• Tidak ada hasil yang ditemukan

s fis 0808527 chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "s fis 0808527 chapter1"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SMP berdasarkan KTSP

(Depdiknas, 2006) adalah Bumi dan alam semesta atau yang lebih dikenal dengan

Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA). Menurut Barstow et al. (2002),

IPBA atau Earth and Space Sciences adalah integrasi dan sintesis dari fisika,

biologi, kimia, oseanografi, meteorologi, geofisika, geologi, astrofisika, dan sains

lainnya yang mempelajari kehidupan, Bumi, dan langit. Materi IPBA sangat

penting dipelajari karena berkaitan dengan fenomena alam yang sering dijumpai

dalam kehidupan sehari-hari. Terutama di Indonesia yang mempunyai geografis

yang unik dibandingkan negara-negara lain. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh

Wijaya (2009) bahwa Indonesia memiliki kekhasan letak geografis, akan relevan

jika Indonesia sungguh-sungguh mengetahui dan mengembangkan astronomi dan

ilmu kebumian. Namun kenyataannya materi IPBA sangat sedikit dipelajari di

sekolah. Sesuai dengan analisis yang telah dilakukan oleh Liliawati dan Ramalis

(2008) bahwa IPBA di SMP hanya mendapat porsi 5,56% dari jumlah

keseluruhan Standar Kompetensi (SK) yang diberikan pada pelajaran IPA dan

juga terintegrasi pada pelajaran IPS yang hanya mendapat porsi 5% dari jumlah

keseluruhan SK. Materi IPBA mendapatkan porsi yang sangat kecil dalam KTSP,

(2)

Studi pendahuluan yang telah dilakukan di salah satu SMP di kota

Bandung menunjukkan bahwa materi IPBA dipelajari pada kelas IX semester 2

sehingga materi IPBA tidak diajarkan secara mendalam karena guru lebih fokus

mengajar siswa untuk persiapan Ujian Nasional. Guru masih menggunakan

metode ceramah di depan kelas dan guru sulit menggunakan media pembelajaran.

Pembelajaran masih menekankan pada tingkat hafalan tanpa diikuti dengan

pemahaman yang bisa diterapkan siswa ketika berhadapan dengan situasi nyata

dalam kehidupan. Siswa mempelajari sains hanya sebagai produk. Sains sebagai

proses, sikap, dan aplikasi belum sepenuhnya tersentuh dalam pembelajaran.

Sebagian besar siswa tertarik dengan materi IPBA namun tidak diimbangi dengan

pengetahuan yang cukup mengenai materi IPBA, pemahaman siswa tentang

materi IPBA masih rendah. Ini dilihat dari soal diagnostik yang diberikan kepada

siswa kelas X yang baru saja memperoleh materi IPBA ketika siswa duduk di

kelas IX SMP.

Kondisi pembelajaran sains seperti ini menyebabkan literasi sains siswa

Indonesia rendah. Hal ini dilihat dari penilaian dalam PISA. PISA (Programme

for International Student Assessment) adalah studi literasi yang bertujuan untuk

meneliti secara berkala tentang kemampuan peserta didik usia 15 tahun dalam

membaca (reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan sains

(scientific literacy). Studi PISA dilakukan oleh OECD (Organisation for

Economic Co-operation & Development) untuk mengukur kemampuan peserta

didik pada akhir usia wajib belajar untuk mengetahui kesiapan peserta didik pada

(3)

menghadap tantangan yang ada di masyarakat. Hasil penilaian PISA yang

dilakukan sejak 2000 menunjukkan Indonesia memperoleh skor di bawah rata-rata

internasional yaitu 500. Skor rata-rata sains yang diperoleh peserta didik

Indonesia adalah 371 pada tahun 2000, 382 pada 2003, dan 393 pada 2006. Pada

tahun 2009, Indonesia menempati urutan ke 60 dari 65 negara pada kategori sains

dengan skor 383 dari skor tertinggi 575 yang diperoleh Cina. Hal ini menunjukkan

rendahnya kemampuan literasi sains siswa Indonesia dibandingkan dengan

negara-negara lain di dunia.

Peneliti juga mengujicobakan soal literasi sains yang disadur dari soal

PISA kepada siswa SMP, tempat di mana dilakukannya studi pendahuluan pada

salah satu kelas. Hasilnya menunjukkan bahwa literasi sains siswa rendah.

Rata-rata siswa hanya dapaat menjawab dua soal dari delapan soal literasi sains yang

diberikan. Selain itu beberapa siswa mendapatkan skor nol dan sebagian siswa

tidak menjawab pertanyaan tersebut.

Menurut Emiliannur (2011) literasi sains dianggap suatu hasil belajar

kunci dalam pendidikan pada usia 15 tahun bagi semua siswa, apakah

meneruskan mempelajari sains atau tidak setelah itu. Berpikir ilmiah merupakan

tuntutan warganegara, bukan hanya ilmuwan. Keinklusifan literasi sains sebagai

suatu kompetensi umum bagi kehidupan merefleksikan kecenderungan yang

berkembang pada pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan teknologis.

Rendahnya mutu hasil belajar sains peserta didik menunjukkan bahwa

proses pembelajaran sains di sekolah-sekolah Indonesia telah mengabaikan

(4)

pembenahan dan pembaharuan dengan segera dalam rangka meningkatkan

kualitas pembelajaran sains. Proses pembelajaran sains yang dilakukan di sekolah

menjadi faktor utama yang menentukan hasil belajar sains peserta didik

(Toharudin et al., 2011). Hasil wawancara terhadap beberapa guru fisika di SMP

dan SMA yang telah dilakukan oleh Liliawati (2011) bahwa guru menginginkan

adanya perbaikan terhadap pengajaran IPBA yaitu dengan adanya media

pembelajaran serta metode/model pembelajaran yang melibatkan siswa.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi maka dibutuhkan suatu metode

pembelajaran dengan media yang menunjang pembelajaran IPBA. Sesuai dengan

tujuan pembelajaran IPA dalam KTSP adalah melakukan inkuiri ilmiah untuk

menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta

berkomunikasi (Depdiknas, 2006). Oleh karena itu, salah satu upaya yang

dilakukan adalah penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Metode

inkuiri merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar

berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa

lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan

masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyudin (2010) bahwa

pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan minat dan

pemahaman siswa. Siswa membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya

dan menganalisis permasalahan dengan bimbingan oleh guru.

IPBA erat kaitannya dengan fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan

(5)

IPBA terkesan abstrak dan untuk mempelajarinya dibutuhkan suatu media untuk

memfasilitasi antara guru dengan materi yang akan dipelajari, salah satu media

yang sesuai adalah video. Menurut Subhan (2010) penayangan video

pembelajaran yang menarik dapat menyebabkan siswa termotivasi. Motivasi

tersebut dinamakan motivasi ekstrinsik. Motivasi ini bisa berubah menjadi

motivasi intrinsik yang menyebabkan siswa belajar sungguh-sungguh sehingga

menghasilkan nilai yang baik.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peniliti akan mengadakan

penelitian yang berjudul, “Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Berbantuan Media Video Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat

dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah literasi sains siswa SMP

meningkat setelah diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media

video?” Pertanyaan umum tersebut dirinci dalam pertanyaan-pertanyaan khusus

sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan aspek konten sains siswa setelah diterapkannya

pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media video?

2. Bagaimana peningkatan aspek proses sains siswa setelah diterapkannya

pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media video?

3. Bagaimana peningkatan aspek konteks aplikasi sains siswa setelah

(6)

4. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan

media video ini?

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti

membatasi masalah agar lebih fokus. Untuk mengukur peningkatan literasi sains

siswa digunakan tes literasi sains berupa soal pilihan ganda. Peningkatan literasi

sains siswa dilihat berdasarkan analisis gain ternormalisasi berdasarkan skor

pretest dan posttest yang dihitung menggunakan persamaan gain ternormalisasi

(Hake, 1998). Penilaian literasi sains mengacu pada PISA 2003 yang terdiri dari

tiga aspek yaitu aspek konten, proses, dan konteks aplikasi sains.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka kegiatan

penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peningkatan setiap aspek literasi sains

siswa setelah penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media video

dan mengetahui respon siswa setelah diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing

berbantuan media video.

E. Manfaat Penelitian

(7)

1. Bagi guru dan calon guru dapat menggunakan pembelajaran inkuiri

terbimbing berbantuan media video sebagai salah satu metode untuk

mengajarkan materi IPBA kepada siswa.

2. Bagi siswa dapat memberikan pengalaman yang lebih bermakna karena siswa

dilibatkan langsung dalam pembelajaran.

3. Bagi peneliti, memberikan informasi mengenai peningkatan literasi sains

siswa melalui penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media

video.

4. Bagi sekolah, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan informasi dan kajian

dalam pengembangan pembelajaran IPA khususnya materi IPBA.

F. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran inkuiri

terbimbing berbantuan media video dan variabel terikat dalam penelitian ini

adalah literasi sains siswa.

G. Definisi Operasional

1. Pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media video adalah

pembelajaran yang menekankan siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, di

mana guru menyediakan materi atau bahan dan permasalahan dan siswa

mencari tahu jawaban dari permasalahan tersebut. Tahapan pembelajaran

inkuiri terbimbing mengikuti tahapan yang diungkapkan oleh Gulo yaitu,

(8)

mengumpulkan data, analisis data dan membuat kesimpulan. Media video

akan diberikan pada tahap mengumpulkan data. Siswa akan menonton video

dan memperoleh data untuk menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Untuk

mengukur keterlaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media

video dilakukan observasi kegiatan guru dan siswa pada saat pembelajaran

berlangsung dengan menggunakan lembar observasi.

2. Literasi sains didefinisikan PISA sebagai kapasitas untuk menggunakan

pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan untuk

menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan

membantu membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi manusia

dengan alam. Literasi sains ini akan diukur menggunakan tes tulis dalam

bentuk pilihan ganda. Literasi sains menurut PISA 2003 dikembangkan

menjadi tiga aspek yaitu konten, proses, dan konteks aplikasi sains. Pada

aspek konten, yaitu pembelajaran ini membahas konsep Matahari sebagai

bintang dan Bumi sebagai salah satu planet. Pada aspek proses yaitu siswa

menganalisis dan memecahkan masalah. Permasalahan tersebut termuat dalam

Lembar Kerja Siswa (LKS). Pada aspek konteks, siswa menerapkan konsep

Referensi

Dokumen terkait

penelitian ini adalah “Bagaimana penguasaan konsep siswa topik penurunan titik beku larutan pada pembelajaran inkuiri terbimbing menggunakan media. laboratorium

dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa setelah diterapkan pendekatan metakognitif dalam. pembelajaran

“ Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Abduktif untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Penguasaan Konsep Siswa SMA pada Materi Dinamika ”... Dea

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI DINAMIKA GERAK MELINGKAR.. Universitas Pendidikan Indonesia

dapat melatihkan kemampuan berpikir ktiris dan penguasaan konsep siswa. Selanjutnya, selain adanya keterkaitan model inkuiri terbimbing dengan. berpikir kritis ataupun

siswa, profil karakter siswa, respon pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk. dan hasil peningkatan belajar siswa mengenai pembelajaran terpadu

aaaaa Respon siswa setelah diterapkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan keterampilan proses sains pada materi Hukum Newton tentang Gerak

melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dirumuskan dalam judul, “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa