BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam BAB IV menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan hasil
penelitian dan pembahasan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang dijelaskan
secara berurutan mengenai gambaran umum kebiasaan menonton tayangan
kekerasan dalam media televisi siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Bandung,
gambaran umum perilaku agresif siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Bandung, dan
kontribusi kebiasaan menonton tayangan kekerasan di media televisi dengan
perilaku agresif siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Bandung.
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan dalam Media Televisi Siswa Kelas VII di SMP Negeri 29 Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.
Berikut ini gambaran umum kebiasaan menonton tayangan kekerasan di
televisi siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung tahun ajaran 2014/2015
berdasarkan pengkategorian Tinggi, Sedang, Rendah yang secara umum dapat
dilihat pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Gambaran Umum Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Waktu Menonton Siswa Kelas VII
SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
No Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase
1 Rendah 12-78 70 50
2 Sedang 79-145 55 39
3 Tinggi 146-212 15 11
Jumlah 140 100
Tabel 4.1 Menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kebiasaan
70 siswa (50%) berada pada kategori rendah, 55 siswa (39%) berada pada
tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum waktu yang dihabiskan siswa
kelas VII SMP N 29 Bandung untuk menonton tayangan kekerasan di televisi
termasuk dalam kategori rendah.
Tabel 4.2
Gambaran Umum Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Pemilihan Program Acara dan Ketertarikan Siswa
Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
No Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase
1 Rendah 64-85 37 26.4
2 Sedang 86-108 75 53.6
3 Tinggi 109-132 28 20
Jumlah 140 100
Tabel 4.2 Menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kebiasaan
menonton tayangan kekerasan di telvisi berdasarkan pada aspek pemilihan
program acara dan ketertarikan, 37 siswa (26,4%) berada pada kategori rendah, 75
siswa (53,6%) berada pada kategori sedang, dan 28 siswa (20%) berada pada
kategori tinggi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum
pemilihan program acara dan ketertarikan siswa kelas VII SMP N 29 Bandung
untuk menonton tayangan kekerasan di televisi termasuk dalam kategori sedang.
Tabel 4.3
Gambaran Genre Tayangan Di Televisi
Siswa Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
No. Genre Tayangan Persentase
1 Sinetron 46
2 Komedi 7
3 Horor 7.6
4 Berita 3
5 Kartun 31.6
6 Talk Show 2.4
Gambar 4.1 Diagram Genre Tayangan Di Televisi
Tabel 4.3 dan Gambar 4.1 Menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam
kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi berdasarkan genre tayangan
terungkap bahwa genre tayangan yang banyak terlihat adalah sinetron sebesar
46%, kartun sebesar 31,6%, horror sebesar 7,6%, komedi sebesar 7%, berita
sebasar 3%, talent show sebesar 2,4%, dan talk show sebesar 2,4% . Dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum genre tayangan yang paling
banyak ditonton siswa kelas VII SMP N 29 Bandung yaitu sinetron.
Tabel 4.4
Gambaran Per Aspek Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi Siswa Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
No. Aspek Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi Persentase
1 Pemilihan Program Acara Di Televisi 56.93
2 Ketertarikan Menonton Televisi 43.07
46%
7% 8% 3% 32%
2% 2%
Genre Tayangan Di Televisi
Gambar 4.2 Diagram Pemilihan Program Acara & Ketertarikan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi
Berdasarkan hasil gambaran per aspek kebiasaan menonton tayangan
kekerasan di televisi siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada tabel 4.4
dan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kecenderungan
kebiasaan menonton tayangan kekerasan yang paling banyak terlihat adalah
pertama pemilihan program acara sebesar 57%, kedua ketertarikan menonton
televisi sebesar 43%. Persentase dipengaruhi oleh banyaknya indikator dari setiap
aspek.
Tabel 4.5
Gambaran Per Indikator Berdasarkan Aspek Pemilihan Program Acara dalam Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi Siswa Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
No Indikator Persentase
1 Tayangan kekerasan secara fisik 19.52
2 Tayangan kekerasan verbal 10.05
3 Tayangan yang menampilkan kekerasan pada diri sendiri 12.62
57% 43%
Pemilihan Program Acara & Ketertarikan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi
Pemilihan Program Acara Di Televisi
4 Tayangan yang menampilkan kekerasan pada orang lain 14.39
5 Tayangan yang menampilkan kekerasan kolektif 14.21
6 Tayangan yang bertema Supranatural 19.48
7 Tayangan yang bertema seksualitas 9.732
Gambar 4.3 Diagram Indikator Pemilihan Program Acara Tayangan Kekerasan di Televisi
Berdasarkan hasil gambaran per aspek kebiasaan menonton tayangan
kekerasan di televisi siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada Tabel 4.4
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam pemilihan program
acara yang paling banyak terlihat adalah pertama tayangan kekerasan secara fisik
sebesar 20%, kedua tayangan yang bertema supranatural sebesar 19%, ketiga
tayangan yang menampilkan kekerasan pada orang lain sebesar 14%, keempat
tayangan yang menampilkan kekerasan kolektif sebesar 14% dan kelima tayangan
yang menampilkan kekerasan pada diri sendiri sebesar 13%, keenam tayangan
kekerasan verbal sebesar 10%, dan terakhir tayangan yang bertema seksualitas
sebesar 10%.
Tabel 4.6
Gambaran Per Indikator Berdasarkan Aspek Ketertarikan Menonton dalam Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi
Siswa Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
No Indikator Persentase
1 Atensi 75.97
2 Retensi 24.03
Gambar 4.4 Diagram Indikator Ketertarikan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi
Berdasarkan hasil gambaran per aspek kebiasaan menonton tayangan kekerasan di
televisi siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada Tabel 4.4 Gambar 4.3
menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam ketertarikan menonton yang
paling banyak terlihat adalah pertama atensi sebesar 76% dan kedua retensi 24%. 76%
24%
Ketertarikan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi
Atensi
4.1.2 Gambaran umum perilaku agresif siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
Berikut ini gambaran umum perilaku agresif siswa kelas VII SMP Negeri
29 Bandung tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan pengkategorian Tinggi, Sedang,
Rendah yang secara umum dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.7
Gambaran Umum Perilaku Agresif Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
No Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase
1 Rendah 53-66 33 24.28
2 Sedang 67-80 77 55
3 Tinggi 81-95 30 21.42
Jumlah 140 100
Berdasarkan hasil gambaran umum perilaku agresif siswa di kelas VII
SMP Negeri 29 Bandung pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 140 responden
dalam perilaku agresif 33 siswa (24,28%) berada pada kategori rendah, 77 siswa
(55%) berada pada kategori sedang, dan 30 siswa (21,42%) berada pada kategori
tinggi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum perilaku agresif
yang dimiliki siswa kelas VII SMP N 29 Bandung termasuk dalam kategori
perilaku agresif sedang.
Tabel 4.8
Gambaran Per Aspek Perilaku Agresif Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
No Aspek Persentase
1 Agresi Fisik 37
Gambar 4.5 Diagram Gambaran Per Aspek Perilaku Agresif
Dari empat aspek perilaku agresif yang dikembangkan dalam instrument
penelitian terdapat indikator-indikator untuk mengungkap perilaku agresif siswa.
Pertama, aspek agresi fisik terdiri dari lima indikator yaitu memukul, berkelahi,
melakukan kekerasan kepada orang lain, merusak barang-barang, dan melanggar
aturan. Kedua, aspek agresi verbal terdiri dari lima indikator yaitu membantah,
bertengkar mulut, menghina, mengadu domba, dan menyebarkan fitnah. Ketiga,
aspek permusuhan terdiri dari enam indikator yaitu merasa iri, merasa hidup tidak
adil, merasa dibicarakan kejelekannya, merasa curiga, merasa ditertawakan, dan
teman tidak mau bermain bersama
Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII
SMP Negeri 29 Bandung pada tabel 4.6 dan Gambar 4.5 menunjukkan bahwa dari
140 responden dalam kecenderungan perilaku agresif yang paling banyak terlihat
adalah pertama agresi fisik sebesar 37%, kedua agresi verbal sebesar 26%, ketiga
agresi permusuhan sebesar 23%, dan terakhir agresi kemarahan sebesar 14%.
Persentase dipengaruhi oleh banyaknya indikator dari setiap aspek. 37%
26% 14%
23%
Perilaku Agresif Siswa
Agresi Fisik
Agresi Verbal
Agresi Kemarahan
Tabel 4.9
Gambaran Per Indikator Perilaku Agresif Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
Aspek Indikator Persentase
Agresi fisik
Memukul orang lain 25.88
Berkelahi dengan orang lain 10.67
Melakukan kekerasan kepada
orang lain 17.68
Merusak barang-barang 31.40
Melanggar aturan 14.34
Agresi Verbal
Membantah 28.41
Bertengkar mulut 15.96
Menghina 27.31
Mengadu domba 5.66
Menyebarkan fitnah 22.64
Agresi
Kemarahan Marah 100
Agresi
Permusuhan
Merasa iri 22.66
Merasa hidup tidak adil 8.42
Merasa dibicarakan kejelekannya 10.99
Merasa curiga 29.89
Merasa ditertawakan 9.62
Teman tidak mau bermain 18.39
Berdasarkan hasil gambaran per indikator perilaku agresif siswa di kelas
VII SMP Negeri 29 Bandung pada tabel 4.7 menunjukkan besaran persentase dari
setiap indikator perilaku agresif. Secara lebih jelas perilaku agresif pada setiap
indikator yang dimiliki siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung akan dipaparkan
Gambar 4.6 Diagram Agresi Fisik
Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII
SMP Negeri 29 Bandung pada Gambar 4.6 menunjukkan bahwa dari 140
responden dalam kecenderungan perilaku agresi fisik yang paling banyak terlihat
adalah pertama merusak barang-barang sebesar 31%, kedua memukul orang lain
sebesar 26%, ketiga melakukan kekerasan pada orang lain sebesar 18%, keempat
melanggar aturan sebesar 14% dan terakhir berkelahi dengan orang sebesar 11%. 26%
11%
18% 31%
14%
Agresi Fisik
Memukul orang lain
Berkelahi dengan orang lain
Melakukan kekerasan kepada orang lain
Merusak barang-barang
Gambar 4.7 Diagram Agresi Verbal
Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII
SMP Negeri 29 Bandung pada Gambar 4.7 menunjukkan bahwa dari 140
responden dalam kecenderungan perilaku agresi verbal yang paling banyak
terlihat adalah pertama membantah 28%, kedua menghina sebesar 27%, ketiga
menyebarkan fitnah sebesar 23%, keempat bertengkar mulut sebesar 16% dan
terakhir mengadu domba sebesar 6%. 28%
16% 27%
6% 23%
Agresi Verbal
Membantah
Bertengkar mulut
Menghina
Mengadu domba
Menyebarkan fitnah
100%
Gambar 4.8 Diagram Agresi Kemarahan
Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII
SMP Negeri 29 Bandung pada Gambar 4.8 menunjukkan bahwa dari 140
responden dalam kecenderungan perilaku agresi kemarahan dimana indikator
yang paling tinggi adalah marah yaitu sebesar 100% dikarenakan pada aspek ini
terdapat satu indikator, sehingga indikator dapat mengungkap aspek kemarahan
mutlak mendapatkan persentase 100%.
Gambar 4.9 Diagram Agresi Permusuhan
Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII
SMP Negeri 29 Bandung pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa dari 140
responden dalam kecenderungan perilaku agresi permusuhan yang paling banyak
terlihat adalah pertama merasa curiga sebesar 30%, kedua merasa iri sebesar 23%,
ketiga teman tidak mau bermain sebesar 18%, keempat merasa dibicarakan
kejelekannya sebesar 11% dan kelima merasa iri sebesar 10%, dan terakhir
merasa hidup tidak adil 8%.
23%
8%
11% 30%
10% 18%
Agresi Permusuhan
Merasa iri
Merasa hidup tidak adil
Merasa dibicarakan kejelekannya
Merasa curiga
Merasa ditertawakan
4.1.3 Kontribusi kebiasaan menonton tayangan kekerasan dalam media televisi terhadap perilaku agresif siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
1) Kontribusi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan berdasarkan Aspek Waktu
Tabel 4.10
Korelasi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Waktu
AGRESIF WAKTU
Spearman's rho
AGRESIF
Correlation Coefficient 1.000 .127
Sig. (1-tailed) . .067
N 140 140
WAKTU
Correlation Coefficient .127 1.000
Sig. (1-tailed) .067 .
N 140 140
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Hipotesis awal dari perilaku agresif dengan kebiasaan menonton tayangan
kekerasan berdasarkan aspek waktu adalah berkorelasi positif.
H0: ρ=0
H1 > 0
Tolak H0 jika harga signifikansi lebih kecil dari α, dalam hal ini α = 0,05.
Dari hasil perhitungan diperoleh harga r = 0,127 dengan tingkat signifikansi p =
0,067, ternyata harga p > 0,05 sehingga H0 tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa
perilaku agresif tidak berkorelasi dengan waktu dalam kebiasaan menonton
tayangan kekerasan di televisi.
Besarnya kontribusi perilaku agresif terhadap waktu untuk menonton
2) Kontribusi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan berdasarkan Aspek Pemilihan Program Acara
Tabel 4.11
Korelasi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Pilihan Acara
AGRESIF PILIHAN_ACARA
Spearman's rho
AGRESIF
Correlation Coefficient 1.000 .335**
Sig. (1-tailed) . .000
N 140 140
PILIHAN_ACARA
Correlation Coefficient .335** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 140 140
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Hipotesis awal dari perilaku agresif dengan kebiasaan menonton tayangan
kekerasan berdasarkan aspek pemillihan program acara adalah berkorelasi positif.
H0: ρ=0
H1 > 0
Tolak H0 jika harga signifikansi lebih kecil dari α, dalam hal ini α = 0,05.
Dari hasil perhitungan diperoleh harga r = 0,335 dengan tingkat signifikansi p =
0,000, ternyata harga p < 0,05 sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa perilaku
agresif berkorelasi rendah dengan pemilihan program acara dalam kebiasaan
menonton tayangan kekerasan.
Besarnya kontribusi perilaku agresif terhadap pemilihan program acara
3)Kontribusi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan berdasarkan Aspek Ketertarikan
Tabel 4.12
Korelasi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Ketertarikan
AGRESIF KETERTARIKAN
Spearman's rho
AGRESIF
Correlation Coefficient 1.000 .334**
Sig. (1-tailed) . .000
N 140 140
KETERTARIKAN
Correlation Coefficient .334** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 140 140
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Hipotesis awal dari perilaku agresif dengan kebiasaan menonton tayangan
kekerasan berdasarkan aspek ketertarikan adalah berkorelasi positif.
H0: ρ=0
H1 > 0
Tolak H0 jika harga signifikansi lebih kecil dari α, dalam hal ini α = 0,05.
Dari hasil perhitungan diperoleh harga r = 0,334 dengan tingkat signifikansi p =
0,000, ternyata harga p < 0,05 sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa perilaku
agresif berkorelasi rendah dengan ketertarikan dalam kebiasaan menonton
tayangan kekerasan.
Besarnya kontribusi perilaku agresif terhadap ketertarikan untuk menonton
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Berbagai teori psikologi sosial menyatakan bahwa kekerasan di televisi
atau dalam film dapat meningkatkan agresi penontonnya. Berikut adalah
pembahasan dari hasil penelitian kontribusi kebiasaan menonton tayangan
kekerasan di media televisi terhadap perilaku agresif siswa SMP Negeri 29
Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 yang akan di bahas setiap aspeknya.
1) Perilaku agresif tidak berkorelasi dengan waktu dalam kebiasaan menonton
tayangan kekerasan di televisi, dengan kontribusi sebesar 0,016.
Sejauh ini, penelitian tentang waktu menonton tayangan kekerasan di
televisi terhadap perilaku agresif masih kontroversial. Sebagian penelitian
menunjukkan hasil yang mendukung terdapat korelasi, namun pada hasil
penelitian lainnya tidak terbukti adanya korelasi.
Waktu menonton tayangan kekerasan di televisi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah durasi dan frekuensi menonton tayangan yang mengandung
unsur kekerasn di televisi. Berbagai faktor lain dianggap dapat mempengaruhi
kaitan waktu menonton tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif.
Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa intensitas menonton tayangan
kekerasan di televisi lebih banyak dilakukan oleh laki-laki daripada perempuan,
sedangkan dalam penelitian ini keduanya menjadi responden penelitian. Seperti
yang diungkapkan oleh Milla (2005, hlm.4) bahwa terdapat beberapa faktor lain
yang diidentifikasi dapat dijadikan sebagai prediktor dari efek media terhadap
agresivitas adalah jenis kelamin, pendidikan orang tua dan prestasi akademik.
Selanjutnya, Bandura (dalam Susantyo, 2011, hlm. 190) beranggapan bahwa, „Perilaku agresif merupakan sesuatu yang dipelajari dan bukannya perilaku yang dibawa individu sejak lahir‟. Perilaku agresif ini dipelajari dari lingkungan sosial seperti interaksi dengan keluarga, interaksi dengan rekan sebaya
dan media massa melalui modelling (melihat dan meniru).
Jika kita cermati pernyataan yang diungkapkan oleh Bandura maka
kecenderungan perilaku agresif pada seseorang bukan hanya ditimbulkan oleh
teman sebaya juga mempunyai pengaruh terhadap perilaku agresif. Seperti yang diungkapkan oleh Ormrod (2009, hlm. 296) bahwa “Banyak remaja agresif hidup dalam lingkungan rumah tangga yang disfungsional, di mana konflik, amarah
hukuman, kekerasan, kurangnya kasih sayang, dan perilaku sosial yang tidak tepat menjadi hal yang umum dalam keluarga”, sehingga terbentuknya perilaku agresif pada individu dikarenakan individu tersebut sering melihat bentuk kekerasan di
antara orang tua atau bahkan menjadi korban kekerasan yang diberikan orang tua.
Selanjutnya, Krahe (2005, hlm. 89) mengungkapkan bahwa „Hubungan
dengan teman sebaya merupakan sumber pengaruh sosial lain yang sangat relevan dengan agresi‟. Hal ini terjadi karena salah satu perkembangan remaja ditandai dengan berkembanganya sikap konformitas yaitu kecenderungan untuk meniru
dan mengikuti kelompoknya.
Faktor lainnya juga dapat dilihat dari cara seseorang menonton tayangan
televisi, karena setiap orang berbeda dalam meluangkan waktunya di depan
televisi. Heath (dalam Hutapea, 2010, hlm.3) membagi kelompok penonton
berdasarkan cara orang meluangkan waktunya untuk menonton televisi, yaitu: 1)
Average Viewer, orang yang menonton televisi untuk menghabiskan waktu
luangnya.. 2).Selective Viewer, tipe penonton seperti ini lebih peduli pada
acara-acara televisi. 3).Addict, tipe penonton seperti ini memiliki kebutuhan kompulsif
untuk menonton acara apa saja yang ada di televisi. Dalam penelitian ini tidak
mengelompokkan tipe penonton, sehingga tidak tergambarkan secara jelas
2) Perilaku agresif berkorelasi rendah dengan pemilihan program acara dalam
kebiasaan menonton tayangan kekerasan dengan kontribusi sebesar 0,112.
Televisi adalah media yang sangat potensial, berbagai program acara
ditayangkan di televisi yang dapat mempengaruhi seseorang, mulai dari tindakan
fisik sederhana, sikap, dan pandangan. Namun, disamping memberikan dampak
positif, televisi juga memberikan dampak negatif bagi penontonnya, Rakhmat (2012, hlm. 240) menjelaskan bahwa “Televisi sering menyajikan adegan pembunuhan, pemerkosaan, perusakan”. Tayangan kekerasan di televisi muncul secara fisik maupun verbal, secara rinci Sunarto (dalam Muthmainah, 2012, hlm.
15) mengungkapkan bahwa „Tayangan kekerasan adalah tayangan yang
menempatkan tema anti sosial, seksualitas, atau tema supranatural, tayangan yang
menggunakan bahasa yang tidak pantas diucapkan dan didengar, dan tayangan
yang tidak memperlihatlan batasan yang jelas antara yang baik dan buruk dan
mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan‟.
Selanjutnya, Tamburaka (2013, hlm. 188) menambahkan bahwa “Tayangan kekerasan muncul secara fisik maupun verbal di televisi. Mulai adegan kekerasan memukul, menendang, hingga dalam bentuk kata-kata kasar dan
makian merupakan konstruksi kekerasan media massa. Kekerasan kadang
menunjukkan kekerasan pada diri sendiri, kekerasan kepada orang lain, dan
kekerasan kolektif”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tayangan
kekerasan adalah tayangan yang mengandung unsur kekerasan yang muncul
secara fisik maupun verbal seperti kekerasan pada diri sendiri, kekerasan pada
orang lain, kekerasan kolektif, tayangan yang bertema seksualitas, dan tema
supranatural.
Seorang individu akan terstimulus dan memiliki perasaan bermusuhan
yang lebih besar setelah menonton tayangan yang mengandung kekerasan
dibandingkan dengan tayangan yang bersifat menghibur. Seperti yang
diungkapkan oleh Myers (2012, hlm. 96) bahwa “Semakin berisi kekerasan acara
yang tampil dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam tontonan berpengaruh
terhadap pembentukan agresi dikalangan individu-individu pengamat atau
penonton terutama yang masih kanak-kanak atau berusia muda‟.
Selain itu, terdapat kecenderungan respon agresif dan emosional yang
terganggu karena terpengaruh oleh tayangan yang mengandung kekerasan di
media televisi. Bushman (dalam Krahe, 2005, hlm. 163) memaparkan bahwa „Ciri
sifat agresif yang tinggi berkaitan dengan kebiasaan yang lebih tinggi dan
preferensi yang lebih kuat untuk menonton tayangan media yang mengandung kekerasan‟. Kembali Bushman (dalam Krahe, 2005, hlm. 164) mengungkapkan bahwa „individu yang agresif lebih menyukai acara-acara yang mengandung kekerasan, yang kemudian menguatkan kecenderungan agresif mereka‟. Sebagai
daya tarik biasanya tayangan televisi menayangkan adegan-adegan seperti
kekerasan fisik, seksual, dan mental agar dapat membangkitkan emosi penonton
karena dapat menjadi daya tarik untuk menonton tayangan yang sama.
Saat ini banyak kasus ditemukan bahwa tayangan televisi mengandung
unsur kekerasan, mulai dari iklan, kartun, film, sinetron, horror, komedi, dan
reality show seperti yang dilaporkan dalam situs berita Tempo Interaktif.com 11 Mei 2007, mengangkat judul “media massa penyumbang utama kekerasan anak”. Dalam laporan tersebut diungkap, Sekretaris Jendral Komisi Nasional
Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, dari 35 judul acara atau film yang
ditayangkan beberapa stasiun televisi, sekitar 62% menyajikan kekerasan (dalam
Sumarjo, 2011, hlm. 104). Terkait hal tersebut, diharapkan orang tua dapat
menemani dan membimbing anak-anak ketika sedang menonton televisi, dengan
cara tersebut dapat membantu anak untuk memilih tayangan yang sesuai dengan
3) Perilaku agresif berkorelasi rendah dengan ketertarikan dalam kebiasaan
menonton tayangan kekerasan, dengan kontribusi sebesar 0,111.
Individu akan mengamati dan mengungkapkan atau mencontoh tingkah
laku yang ada dalam tayangan televisi apabila tayangan tersebut memiliki daya
tarik serta isi dari tayangan memiliki efek yang menyenangkan. Pembentukan
perilaku agresi salah satunya melalui belajar observasional yang memiliki asumsi
bahwa sebagian besar tingkah laku individu diperoleh sebagai hasil belajar
melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku yang ditampilkan oleh
individu-individu lain yang menjadi model. Dalam belajar observasional, menurut Bandura
(dalam Koeswara, E., 1988, hlm. 41), terdapat empat proses yaitu proses
atensional, proses retensi, proses reproduksi, dan proses motivasional.
Empat proses satu sama lain saling berkaitan karena dalam proses
atensional terdapat model berperilaku agresif yang menjadi daya tarik individu,
model tersebut biasanya sering tampil dan memiliki karakteristik sehingga dapat
berpengaruh pada individu tersebut, selanjutnya proses retensi yang dilakukan
individu untuk menyimpan tingkah laku model berperilaku agresif berupa kode
verbal atau kode imajinal di dalam memori, beralih pada proses selanjutnya yaitu
proses reproduksi yang di dalamnya terdapat proses pengulangan tingkah laku
model yang pada mulanya bersifat kaku, namun dengan adanya pengulangan yang
terus menerus maka individu mampu meniru tingkah laku agresif dari model
dengan sempurna. Proses terakhir yaitu dengan adanya motivasi dan perkuatan
maka individu tertarik untuk melihat dan mencontoh perilaku agresif apa yang
dilakukan oleh model.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tayangan-tayangan yang disajikan
televisi yang bertemakan atau berisi adegan-adegan kekerasan memiliki pengaruh
signifikan terhadap pembentukan dan atau peningkatan agresivitas pada penonton
dari kalangan anak-anak dan remaja. Sama halnya yang diungkapkan oleh
dibandingkan dengan anak-anak yang tidak suka atau jarang menyaksikan film-film kekerasan‟.
Banyak teori yang telah dipaparkan mengenai adanya kontribusi dari
kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif.
Menurut Krahe (2005, hlm. 179) adanya proses meningkatnya perilaku agresif
pada individu setelah menyaksikan tayangan kekerasan di televisi yaitu Pertama,
munculnya sebuah rangsangan agresif yang memfasilitasi individu untuk
mengobservasi peristiwa kekerasan yang ditayangkan di televisi. Kedua,
menonton tayangan kekerasan di televisi dapat meningkatkan kemudahan untuk
mengakses pikiran agresif dan perasaan agresif. Ketiga, seorang individu
menonton tayangan kekerasan maka dapat mendorong proses belajar sosial dan
mengakibatkan didapatkannya bentuk perilaku agresif yang baru. Keempat,
intensitas yang tinggi menonton tayangan kekerasan dapat melemahkan
hambatam penonton terhadap agresi sehingga agresi terlihat lumrah dan dapat
diterima dalam interaksi sosial. Kelima, terjadinya proses habituasi atau
pembiasaan yang disebabkan berulang kali menyaksikan tayangan kekerasan di
televisi sehingga mengurangi sensitivitas terhadap penderitaan korban. Keenam,
dampak ditayangkannya tayangan kekerasan di televisi juga dapat mempengaruhi
persepsi penontonnya bahwa dunia adalah tempat yang jahat dan penuh
kekerasan, Parkes, dkk.(2013, hlm.341) mengungkapkan “Violent content may
also increase children’s perceptions that the world is a scary place, resulting in
trauma symptoms including depression and anxiety”. Terakhir, jika seorang
individu memiliki kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi, maka
4.3. Rancangan Pemberian Layanan Dasar
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (RPLBK)
Kompetensi : Landasan Perilaku Etis
Sub kompetensi : Memahami dan mampu membuat keputusan yang didasarkan
pada nilai-nilai perilaku dalam masyarakat.
Bidang Bimbingan : Pribadi Sosial
Indikator/ Tujuan
: 1. Memahami nilai-nilai perilaku dalam masyarakat
2. Mampu untuk membuat keputusan yang tepat dan cepat,
sesuai dengan nilai nilai yang berkembang di masyarakat
Topik : Jalan jalan ke Kutub Utara
Fungsi : Siswa dapat membuat keputusan yang didasarkan pada
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Sasaran : Siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung
Teknik : Ceramah, Diskusi dan Refleksi
Media yang digunakan
: Papan Tulis dan Spidol
Waktu : 1 x 40 menit
Tempat : Kelas VII
Langkah kegiatan Tahap Pembuka (5 menit):
1. Guru BK memberi salam dan mengkondisikan siswa untuk
antusias dan semangat dalam mengikuti kegiatan.
2. Guru BK mengecek kehadiran siswa.
Tahap Peralihan (5 menit)
3. Guru BK menjelaskan maksud kegiatan yang akan
dilakukan pada kegiatan hari ini. Selain itu Guru BK juga menjelaskan tujuan dari materi ini.
Tahap Inti (20 menit):
4. Guru BK memberikan materi tentang Dilema Moral (Kapal
Karam) dan Latihan keputusan kelompok
5. Melakukan diskusi.
Kegiatan Penutup (10 menit)
6. Melakukan refleksi.
7. Guru BK meminta siswa untuk menyimpulkan dari kegiatan
bimbingan “Dilema Moral dan latihan keputusan kelompok
8. Guru BK memberikan kata-kata motivasi yang berhubungan dengan materi sebagai penutup materi yang disampaikan.
Evaluasi 1. Apakah siswa terlihat semangat dan antusias dalam
melakukan klarifikasi dan diskusi yang dilakukan selama kegiatan dilakukan?
2. Apakah semua siswa telah memiliki perencanaan pribadi
sosial yang akan ditempuhnya?
3. Apakah siswa mampu merefleksi dan mengambil hikmah
dari kegiatan yang telah dilakukan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?
4. Apakah siswa dapat menentukan rencana untuk membuat
keputusan baik pribadi maupun kelompok?
Tindak Lanjut : Melaksanakan konseling.
Lampiran : Pada suatu hari, kamu dan beberapa orang temanmu
mendapatkan kesempatan untuk melakukan study tour ke kutub utara, untuk meneliti kehidupan di sana. Kalian akan pergi bersama dengan penumpang-penumpang lain dari berbagai Negara yang juga akan mengunjungi kutub utara, sehingga kalian tidak bisa membawa perbekalan yang sangat banyak, karena kapasitas kapal laut yang terbatas. Dari sekian banyak daftar benda di bawah ini, kalian hanya diperbolehkan membawa 15 macam benda saja sebagai perbekalan melakukan perjalanan ke kutub utara, yaitu:
1. Pakaian
13. Sepatu highheels
14. Sepatu boat
17. Handuk
Innalillahi, baru saja setengah perjalanan, ternyata kapal yang kalian tumpangi mengalami benturan dan akan tenggelam, akhirnya para penumpang berlari dan berebut untuk menaiki rakit penyelamat. Sayangnya, rakit penyelamat ini tinggal satu buah lagi, dan hanya mampu menampung sebanyak 10 orang saja, akan tetapi terdapat 12 orang yang ingin naik ke atas rakit penyelamat ini. Keduabelas orang tersebut adalah kalian (5 orang), anak kecil bandel berusia 12 tahun, pensiunan guru berusia 69 tahun, atlit baseball terkenal berusia 35 tahun, ahli mesin berusia 22 tahun, kiyai berusia 52 tahun, dan seorang wanita hamil berusia 39 tahun. Menurutmu, siapa diantara mereka yang tidak boleh naik rakit?
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (RPLBK)
Kompetensi : Landasan Perilaku Etis
Sub kompetensi : Memahami dan mampu membuat keputusan yang
didasarkan pada nilai-nilai perilaku dalam masyarakat.
Indikator/ Tujuan
: 1. Siswa memahami pentingnya sikap-sikap sosial
2. Siswa dapat berinteraksi sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk sosial
Bidang Bimbingan : Pribadi Sosial
Topik : Bersikap sosial
Fungsi : Siswa dapat memahami sikap sosial yang didasarkan pada
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Sasaran : Siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung
Teknik : Ceramah, Diskusi dan Refleksi
Media yang digunakan
: Papan Tulis dan Spidol
Waktu : 1 x 40 menit
Tempat : Kelas VII
Langkah kegiatan : Tahap Pembuka (5 menit):
1. Guru BK memberi salam dan mengkondisikan siswa
untuk antusias dan semangat dalam mengikuti kegiatan.
2. Guru BK mengecek kehadiran siswa.
Tahap Peralihan (5 menit)
3. Guru BK menjelaskan maksud kegiatan yang akan
dilakukan pada kegiatan hari ini. Selain itu Guru BK juga menjelaskan tujuan dari materi ini.
Tahap Inti (20 menit):
4. Guru BK memberikan materi tentang sikap sikap sosial
5. Melakukan diskusi.
Kegiatan Penutup (10 menit)
6. Melakukan refleksi.
7. Guru BK meminta siswa untuk menyimpulkan dari
kegiatan bimbingan “sikap sikap sosial ” yang telah dilaksanakan.
8. Guru BK memberikan kata-kata motivasi yang
yang disampaikan.
Evaluasi : 1. Apakah siswa terlihat semangat dan antusias dalam
melakukan klarifikasi dan diskusi yang dilakukan selama kegiatan dilakukan?
2. Apakah semua siswa telah memiliki perencanaan
pribadi sosial yang akan ditempuhnya.
3. Apakah siswa mampu merefleksi dan mengambil
hikmah dari kegiatan yang telah dilakukan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?
4. apakah siswa dapat menentukan sikap sikap sosial?
Tindak Lanjut : Melaksanakan konseling.
Lampiran : SIKAP-SIKAP SOSIAL
1. Sikap respek terhadap orang lain
Sikap respek terhadap orang lain adalah sikap menghormati atau menghardai orang. Sikap didasarkan kepada kesadaran bahwa setiap manusia memiliki harkat dan martabat yang sama dihadapan Tuhan.
Sikap saling menghormati antara sesama, merupakan syarat mutlak bagi terciptanya kehidupan bersama yang sejahtera, dan mengeratkan rasa persatuan dan kesatuan. Dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, sikap ini sangat penting dimiliki oleh sitiap warga, apalagi bila mengingat bahwa masyarakat kita terdiri dari multi (keragaman) etnis, ras, budaya, dan agama.
Apabila sikap ini tidak dimiliki oleh setiap warga, maka akan berkembang sikap saling melecehkan, merendahkan, baik perorangan maupun perorangan. Kondisi ini akan memicu sikap permusuhan, dan saling mencurigai antar satu sama lain, yang pada akhirnya akan memporakporandakan persatuan dan kesatuan bangsa.
respek ini.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, baik dilingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat pada umunya, sikap respek terhadap orang lain itu dapat diwujudkan dalam perilaku sebagai berikut.
a. menghormati agama yang dianut teman atau orang lain
b. menjalin persahabatan dengan orang lain, tanpa melihat perbedaan suku, ras, agama dan budaya c. menghargai keadaan orang lain sebagaimana
adanya
d. menghargai pendapat teman (orang lain) e. bertutur kata yang sopan
f. tidak mencomoohkan atau melecehkan orang lain
2. Kepedulian terhadap Kepentingan orang lain (sikap altruis/kesetiakawanan sosial)
Agama mengajarkan bahwa “orang yang baik itu adalah orang yang banyak memberikan manfaat kepada orang lain”. Dan “tangan yang diatas lebih baik dari pada tangan yang dibawah”.
Keterangan di atas menunjukan bahwa agama sangat memuliakan orang yang memiliki sifat pribadi (watak) yang dermawan, sosiawan, yang memiliki kepedulian untuk mensejahterakan orang lain yang sedang berda dalam keadaan terjepit.
Bagi yang beragama, termasuk kita, wajib hukumnya memiliki sikap ini. Dalam kehidupan atau pergaulan anda sebagai siswa, maka sikap ini seyogyanya terwujud dalam perilaku, seperti:
a. mau menengok teman yang sakit
b. membantu teman yang memerlukan pertolongan (dalam hal yang baik, bukan memddbantu teman yang berkelahi)
d. mau menyisihkan uang, pakaian, atau barang-barang tertentu untuk diberikan kepada fakir miskin, yatim piatu atau yang ditimpa musibah (seperti bencana alam)
3. partisipasi aktif dalam kegiatan sosial
masyarakat kita dengan sikap “gotong royong”. Sikap ini menggambarkan kepedulian sosial warga masyarakat untuk memmelihara kepentingan bersama, dan menghindarkan diri dari sikap egois – individualistis.
Anda sebagai warga masyarakat seyogianya juga sudah mampuh mengembangkan sikap tersebut, yaitu kepedulian untuk memelihara kepentingan bersama, atau ikut terlibat aktivitas kemasyarakatan. Dalam kehidupan sehari-hari, baik dilingkungan kampus atau masyarakat, anda sebagai remaja/pemuda seyogianya menampilkan perilaku sebagai berikut:
a. Memelihara kebersihan lingkungan, baik dirumah, sekolah, maupun di masyarakat. Contohnya: ikut terlibat dalam memelihara kebersihan rumah, kebersihan sekolah dan membuang sampah pada tempatnya.
b. Memelihara ketertiban dan keamanan lingkungan, baik di kampus maupun di masyarakat.
c. Memelihara kedisiplinan berlalu lintas.
d. Berpartisipasi aktif dalam acara, kegitan, atau kepanitiaan yang diadakan di kampus.
Berpartisipasi aktif dalam acara, kegiatan, atau kepanitiaan yang diadakan di lingkungan masyarakat
Sumber:
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (RPLBK)
Kompetensi : Kematangan Emosional
Sub kompetensi : Analisis pengaruh Emosi dan fisik sebagai substansi
penyalahgunaan
Indikator/ Tujuan
: 1. Siswa dapat mengenal emosi yang dimilikinya 2. Siswa dapat mengelola emosinya
Bidang Bimbingan : Pribadi Sosial
Topik : Ungkapkan Perasaanmu
Fungsi : Siswa dapat memahami dan mengelola emosinya
Sasaran : Siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung
Teknik : Ceramah, Diskusi dan Refleksi
Media yang digunakan
: Papan Tulis, kertas, balpoint dan Spidol
Waktu : 1 x 40 menit
Tempat : Kelas VII
Langkah kegiatan : Tahap Pembuka (5 menit):
1. Guru BK menanyakan kabar siswa
2. Guru BK memberikan ice breaking untuk menyemangati siswa.
3. Guru BK menanyakan siswa yang tidak hadir.
Tahap Peralihan (5 menit)
4. Guru BK menjelaskan maksud kegiatan yang akan
dilakukan pada kegiatan hari ini. Selain itu Guru BK juga menjelaskan tujuan dari materi ini.
Tahap Inti (10 menit):
5. Guru BK meminta siswa untuk menuliskan atau menggambarkan apapun yang mengungkapkan suasana hatinya saat itu
6. Siswa mulai mengungkapkan perasaan sesuai suasana hatinya
7. Guru BK meminta siswa menceritakan apa yang sedang atau telah ia gambar atau tuliskan
8. Jika siswa telah usai menggambar, Guru BK mengumpulkan seluruh tugas siswa.
Evaluasi (10 menit)
10. Apa yang Anda rasakan dan pikirkan ketika sedang menggambar itu?
11. Apa yang ingin Anda ubah dari gambar tersebut (tema, warna, bentuk dll)?
Kegiatan Penutup (10 menit)
12.Melakukan refleksi.
13.Guru BK meminta siswa untuk menyimpulkan dari
kegiatan bimbingan yang telah dilaksanakan.
14.Guru BK memberikan kata-kata motivasi yang
berhubungan dengan materi sebagai penutup materi yang disampaikan.
Evaluasi : 1. Apakah siswa terlihat semangat dan antusias dalam
melakukan klarifikasi dan diskusi yang dilakukan selama kegiatan dilakukan?
2. Apakah semua siswa telah memiliki perencanaan
pribadi-sosial yang akan ditempuhnya?
3. Apakah siswa mampu merefleksi dan mengambil
hikmah dari kegiatan yang telah dilakukan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?
4. Apakah siswa mengenal emosi mereka?
Tindak Lanjut : Melaksanakan konseling.
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (RPLBK)
Kompetensi : Pengembangan Pribadi dan Sosial
Sub kompetensi : Pemahaman, pemaknaan, serta persepsi mengenai landasan perilaku etis.
Indikator/ Tujuan
: 1. Memiliki wawasan untuk mengetahui perilaku etis dengan orang lain.
2. Memiliki pemahaman, pemaknaan serta persepsi mengenai perilaku perilaku etis dalam keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah dan perilaku etis dengan alam.
Bidang Bimbingan : Pribadi Sosial Topik : Yukk Sopan
Fungsi : Siswa mengenal berbagai hal yang harus dipahami dalam perilaku etis dengan lingkungan sosial
Sasaran : Siswa kelas X-9 SMA Negeri 9 Bandung Teknik : Game, Diskusi dan Refleksi
Media yang digunakan
: Kertas, pulpen, papan tulis dan spidol
Waktu : 1 x 50 menit Tempat : Kelas X-9
Langkah kegiatan : Tahap Pembuka (5 menit):
1. Guru BK memberi salam dan mengkondisikan siswa untuk antusias dan semangat dalam mengikuti kegiatan. 2. Guru BK mengecek kehadiran siswa.
Tahap Peralihan (5 menit)
3. Guru BK menjelaskan maksud kegiatan yang akan dilakukan pada kegiatan hari ini. Selain itu Guru BK juga menjelaskan tujuan dari materi ini.
Tahap Inti (30 menit):
4. Guru BK membagi siswa kedalam empat kelompok 5. Guru BK menugaskan kelompok pertama untuk
menuliskan perilaku-perilaku etis dalam keluarga. 6. Guru BK menugaskan kelompok kedua untuk
menuliskan perilaku-perilaku etis dalam lingkungan masyarakat.
8. Guru BK menugaskan kelompok keempat perilaku-perilaku etis dengan lingkungan alam.
9. Guru BK meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok ke seluruh siswa.
10.Siswa memberikan komentar tentang hasil diskusi dari kelompok lawan.
11.Melakukan diskusi.
Kegiatan Penutup (10 menit)
12.Melakukan refleksi.
13.Guru BK meminta siswa untuk menyimpulkan dari kegiatan bimbingan kelompok yang telah dilaksanakan. 14.Guru BK memberikan kata-kata motivasi yang
berhubungan dengan materi sebagai penutup materi yang disampaikan.
Evaluasi : 1. Apakah siswa terlihat semangat dan antusias dalam melakukan klarifikasi dan diskusi yang dilakukan selama kegiatan dilakukan?
2. Apakah semua siswa telah mengetahui mengenai perilaku-perilaku etis dalam keseharian?
3. Apakah siswa mampu merefleksi dan mengambil hikmah dari kegiatan yang telah dilakukan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari? 4. Apakah siswa dapat menentukan rencana untuk
berperilaku etis dalam kesehariannya?