• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PPB 1100810 Chapter4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PPB 1100810 Chapter4"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam BAB IV menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan hasil

penelitian dan pembahasan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang dijelaskan

secara berurutan mengenai gambaran umum kebiasaan menonton tayangan

kekerasan dalam media televisi siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Bandung,

gambaran umum perilaku agresif siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Bandung, dan

kontribusi kebiasaan menonton tayangan kekerasan di media televisi dengan

perilaku agresif siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Bandung.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan dalam Media Televisi Siswa Kelas VII di SMP Negeri 29 Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

Berikut ini gambaran umum kebiasaan menonton tayangan kekerasan di

televisi siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung tahun ajaran 2014/2015

berdasarkan pengkategorian Tinggi, Sedang, Rendah yang secara umum dapat

dilihat pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1

Gambaran Umum Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Waktu Menonton Siswa Kelas VII

SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015

No Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase

1 Rendah 12-78 70 50

2 Sedang 79-145 55 39

3 Tinggi 146-212 15 11

Jumlah 140 100

Tabel 4.1 Menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kebiasaan

(2)

70 siswa (50%) berada pada kategori rendah, 55 siswa (39%) berada pada

(3)

tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum waktu yang dihabiskan siswa

kelas VII SMP N 29 Bandung untuk menonton tayangan kekerasan di televisi

termasuk dalam kategori rendah.

Tabel 4.2

Gambaran Umum Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Pemilihan Program Acara dan Ketertarikan Siswa

Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015

No Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase

1 Rendah 64-85 37 26.4

2 Sedang 86-108 75 53.6

3 Tinggi 109-132 28 20

Jumlah 140 100

Tabel 4.2 Menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kebiasaan

menonton tayangan kekerasan di telvisi berdasarkan pada aspek pemilihan

program acara dan ketertarikan, 37 siswa (26,4%) berada pada kategori rendah, 75

siswa (53,6%) berada pada kategori sedang, dan 28 siswa (20%) berada pada

kategori tinggi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum

pemilihan program acara dan ketertarikan siswa kelas VII SMP N 29 Bandung

untuk menonton tayangan kekerasan di televisi termasuk dalam kategori sedang.

Tabel 4.3

Gambaran Genre Tayangan Di Televisi

Siswa Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015

No. Genre Tayangan Persentase

1 Sinetron 46

2 Komedi 7

3 Horor 7.6

4 Berita 3

5 Kartun 31.6

6 Talk Show 2.4

(4)

Gambar 4.1 Diagram Genre Tayangan Di Televisi

Tabel 4.3 dan Gambar 4.1 Menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam

kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi berdasarkan genre tayangan

terungkap bahwa genre tayangan yang banyak terlihat adalah sinetron sebesar

46%, kartun sebesar 31,6%, horror sebesar 7,6%, komedi sebesar 7%, berita

sebasar 3%, talent show sebesar 2,4%, dan talk show sebesar 2,4% . Dari hasil

tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum genre tayangan yang paling

banyak ditonton siswa kelas VII SMP N 29 Bandung yaitu sinetron.

Tabel 4.4

Gambaran Per Aspek Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi Siswa Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015

No. Aspek Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi Persentase

1 Pemilihan Program Acara Di Televisi 56.93

2 Ketertarikan Menonton Televisi 43.07

46%

7% 8% 3% 32%

2% 2%

Genre Tayangan Di Televisi

(5)

Gambar 4.2 Diagram Pemilihan Program Acara & Ketertarikan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi

Berdasarkan hasil gambaran per aspek kebiasaan menonton tayangan

kekerasan di televisi siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada tabel 4.4

dan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kecenderungan

kebiasaan menonton tayangan kekerasan yang paling banyak terlihat adalah

pertama pemilihan program acara sebesar 57%, kedua ketertarikan menonton

televisi sebesar 43%. Persentase dipengaruhi oleh banyaknya indikator dari setiap

aspek.

Tabel 4.5

Gambaran Per Indikator Berdasarkan Aspek Pemilihan Program Acara dalam Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi Siswa Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015

No Indikator Persentase

1 Tayangan kekerasan secara fisik 19.52

2 Tayangan kekerasan verbal 10.05

3 Tayangan yang menampilkan kekerasan pada diri sendiri 12.62

57% 43%

Pemilihan Program Acara & Ketertarikan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi

Pemilihan Program Acara Di Televisi

(6)

4 Tayangan yang menampilkan kekerasan pada orang lain 14.39

5 Tayangan yang menampilkan kekerasan kolektif 14.21

6 Tayangan yang bertema Supranatural 19.48

7 Tayangan yang bertema seksualitas 9.732

Gambar 4.3 Diagram Indikator Pemilihan Program Acara Tayangan Kekerasan di Televisi

Berdasarkan hasil gambaran per aspek kebiasaan menonton tayangan

kekerasan di televisi siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada Tabel 4.4

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam pemilihan program

acara yang paling banyak terlihat adalah pertama tayangan kekerasan secara fisik

sebesar 20%, kedua tayangan yang bertema supranatural sebesar 19%, ketiga

tayangan yang menampilkan kekerasan pada orang lain sebesar 14%, keempat

tayangan yang menampilkan kekerasan kolektif sebesar 14% dan kelima tayangan

yang menampilkan kekerasan pada diri sendiri sebesar 13%, keenam tayangan

kekerasan verbal sebesar 10%, dan terakhir tayangan yang bertema seksualitas

sebesar 10%.

(7)

Tabel 4.6

Gambaran Per Indikator Berdasarkan Aspek Ketertarikan Menonton dalam Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi

Siswa Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015

No Indikator Persentase

1 Atensi 75.97

2 Retensi 24.03

Gambar 4.4 Diagram Indikator Ketertarikan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi

Berdasarkan hasil gambaran per aspek kebiasaan menonton tayangan kekerasan di

televisi siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada Tabel 4.4 Gambar 4.3

menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam ketertarikan menonton yang

paling banyak terlihat adalah pertama atensi sebesar 76% dan kedua retensi 24%. 76%

24%

Ketertarikan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi

Atensi

(8)

4.1.2 Gambaran umum perilaku agresif siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015

Berikut ini gambaran umum perilaku agresif siswa kelas VII SMP Negeri

29 Bandung tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan pengkategorian Tinggi, Sedang,

Rendah yang secara umum dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.7

Gambaran Umum Perilaku Agresif Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015

No Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase

1 Rendah 53-66 33 24.28

2 Sedang 67-80 77 55

3 Tinggi 81-95 30 21.42

Jumlah 140 100

Berdasarkan hasil gambaran umum perilaku agresif siswa di kelas VII

SMP Negeri 29 Bandung pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 140 responden

dalam perilaku agresif 33 siswa (24,28%) berada pada kategori rendah, 77 siswa

(55%) berada pada kategori sedang, dan 30 siswa (21,42%) berada pada kategori

tinggi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum perilaku agresif

yang dimiliki siswa kelas VII SMP N 29 Bandung termasuk dalam kategori

perilaku agresif sedang.

Tabel 4.8

Gambaran Per Aspek Perilaku Agresif Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015

No Aspek Persentase

1 Agresi Fisik 37

(9)

Gambar 4.5 Diagram Gambaran Per Aspek Perilaku Agresif

Dari empat aspek perilaku agresif yang dikembangkan dalam instrument

penelitian terdapat indikator-indikator untuk mengungkap perilaku agresif siswa.

Pertama, aspek agresi fisik terdiri dari lima indikator yaitu memukul, berkelahi,

melakukan kekerasan kepada orang lain, merusak barang-barang, dan melanggar

aturan. Kedua, aspek agresi verbal terdiri dari lima indikator yaitu membantah,

bertengkar mulut, menghina, mengadu domba, dan menyebarkan fitnah. Ketiga,

aspek permusuhan terdiri dari enam indikator yaitu merasa iri, merasa hidup tidak

adil, merasa dibicarakan kejelekannya, merasa curiga, merasa ditertawakan, dan

teman tidak mau bermain bersama

Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII

SMP Negeri 29 Bandung pada tabel 4.6 dan Gambar 4.5 menunjukkan bahwa dari

140 responden dalam kecenderungan perilaku agresif yang paling banyak terlihat

adalah pertama agresi fisik sebesar 37%, kedua agresi verbal sebesar 26%, ketiga

agresi permusuhan sebesar 23%, dan terakhir agresi kemarahan sebesar 14%.

Persentase dipengaruhi oleh banyaknya indikator dari setiap aspek. 37%

26% 14%

23%

Perilaku Agresif Siswa

Agresi Fisik

Agresi Verbal

Agresi Kemarahan

(10)

Tabel 4.9

Gambaran Per Indikator Perilaku Agresif Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015

Aspek Indikator Persentase

Agresi fisik

Memukul orang lain 25.88

Berkelahi dengan orang lain 10.67

Melakukan kekerasan kepada

orang lain 17.68

Merusak barang-barang 31.40

Melanggar aturan 14.34

Agresi Verbal

Membantah 28.41

Bertengkar mulut 15.96

Menghina 27.31

Mengadu domba 5.66

Menyebarkan fitnah 22.64

Agresi

Kemarahan Marah 100

Agresi

Permusuhan

Merasa iri 22.66

Merasa hidup tidak adil 8.42

Merasa dibicarakan kejelekannya 10.99

Merasa curiga 29.89

Merasa ditertawakan 9.62

Teman tidak mau bermain 18.39

Berdasarkan hasil gambaran per indikator perilaku agresif siswa di kelas

VII SMP Negeri 29 Bandung pada tabel 4.7 menunjukkan besaran persentase dari

setiap indikator perilaku agresif. Secara lebih jelas perilaku agresif pada setiap

indikator yang dimiliki siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung akan dipaparkan

(11)

Gambar 4.6 Diagram Agresi Fisik

Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII

SMP Negeri 29 Bandung pada Gambar 4.6 menunjukkan bahwa dari 140

responden dalam kecenderungan perilaku agresi fisik yang paling banyak terlihat

adalah pertama merusak barang-barang sebesar 31%, kedua memukul orang lain

sebesar 26%, ketiga melakukan kekerasan pada orang lain sebesar 18%, keempat

melanggar aturan sebesar 14% dan terakhir berkelahi dengan orang sebesar 11%. 26%

11%

18% 31%

14%

Agresi Fisik

Memukul orang lain

Berkelahi dengan orang lain

Melakukan kekerasan kepada orang lain

Merusak barang-barang

(12)

Gambar 4.7 Diagram Agresi Verbal

Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII

SMP Negeri 29 Bandung pada Gambar 4.7 menunjukkan bahwa dari 140

responden dalam kecenderungan perilaku agresi verbal yang paling banyak

terlihat adalah pertama membantah 28%, kedua menghina sebesar 27%, ketiga

menyebarkan fitnah sebesar 23%, keempat bertengkar mulut sebesar 16% dan

terakhir mengadu domba sebesar 6%. 28%

16% 27%

6% 23%

Agresi Verbal

Membantah

Bertengkar mulut

Menghina

Mengadu domba

Menyebarkan fitnah

100%

(13)

Gambar 4.8 Diagram Agresi Kemarahan

Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII

SMP Negeri 29 Bandung pada Gambar 4.8 menunjukkan bahwa dari 140

responden dalam kecenderungan perilaku agresi kemarahan dimana indikator

yang paling tinggi adalah marah yaitu sebesar 100% dikarenakan pada aspek ini

terdapat satu indikator, sehingga indikator dapat mengungkap aspek kemarahan

mutlak mendapatkan persentase 100%.

Gambar 4.9 Diagram Agresi Permusuhan

Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII

SMP Negeri 29 Bandung pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa dari 140

responden dalam kecenderungan perilaku agresi permusuhan yang paling banyak

terlihat adalah pertama merasa curiga sebesar 30%, kedua merasa iri sebesar 23%,

ketiga teman tidak mau bermain sebesar 18%, keempat merasa dibicarakan

kejelekannya sebesar 11% dan kelima merasa iri sebesar 10%, dan terakhir

merasa hidup tidak adil 8%.

23%

8%

11% 30%

10% 18%

Agresi Permusuhan

Merasa iri

Merasa hidup tidak adil

Merasa dibicarakan kejelekannya

Merasa curiga

Merasa ditertawakan

(14)

4.1.3 Kontribusi kebiasaan menonton tayangan kekerasan dalam media televisi terhadap perilaku agresif siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015

1) Kontribusi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan berdasarkan Aspek Waktu

Tabel 4.10

Korelasi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Waktu

AGRESIF WAKTU

Spearman's rho

AGRESIF

Correlation Coefficient 1.000 .127

Sig. (1-tailed) . .067

N 140 140

WAKTU

Correlation Coefficient .127 1.000

Sig. (1-tailed) .067 .

N 140 140

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Hipotesis awal dari perilaku agresif dengan kebiasaan menonton tayangan

kekerasan berdasarkan aspek waktu adalah berkorelasi positif.

H0: ρ=0

H1 > 0

Tolak H0 jika harga signifikansi lebih kecil dari α, dalam hal ini α = 0,05.

Dari hasil perhitungan diperoleh harga r = 0,127 dengan tingkat signifikansi p =

0,067, ternyata harga p > 0,05 sehingga H0 tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa

perilaku agresif tidak berkorelasi dengan waktu dalam kebiasaan menonton

tayangan kekerasan di televisi.

Besarnya kontribusi perilaku agresif terhadap waktu untuk menonton

(15)

2) Kontribusi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan berdasarkan Aspek Pemilihan Program Acara

Tabel 4.11

Korelasi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Pilihan Acara

AGRESIF PILIHAN_ACARA

Spearman's rho

AGRESIF

Correlation Coefficient 1.000 .335**

Sig. (1-tailed) . .000

N 140 140

PILIHAN_ACARA

Correlation Coefficient .335** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 140 140

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Hipotesis awal dari perilaku agresif dengan kebiasaan menonton tayangan

kekerasan berdasarkan aspek pemillihan program acara adalah berkorelasi positif.

H0: ρ=0

H1 > 0

Tolak H0 jika harga signifikansi lebih kecil dari α, dalam hal ini α = 0,05.

Dari hasil perhitungan diperoleh harga r = 0,335 dengan tingkat signifikansi p =

0,000, ternyata harga p < 0,05 sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa perilaku

agresif berkorelasi rendah dengan pemilihan program acara dalam kebiasaan

menonton tayangan kekerasan.

Besarnya kontribusi perilaku agresif terhadap pemilihan program acara

(16)

3)Kontribusi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan berdasarkan Aspek Ketertarikan

Tabel 4.12

Korelasi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Ketertarikan

AGRESIF KETERTARIKAN

Spearman's rho

AGRESIF

Correlation Coefficient 1.000 .334**

Sig. (1-tailed) . .000

N 140 140

KETERTARIKAN

Correlation Coefficient .334** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 140 140

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Hipotesis awal dari perilaku agresif dengan kebiasaan menonton tayangan

kekerasan berdasarkan aspek ketertarikan adalah berkorelasi positif.

H0: ρ=0

H1 > 0

Tolak H0 jika harga signifikansi lebih kecil dari α, dalam hal ini α = 0,05.

Dari hasil perhitungan diperoleh harga r = 0,334 dengan tingkat signifikansi p =

0,000, ternyata harga p < 0,05 sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa perilaku

agresif berkorelasi rendah dengan ketertarikan dalam kebiasaan menonton

tayangan kekerasan.

Besarnya kontribusi perilaku agresif terhadap ketertarikan untuk menonton

(17)

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Berbagai teori psikologi sosial menyatakan bahwa kekerasan di televisi

atau dalam film dapat meningkatkan agresi penontonnya. Berikut adalah

pembahasan dari hasil penelitian kontribusi kebiasaan menonton tayangan

kekerasan di media televisi terhadap perilaku agresif siswa SMP Negeri 29

Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 yang akan di bahas setiap aspeknya.

1) Perilaku agresif tidak berkorelasi dengan waktu dalam kebiasaan menonton

tayangan kekerasan di televisi, dengan kontribusi sebesar 0,016.

Sejauh ini, penelitian tentang waktu menonton tayangan kekerasan di

televisi terhadap perilaku agresif masih kontroversial. Sebagian penelitian

menunjukkan hasil yang mendukung terdapat korelasi, namun pada hasil

penelitian lainnya tidak terbukti adanya korelasi.

Waktu menonton tayangan kekerasan di televisi yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah durasi dan frekuensi menonton tayangan yang mengandung

unsur kekerasn di televisi. Berbagai faktor lain dianggap dapat mempengaruhi

kaitan waktu menonton tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif.

Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa intensitas menonton tayangan

kekerasan di televisi lebih banyak dilakukan oleh laki-laki daripada perempuan,

sedangkan dalam penelitian ini keduanya menjadi responden penelitian. Seperti

yang diungkapkan oleh Milla (2005, hlm.4) bahwa terdapat beberapa faktor lain

yang diidentifikasi dapat dijadikan sebagai prediktor dari efek media terhadap

agresivitas adalah jenis kelamin, pendidikan orang tua dan prestasi akademik.

Selanjutnya, Bandura (dalam Susantyo, 2011, hlm. 190) beranggapan bahwa, „Perilaku agresif merupakan sesuatu yang dipelajari dan bukannya perilaku yang dibawa individu sejak lahir‟. Perilaku agresif ini dipelajari dari lingkungan sosial seperti interaksi dengan keluarga, interaksi dengan rekan sebaya

dan media massa melalui modelling (melihat dan meniru).

Jika kita cermati pernyataan yang diungkapkan oleh Bandura maka

kecenderungan perilaku agresif pada seseorang bukan hanya ditimbulkan oleh

(18)

teman sebaya juga mempunyai pengaruh terhadap perilaku agresif. Seperti yang diungkapkan oleh Ormrod (2009, hlm. 296) bahwa “Banyak remaja agresif hidup dalam lingkungan rumah tangga yang disfungsional, di mana konflik, amarah

hukuman, kekerasan, kurangnya kasih sayang, dan perilaku sosial yang tidak tepat menjadi hal yang umum dalam keluarga”, sehingga terbentuknya perilaku agresif pada individu dikarenakan individu tersebut sering melihat bentuk kekerasan di

antara orang tua atau bahkan menjadi korban kekerasan yang diberikan orang tua.

Selanjutnya, Krahe (2005, hlm. 89) mengungkapkan bahwa „Hubungan

dengan teman sebaya merupakan sumber pengaruh sosial lain yang sangat relevan dengan agresi‟. Hal ini terjadi karena salah satu perkembangan remaja ditandai dengan berkembanganya sikap konformitas yaitu kecenderungan untuk meniru

dan mengikuti kelompoknya.

Faktor lainnya juga dapat dilihat dari cara seseorang menonton tayangan

televisi, karena setiap orang berbeda dalam meluangkan waktunya di depan

televisi. Heath (dalam Hutapea, 2010, hlm.3) membagi kelompok penonton

berdasarkan cara orang meluangkan waktunya untuk menonton televisi, yaitu: 1)

Average Viewer, orang yang menonton televisi untuk menghabiskan waktu

luangnya.. 2).Selective Viewer, tipe penonton seperti ini lebih peduli pada

acara-acara televisi. 3).Addict, tipe penonton seperti ini memiliki kebutuhan kompulsif

untuk menonton acara apa saja yang ada di televisi. Dalam penelitian ini tidak

mengelompokkan tipe penonton, sehingga tidak tergambarkan secara jelas

(19)

2) Perilaku agresif berkorelasi rendah dengan pemilihan program acara dalam

kebiasaan menonton tayangan kekerasan dengan kontribusi sebesar 0,112.

Televisi adalah media yang sangat potensial, berbagai program acara

ditayangkan di televisi yang dapat mempengaruhi seseorang, mulai dari tindakan

fisik sederhana, sikap, dan pandangan. Namun, disamping memberikan dampak

positif, televisi juga memberikan dampak negatif bagi penontonnya, Rakhmat (2012, hlm. 240) menjelaskan bahwa “Televisi sering menyajikan adegan pembunuhan, pemerkosaan, perusakan”. Tayangan kekerasan di televisi muncul secara fisik maupun verbal, secara rinci Sunarto (dalam Muthmainah, 2012, hlm.

15) mengungkapkan bahwa „Tayangan kekerasan adalah tayangan yang

menempatkan tema anti sosial, seksualitas, atau tema supranatural, tayangan yang

menggunakan bahasa yang tidak pantas diucapkan dan didengar, dan tayangan

yang tidak memperlihatlan batasan yang jelas antara yang baik dan buruk dan

mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan‟.

Selanjutnya, Tamburaka (2013, hlm. 188) menambahkan bahwa “Tayangan kekerasan muncul secara fisik maupun verbal di televisi. Mulai adegan kekerasan memukul, menendang, hingga dalam bentuk kata-kata kasar dan

makian merupakan konstruksi kekerasan media massa. Kekerasan kadang

menunjukkan kekerasan pada diri sendiri, kekerasan kepada orang lain, dan

kekerasan kolektif”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tayangan

kekerasan adalah tayangan yang mengandung unsur kekerasan yang muncul

secara fisik maupun verbal seperti kekerasan pada diri sendiri, kekerasan pada

orang lain, kekerasan kolektif, tayangan yang bertema seksualitas, dan tema

supranatural.

Seorang individu akan terstimulus dan memiliki perasaan bermusuhan

yang lebih besar setelah menonton tayangan yang mengandung kekerasan

dibandingkan dengan tayangan yang bersifat menghibur. Seperti yang

diungkapkan oleh Myers (2012, hlm. 96) bahwa “Semakin berisi kekerasan acara

(20)

yang tampil dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam tontonan berpengaruh

terhadap pembentukan agresi dikalangan individu-individu pengamat atau

penonton terutama yang masih kanak-kanak atau berusia muda‟.

Selain itu, terdapat kecenderungan respon agresif dan emosional yang

terganggu karena terpengaruh oleh tayangan yang mengandung kekerasan di

media televisi. Bushman (dalam Krahe, 2005, hlm. 163) memaparkan bahwa „Ciri

sifat agresif yang tinggi berkaitan dengan kebiasaan yang lebih tinggi dan

preferensi yang lebih kuat untuk menonton tayangan media yang mengandung kekerasan‟. Kembali Bushman (dalam Krahe, 2005, hlm. 164) mengungkapkan bahwa „individu yang agresif lebih menyukai acara-acara yang mengandung kekerasan, yang kemudian menguatkan kecenderungan agresif mereka‟. Sebagai

daya tarik biasanya tayangan televisi menayangkan adegan-adegan seperti

kekerasan fisik, seksual, dan mental agar dapat membangkitkan emosi penonton

karena dapat menjadi daya tarik untuk menonton tayangan yang sama.

Saat ini banyak kasus ditemukan bahwa tayangan televisi mengandung

unsur kekerasan, mulai dari iklan, kartun, film, sinetron, horror, komedi, dan

reality show seperti yang dilaporkan dalam situs berita Tempo Interaktif.com 11 Mei 2007, mengangkat judul “media massa penyumbang utama kekerasan anak”. Dalam laporan tersebut diungkap, Sekretaris Jendral Komisi Nasional

Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, dari 35 judul acara atau film yang

ditayangkan beberapa stasiun televisi, sekitar 62% menyajikan kekerasan (dalam

Sumarjo, 2011, hlm. 104). Terkait hal tersebut, diharapkan orang tua dapat

menemani dan membimbing anak-anak ketika sedang menonton televisi, dengan

cara tersebut dapat membantu anak untuk memilih tayangan yang sesuai dengan

(21)

3) Perilaku agresif berkorelasi rendah dengan ketertarikan dalam kebiasaan

menonton tayangan kekerasan, dengan kontribusi sebesar 0,111.

Individu akan mengamati dan mengungkapkan atau mencontoh tingkah

laku yang ada dalam tayangan televisi apabila tayangan tersebut memiliki daya

tarik serta isi dari tayangan memiliki efek yang menyenangkan. Pembentukan

perilaku agresi salah satunya melalui belajar observasional yang memiliki asumsi

bahwa sebagian besar tingkah laku individu diperoleh sebagai hasil belajar

melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku yang ditampilkan oleh

individu-individu lain yang menjadi model. Dalam belajar observasional, menurut Bandura

(dalam Koeswara, E., 1988, hlm. 41), terdapat empat proses yaitu proses

atensional, proses retensi, proses reproduksi, dan proses motivasional.

Empat proses satu sama lain saling berkaitan karena dalam proses

atensional terdapat model berperilaku agresif yang menjadi daya tarik individu,

model tersebut biasanya sering tampil dan memiliki karakteristik sehingga dapat

berpengaruh pada individu tersebut, selanjutnya proses retensi yang dilakukan

individu untuk menyimpan tingkah laku model berperilaku agresif berupa kode

verbal atau kode imajinal di dalam memori, beralih pada proses selanjutnya yaitu

proses reproduksi yang di dalamnya terdapat proses pengulangan tingkah laku

model yang pada mulanya bersifat kaku, namun dengan adanya pengulangan yang

terus menerus maka individu mampu meniru tingkah laku agresif dari model

dengan sempurna. Proses terakhir yaitu dengan adanya motivasi dan perkuatan

maka individu tertarik untuk melihat dan mencontoh perilaku agresif apa yang

dilakukan oleh model.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tayangan-tayangan yang disajikan

televisi yang bertemakan atau berisi adegan-adegan kekerasan memiliki pengaruh

signifikan terhadap pembentukan dan atau peningkatan agresivitas pada penonton

dari kalangan anak-anak dan remaja. Sama halnya yang diungkapkan oleh

(22)

dibandingkan dengan anak-anak yang tidak suka atau jarang menyaksikan film-film kekerasan‟.

Banyak teori yang telah dipaparkan mengenai adanya kontribusi dari

kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif.

Menurut Krahe (2005, hlm. 179) adanya proses meningkatnya perilaku agresif

pada individu setelah menyaksikan tayangan kekerasan di televisi yaitu Pertama,

munculnya sebuah rangsangan agresif yang memfasilitasi individu untuk

mengobservasi peristiwa kekerasan yang ditayangkan di televisi. Kedua,

menonton tayangan kekerasan di televisi dapat meningkatkan kemudahan untuk

mengakses pikiran agresif dan perasaan agresif. Ketiga, seorang individu

menonton tayangan kekerasan maka dapat mendorong proses belajar sosial dan

mengakibatkan didapatkannya bentuk perilaku agresif yang baru. Keempat,

intensitas yang tinggi menonton tayangan kekerasan dapat melemahkan

hambatam penonton terhadap agresi sehingga agresi terlihat lumrah dan dapat

diterima dalam interaksi sosial. Kelima, terjadinya proses habituasi atau

pembiasaan yang disebabkan berulang kali menyaksikan tayangan kekerasan di

televisi sehingga mengurangi sensitivitas terhadap penderitaan korban. Keenam,

dampak ditayangkannya tayangan kekerasan di televisi juga dapat mempengaruhi

persepsi penontonnya bahwa dunia adalah tempat yang jahat dan penuh

kekerasan, Parkes, dkk.(2013, hlm.341) mengungkapkan “Violent content may

also increase children’s perceptions that the world is a scary place, resulting in

trauma symptoms including depression and anxiety”. Terakhir, jika seorang

individu memiliki kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi, maka

(23)

4.3. Rancangan Pemberian Layanan Dasar

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (RPLBK)

Kompetensi : Landasan Perilaku Etis

Sub kompetensi : Memahami dan mampu membuat keputusan yang didasarkan

pada nilai-nilai perilaku dalam masyarakat.

Bidang Bimbingan : Pribadi Sosial

Indikator/ Tujuan

: 1. Memahami nilai-nilai perilaku dalam masyarakat

2. Mampu untuk membuat keputusan yang tepat dan cepat,

sesuai dengan nilai nilai yang berkembang di masyarakat

Topik : Jalan jalan ke Kutub Utara

Fungsi : Siswa dapat membuat keputusan yang didasarkan pada

nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Sasaran : Siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung

Teknik : Ceramah, Diskusi dan Refleksi

Media yang digunakan

: Papan Tulis dan Spidol

Waktu : 1 x 40 menit

Tempat : Kelas VII

Langkah kegiatan Tahap Pembuka (5 menit):

1. Guru BK memberi salam dan mengkondisikan siswa untuk

antusias dan semangat dalam mengikuti kegiatan.

2. Guru BK mengecek kehadiran siswa.

Tahap Peralihan (5 menit)

3. Guru BK menjelaskan maksud kegiatan yang akan

dilakukan pada kegiatan hari ini. Selain itu Guru BK juga menjelaskan tujuan dari materi ini.

Tahap Inti (20 menit):

4. Guru BK memberikan materi tentang Dilema Moral (Kapal

Karam) dan Latihan keputusan kelompok

5. Melakukan diskusi.

Kegiatan Penutup (10 menit)

6. Melakukan refleksi.

7. Guru BK meminta siswa untuk menyimpulkan dari kegiatan

bimbingan “Dilema Moral dan latihan keputusan kelompok

(24)

8. Guru BK memberikan kata-kata motivasi yang berhubungan dengan materi sebagai penutup materi yang disampaikan.

Evaluasi 1. Apakah siswa terlihat semangat dan antusias dalam

melakukan klarifikasi dan diskusi yang dilakukan selama kegiatan dilakukan?

2. Apakah semua siswa telah memiliki perencanaan pribadi

sosial yang akan ditempuhnya?

3. Apakah siswa mampu merefleksi dan mengambil hikmah

dari kegiatan yang telah dilakukan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?

4. Apakah siswa dapat menentukan rencana untuk membuat

keputusan baik pribadi maupun kelompok?

Tindak Lanjut : Melaksanakan konseling.

Lampiran : Pada suatu hari, kamu dan beberapa orang temanmu

mendapatkan kesempatan untuk melakukan study tour ke kutub utara, untuk meneliti kehidupan di sana. Kalian akan pergi bersama dengan penumpang-penumpang lain dari berbagai Negara yang juga akan mengunjungi kutub utara, sehingga kalian tidak bisa membawa perbekalan yang sangat banyak, karena kapasitas kapal laut yang terbatas. Dari sekian banyak daftar benda di bawah ini, kalian hanya diperbolehkan membawa 15 macam benda saja sebagai perbekalan melakukan perjalanan ke kutub utara, yaitu:

1. Pakaian

13. Sepatu highheels

14. Sepatu boat

(25)

17. Handuk

Innalillahi, baru saja setengah perjalanan, ternyata kapal yang kalian tumpangi mengalami benturan dan akan tenggelam, akhirnya para penumpang berlari dan berebut untuk menaiki rakit penyelamat. Sayangnya, rakit penyelamat ini tinggal satu buah lagi, dan hanya mampu menampung sebanyak 10 orang saja, akan tetapi terdapat 12 orang yang ingin naik ke atas rakit penyelamat ini. Keduabelas orang tersebut adalah kalian (5 orang), anak kecil bandel berusia 12 tahun, pensiunan guru berusia 69 tahun, atlit baseball terkenal berusia 35 tahun, ahli mesin berusia 22 tahun, kiyai berusia 52 tahun, dan seorang wanita hamil berusia 39 tahun. Menurutmu, siapa diantara mereka yang tidak boleh naik rakit?

(26)

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (RPLBK)

Kompetensi : Landasan Perilaku Etis

Sub kompetensi : Memahami dan mampu membuat keputusan yang

didasarkan pada nilai-nilai perilaku dalam masyarakat.

Indikator/ Tujuan

: 1. Siswa memahami pentingnya sikap-sikap sosial

2. Siswa dapat berinteraksi sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk sosial

Bidang Bimbingan : Pribadi Sosial

Topik : Bersikap sosial

Fungsi : Siswa dapat memahami sikap sosial yang didasarkan pada

nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Sasaran : Siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung

Teknik : Ceramah, Diskusi dan Refleksi

Media yang digunakan

: Papan Tulis dan Spidol

Waktu : 1 x 40 menit

Tempat : Kelas VII

Langkah kegiatan : Tahap Pembuka (5 menit):

1. Guru BK memberi salam dan mengkondisikan siswa

untuk antusias dan semangat dalam mengikuti kegiatan.

2. Guru BK mengecek kehadiran siswa.

Tahap Peralihan (5 menit)

3. Guru BK menjelaskan maksud kegiatan yang akan

dilakukan pada kegiatan hari ini. Selain itu Guru BK juga menjelaskan tujuan dari materi ini.

Tahap Inti (20 menit):

4. Guru BK memberikan materi tentang sikap sikap sosial

5. Melakukan diskusi.

Kegiatan Penutup (10 menit)

6. Melakukan refleksi.

7. Guru BK meminta siswa untuk menyimpulkan dari

kegiatan bimbingan “sikap sikap sosial ” yang telah dilaksanakan.

8. Guru BK memberikan kata-kata motivasi yang

(27)

yang disampaikan.

Evaluasi : 1. Apakah siswa terlihat semangat dan antusias dalam

melakukan klarifikasi dan diskusi yang dilakukan selama kegiatan dilakukan?

2. Apakah semua siswa telah memiliki perencanaan

pribadi sosial yang akan ditempuhnya.

3. Apakah siswa mampu merefleksi dan mengambil

hikmah dari kegiatan yang telah dilakukan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?

4. apakah siswa dapat menentukan sikap sikap sosial?

Tindak Lanjut : Melaksanakan konseling.

Lampiran : SIKAP-SIKAP SOSIAL

1. Sikap respek terhadap orang lain

Sikap respek terhadap orang lain adalah sikap menghormati atau menghardai orang. Sikap didasarkan kepada kesadaran bahwa setiap manusia memiliki harkat dan martabat yang sama dihadapan Tuhan.

Sikap saling menghormati antara sesama, merupakan syarat mutlak bagi terciptanya kehidupan bersama yang sejahtera, dan mengeratkan rasa persatuan dan kesatuan. Dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, sikap ini sangat penting dimiliki oleh sitiap warga, apalagi bila mengingat bahwa masyarakat kita terdiri dari multi (keragaman) etnis, ras, budaya, dan agama.

Apabila sikap ini tidak dimiliki oleh setiap warga, maka akan berkembang sikap saling melecehkan, merendahkan, baik perorangan maupun perorangan. Kondisi ini akan memicu sikap permusuhan, dan saling mencurigai antar satu sama lain, yang pada akhirnya akan memporakporandakan persatuan dan kesatuan bangsa.

(28)

respek ini.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, baik dilingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat pada umunya, sikap respek terhadap orang lain itu dapat diwujudkan dalam perilaku sebagai berikut.

a. menghormati agama yang dianut teman atau orang lain

b. menjalin persahabatan dengan orang lain, tanpa melihat perbedaan suku, ras, agama dan budaya c. menghargai keadaan orang lain sebagaimana

adanya

d. menghargai pendapat teman (orang lain) e. bertutur kata yang sopan

f. tidak mencomoohkan atau melecehkan orang lain

2. Kepedulian terhadap Kepentingan orang lain (sikap altruis/kesetiakawanan sosial)

Agama mengajarkan bahwa “orang yang baik itu adalah orang yang banyak memberikan manfaat kepada orang lain”. Dan “tangan yang diatas lebih baik dari pada tangan yang dibawah”.

Keterangan di atas menunjukan bahwa agama sangat memuliakan orang yang memiliki sifat pribadi (watak) yang dermawan, sosiawan, yang memiliki kepedulian untuk mensejahterakan orang lain yang sedang berda dalam keadaan terjepit.

Bagi yang beragama, termasuk kita, wajib hukumnya memiliki sikap ini. Dalam kehidupan atau pergaulan anda sebagai siswa, maka sikap ini seyogyanya terwujud dalam perilaku, seperti:

a. mau menengok teman yang sakit

b. membantu teman yang memerlukan pertolongan (dalam hal yang baik, bukan memddbantu teman yang berkelahi)

(29)

d. mau menyisihkan uang, pakaian, atau barang-barang tertentu untuk diberikan kepada fakir miskin, yatim piatu atau yang ditimpa musibah (seperti bencana alam)

3. partisipasi aktif dalam kegiatan sosial

masyarakat kita dengan sikap “gotong royong”. Sikap ini menggambarkan kepedulian sosial warga masyarakat untuk memmelihara kepentingan bersama, dan menghindarkan diri dari sikap egois – individualistis.

Anda sebagai warga masyarakat seyogianya juga sudah mampuh mengembangkan sikap tersebut, yaitu kepedulian untuk memelihara kepentingan bersama, atau ikut terlibat aktivitas kemasyarakatan. Dalam kehidupan sehari-hari, baik dilingkungan kampus atau masyarakat, anda sebagai remaja/pemuda seyogianya menampilkan perilaku sebagai berikut:

a. Memelihara kebersihan lingkungan, baik dirumah, sekolah, maupun di masyarakat. Contohnya: ikut terlibat dalam memelihara kebersihan rumah, kebersihan sekolah dan membuang sampah pada tempatnya.

b. Memelihara ketertiban dan keamanan lingkungan, baik di kampus maupun di masyarakat.

c. Memelihara kedisiplinan berlalu lintas.

d. Berpartisipasi aktif dalam acara, kegitan, atau kepanitiaan yang diadakan di kampus.

Berpartisipasi aktif dalam acara, kegiatan, atau kepanitiaan yang diadakan di lingkungan masyarakat

Sumber:

(30)

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (RPLBK)

Kompetensi : Kematangan Emosional

Sub kompetensi : Analisis pengaruh Emosi dan fisik sebagai substansi

penyalahgunaan

Indikator/ Tujuan

: 1. Siswa dapat mengenal emosi yang dimilikinya 2. Siswa dapat mengelola emosinya

Bidang Bimbingan : Pribadi Sosial

Topik : Ungkapkan Perasaanmu

Fungsi : Siswa dapat memahami dan mengelola emosinya

Sasaran : Siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung

Teknik : Ceramah, Diskusi dan Refleksi

Media yang digunakan

: Papan Tulis, kertas, balpoint dan Spidol

Waktu : 1 x 40 menit

Tempat : Kelas VII

Langkah kegiatan : Tahap Pembuka (5 menit):

1. Guru BK menanyakan kabar siswa

2. Guru BK memberikan ice breaking untuk menyemangati siswa.

3. Guru BK menanyakan siswa yang tidak hadir.

Tahap Peralihan (5 menit)

4. Guru BK menjelaskan maksud kegiatan yang akan

dilakukan pada kegiatan hari ini. Selain itu Guru BK juga menjelaskan tujuan dari materi ini.

Tahap Inti (10 menit):

5. Guru BK meminta siswa untuk menuliskan atau menggambarkan apapun yang mengungkapkan suasana hatinya saat itu

6. Siswa mulai mengungkapkan perasaan sesuai suasana hatinya

7. Guru BK meminta siswa menceritakan apa yang sedang atau telah ia gambar atau tuliskan

8. Jika siswa telah usai menggambar, Guru BK mengumpulkan seluruh tugas siswa.

Evaluasi (10 menit)

(31)

10. Apa yang Anda rasakan dan pikirkan ketika sedang menggambar itu?

11. Apa yang ingin Anda ubah dari gambar tersebut (tema, warna, bentuk dll)?

Kegiatan Penutup (10 menit)

12.Melakukan refleksi.

13.Guru BK meminta siswa untuk menyimpulkan dari

kegiatan bimbingan yang telah dilaksanakan.

14.Guru BK memberikan kata-kata motivasi yang

berhubungan dengan materi sebagai penutup materi yang disampaikan.

Evaluasi : 1. Apakah siswa terlihat semangat dan antusias dalam

melakukan klarifikasi dan diskusi yang dilakukan selama kegiatan dilakukan?

2. Apakah semua siswa telah memiliki perencanaan

pribadi-sosial yang akan ditempuhnya?

3. Apakah siswa mampu merefleksi dan mengambil

hikmah dari kegiatan yang telah dilakukan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?

4. Apakah siswa mengenal emosi mereka?

Tindak Lanjut : Melaksanakan konseling.

(32)

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (RPLBK)

Kompetensi : Pengembangan Pribadi dan Sosial

Sub kompetensi : Pemahaman, pemaknaan, serta persepsi mengenai landasan perilaku etis.

Indikator/ Tujuan

: 1. Memiliki wawasan untuk mengetahui perilaku etis dengan orang lain.

2. Memiliki pemahaman, pemaknaan serta persepsi mengenai perilaku perilaku etis dalam keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah dan perilaku etis dengan alam.

Bidang Bimbingan : Pribadi Sosial Topik : Yukk Sopan

Fungsi : Siswa mengenal berbagai hal yang harus dipahami dalam perilaku etis dengan lingkungan sosial

Sasaran : Siswa kelas X-9 SMA Negeri 9 Bandung Teknik : Game, Diskusi dan Refleksi

Media yang digunakan

: Kertas, pulpen, papan tulis dan spidol

Waktu : 1 x 50 menit Tempat : Kelas X-9

Langkah kegiatan : Tahap Pembuka (5 menit):

1. Guru BK memberi salam dan mengkondisikan siswa untuk antusias dan semangat dalam mengikuti kegiatan. 2. Guru BK mengecek kehadiran siswa.

Tahap Peralihan (5 menit)

3. Guru BK menjelaskan maksud kegiatan yang akan dilakukan pada kegiatan hari ini. Selain itu Guru BK juga menjelaskan tujuan dari materi ini.

Tahap Inti (30 menit):

4. Guru BK membagi siswa kedalam empat kelompok 5. Guru BK menugaskan kelompok pertama untuk

menuliskan perilaku-perilaku etis dalam keluarga. 6. Guru BK menugaskan kelompok kedua untuk

menuliskan perilaku-perilaku etis dalam lingkungan masyarakat.

(33)

8. Guru BK menugaskan kelompok keempat perilaku-perilaku etis dengan lingkungan alam.

9. Guru BK meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok ke seluruh siswa.

10.Siswa memberikan komentar tentang hasil diskusi dari kelompok lawan.

11.Melakukan diskusi.

Kegiatan Penutup (10 menit)

12.Melakukan refleksi.

13.Guru BK meminta siswa untuk menyimpulkan dari kegiatan bimbingan kelompok yang telah dilaksanakan. 14.Guru BK memberikan kata-kata motivasi yang

berhubungan dengan materi sebagai penutup materi yang disampaikan.

Evaluasi : 1. Apakah siswa terlihat semangat dan antusias dalam melakukan klarifikasi dan diskusi yang dilakukan selama kegiatan dilakukan?

2. Apakah semua siswa telah mengetahui mengenai perilaku-perilaku etis dalam keseharian?

3. Apakah siswa mampu merefleksi dan mengambil hikmah dari kegiatan yang telah dilakukan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari? 4. Apakah siswa dapat menentukan rencana untuk

berperilaku etis dalam kesehariannya?

Gambar

Gambar 4.1 Diagram Genre Tayangan Di Televisi
Gambar 4.2 Diagram Pemilihan Program Acara & Ketertarikan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi
Gambar 4.3 Diagram Indikator Pemilihan Program Acara Tayangan Kekerasan di Televisi
Gambar 4.5 Diagram Gambaran Per Aspek Perilaku Agresif
+7

Referensi

Dokumen terkait

“alasan saya menggu nakan konseling individu dengan teknik REBT, atas dasar berlandaskan pada latar belakang masalah yang dihadapi konseli yang menunjukkan

Menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 1 ayat (6), Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang

Samsung pada mahasiswa di kota Semarang dan faktor apa saja yang paling. dominan dipertimbangkan konsumen dalam keputusan pembelian

Pendidikan Jasmani pada hakikatnya adalah peroses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistic dalam kualitas individu, baik

Endorser: berperan serta dalam proses pengesahan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.. Inovator : menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi

Seluruh Staf Pengajar Program Studi Ilmu Administrasi Niaga/Bisnis yang telah memberikan ilmu dan masukan kepada penulis selama masa perkuliahan di Program Studi Ilmu

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan serta dilanjutkan dengan menganalisis data yang diperoleh, maka hasilnya adalah terdapat pengaruh positif dan signifikan

Proses penyaringan adalah proses pemisahan fraksi stearin yang telah mengkristal dan fraksi olein yang masih berwujud cair.tujuan proses ini adalah untuk