staphylococcus sp. (107 sel/ml). Selanjutnya diinkubasi selama 20 menit. Sebanyak 5 µl diteteskan pada gelas objek dan dibuat preparat ulas. Proses fiksasi menggunakan metanol dilakukan selama 5-10 menit. Kemudian, hasil fiksasi direndam dalam larutan pewarna giemsa selama 15-20 menit. Aktivitas fagositosis diukur berdasarkan persentase sel-sel fagosit yang menunjukkan proses fagositosis dari 100 sel fagositik yang teramati. Indeks fagositik dihitung dengan rumus :

(21)

9

2.3.6 Aktivitas Phenoloxydase (PO)

Pengukuran PO dilakukan berdasarkan prosedur yang dikemukan oleh Liu dan Chen (2004). Aktivitas PO hemosit diukur berdasarkan formasi dopachrome yang dihasilkan oleh L-DOPA. Sebanyak 1 ml campuran hemolymph-antikoagulan disentrifuse pada kecepatan 1.500 rpm selama 10 menit pada temperatur 4 oC. Supernatan dikeluarkan dan pelet disuspensikan kembali secara perlahan-lahan ke dalam 1 ml larutan cacodylate-citrate buffer (0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate, pH 7) kemudian disentrifuse kembali. Pelet kemudian diambil dan disuspensikan dalam 200 µl cacodylate-citrate buffer (0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate, pH 7).

Suspensi sel sebanyak 100 µl kemudian diinkubasi dengan 50 µl trypsin (1 mg/ml cacodylate buffer) sebagai aktivator selama 10 menit pada temperatur 25-26 oC. Selanjutnya ditambahkan 50 µl L-DOPA (3 mg/ml cacodylate buffer) setelah 5 menit, dan ditambahkan 800 µl cacodylate buffer. Densitas optikal (OD) diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 490 nm.

Larutan standar mengandung 100 µl suspensi haemocyte, 50 µl cacodylate buffer (pengganti tripsin), dan 50 µl L-DOPA digunakan untuk mengukur background aktivitas PO pada semua larutan uji. Densitas optikal (OD) dari aktivitas PO pada semua kondisi uji dinyatakan sebagai formasi dopachrome dalam 50 µl haemolymph.

2.3.7 Diferensial Hemosit

Diferensial hemosit dihitung berdasarkan metode yang dilakukan Martin dan Graves (1995). Hemolim diteteskan pada gelas objek dan dibuat ulasan, kemudian dikeringudarakan. Preparat difiksasi dengan metanol selama 5-10 menit kemudian dikeringudarakan kembali. Preparat direndam dalam larutan giemsa selama 15-20 menit, dicuci dengan air mengalir dan dibiarkan kering. Ulasan hemolim diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali dan diidentifikasi selnya. Jumlah hemosit dihitung hingga 100 sel dan ditentukan persentase tiap jenisnya.

(22)

10

2.4 Kualitas Air

Kualitas air diukur pada saat awal dan akhir pemeliharaan. Parameter kualitas air yang diukur diantaranya : suhu, oksigen terlarut (DO), pH, dan TAN. Satuan dan alat pengukuran parameter kualitas air yang diukur disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Satuan dan Alat Ukur Parameter Kualitas Air

Parameter Satuan Alat ukur Suhu oC Termometer Salinitas ppt Salinometer Oksigen terlarut mg/L DO meter

pH - pH meter

TAN - Spektrometer

2.5 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data dianalisis menggunakan software SPSS versi 19.0 dan uji lanjut untuk beda nyata menggunakan uji Duncan.

(23)

11

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Sintasan

Sintasan atau kelangsungan hidup merupakan persentase udang yang hidup pada akhir pemanenan terhadap jumlah ikan saat ditebar. Sintasan merupakan parameter utama dalam penelitian ini. Sintasan diamati sebelum dan setelah uji tantang menggunakan virus IMNV. Nilai sintasan pada masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 2.

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 2. Sintasan udang vaname sebelum dan setelah uji tantang dengan IMNV.

Hasil uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan sebelum infeksi IMNV dengan nilai sintasan sebesar 100% pada semua perlakuan (p>0,05; Lampiran 2), namun infeksi IMNV melalui oral memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap perlakuan (p<0,05; Lampiran 3). Setelah infeksi, uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan C menghasilkan sintasan yang tinggi yaitu 80% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan A, B, dan K-, namun berbeda nyata dengan perlakuan K+ (p<0,05; Lampiran 2).

Dosis yang ditambahkan pada perlakuan B dan C diduga mampu meningkatkan respon imun sehingga memiliki sintasan yang berbeda nyata

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Sebelum uji tantang Setelah uji tantang

S in ta sa n (%) Perlakuan K-K+ A B C

bc

a

a

a

a

a

d

a ab

cd

(24)

12 dengan kontrol positif. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Widagdo (2011) yang menunjukkan bahwa penambahan probiotik SKT-b 1% dan prebiotik 2% memberikan kelangsungan hidup udang vaname sebesar 83,33% setelah diinfeksi V. harveyi sedangkan kontrol positif hanya mencapai 31,67%. Hasil penelitian Li et al. (2009) juga menunjukkan bahwa penambahan probiotik Bacillus OJ (PB) dengan konsentrasi 108 CFU/g pakan dan 0,2% isomaltooligosaccharides (IMO) dapat meningkatkan resistensi udang terhadap penyakit dengan meningkatkan respons imun udang.

3.2 Laju Pertumbuhan Harian

Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran baik bobot maupun panjang dalam suatu periode atau waktu tertentu (Effendie 1997). Hasil yang disajikan pada Gambar 3 menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik melalui pakan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan harian udang vaname (p<0,05; Lampiran 4). Secara statistik, perlakuan B dan C (7,52-7,59%) tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan K-, K+, dan A (6,73-6,96%).

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 3. Laju pertumbuhan harian udang vaname sebelum uji tantang dengan IMNV. 6,73 6,84 6,96 7,52 7,59 ,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 K- K+ A B C L a ju P er tum b uh a n H a ri a n (%) Perlakuan

a

a

a

b

b

(25)

13 Dosis pemberian sinbiotik pada perlakuan B lebih rendah dibandingkan perlakuan C, namum laju pertumbuhan udang vaname pada kedua perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan dugaan bahwa dosis tersebut telah mampu meningkatkan mikroflora normal dan mampu memperpanjang kolonisasi bakteri probiotik di dalam usus sehingga pakan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan dengan menghasilkan enzim pencernaan. Wang (2007) menyatakan bahwa pemberian probiotik pada udang vaname sebanyak 1% memiliki pertumbuhan dan aktivitas enzim pencernaan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian Li et al. (2005) juga menunjukan bahwa prebiotik GrobiotikR–A 2% menghasilkan pertumbuhan, efisiensi pakan dan proteksi terhadap infeksi Mycobacterium marinum yang terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pendapat tersebut diperkuat oleh Widagdo (2011) yang menyatakan bahwa peningkatan bobot udang vaname pada perlakuan pakan yang ditambahkan probiotik sebanyak 1%, prebiotik sebanyak 2%, dan sinbiotik (probiotik sebanyak 1% dan prebiotik sebanyak 2%) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.

3.3 Rasio Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan suatu ukuran yang menyatakan rasio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging (Effendi 2004). Konversi pakan dapat digunakan untuk mengetahui kualitas pakan yang diberikan terhadap pertumbuhan udang. Jumlah pakan yang efektif diketahui dari konversi pakan yang rendah. Semakin kecil nilai konversi pakan maka semakin efektif pakan yang diberikan. Hasil pengamatan yang dapat dilihat pada Gambar 4 menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik melalui pakan memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap konversi pakan udang vaname (p<0,05; Lampiran 5). Perlakuan B dan C (1,64-1,65) memiliki laju pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya. Secara statistik, perlakuan A tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan B dan C tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan K- dan K+.

(26)

14

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 4. Rasio konversi pakan udang vaname sebelum uji tantang dengan IMNV.

Gambar 4 menunjukkan pakan yang ditambahkan sinbiotik pada perlakuan B dan C mampu dicerna lebih efektif. Menurut Widagdo (2011), probiotik SKT-b merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim amilase dan protease yang ditandai dengan pembentukan zona bening pada uji aktivitas amilolitik dan proteolitik. Kedua enzim tersebut berperan dalam kecernaan pakan. Enzim amilase memiliki fungsi dalam perombakan amilum menjadi maltosa dan glukosa sedangkan enzim protease berperan dalam perombakan protein menjadi asam amino. Sehingga, dosis sinbiotik pada perlakuan B dan C diduga dapat meningkatkan kecernaan pakan melalui peningkatan enzim pencernaan.

3.4 Gejala Klinis

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa udang yang terinfeksi IMNV memiliki gejala-gejala seperti timbulnya otot putih di ruas permukaan tubuh, usus udang tidak terisi penuh, serta ketika udang mengalami kematian maka seluruh ruas tubuhnya terlihat putih (Gambar 5). Menurut Tang et al. (2005), organ target penyakit IMNV adalah otot dan organ limfoid. Timbulnya otot putih disebabkan oleh rusaknya jaringan otot. Usus yang tidak terisi penuh diduga akibat udang stres ketika diinfeksi virus IMNV sehingga nafsu makan menurun.

1,88 1,87 1,76 1,65 1,64 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 K- K+ A B C R a si o K o n v er si P a ka n Perlakuan

a

a

ab

b

b

(27)

15

Gambar 5. Gejala klinis udang yang terinfeksi IMNV (udang normal (A), otot putih pada ruas tubuh (B), usus udang yang tidak terisi penuh (C), udang mati akibat terinfeksi IMNV(D))

Udang yang terinfeksi IMNV menularkan penyakit infectious myonecrosis dengan gejala klinis yang utama adalah hilangnya transparansi atau opacity jaringan perut, disebabkan oleh nekrosis di otot skeletal. Pada tahap yang lebih parah, perut lesi yang keputihan beralih menjedi kemerahan akibat nekrosis otot yang luas (Nunes et al. 2004; Tang et al. 2005.). Secara histologi, lesi ditandai dengan nekrosis otot coagulative, hemocytic infiltrasi dan fibrosis (Tang et al. 2005; Andrade et al. 2008). Gejala-gejala ini disertai dengan tingkat kematian harian persisten setelah udang mencapai 7 g dan setelah 120 hari, mortalitas kumulatif dapat mencapai 70% (Nunes et al. 2004).

3.5 Total Hemosit

Hemosit krustase dan invertebrata lain memiliki peranan penting dalam sistem pertahanan tubuh terhadap patogen seperti virus, bakteri, fungi, protozoa, dan metazoa melalui tahap-tahap pengenalan, fagositosis, melanisasi, sitotoksis, dan komunikasi sel (Johansson et al. 2000; Rodriguez dan Le Muollac 2000). Hemosit juga berperan dalam sintesa dan pelepasan molekul penting hemolim seperti α2-macroglobulin (α2M), aglutinin, dan peptida antibakteri (Rodriguez dan

Le Moullac 2000). A D B C D

(28)

16 Uji statistik menunjukkan bahwa infeksi IMNV melalui oral memberikan pengaruh berbeda nyata pada total hemosit udang vaname (p<0,05; Lampiran 6). Gambar 6 menunjukkan bahwa perlakuan sinbiotik A, B, dan C memiliki total hemosit yang lebih tinggi ((1,13-3,76)x107 sel/ml ) dibandingkan dengan K+ (0,73x107 sel/ml). Hal tersebut mengindikasikan perlakuan sinbiotik memberikan pengaruh yang lebih baik dibanding kontrol positif. Semakin tinggi total hemosit maka semakin tinggi pula peluang sel-sel yang melakukan fagositosis dan sel granular yang melakukan aktifitas phenoloxydase sehingga udang dapat bertahan terhadap serangan patogen. Apabila terjadi penurunan total hemosit maka dapat terjadi infeksi akut yang dapat menyebabkan kematian (Rodriguez dan Le Moullac 2000)

Keterangan :

* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (pr obiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 6. Total hemosit udang vaname setelah uji tantang dengan IMNV.

Total hemosit yang berbeda-beda antar perlakuan (Gambar 6) diduga diakibatkan oleh perbedaan nutrisi yang diberikan pada udang uji. Tidak ada penambahan sinbiotik pada perlakuan K- dan K+ sedangkan perlakuan A, B, dan C merupakan perlakuan sinbiotik dengan dosis yang berbeda. Dengan demikian, perbedaan tersebut juga diduga mempengaruhi respon uji terhadap infeksi IMNV. Seperti yang dinyatakan Johansson et al. (2000), jumlah haemocyte dapat sangat bervariasi berdasarkan spesies, respon terhadap infeksi, stres lingkungan, aktivitas

1,50 0,73 1,13 1,22 3,76 ,00 ,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 K- K+ A B C T o ta l h em o si t (x10 7 s el /m l) Perlakuan

b

a

b

b

c

(29)

17 endokrin selama siklus molting. Selain itu, dapat dipengaruhi juga oleh seks, perkembangan, status reproduksi dan nutrisi (Song et al. 2003).

3.6 Indeks Fagositik

Fagositosis merupakan reaksi yang paling umum dalam pertahanan seluler udang. Fagosit dapat terjadi pada luka, di dalam organ penyaringan, jaringan sistem peredaran, dan dalam cairan tubuh. Lebih lanjut, perbandingan indeks fagositik antar perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.

Keterangan :

* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 7. Indeks fagositik udang vaname setelah uji tantang dengan imnv.

Gambar 7 menunjukkan bahwa indeks fagositik udang vaname perlakuan A, B, dan C lebih tinggi (36-61%) dibandingkan dengan K+ (26,5%). Uji statistik menunjukkan bahwa infeksi IMNV memberikan pengaruh berbeda nyata pada indeks fagositik udang vaname (p<0,05; Lampiran 7). Berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan C tidak berbeda nyata dengan K-, namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Meningkatnya pertahanan tubuh dapat diketahui dengan meningkatnya aktifitas sel-sel fagosit dari hemosit. Sel-sel fagosit tersebut berfungsi dalam proses fagositosis terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh inang. Proses fagositosis dimulai dengan pelekatan (attachment) dan penelanan (ingestion) partikel mikroba ke dalam sel fagosit. Sel fagosit kemudian membentuk vakuola pencernaan (digestive vacuola) yang disebut phagosome (Rodriguez dan Le Moullac 2000). Sehingga, perlakuan C merupakan perlakuan

35,00 26,50 36,00 52,00 61,00 0 10 20 30 40 50 60 70 K- K+ A B C In de ks F a go si ti k (%) Perlakuan

c

b

a

b

b

d

b

a

b

c

(30)

18 sinbiotik yang memiliki respon imun yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya.

3.7 Aktivitas Phenoloxydase (PO)

Enzim phenoloxydase (PO) terdapat dalam hemolim dan merupakan inactive pro-enzyme yang disebut proPO. Uji statistik menunjukkan bahwa infeksi IMNV memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap aktivitas enzim PO (p<0,05; Lampiran 7). Aktivitas enzim PO udang vaname pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8.

Keterangan :

* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 8. Aktivitas Phenoloxydase udang vaname setelah uji tantang dengan IMNV.

Gambar 8 menunjukkan bahwa perlakuan B, C, dan K- memiliki aktivitas PO lebih tinggi (0,20-0,41) dibandingkan dengan K+ dan A (0,05 dan 0,08). Hal ini menunjukkan pemberian sinbiotik dengan dosis yang terdapat pada perlakuan B dan C mampu meningkatkan aktivitas PO. Meningkatnya aktivitas PO menyebabkan kemampuan udang vaname untuk mengenali benda asing yang masuk ke dalam tubuh semakin baik. Proses ini akan mengurangi benda asing dalam tubuh sehingga daya tahan udang akan meningkat. Enzim PO diaktifkan oleh imunostimulan dan berperan dalam proses melanisasi. Imunostimulan yang digunakan dalam penelitian ini berupa sinbiotik. Imunostimulan dapat berupa

0,20 0,05 0,08 0,21 0,40 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 K- K+ A B C P he nol o x y das e Perlakuan

a

a

b

c

b

(31)

19 bakteri dan produk bakteri, yeast, kompleks karbohidrat, faktor nutrisi, ekstrak

hewan, ekstrak tumbuhan, dan obat-obatan sintetik (Sakai 1999; Cook et al. 2003).

Transformasi proPO menjadi PO melibatkan beberapa reaksi yang dikenal sebagai sistem aktivasi proPO. Sistem ini terutama diaktifkan oleh beta glukan, dinding sel bakteri dan LPS. Sistem proPO dapat digunakan sebagai marker kesehatan udang dan lingkungan karena perubahan sistem proPO berkorelasi dengan tahap infeksi dan variasi lingkungan (Sritunyalucksana dan Soderhall 2000).

Enzim PO bertanggung jawab terhadap proses melanisasi pada arthropoda (Rodriquez dan Le Moullac 2000). Enzim ini mengkatalis hidroksilasi monophenol dan oksidasi phenol menjadi quinones yang diperlukan untuk proses melanisasi sebagai respon terhadap penyerang asing dan selama proses penyembuhan. Quinone selanjutnya diubah melalui suatu reaksi non-enzymatic menjadi melanin dan sering dideposit pada benda yang dienkapsulasi, dalam nodule haemocyte, dan pada daerah kulit yang terinfeksi jamur. Produksi reactive oxygen spesies seperti superoxyde anion dan hydroxyl radical selama pembentukan quonoid juga memainkan peranan penting sebagai antimikroba (Sritunyalucksana dan Soderhall 2000; Vargas dan Yepiz 2000).

3.8 Diferensial Hemosit

Klasifikasi tipe haemocyte krustase terutama didasarkan pada keberadaan granula sitoplasma, yaitu sel hyaline, semigranular, dan granular (Johansson et al. 2000). Sel hyaline merupakan tipe sel yang paling kecil dengan rasio nukleus sitoplasma tinggi dan tanpa atau hanya sedikit granula sitoplasma; sel granular merupakan tipe sel paling besar dengan nukleus yang lebih kecil dan terbungkus dengan granula; sel semi granulosit merupakan tipe sel diantara hyaline dan sel granulosit. Perbandingan antara sel hyalin dan sel granulosit ditunjukkan pada Gambar 9.

(32)

20 (A)

(B)

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 9. Diferensial hemosit udang vaname setelah uji tantang dengan IMNV (hyalin (A) dan granulosit (B)).

Gambar 9 menunjukkan bahwa sel hyalin pada udang vaname yang telah diinfeksi IMNV lebih rendah dibandingkan dengan sel granulosit. Pemberian sinbiotik melalui pakan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap sel hyalin dan sel granulosit (Lampiran 9 dan Lampiran 10). Persentase hyalin pada perlakuan B dan C lebih tinggi (44% dan 46%) dibandingkan dengan K+, K-, dan A (34%, 36,5% dan 37%). Sel hyaline berperan dalam proses fagositosis, sehingga dapat dikatakan bahwa persentase sel hyaline berkorelasi dengan fagositosis. Persentase sel granulosit perlakuan B dan C lebih rendah (56,00% dan

36,50 34,00 37,00 44,00 46,00 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 K- K+ A B C H y al in (%) Perlakuan

b

a

b

a

a

63,50 66,00 63,00 56,00 54,00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 K- K+ A B C G ra n ul o si t (%) Perlakuan

a

b

a

b

b

(33)

21 54,00%) dibandingkan dengan K- (63,50%), K+ (66%), dan A (63,00%). Sel granulosit terdiri dari sel semi granulosit dan sel granulosit. Sel semi granulosit menunjukkan kapasitas dalam mengenali dan merespons partikel unsur atau molekul asing, biasa dikenal sebagai sel aktif dalam enkapsulasi. Sel granulosit bertanggung jawab dalam mengaktifkan sistem PO.

3.9 Kualitas Air

Kualitas air memiliki peranan penting dalam mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal dan akhir masa pemeliharaan. Beberapa parameter kualitas air yang diamati diantaranya, suhu, pH, DO (Dissolved Oxygen), salinitas, dan TAN. Tabel 3 menunjukkan bahwa parameter kualitas air yang diukur masih berada dalam kisaran normal. Dengan demikian, perubahan kelangsungan hidup, pertumbuhan, konversi pakan, dan respon imun udang vaname pada perlakuan bukan diakibatkan oleh kualitas air pemeliharaan.

Tabel 4. Kualitas Air selama Pemeliharaan

Perlakuan Suhu (oC) pH DO (mg/L) Salinitas (ppt) TAN Tandon (Awal) 27-30 8,15 5,7 30,2 0,1359 K- 27,5-29 7,89 3,48 24-26 0,2869 K+ 27,5-29 7,8 3,5 24-26 0,2924 A 27,5-29 7,76 3,5 24-26 0,3525 B 27,5-29 7,9 3,43 24-26 0,3682 C 27,5-29 7,86 3,45 24-26 0,3475 Brock dan Main

(34)

22

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik dengan dosis yang berbeda pada pakan udang vaname mampu meningkatkan sintasan dan respon imun udang vaname. Perlakuan C dengan dosis probiotik 2% dan prebiotik 4% memberikan hasil terbaik untuk pencegahan infeksi IMNV dengan nilai kelangsungan hidup tertinggi (80%) dan respon imun terbaik (total hemosit (3,76x107 sel/ml), indeks fagositik (61%), aktivitas phenoloxydase (0,40), sel hyalin (46%), dan sel granulosit (54%)).

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penambahan sinbiotik melalui pakan pada budidaya udang vaname skala lapang.

(35)

23

DAFTAR PUSTAKA

KKP [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2008. DKP Pacu Produksi Udang Nasional. http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id/dkp-pacu-produksi udang-nasional.htm [15 Agustus 2011].

KKP [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2010. Program peningkatan produksi budidaya tahun 2010-2014. Di dalam: Forum Akselerasi Pembangunan Perikanan Budidaya 2010, Batam 25-28 Januari 2010.

KKP [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2011. KKP realisasikan target 2010. http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id/kkp-realisasikan-target-2010.htm [18 April 2011].

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2006. Produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) di tambak dengan teknologi intensif. Badan Standardisasi Nasional.

Anderson, Siwicki AK. 1993. Basic haemotology and serologi for fish health program. Paper Presented. In Second Symposium on Disease in Asian Aquaculture ”Aquatic animal health and the enviroment” Phuket, Thailand. 25-29th October 1993.Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, Budiyanti., 1989. Petunjuk Laboratorium Pengujian Pangan. IPB Press, Bogor.

Andrade TPD, Redman, RM, Lightner DV, 2008. Evaluation of preservation of shrimp samples with Davidson's AFA fixative for infection myonecrosis virus (IMNV) in situ hybridization. Aquaculture 278 : 179–183.

Apriyantono, A, Fardiaz, D, Puspitasari, NL, Sedarnawati, Budiyanti. 1989. Petunjuk laboratorium pengujian pangan. IPB Press, Bogor.

Blaxhall, Daysley. 1973. Routine haematological methods for use with fish blood. Journal Fish Biology 5 : 577-581.

Brock JA, Main KL, 1994. A guide to the common problems and diseases of cultured Penaeus vannamei. World Aquaculture Society, Baton Rouge, Lousiana, USA. 242 pp.

Coelho MGL, Silva, ACG, Nova, CMVV, Neto, JMO, Lima, ACN, Feijo RG, Apolinario DF, Maggioni R, Gesteira TCV. 2009. Susceptibility of the wild southern brown shrimp (Farfantepenaeus subtilis) to infectious hypodermal and hematopoietic necrosis (IHHN) and infectious myonecrosis (IMN). Aquaculture 294 : 1–4.

(36)

24 Cook MT, Hayball PJ, Hutchinson W, Nowak BF, Hayball JD. 2003.

Administration of commercial immunostimulant preparation, EcoActiva as a feed supplement engances macrophage respiratory burst and the growth rate of snapper (Pagrus auratus, Sparidae (Bloch and Schneider) in winter. Fish and Shellfish Imunology 14: 333-345.

Costa AM, Buglione CC, Bezerra FL, Martins PCC, Barracco MA. 2009. Immune assessment of farm-reared Penaeus vannamei shrimp naturally infected by IMNV in NE Brazil. Aquaculture 291: 141-146.

Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya, Depok.

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

Fuller R. 1992. History and development of probiotics. In Probiotics the Scientific Basis. Chapman & Hall. London, New York, Tokyo, Melbourne, Madras pp: 1-8

Huisman EA. 1987. Principles of fish production. Department of Fish Culture and Fisheries, Waganingen Agriculture University. Waganingen. Netherland.170p.

Johansson MW, Keyser P, Sritunyalucksana K, Soderhall K. 2000. Krustasen haemocytes and haemotopoiesis. Aquaculture 191 : 45-52.

Li Peng, Delbert M, Gatlin. 2005. Evaluation of the prebiotic GrobiotikA –A and brewers yeast as dietary supplements for sub-adult hybrid striped bass (Morone chrysops x M. saxatilis) challenged in situ with mycobacterium marinum. Aquaculture 248 : 197-205.

Li J, Tan B, Mai K. 2009. Dietary probiotic Bacillus OJ and isomaltooligosaccharides influence the intestine microbial populations, immune responses and resistance to white spot syndrome virus in shrimp (Litopenaeus vannamei). Aquaculture 291 : 35–40.

Liu CH, Chen JC. 2004. Effect of ammonia on the immune response of white shrimp Litopenaeus vannamei and its susceptibility to Vibrio alginolyticus. Fish and Shellfish Immunol 16: 321-334.

Mahious AS, Gatesoupe FJ, Hervi M, Metailler R, Ollevier F. 2006. Effect of dietary inulin and oligosaccharides as prebiotics for weaning turbot Psetta maxima (Linnaeus, C. 1758). Aquaculture Internasional 14 (3): 219-229. Marlis, A., 2008. Isolasi oligosakarida ubi jalar (Ipomoea batatas L.) dan

pengaruh pengolahan terhadap potensi prebiotiknya [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(37)

25 Martin GG, Graves LB. 1985. Structure and classification of shrimp haemocytes.

J Morfology 185 : 339-348.

Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Depdikbud, Dirjen Dikti-PAU IPB.

Nunes AJP, Martins PCC, Gesteira TCV. 2004. Carcinicultura ameaçada: produtores sofrem com as mortalidades decorrentes do vírus da mionecrose infecciosa (IMNV). Pan. Aquic 14 : 37–51.

Rini DS. 2008. Pengujian potensi prebiotik ubi garut dan ubi jalar serta hasil olahannya (cookies dan sweet potato flakes) [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rodriguez L, Le Moullac G. 2000. State of the art immunological tools and health controlof penaeid shrimp. Aquaculture 191 : 109-119

Schrezenmeir J, Vrese M. 2001. Probiotics, prebiotics and synbiotic-approaching a definition. American Journal of Clinical Nutrition 73: 2; 361-364

Sakai M. 1999. Current research status of fish immunostimulants. Aquaculture 172 : 63-92.

Song YL, Yu CI, Lien TW, Huang CC, Lin MN. 2003. Haemolymph parameters of pacific white shrimp (Litopenaeus vannamei) infected with Taura Syndrome Virus. Fish and Shellfish Immunology 14 : 317-331

Sritunyalucksana K, Sӧderhäll K. 2000. The proPO and clotting system in krustasens. Aquaculture 191 : 53-69

Tang KF, Pantoja CR, Poulos BT, Redman RM, Lightner DV. 2005. In situ hybridization demonstrates that Litopenaeus vannamei, L. stylirostris and Penaeus monodon are susceptible to experimental infection with infectious myonecrosis virus (IMNV). Dis. Aquat. Org 63 : 261–265.

Vargas AF, Yepiz PG. 2000. Beta glukan binding protein and its role in shrimp immune response. Aquaculture : 13-21.

Wang, BY. 2007. Effect of probiotics on growth performance and digestive enzyme activity of the shrimp penaeus vannamei. Aquaculture 269 : 259-264.

Widagdo P. 2011. Aplikasi probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan pada udang vaname Litopenaeus vannamei yang diinfeksi bakteri Vibrio harveyi [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

(38)

26 Widanarni, Suwanto A, Sukenda, Lay BW. 2003. Potency of Vibrio isolates for biocontrol of vibriosis in tiger shrimp (Penaeus monodon) larvae. Biotropia 20 : 11-23.

Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(39)

27

LAMPIRAN

(40)

28 Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Media Sea Water Complete (SWC) dan Larutan

Phosphate Buffer Saline (PBS)

1. Media SWC dalam 1 liter  Bakto pepton 5 gram  Yeast ekstract 1 gram  Gliserol 3 ml  Air laut 750 ml  Akuades 250 ml  Bacto agar* 17 gram

*Hanya digunakan dalam pembuatan SWC agar

Cara pembuatan :

Bahan–bahan yang telah ditimbang, dicampur dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Air laut dan akuades ditambahkan ke dalam campuran tersebut kemudian dipanaskan pada penangas air sampai larut. Selanjutnya media tersebut disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah itu media siap digunakan. Bacto agar tidak ditambahkan dalam media pada pembuatan media cair SWC.

2. Media PBS dalam 1 liter  NaCl 8 gram  KH2PO4 0.2 gram  Na2HPO4 1.5 gram  KCl 0.2 gram  Akuades 1000 ml Cara pembuatan :

Bahan–bahan yang telah ditimbang, dicampur dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya, akuades ditambahkan ke dalam campuran tersebut kemudian dihomogenkan sampai larut. Larutan PBS disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 15 menit.

(41)

29 Lampiran 2. Analisis Statistik terhadap Sintasan Udang Vaname sebelum Uji

Tantang dengan IMNV

Deskripsi Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error K- 100,00 0,00 0,00 K+ 100,00 0,00 0,00 A 100,00 0,00 0,00 B 100,00 0,00 0,00 C 100,00 0,00 0,00 ANOVA Sumber Keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat

tengah F Hitung Sig. Perlakuan 0,00 4,00 0,00 . . Galat 0,00 10,00 0,00

(42)

30 Lampiran 3. Analisis Statistik terhadap Sintasan Udang Vaname setelah Uji

Tantang dengan IMNV

Deskripsi Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error K- 86,67 2,89 5,77 K+ 41,67 20,21 5,77 A 55,00 5,00 5,77 B 63,33 7,64 5,77 C 80,00 0,00 5,77 ANOVA Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 4.023,333 4 1.005,833 10,058 0,002 Galat 1.000,000 10 100,000

Total 5.023,333 14

Uji lanjut Duncan

Perlakuan Subset 1 2 3 4 K+ 41,6667 A 55,0000 55,0000 B 63,3333 63,3333 C 80,0000 80,0000 K- 86,6667

(43)

31 Lampiran 4. Analisis Statistik terhadap Laju Pertumbuhan Harian Udang Vaname

sebelum Uji Tantang dengan IMNV

Deskripsi Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error K- 6,73 0,10 0,045 K+ 6,84 0,19 0,045 A 6,96 0,15 0,045 B 7,52 0,27 0,045 C 7,59 0,13 0,045 ANOVA Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 1,916 4 0,479 15,527 0,000 Galat 0,308 10 0,031

Total 2,224 14

Uji Lanjut Duncana,b

Perlakuan Subset 1 2 K- 6,7300 K+ 6,8367 A 6,9600 B 7,5200 C 7,5900

(44)

32 Lampiran 5. Analisis Statistik terhadap Konversi Pakan Udang Vaname sebelum

Uji Tantang dengan IMNV

Deskripsi Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error K- 1,883 0,05476 0,042 K+ 1,866 0,04493 0,042 A 1,763 0,12773 0,042 B 1,651 0,06831 0,042 C 1,642 0,01153 0,042 ANOVA Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 0,156 4 0,039 7,476 0,005

Galat 0,052 10 0,005

Total 0,208 14

Uji Lanjut Duncana,b

Perlakuan Subset 1 2 C 1,6417 B 1,6514 A 1,7632 1,7632 K+ 1,8659 K- 1,8828

(45)

33 Lampiran 6. Analisis Statistik terhadap Total Hemosit Udang Vaname setelah Uji

Tantang dengan IMNV

Deskripsi Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error K- 1,495 0,04950 0,102 K+ 0,730 0,07071 0,102 A 1,130 0,12728 0,102 B 1,220 0,24042 0,102 C 3,755 0,14849 0,102 ANOVA Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 11,511 4 2,878 139,021 0,000 Galat 0,104 5 0,021

Total 11,615 14

Uji Lanjut Duncana,b

Perlakuan Subset 1 2 3 K+ 0,7300 A 1,1300 B 1,2200 K- 1,4950 C 3,7550

(46)

34 Lampiran 7. Analisis Statistik terhadap Indeks Fagositik Udang Vaname setelah

Uji Tantang dengan IMNV

Deskripsi Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error K- 35,000 1,41421 0,922 K+ 26,500 0,70711 0,922 A 36,000 1,41421 0,922 B 52,000 1,41421 0,922 C 61,000 1,41421 0,922 ANOVA Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat

tengah F Hitung Sig. Perlakuan 1.572,400 4 393,100 231,235 0,000 Galat 8,500 5 1,700

Total 1.580,900 9

Uji Lanjut Duncana,b

Perlakuan Subset 1 2 3 4 K+ 26,5000 K- 35,0000 A 36,0000 B 52,0000 C 61,0000

(47)

35 Lampiran 8. Analisis Statistik terhadap Phenol Oxydase (PO) Udang Vaname

setelah Uji Tantang dengan IMNV

Deskripsi Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error K- 0,199 0,01838 0,011 K+ 0,045 0,02121 0,011 A 0,080 0,01414 0,011 B 0,205 0,01131 0,011 C 0,400 0,00849 0,011 ANOVA Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 0,155 4 0,039 162,969 0,000 Galat 0,001 5 0,000

Total 0,156 9

Uji Lanjut Duncana,b

Perlakuan Subset 1 2 3 K+ 0,0450 A 0,0800 K- 0,1990 B 0,2050 C 0,4000

(48)

36 Lampiran 9. Analisis Statistik terhadap Sel Hyalin Udang Vaname setelah Uji

Tantang dengan IMNV

Deskripsi Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error K- 36,500 0,70711 0,922 K+ 34,000 1,41421 0,922 A 37,000 1,41421 0,922 B 44,000 1,41421 0,922 C 46,000 1,41421 0,922 ANOVA Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 216,000 4 54,000 31,765 0,001 Galat 8,500 5 1,700

Total 224,500 9

Uji Lanjut Duncana,b

Perlakuan Subset 1 2 K+ 34,0000 K- 36,5000 A 37,0000 B 44,0000 C 46,0000

(49)

37 Lampiran 10. Analisis Statistik terhadap Sel Granulosit Udang Vaname setelah

Uji Tantang dengan IMNV

Deskripsi Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi K- 63,5000 0,70711 K+ 66,0000 1,41421 A 63,0000 2,82843 B 56,0000 1,41421 C 54,0000 1,41421 ANOVA Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 216,000 4 54,000 18,621 0,003 Galat 14,500 5 2,900

Total 230,500 9

Uji Lanjut Duncana,b

Perlakuan Subset 1 2 C 54,0000 B 56,0000 A 63,0000 K- 63,5000 K+ 66,0000

Gambar

Gambar 1. Skema uji in vivo.
Gambar 2. Sintasan udang vaname sebelum dan setelah uji tantang dengan IMNV.
Gambar  3.  Laju  pertumbuhan  harian  udang  vaname  sebelum  uji  tantang  dengan  IMNV
Gambar  4.  Rasio  konversi  pakan  udang  vaname  sebelum  uji  tantang  dengan  IMNV
+3

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan

Keterangan : Seluruh hasil pengawasan menunjukkan bahwa pemrakarsa/penanggung jawab usaha belum menyampaikan laporan UKL-UPL setiap 6 bulan Sumber : Badan Lingkungan Hidup

(ompa sentrifugal merupakan pompa kerja dinamis yang paling banyak digunakan karena mempunyai bentuk yang sederhana dan harga yang relatif murah. )euntungan pompa sentrifugal

pengolahan, tingkat keterampilan melakukan pengeringan, tingkat keterampilan melakukan administrasi pembukuan, dan tingkat keterampilan mencari informasi pasar

Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami

Non Aplicable PT Dura Surya Perkasa tidak menerima bahan baku kayu bulat yang berasal dari hutan Negara, sehingga terhadap verifier ini tidak dilakukan

7.. 4) Adanya perubahan organisasi, down sizing dan relokasi karyawan secara perlahan berpengaruh pada pencapaian usaha PPI. Kerugian demi kerugian terus menerus

Maka ketika subyek melakukan aktivitas pikiran sadar maka sudah tertanam dalam pikiran bawah sadar untuk mengetahui cara membuat tujuan tercapai, serta solusi