• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Hukum Kedudukan Lembaga Mediasi Perbankan Dalam Pemberian Perlindungan Bagi Nasabah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Hukum Kedudukan Lembaga Mediasi Perbankan Dalam Pemberian Perlindungan Bagi Nasabah"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

BENTUK PELAKSANAAN PERLINDUNGAN NASABAH BANK DI

INDONESIA

A. Tinjauan Umum Bank

Apabila kita menulusuri sejarah dari terminologi “bank”, kita temukan

bahwa kata bank berasal dari bahasa Itali “banca”, yang berarti bence, yaitu suatu

bangku tempat duduk.45 Sebab, pada zaman pertengahan, pihak banker Itali yang

memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di

bangku-bangku di halaman pasar.46

Dalam perkembangan dewasa ini, isitilah bank di maksudkan sebagai

suatu jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup

beraneka ragam, seperti pinjaman, memberi pinjaman, mengedarkan mata uang,

mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat

penyimpanan untuk benda-benda berharga, dan membiayai usaha-usaha

perusahaan.47

Dalam suatu kamus, kata “bank” diartikan sebagai:48

1. Menerima deposito uang, custod, menerbitakan uang, untuk

memberikan pinjaman dan diskonto, memudahkan penukaran

fun-fundtertentu dengan cek, notes, dan lain-lain, dan juga bank

45

Fuady, Munir. Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek. Buku kesatu.(Bandung:PT Citra Aditya Bakti,1996.)

46

Ibid. 47

Abdurrahman,A. Ensiklopedia Ekonomi Kuangan Perdagangan. (Jakarta: Pradnya Paramita,1993.)

48

(2)

memperoleh keuntungan dengan meminjamkan uangnya dengan

memungut bunga.

2. Perusahaan yang melaksanakan bisnis bank tersebut.

3. Gedung atau kantor tempat dilakukanya transaksi bank atau tempat

beroperasinya perusahaan perbankan.

Menurut UUP49

Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut dengan hukum

perbankan (Banking Law). Hukum ini merupakan seperangkat kaidah hukum

dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan

lain-lain.

yang dimaksud dengan bank adalah “badan usaha yang

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya

kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam

rangka meninkatkan taraf hidup rakyat banyak.

50

Sumber hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai

lembaga, dan aspek kegiatanya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi

oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung

jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan

tidak boleh dilakukan oleh bank eksitensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan

dengan dunia perbankan tersebut.51

Adapun yang merupakan ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan

adalah sebagai berikut:52

49

Indonesia (Perbankan )Undang-Undang Tentang Perbankan.UU No. 7 Tahun 1992. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790.

50

Ibid.hal. 26 51

Ibid.

52

(3)

1. Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, kefektifan, kesehatan

bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan

lembaga perbankan, hubungan, hak, dan kewajiban bank;

2. Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi,

dan karyawan, maupum pihak terafilasi. Mengenai bentuk badan

hukum pengelola, seperti PT Persero, Perusahaan Daerah, koperasi

atau perseroan terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan, seperti

milik pemerintah, swasta, patungan dengan asing, atau bank asing.

3. Kaidah-kaidah perbankan yang khusus diperuntukan untuk

mengatur perlindungan kepentingan umum dari tindakan

perbankan, sperti pencegahan persaingan yang tidak sehat,

antitrust, perlindungan nasabah, dan lain-lain.

4. Yang menyangkut dengan struktur organisasi yang berhubungan

dengan bidnag perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter,

Bank Sentral, dan lain-lain.

5. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak

dicapai oleh bisnis bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi,

insentif, pengawasan, prudent banking, dan lain-lain.

Dalam praktik perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis

perbankan yang diatur dalam UUP. Jika kita melihat jenis perbankan sebelum

keluar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dengan sebelumnya, yaitu

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Bank Umum, maka terdapat

(4)

keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tidak

berbeda satu sama lain.53

a. Berdasarkan jenisnya:

Adapun jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari berbagai segi antara

lain:

1. Bank Sentral

2. Bank Umum

3. Bank Pembangunan

4. Bank Tabungan

5. Bank Sekunder (Bank Perkreditan Rakyat)

b. Berdasarkan kepemilikanya:

1. Bank milik Pemerintah

2. Bank milik Pemerintah Daerah

3. Bank milik Swasta Nasional

4. Bank milik Koperasi

5. Bank Asing/Campuran

c. Berdasarkan bentuk hukumanya:

1. Bank berbentuk hukum Khusus (dibentuk berdasarkan

Undang-Undang)

2. Bank berbentuk hukum Perusahaan Daerah

3. Bank berbentuk hukum Perusahaan Terbatas (PT)

4. Bank berbentuk hukum koperasi

53

(5)

d. Berdasarkan kegiatan usahanya:

1. Bank Devisa

2. Bank Bukan Devisa

B. Dasar Hukum Pengaturan Perbankan di Indonesia

Pembicaraan menyangkut sumber hukum mengenai bidang hukum

perbankan Indonesia maksudnya menyangkut sumber hukum, baik dalam arti

formal maupun sumber hukum materil.54 Sumber hukum dalam arti materiil

adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri yang terdiri atas

jenis-jenisnya sehingga bergantung dari sudut mana dilakukan peninjauannya,

apakah dari sudut pandang ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan sebagainya.55

Seorang ahli perbankan umpamanya akan cenderung menyatakan bahwa

kebutuhan-kebutuhan terhadap lembaga perbankan dalam suatu masyarakat itulah

yang menimbulkan isi hukum yang bersangkutan.56

Bagi kalangan di bidang hukum, hal yang terpenting dalam pelaksanaan

kehidupan hukum adalah sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam

arti materiil baru diperhatikan jika dianggap perlu untuk diketahui asal-usul

kaidah hukum tersebut.57

Sumber hukum formal dalam hukum perbankan Indonesia tidak hanya

terbatas pada sumber hukum tertulis, dimungkinkan adanya sumber hukum yang

tidak tertulis. Berbicara tentang sumber hukum formal di Indonesia maka kita

54

Muhamad Djumhana, Sumber Hukum Perbankan Indonesia,Buku Kelima. (Bandung PT Citra Aditya Bakti,2006) Hal 5.

(6)

akan selalu menempatkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber

utama. 58Kita selanjutnya bias mengurut sumber hukum formal mengenai bidang

perbankan tersebut, yaitu sebagai berikut:59

1. Undang-Undang Dasar 1945 beserta amandemennya.

2. Undang-Undang Pokok di Bidang Perbankan dan Undang-Undang

pendukung sector ekonomi dan sector lainnya yang terkait, sperti:

1) Peraturan pokok, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun1992 tentang

Pebankan beserta perubahanya, yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia beserta

perubahannya, yaitu Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

2) Peraturan pendukung, yaitu baik Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang maupun Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana serta Undang-Undang lainnya yang berkaitan dan banyak

hubunganya dengan kegiatan perbankan, misalnya:

1. Undang-Undang yang mengatur badan usaha atau lembaga yang

berkaitan dengan perbankan, seperti Undang-Undang Nomor 49 Tahun

58

Ibid.

59

(7)

1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara; Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah; Undang-Undang Nomor 25

Tahun1992 tentang Perkoperasian; Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1995 tentang Perseroan Terbatas; Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2003 tentang Badan Usaha Milik Negara; serta Undang-Undang Nomor

37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang.

2. Undang-Undang pengesahan yang berkaitan dengan perjanjian

internasional, baik di bidang perbankan maupun bidang ekonomi, seperti

Undnag-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement

Establishing Trade Organization.

3. Undang-Undang yang mengatur kegiatan ekonomi lainya, seperti

Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem

Nilai Tukar; Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang beserta perubahannya, yaitu Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2003; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang

Surat Utang Negara.

4. Undang yang berkaitan dengan jaminan, seperti

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah

Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah dan Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

(8)

3) Peraturan Pemerintah

a. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Perbankan seperti ;

1. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1998 tentang Program

Rekapitulasi Bank Umum.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1999 Tentang Ketentuan dan Tata

Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor

Perwakilan dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang PencabutanIzin

Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi,

dan Akuisisi Bank.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pembeli Saham Bank

Umum.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1999 tentang Pencabutan

Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 73 Tahun 1998, Peraturan Pemerintah Nomor 71

Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat, dan Peraturan Pemerintah

Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 tentang

Modal Awal Lembaga Penjamin Simpanan.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2005 tentang Penjaminan

(9)

9. Dan peraturan pemerintah lainnya.

b. Peraturan pemerintah pelaksanaan dari undnag-undang yang berkaitan

dengan kegiatan perbankan termasud dalam angka 5 di atas, seperti;

1. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan

atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank

Indonesia.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan

Perseroan (Persero) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan,

Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terabatas.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2005 tentang Penghitungan Jumlah

Hak Suara Kreditur.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal

Lembaga Penjamin Simpanan.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.

7. Dan peraturan pemerintah lainnya.

4)Peraturan Presiden (Perpres)60

a. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1972 tentang Penerimaan Kredit

Luar Negeri.

, misalnya:

60

(10)

b. Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1984 tentang Penertiban Sertifikat

Bank Indonesia.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Pengakhiran

Jaminan Pemerintah terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan

Rakyat.

d. Dan peraturan presiden lainnya.

5) Keputusan Menteri Keuangan.

6) Peraturan Bank Indonesia.

7) Peraturan lainnya yang dikeluarkan oleh institusi pemerintah yang tidak

lansung mengurus perbankan, tetapi peraturanya memuat ketentuan yang

erat dengan kegiatan perbankan atau secara lansung mengatur kegiatan

perbankan, misalnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur

Perbankan Milik Pemerintah Daerah dan Keputusan Ketua Badan Pengawas

Pasar Modal, contoh peraturan tentang Persetujuan Bank Umum sebagai

Kustodian.

Urutan sumber hukum di atas tidak menunjukkan seluruhnya pada

hierarkiperundang-undangan yang sebenarnya, tetapi untuk memudahkan

pengurutannya semata.61

Tentang berlakunya perundang-undangan, maka kita kenal adanya

beberapa asas. Asas-asas itu bermaksud agar perundangan-undangan mempunyai

61

(11)

akibat yang positif apabila benar-benar dijadikan penganggan dalam

penerapannya. Beberapa asas yang lazim dikenal adalah sebagai berikut:62

1. Undang-undang tidak berlaku surut;

2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai

kedudukan yang lebih tinggi pula. Hal ini mempunyai akibat sebagai

berikut:

a. Peraturan yang lebih tinggi tidak dapat diubah atau dihapuskan

oleh pertauran yang lebih rendah, tetapi proses sebaliknya

mungkin.

b. Hal-hal yang wajib diatur oleh peraturan yang lebih tinggi tidak

mungkin diatur oleh peraturan yang lebih rendah, sedangkan

sebaliknya mungkin.

c. Isi peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan isi

peraturan yang lebih tingi, keadaan sebalinya mungkin terjadi,dan

kalau hal itu terjadi, peraturan yang lebih rendah menjadi batal.

d. Peraturan yang lebih rendah dapat merupakan peraturan

pelaksanaan dari peraturan yang lebih tinggi dan kondisi

sebaliknya tidak dapat.

3. Undang-undang yang bersifat khusus mengensampingkan undang-undang

yang bersifat umum jika pembuatnya sama;

4. Undang-undang yang berlaku belakangnya membatalkan undang-undang

yang berlaku terdahulu. Artinya, bahwa undang-undang lain yang lebih

62

(12)

dahulu beralku, yang mengatur suatu hal tertentu, tidak berlaku lagi jika

undang-undang baru (yang beralku belakangan) mengatur pula hal tertentu

tersebut, tetapi makna dan tujuannya berlainan atau berlawanan dengan

undang-undang lama tersebut;

5. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat;

6. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin mencapai

kesejahteraan spiritual dan materiil, baik bagi masyarakat maupun

pribadi.63

C. Tinjauan Umum Perlindungan Nasabah

Perbankan merupakan salah satu sumber dana diantaranya dalam bentuk

perkreditan bagi masyarakat, perorangan, atau badan usaha untuk memenuhi

kebutuhan konsumsinya atau untuk meningkatkan produksinya.64Kebutuhan yang

menyangkut kebutuhan positif misalnya untuk meningkatkan dan memperluas

kegiatan usahanya.65

Kepentingan yang bersifat konsumtif misalnya untuk membeli rumah

sehingga masyarakat dapat memanfaatkan pendanaan dari bank yang dikenal

dengan Kredit Pembelian Rumah (KPR).66

Sedangkan kebutuhan yang bersifat

(13)

dagangannya, atau usaha lain apapun, contohnya membeli mesin-mesin pabrik,

membangun pabrik dan lain-lain.67

Perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial

intermediary institution) memegang peranan penting dalam proses pembangunan

nasional.68 Kegiatan usaha utama bank berupa menarik dana langsung dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau pembiayaan membuatnya sarat akan

pengaturan baik melalui peraturan perundang-undangan di bidang perbankan

sendiri maupun perundang-undangan lain yang terkait seperti UUPK.69 (Antara

lain dengan adanya perjanjian kredit atau pembiayaan bank yang merupakan

perjanjian standar (standard contract).70

Adapun ratio diundangkannya UUPK adalah dalam rangka

menyeimbangkan daya tawar konsumen terhadap perilaku usaha dan mendorong

pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan

kegiatannya.71UUPK mengacu pada filosofi pembangunan nasional, yakni bahwa

pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum memberikan perlindungan

terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia

seutuhnya berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia, yaitu dasar

negara Pancasila dan Konstitusi negara UUD 1945.72

(14)

Konsumen jasa perbankan dikenal dengan sebutan nasabah.Nasabah dalam

kontek UUP dibedakan menjadi dua macam, yaitu nasabah penyimpan dan

nasabah debitur.Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya

di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang

bersangkutan.73 Dalam praktik perbankan nasabah dibedakan menjadi tiga yaitu

:pertama, nasabah deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu

bank, misalnya dalam bentuk giro, tabungan dan deposito.74Kedua, nasabah yang

memanfaatkan fasilitas kredit atau pembiayaan perbankan, misalnya kredit

kepemilikan rumah, pembiayaan murabahah, dan sebagainya.75Ketiga, nasabah

yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank (walk in customer),

misalnya transaksi antara importir sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri

dengan menggunakan fasilitas letter of credit (L/C).76

73

Ibid.

74

Ibid.

75

Ibid.

76

(15)

Menarik dari kacamata hukum perbankan mengenai penyelesaian bank

bermasalah.77 Mekanisme exit policy tidak melalui proses pencabutan ijin usaha

terlebih dahulu tetapi diserahkan Bank Indonesia kepada Badan Penyehatan

Perbankan Nasional (BPPN) untuk disehatkan.78Apabila penyehatan mengalami

kegagalan, BPPN membekukan kegiatan usaha bank tersebut, membayar

kewajiban bak dan mengambil alih aset bank.79Setelah semua Hak dan Kewajiban

diselesaikan barulah dilakukan pencabutan ijin usaha dan likuidasi. Sedangkan

mekanisme exit yang dilakukan untuk Bank bermasalah mengikuti ketentuan

likuidasi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor25 Tahun 1999 tetang Pencabutan

Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank80. Menurut Peraturan Pemerintah ini

bank sudah tidak dapat diselamatkan dicabut ijin usahanya dan kemudian

memerintahkan direksi mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

untuk membentuk Tim Likuidasi dan membubarkan badan hukum bank paling

lambat 60 hari sejak pencabutan ijin usaha.81Tim Likuidasi bertanggung jawab

melakukan pengurusan seluruh harta kekayaan bank. Selanjutnya hasil pencarian

digunakan membayar kewajiban bank kepada kreditur dengan urutan : gaji

pegawai terutang; biaya perkara dipengadilan; biaya lelang yang terutang; pajak

terutang berupa pajak bank dan pajak yang dipungut bank dan biaya kantor.82

Repunlik Indoneisa,Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1999 tentang tetang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank.

81

Ibid. 82

(16)

Apabila masih ada dana tersisa barulah dilakukan pembayaran kepada nasabah

penyimpan dana. Kelemahan aturan perlindungan nasabah penyimpanan dan

tersebut, pada waktu itu sesungguhnya dapat ditutupi oleh Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, yang kini tidak berlaku lagi. Karena

dalam undang-undang kita diberi kemungkinan untuk membentuk semacam

lembaga penyangga dana untuk kepentingan nasabah menyimpan dana bila suatu

bank terlikudasi. Kita dapat membacanya pada penjelasan Pasal 30

Undang-Undang tersebut yang menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan perbankan,

maka jika keadaannya telah memungkinkan, untuk lebih menjamin uang pihak

ketiga yang dipercayakan kepada bank-bank, dapat diadakan suatu asuransi

deposito dengan tujuan menjamin kepercayaan masyarakat terhadap

masyarakat.UUP, mewajibkan kepada setiap bank yang bersangkutan membentuk

lembaga penjamin simpanan. Melalui ketentuan dalam Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan (“UU LPS”) pada Pasal 8

mewajibkan seluruh bank yang melakukan usaha diwilayah Republik Indonesia

menjadi anggota Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).83

83

(17)

Membicarakan perlindungan hukum terhadap nasabah kita tidak dapat

memisahkan diri dengan UUPK84, karena pada dasarnya UU inilah yang dijadikan

bagi perlindungan konsumen termasuk halnya nasabah secara umum.UUPK

bukan tidak ada membicarakan tentang nasabahnya di dalamnya, tetapi karena

UUPK hanya bersifat memberitahukan kepada nasabah semata tidak memberikan

akibat kepada perbankan itu sendiri sehingga dirasakan kurang memberikan

perlindungan kepada nasabahnya.85Tetapi secara administrasi UUPK memberikan

perlindungan kepada nasabahnya. Tetapi secara administrasi UUPK memberikan

konsekuensi diambilnya tindakan oleh BI terhadap bank menyalahi ketentuan

UUPK sedangkan nasabah tidak diberikan kesempatan melakukan aksi dari

ketentuan UUPK. Aksi tersebut hanya dapat dilakukan dengan dasar

UUPK.86Perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen mempunyai hak

untuk melakukan pengaduan nasabah, serta menggunakan forum mediasi

perbankan untuk mendapatkan penyelesaian sengketa di bidang perbankan secara

sederhana, murah, cepat. Apabila hak dan kewajiban bank terlikuidasi sudah

sejalan dengan UUPK maka akan dapat menjalankan aktivitas perbankan di dalam

bank tersebut.87

Diantaranya adalah hak mendapatkan keamanan, hak untuk

memilih produk, hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan akurat dan hak

untuk diperlakukan secara benar dan jujur.Dan kewajibannya adalah mengikuti

petunjuk informasi dan prosedur yang dijalankan bank tersebut.Di dalam UUPK

(18)

yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada

konsumen”.88 Dalam ayat (2) pasal yang sama dinyatakan “konsumen adalah

setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik

bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain

dan tidak untuk diperdagangkan”. Terbitnya istilah perlindungan konsumen ini

adalah disebabkan adanya aktivitas-aktivitas perekonomian. 89 Kesenjangan

ekonomi merugikan berbagai pihak yang terlibat dalam aktivitas ekonomi.

Masyarakat Indonesialah yang tidak lain sebagai konsumen yang paling

dirugikan. Hendaknya diluruskan anggapan keliru yang menyatakan bahwa para

pelaku ekonomi hanyalah terdiri dari pemerintah.90

Terminologi ”konsumen” terlanjur dikenal masyarakat sebagai antonim

dari ”produsen”. Istilah konsumen juga dipakai luas sebagai sebutan untuk semua

subjek yang berhadapan dengan pelaku usaha, termasuk pelaku usaha dalam

sektor perbankan.Sejak era Pemerintahan Presiden B.J. Habibie, Indonesia telah

memiliki UUPK.Kelahiran undang-undang ini cukup fenomenal karena dibidani

oleh DPR melalui hak inisiatifnya; sesuatu yang sangat langka pada era Orde

Baru.Undang-undang hasil hak inisiatif DPR ini baru diberlakukan satu tahun

sejak diundangkan, yakni pada tanggal 20 April 2000.91

Dalam ilmu hukum dikenal satu asas penting bahwa undang-undang

khusus dapat mengenyampingkan undang-undang umum (lex specialis derogat

(19)

legi generali). Jadi, sebenarnya Undang-Undang Perbankan atau Undang-Undang

Lembaga Penjamin Simpanan dapat saja mencantumkan secara eksplisit aturan

yang mengecualikan keberlakukan UUPK untuk jenis-jenis simpanan yang tidak

terkait dengan kepentingan konsumen akhir. 92

Akan tetapi upaya demikian sangat menguras energi mengingat perubahan

atas suatu undang-undang bukan pekerjaan mudah di negeri ini.Solusi yang lebih

baik adalah dengan menerbitkan suatu klausula dalam perjanjian-perjanjian

standar di lingkungan perbankan, yang di dalamnya dinyatakan bahwa nasabah

penyimpan adalah konsumen sepanjang yang bersangkutan merupakan konsumen

pemakai akhir jasa perbankan menurut ketentuan UUPK.93

Pernyataan dalam klausula ini tidak dimaksudkan agar bank atau LPS

mengelak dari tanggung jawabnya melindungi nasabah penyimpan, tetapi lebih

untuk meluruskan kriteria konsumen yang terlanjur dipahami secara salah kaprah

dalam masyarakat, termasuk di lingkungan aparat penegak hukum sendiri.94

92

Ibid. 93

Ibid.

94

(20)

Dengan kata lain, penyedia jasa sektor perbankan dan LPS harus tetap

menghormati hak-hak konsumennya, dan UUPK pun tetap dapat menyentuh

sektor perbankan, tetapi tidak semua nasabah penyimpan layak menyebut dirinya

sebagai konsumen akhir yang tunduk pada UUPK.95Perlindungan hukum bagi

nasabah selaku konsumen di bidang perbankan menjadi urgent, karena secara

faktual kedudukan antara para pihak seringkali tak seimbang.96 Perjanjian kredit

atau pembiayaan dan perjanjian pembukaan rekening bank yang seharusnya

dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak karena alasan efisiensi diubah menjadi

perjanjian yang sudah dibuat oleh pihak yang mempunyai posisi tawar dalam hal

ini adalah pihak bank. Nasabah tidak mempunyai pilihan lain, kecuali menerima

atau menolak perjanjian yang disodorkan oleh pihak bank.97Jika memperhatikan

penjelasan pasal 18 ayat (1) UUPK dapat diketahui bahwa yang mendasari

pembuat Undang-undang adalah upaya pemberdayaan konsumen dari kedudukan

sebagai pihak yang lemah di dalam kontrak dengan pelaku usaha.98Pasal 18 ayat

(1) huruf g UUPK juga sebagai upaya yang bertujuan untuk mengarahkan

kegiatan perbankan secara lebih professional dalam manajemen usaha (memenuhi

fungsi hukum sebagai a tool of social engineering) sehingga lebih mampu

bersaing terutama menghadapi jasa perbankan asing di era globalisasi yang

dengan sendirinya juga untuk kepentiugan pemerintah dalam pembangunan secara

berencana. 99

(21)

Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki

kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana membawa

konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku

usaha dengan nasabah sebagai kousumen pengguna jasa perbankan.100Pada satu

sisi, UUPK tersebut diberlakukan pada saat Bank Indonesia sedang berupaya

keras untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada sistem perbankan, termasuk

didalamnya rekapitalisasi perbankan dan penyempurnaan berbagai ketentuan yang

menyangkut aspek kehati-hatian.Sementara itu pada sisi lainnya Bank Indonesia

sejak awal tahun 2002 mulai menyusun cetak biru sistem perbankan nasional yang

salah satu aspek didalamnya tercakup upaya untuk melindungi dan

memberdayakan nasabah.101

Kehadiran hukum dalam masyarakat di antarannya adalah untuk

mengintegrasikan dan mengoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bias

bertentangan satu sama lain. Berkaitan dengan itu, hukum harus mampu

mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat ditekan

sekecil-kecilnya.

D.Aspek Perlindungan Hukum Nasabah Bank

102

100

Ibid.

101

Siamat, Dahlan, Manajemen Bank Umum. :(Jakarta , Intermedia..1993). 102

Ibid.

Pengorganisasian kepentingan-kepentingan itu dilakukan

dengan membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut. Memang,

(22)

kepentingan-kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan-kepentingan

lain pihak.103

Menurut Prof.Dr.Satjipto, SH., bahwa hukum melindungi kepentingan

seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk

bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini

dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya.

Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut sebagai hak, melainkan hanya

kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum kepada seseorang.104

Bahwa antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang erat. Yang satu

mencerminkan adanya yanglain. Misalnya, kita mengatakan bahwa Bank X

mempunyai kewajiban untuk melakukan sesuatu, apabila perbuatan Bank X

ditujukan kepada seorang tertentu, yaitu si Badu sebagai nasabahnya. Dengan

melakukan bungansuatu perbuatan yang ditujukan kepada si Badu itu, maka Bank

X menjalankan kewajibannya.105

Hak ternyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan

kepentingan, melainkan juga kehendak. Misalnya, apabila X memiliki tabungan di

sebuah bank, maka hukum memberikan hak kepada X saja, melainkan juga

terhadap kehendak saya mengenai tabungan itu. X biasa melakukan penarikan

atau memberi kuasa kepada orang lain untuk melakukan penarikan dana dari

tabungan tersebut juga merupakan hak saya. Oleh karena itu, menurut hukum

103

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional, (Bandung,PT. Citra Adytia ,2000) hal 21 104

Ibid.

105

(23)

bukan hanya kepentingan X saja yang memperoleh perlindungan, tetapi juga

kehendak X.106

Hubungan hukum antara nasabah penyimpanan dan bank didasarkan atas

suatu perjanjian. Untuk itu tentu adalah sesuatu yang wajar apabila kepentingan

dari nasabah yang bersangkutan memperoleh perlindungan hukum, sebagaimana

perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada bank. Tidak dapat disangkal

bahwa memang telah ada politicalwill dari pemerintah untuk melindungi

kepentingan nasabah bank, terutama nasabah penyimpanan dana. Ini dibuktikan

dengan dikeluarkannya UUPK, selain yang diatur dalam Undang-Undang No.7

Tahun 1992 jo UU No 10 tahun 1998107

Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah ini, Marulak

Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai

perlindungan terhadap nasabah penyimpanan dana, dapat dilakukan melalui 2

cara, yaitu:108

a. Perlindungan secara implisit (Implicit deposit protection), yaitu

perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang

efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank.

Perlindungan ini yang diperoleh melalui: (1) peraturan

perundang-undangan di bidang perbankan, (2) perlindungan yang dihasilkan oleh

pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank

(24)

Indonesia, (3) upaya menjaga kelansungan usaha bank sebagai sebuah

lembaga pada khusunya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada

umunya, (4) memelihara tingkat kesehatan bank, (5) melakukan usaha

sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian kredit yang tidak

merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan (7) menyediakan informasi

resiko pada nasabah.

b. Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu

perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin

simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan,

lembaga tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan

lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam

Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap

Kewajiban Bank Umum.

Selanjutnya, dalam membahas mengenai perlindungan hukum bagi nasabah

penyimpanan dana ini, bahwa hakikat dari perlindungan hukum tersebut adalah

melindungi kepentingan dari nasabah penyimpanan dan simpanannya yang

disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu resiko kerugian. Perlindungan

hukum ini juga merupakan upaya untuk mempertahankan dan memelihara

kepercayaan masyarakat khususnya nasabah, maka sudah sepatutnya dunia

perbankan perlu memberikan perlindungan hukum itu.109

109

(25)

Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpanan dana,

membaginya dalam 2 macam, yaitu perlindungan hukum secara tidak lansung dan

perlindungan hukum secara langsung.110

Perlindungan secara tidak lansung oleh dunia perbankan terhadap

kepetingan nasabah penyimpnan dana adalah suatu perlindungan hukum yang

diberikan kepada nasabah penyimpanan dana terhadap segala resiko kerugian

yang timbul dari suatu kebijakan oleh bank. Hal ini adalah suatu upaya dan

tindakan pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang bersangkutan dengan

melalui hal-hal yang dikemukakan berikut ini.111

Menurut ketentuan Pasal 2 UUP dikemukakan, bahwa Perbankan

Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan kehati-hatian. Dari ketentuan ini

, menunjukan bahwa prinsip kehati-kehatian adalah salah satu asas terpenting

yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan

usahanya.112

Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu

berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu

konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-perundangan di bidang

perbankan berdasarkan profesionalisme dan iktikad baik.113

110

Ibid.

111

Sutan Remy Sjahdeini, Beberapa Pokok Pikiran Mengenai Reformasi Hukum perbankan Indonesia, makalah disajikan sebagai Bahan Kuliah Umum pada Universitas Diponegoro Semarang pada tanggal 10 April 1997.

112

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, op.cit.hal 54. 113

(26)

Berkaitan dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Pasal 2 di atas, kita dapat menemukan pasal lain di dalam UUP yang

mempertegaskan kembali mengenai pentingnya prinsip kehatian-hatian itu

diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank, yakni dalam Pasal 29 ayat (2).

Pasal 29 ayat (2) mengemukakan bawa:

“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan

kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas,

solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan

wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (2) di atas, maka pihak bank untuk

harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya

dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Ini mengandung arti, bahwa

segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan

kegiatan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum.

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 29 ayat (3) terkandung arti perlunya

diterapkan prinsip kehati-haian dalam ranglka penyaluran kredit atau pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah kepada nasabah debitur. Selengkapnya ketentuan

tersebut mengemukakan bahwa:

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah

dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara

yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mepercayakan

(27)

Ketentuan Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3) diatas berhubungan erat dengan

ketentuan Pasal 29 ayat (4), karena bertujuan untuk melindungi kepentingan

nasabah penyimpanan dan simpanannya. Adapun ketentuan tersebut menyatakan

bahwa:

Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai

kemungkinan terjadinya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi

dengan nasabah yang dilakukan melalui bank.

Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dan bank terdiri dari 2 (dua)

bentuk, yaitu hubungan kontraktual dan hubungan non kontraktual. Untuk itu

akan ditinjau satu per satu.

1. Hubungan Kontraktual

Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dan nasabah adalah

hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hamper terhadap semua nasabah

baik nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah

nondebitur-nondeposa.

Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan suatu

kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemerbi dana) dan pihak

debitur (peminjam dana).

Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank dan nasabah

debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUH Perdata tentang kontrak (buku

ketiga). Sebab, menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan Undang-Undang bagi

(28)

Namun demikian, selain dari ketentuan umum mengenai kontrak, berlaku untuk

semua jenis kontrak, sebagian sarjana berpendapat bahwa perjanjian kredit bank

diatur juga oleh ketentuan khusus mengenai “pinjam pakai habis”

(Verbruiklening) vide Pasal 1754 sampai dengan pasal 1769 KUHPerdata.114

Berbeda dengan nasabah debitur,maka untuk nasabah deposan atau

nasabah nondebitur-nondeposan, tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur

untuk kontrak jenis ini dalam KUH Perdata.115Dengan demikian kontrak-kontrak

untuk nasabah seperti itu hanya tunduk pada ketentuan-ketentuan umum KUH

Perdata mengenai kontrak. Di samping itu berbeda dengan kontrak untuk nasabah

debitur, in casu kontrak kredit yang sering kali diatur cukup komprehensif, maka

untuk kontrak, antara bank dan nasabah deposan atau nasabah

nondeposan-nondebitur, lazimnya hanya diatur dalam bentuk kontrak yang sangat simple, itu

pun sama seperti untuk kontrak kredit, diberitahukan kontrak dalam bentuk

kontrak standar (kontrak baku), yang biasanya terdapat ketentuan-ketentuan yang

berat sebelah, di mana pihak bank sering kali lebih diuntungkan.116

114

Ibid.

115

Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,(Jakarta, Kencana Prenada Medai Group,2006).

116

Ibid. hal 1001

Akan tetapi, sungguhpun dianut prinsip bahwa hubungan nasabah

penyimpanan dana dengan bank adalah hubungan kontraktual, dalam hal ini

hubungan kreditur-debitur, di mana pihak bank berfungsi sebagai debitur,

sedangkan pihak nasabah berfungsi sebagai kreditur, prinsip hubungan seperti ini

(29)

Karena itu, sebenarnya ada 3 (tiga) tingkatan dari pemberlakuan hubungan

kontraktual pada hubungan antara nasabah penyimpanan dana dan pihak bank,

yaitu sebagai berikut:117

a. Sebagai hubungan debitur (bank) dan kreditu (nasabah) ;

b. Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih lusa dari hanya sekedar

hubungan debitur-kreditur;

c. Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang tersirat.

Misalnya, jika pihak nasabah dapat kapan saja menutup dan mengaktifkan

hubungan dengan bank nahkan tanpa pemberitahuan sama sekali dan tanpa

sepeengetahuan bank seperti penarikan uang seluruhnya lewat mesin ATM, tetapi

pihak bank tidak dapat begitu saja memutuskan hubungan kontrak dengan

nasabahnya. Beberapa kasus di Inggris, seperti kasus Prosperity Ltd. V Lloyds

Bank Ltd/ (tahun 1923), kasus Joaschimson v. Swiss Bank Co. (1901) (Chorley,

Lord 1973,239) menunjukan bahwa sungguhpun pihak nasabah penyimpan dana

dapat kapan saja memutuskan hubungan dengan banknya, tetapi pihak bank tidak

dapat begitu saja memutuskan hubungan dengan pihak nasabah tanpa suatu

pemberitahuan (notice) kepada pihak nasabah dengan jangka waktu yang

reasonable.118

Karena pada prinsipnya hubungan antara nasabah penyimpanan dana dan bank

adalah hubungan kontraktual tersebut (hubungan kreditur-debitur), tidak

117

Setijoprojo, Bambang. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank. Jakarta; Kerja Sama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Republik Indoneisa 1994. 118

(30)

mengherankan jika dalam pratek, dan sering kali pihak nasabah, terutama nasabah

penyimpanan dana tidak mendapat perlindungan yang sewajarnya oleh sektor

hukum.

Selain dari hubungan kontraktual seperti yang telah disebutkan di atas maka

berikut ini akan kita lihat apakah ada hubungan hukum yang lain anatar pihak

bank dan nasabah, terutama antara nasabah deposan dan nasabah

nondeposan-nondebitur.

Ada 6 (enam) jenis hubungan hukum anatara bank dan nasabah selain dari

hubungan kontraktual sebagaimana disebutkan diatas, yaitu;119

a. Hubungan Fidusia (Fiduciary Relation),

b. Hubungan Konfidensial,

c. Hubungan Bailor-Bailee,

d. Hubungan Mortgagor-Mortgagee,

e. Hubungan Principal-Agent, dan

f. Hubungan Trustee-Beneeficary.

Kewajiban bank untuk menyimpan rahasia bank, yang sebenarnya hal

tersebut tidak pernah diperjanjikan sama sekali, juga mengindifikasikan bahwa

hubungan antara nasabah dan bank tidak sekedar hubungan kontraktual

semata-mata. Dalam hal ini ada semacam “amanah” yang diemban oleh pihak perbankan

untuk kepentingan nasabahnya. Di Negara-negara yang menganut doktrin Implied

Contract seperti di kebanyakan Negara Common Law, maka umumnya dianggap

119

(31)

duty of nondisclosure terhadap hal-hal yang termasuk nasabah bank tersebut

bersumber dari kontrak semua (Implied contract) antara bank dan nasabahnya.120

Beberapa mekanisme yang dipergunakan dalam rangka perlindungan

nasabah bank adalah sebagai berikut :121

1. Pembuatan Peraturan Baru

Lewat pembuatan peraturan baru di bidang perbankan atau revisi peraturan

yang sudah ada merupakan salah satu cara memberikan perlindungan

kepadanasabah suatu bank. Banyak peraturan yang secara lansung maupun tidak

lansung yang bertujuan melindungi nasabah. Akan tetapi, lebih banyak lagi

diperlukan seperti itu dari apa yang terdapat dewasa ini.

2. Pelaksanaan Peraturan yang ada

Salah satu cara lain untuk memberikan perlindungan kepada nasabah adalah

dengan melaksanakan peraturan yang ada dibidang perbankan secara lebih ketat

oleh pihak otoritas moneter, khususnya peraturan yang bertujuan melindungi

nasabah sehingga dapat dijamin law enforcement yang baik. Peraturan Perbankan

tersebut harus di tegakkan secara objektif tanapa melihat siapa direktur, komisaris,

atau pemegang saham dari bank yang bersangkutan.

3. Perlindungan Nasabah Deposan Lewat Lembaga Asuransi

Deposito

120

Setiawan.Bank dan Nasabah anatara Hukum dan Kepercayaan”.Dalam Majalah varia PeradilanNo.71 Desember 1992, Jakarta 1992.

121

(32)

Perlindungan nasabah khusunya nasabah deposan melalui lembaga asuransi

deposito yang adil dan predictable ternyata dapat juga membawa hasil yang

positif.

4. Memperketat Perizinan Bank

Memperketat pemberian izin untuk suatu pendirian bank baru adlah salah

satu cara agar bank tersebut kuat dan qualified sehingga dapat memberikan

keamanan bagi nasabahnya. Undang-Undang Perbankan menetapkan persyaratan

yang harus dipenuhi apabila suatu bank akan didirikan berupa persyaratan dalam

hal-hal sebagai berikut:

a. Susunan organisasi;

b. Permodalan

c. Kepemilikan

d. Keahlian di bidang perbankan; dan

e. Kelayakan recana kerja.

5. Memperketat Pengaturan di Bidang Kegiatan Bank

Ketentuan-ketentuan yang menyangkut kegiatan bank banyak juga yang

secara lansung atau tidak langsung bertujuan untuk melindungi pihak nasabah.

Pengaturan-pengaturan tersebut khususnya yang menyangkut kegiatan bank,

mengatur tentang hal-hal sebagai berikut:

a. Ketentuan mengenai permodalan. Ketentuan ini anatar lain mengenai

kecukupan modal atau yang disebut juga dengan Capital Adequate

Ratio (CAR) yang diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva

(33)

b. Ketentuan mengenai manajemen. Yang dalam hal ini merupakan

penilaian kualitatif mengenai manajemen terhadap manajemen

permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen likuiditas.

c. Ketentuan mengenai kualitas aktiva produktif. Yang dalam hal ini

diukur tingkat kemampuan pengembaliannya dnegan kategori lancar,

kurang lancar, diragukan, dan macet.

d. Ketentuan mengenai likuiditas. Dalam hal ini sering kali dilakukan

pengukuran lewat Cash Ratio atau Minimum Reserve Requirement.

Juga, harus dihindari adanya kesulitan likuiditas yang biasanya terjadi

karena adanya tindakan yang disebut mismatch.

e. Ketentuan mengenai rentabilitas. Dalam hal ini sering diukur dengan

cara penilaian kuantitatif melalui rasio perbandingan laba selama 12

(dua belas) bulan terakhir terhadap volume usaha dalam periode yang

sama (Return on Assetsatau RAA), dan rasio biaya operasional

terhadap pendapatan operasional dalam periode 1 (satu) tahun.

f. Ketentuan mengenai solvabilitas.

g. Ketentuan mengenai kesehatan bank. Dalam hal ini dipergunakan

sebagai ukuran adalah:

1) Capital, Assets quality, Management quality, Earmings and Liquidity

(CAMEL);

2) Posisi Devisi Netto (Net Open Position) dengan tujuan untuk

(34)

3) Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK) atau yang sering pula

disebut dengan Legal Lending Limit (3L) atau pembiayaan berdasarkan

prinsip syariah. Dalam halini Undang-Undang Perbankan Nomor 10

Tahun 1998 memberikan kewenangan kepada Bank Sentral untuk

menetapkan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) tersebut. Di

samping itu, khusus untuk nasabah tertentu, maka Bank Indonesia dapat

juga menetapkan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).

Nasabah-nasabah tertentu tersebut adalah:

- Pemegang saham 10% (sepeluh persen) atau lebih dari modal setor;

- Anggota dewan komisaris;

- Anggota direksi;

- Keluarga pemegang saham (sampai derajat kedua lurus atau ke

samping), dewan komisaris, dan direksi;

- Pejabat bank lainnya;

- Perusahaan di mana di dalamnya ada kepentingan pihak pemegang

saham, komisaris, direksi, pejabat bank lainnya, dan anggota keluarga

dari pemeagng saham, direktur, dan komisaris.122

6. Memperketat Pengawasan Bank

Dalam rangka meminimaliskan risiko yang ada dalam bisnis bank, maka

pihak otoritas, khusunya Bank Indonesia (juga dalam hal tertentu Menteri

Keuangan) harus melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan terhadap

122

(35)

bank yang ada, baik terhadap bank-bank pemerintah maupun terhadap bank

swasta.

Sebagai pengawas, Bank Indonesia tidak dapat mencampuri secara lansung

urusan intern dari bank yang diawasinya,karena pengendalian bank t tetap menjadi

kewenangan pengurus bank tersebut.

KESIMPULAN

a. Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa nasabah

bank sepenuhnya dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, baik di

bidang perbankan,perlindungan konsumen maupun bidang terkait lainnya.

Bentuk perlindungannya antara lainPerlindungan secara implisit (Implicit

deposit protection), yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan

dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya

kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang diperoleh melalui: (1) peraturan

perundang-undangan di bidang perbankan, (2) perlindungan yang

dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan

oleh Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelansungan usaha bank sebagai

sebuah lembaga pada khusunya dan perlindungan terhadap sistem

perbankan pada umunya, (4) memelihara tingkat kesehatan bank, (5)

melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian

kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan (7)

(36)

Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu

perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin

simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan,

lembaga tersebut.Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan

lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam

Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Proses pembuatan tepung umbi gembili ditampilkan pada Gambar 4, tahapan pembuatan tepung umbi gembili dimulai dari sortasi dengan tujuan memisahkan gembili yang

Rumusan daripada analisis keseluruhan menunjukkan bahawa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemerlangan akademik pelajar Fakulti Pendidikan, Jabatan Teknik dan Kejuruteraan

Hasil studi awal dengan menggunakan uji beda rata-rata menunjukkan bahwa reaksi pasar modal satu hari setelah serangan teroris lebih rendah untuk jenis industri pariwisata

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak kasus perceraian yang terjadi di Mahkamah syariah simpang tiga redelong kabupaten bener meriah,

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil pemantapan mutu internal laboratorium berdasarkan Aturan Westgard Multirule System pada alat Hematology

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah usulan strategi rekomendasi dalam meningkatkan kunjungan wisatawan di Kawasan Kota Tua Jakarta yang dikembangkan

Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi debt atau total assets suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula kemungkinan manajer

Apabila sasaran strategi yang ditetapkan mencakup perspektif yang luas seperti empat perspektif dalam balanced scorecard (keuangan, pelanggan, proses bisnis internal,