• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Mitigasi Banjir di Daerah Aliran Sungai Babura Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Mitigasi Banjir di Daerah Aliran Sungai Babura Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) Chapter III V"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada pada Sungai Babura yang merupakan salah satu anak

sungai dari Sungai Deli (DAS Deli) yang terbentang dari kawasan Sibolangit

(Kabupaten Deli Serdang) hingga Kota Medan dengan luas 98 km2 (BPDAS Wampu Sei Ular, 2012). Daerah Aliran Sungai Babura terbentang antara 3°25’12.48” - 3°35’27.84” Lintang Utara dan 98° 32’37.12” - 98°40’20.18” Bujur Timur. Adapun batas Sungai Babura adalah:

 Sebelah Utara: Kota Medan, Selat Malaka.

 Sebelah Timur: Medan.

 Sebelah Selatan: Kabupaten Deli Serdang.

 Sebelah Barat: Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan.

(2)

3.2 Metode Penelitian

Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Sukmadinata (2006) menyatakan bahwa metode deskriptif merupakan sebuah metode

yang berusaha mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau

hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung,

akibat atau efek yang terjadi atau tentang kecenderungan yang sedang berlangsung.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Analisis

kuantitatif diperlukan dalam menganalisis data curah hujan dan data profil sungai untuk

mengetahui potensi banjir yang terjadi, kemudian akan diinput ke software HEC-RAS yang memberikan pemodelan berupa tinggi banjir dan dataran banjir yang terjadi.

Selanjutnya output dari HEC-RAS akan digunakan untuk prediksi daerah dan luas

genangan banjir ke dalam SIG dengan menggunakan software ArcGIS. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS), peta Kota Medan, peta infrastruktur dan DEM merupakan hal

yang sangat mendukung dalam melakukan prediksi genangan banjir. Kemudian estimasi

kerugian banjir dilakukan dengan menghitung jumlah penduduk yang terkena dampak

banjir di setiap daerah genangan dan jumlah biaya kerugian yang diakibatkan banjir

menurut periode kala ulang. Setelah itu dilakukan identifikasi untuk menentukan titik

evakuasi dan jalur evakuasi. Diagram alir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar

3.2.

3.3 Data dan Alat Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang

diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dalam penelitian ini. Adapun data sekunder

dalam penelitian ini adalah:

1. Data curah hujan bulanan dan harian maksimum tahun 2006 - 2015 yang diperoleh

dari Stasiun Klimatologi Sampali Medan.

2. Data kependudukan Kota Medan diperoleh dari BPS Kota Medan.

3. Peta digital DAS Babura diperoleh dari BPDAS Sei Wampu Ular.

(3)

Menghitung koefisien limpasan

Penentuan titik dan jalur evakuasi Pengestimasian kerugian

akibat banjir

Peta Digital DAS, Administrasi, dan DEM

Data Profil Sungai dan Elevasi Muka Air

Analisis curah hujan kawasan

Analisis frekuensi curah hujan periodik

Uji kesesuaian distribusi

Analisisis potensi banjir dengan HEC-RAS Prediksi daerah genangan

banjir dengan SIG

Data Curah Hujan

Mulai

Identifikasi Masalah Studi Literatur Pengumpulan Data

Analisis debit banjir rancangan

(4)

5. Data Digital Elevation Model (DEM) SRTM 30 m dari

http://earthexplorer.usgs.gov.

6. Data profil memanjang (Long Section) sungai dan melintang (Cross Section) sungai

serta data elevasi dan kemiringan sungai yang diperoleh dari Balai Wilayah Sungai

Sumatera-II (BWSS-II).

Dalam menganalisis data-data di atas digunakan suatu perangkat alat berupa perangkat

keras (Hardware) dan perangkat lunak (Software) yang dimulai dari pemasukan data (Input) sampai dengan pencetakan hasil (Output). Dimana perangkat keras (Hardware) terdiri dari: Komputer, printer, dan alat tulis. Sementara perangkat lunak (Software) terdiri dari: Microsoft Office 2016, Microsoft Excel 2016, HEC-RAS versi 5.0.1, ArcGISversi 10.2, dan Google Earth Pro Versi 7.1.7.2600.

3.4 Analisis Curah Hujan Kawasan

Analisis curah hujan kawasan yang digunakan dalam perhitungan pada tugas akhir ini

hanya menggunakan metode Polygon Thiessen, mengingat lokasi penelitian berada pada daerah yang tidak seragam (bagian hulu yang mempunyai topografi berupa perbukitan

dan semakin ke hilir bertopografi dataran) akan memberikan hasil yang lebih teliti dari

pada metode aritmatik yang lebih cocok untuk daerah hujan kecil dan metode isohyet

yang cocok untuk daerah pegunungan. Data yang digunakan ialah data curah hujan

harian maksimum dari tiga stasiun pengamatan curah hujan yaitu stasiun Biru-biru,

Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan, serta

Tuntungan dan peta Sungai Babura. Lokasi stasiun-stasiun tersebut ditunjukkan dalam

Gambar 3.3.

3.5 Analisis Frekuensi Curah Hujan Periodik

Dalam analisis frekuensi curah hujan periodik digunakan metode Distribusi Log

Pearson III, Gumbel, Normal dan Log Normal. Dalam penelitian ini dihitung curah

(5)

Gambar 3.3 Lokasi Stasiun-Stasiun Pengamatan

3.6 Uji Kesesuaian Distribusi

Setelah mendapatkan hasil perhitungan frekuensi curah hujan menggunakan berbagai

metode distribusi dengan berbagai kala ulang, hasil perhitungan tersebut perlu diuji

untuk diketahui data yang dapat digunakan untuk perhitungan selanjutnya. Uji

kesesuain distribusi yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah dengan Metode

Smirnov-Kolmogorof.

3.7 Analisis Debit Banjir Rancangan dengan Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Analisis debit banjir rancangan kala ulang diambil dari data curah hujan kala ulang dan

mengolah data tersebut dengan menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetik

Nakayasu. Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu adalah metode yang

berdasarkan teori hidrograf satuan yang menggunakan curah hujan efektif (bagian dari

(6)

3.8 Analisis Potensi Banjir dengan HEC-RAS

Data–data sungai baik itu Long Section, Cross Section maupun kemiringan dan elevasi sungai kemudian akan diolah dengan debit banjir pada Software Hydrologic Engineering Center River Analysis System (HEC-RAS) Versi 5.0.1. Output dari hasil pengolahan data tersebut dapat ditunjukkan dengan simulasi terjadinya potensi banjir

tahunan pada software tersebut. Langkah analisis pemodelan pada SoftwareHydrologic Engineering Center River Analysis System (HEC-RAS) Versi 5.0.1 tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Buka Software Hydrologic Engineering Center River Analysis System (HEC- RAS)

Versi 5.0.1, hingga muncul tampilan awal; 2. Membuat Model Hidraulik:

a. Membuat project baru;

b. Memasukkan Digital Elevation Model (DEM) dan aliran sungai (stream) dalam

format shape file sebagai dasar untuk menggambar aliran sungai

c. Gambar aliran sungai sesuai dengan gambar dasar yang sudah dimasukkan

sebelumnya kemudian klik dua kali dan tentukan nama sungai

d. Memasukan data profil melintang sungai beserta koefisien manning dan koefisien

ekspansi

e. Memasukan data debit banjir rancangan yang sebelumnya dihitung dengan

Hidrograf Sintetik Nakayasu;

f. Memasukan data aliran sebagai kondisi batas (Steady Flow Data); g. Save data tersebut.

3. Running dan Save Project dan keluar dari program.

3.9 Prediksi Daerah Genangan Banjir dengan Sistem Informasi Geografis

Setelah mendapatkan hasil analisis potensi banjir berupa pemodelan yang menunjukan

tinggi banjir dan dataran banjir dengan software HEC-RAS, maka dapat ditampilkan daerah-daerah genangan banjir dan luas areal banjir yang terjadi di sepanjang wilayah

sungai, dengan sistem informasi geografis yang diprediksi menggunakan software

ArcGIS. Untuk mempermudah integrasi antara model hidrolika, hidrologi dan sistem

(7)

perangkat lunak SIG seperti ArcGIS sehingga dapat secara langsung memproses data

spasial yang terdapat dalam SIG ke dalam model tersebut. ArcGIS akan bekerja dengan

memerlukan ekstensi berupa HEC-GeoRAS dalam import data dari HEC-RAS ke dalam ArcGIS. Adapun langkah penyajian sistem informasi geografis dengan software ArcGIS antara lain:

1. Memasukkan data-data yang diperlukan dalam penyajiannnya yaitu:

a. Peta digital DAS Babura

b. Peta digital administrasi Kota Medan.

c. Peta digital tata guna lahan Kota Medan.

d. Peta digital infrastruktur Kota Medan.

e. Peta digital sungai dalam kondisi banjir menurut periode ulangnya yang dianalisis

dengan menggunakan software HEC-RAS.

2. Menumpangtindihkan antara peta yang satu dengan yang lain

3. Setelah mendapatkan ketinggian banjir hasilnya dapat ditumpangtindihkan kembali

dengan peta digital Kota Medan untuk mengetahui daerah mana saja yang terkena

banjir dan dapat memberikan informasi jumlah penduduk yang terkena dampak

banjir dan juga dapat memberikan informasi luas wilayah yang terkena banjir.

3.10 Pengestimasian Kerugian Akibat Banjir

Untuk mengestimasi kerugian akibat banjir, maka peta genangan dapat

ditumpangtindihkan dengan peta administrasi kemudian dihitung berdasarkan luas

genangan yang terdapat di suatu kelurahan. Kemudian kerugian dapat dihitung

berdasarkan:

1. Jumlah penduduk yang terkena dampak banjir dilihat dari peta kependudukan yang

berada di tiap-tiap kecamatan atau kelurahan yang dilalui oleh sungai.

2. Jumlah rumah yang terkena dampak banjir dilihat dari peta kependudukan yang

berada di tiap-tiap kecamatan atau kelurahan yang dilalui oleh sungai.

3.11 Penetapan Titik Dan Jalur Evakuasi

Dalam menentukan lokasi titik evakuasi, peta genangan ditumpangtindihkan dengan

(8)

standar di setiap kecamatan. Survey lapangan juga diperlukan untuk memastikan apakah

lokasi tersebut cocok untuk dijadikan titik evakuasi.

Setelah titik evakuasi yang memenuhi standar terpilih, maka perlu dibuat rute yang tepat

untuk mencapai titik evakuasi tersebut. Dalam hal ini peta lokasi titik evakuasi

(9)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Curah Hujan

Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang

secara kualitas dan kuantitas cukup memadai. Data hujan menggunakan data selama 10 tahun

dari tahun 2006 hingga tahun 2015. Dalam pelaksanaan tugas akhir ini, pengambilan data curah

hujan diperoleh dari Stasiun BBMKG, Tuntungan, dan Biru-biru. Data hujan bulanan dan

harian maksimum masing-masing stasiun ditampilkan pada Tabel 4.1 sampai dengan Tabel 4.3.

Tabel 4.1 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Stasiun BBMKG

Tahun Jan

Sumber: Stasiun Klimatologi Sampali, 2016

Tabel 4.2 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Stasiun Tuntungan

Tahun Jan

(10)

Tabel 4.3 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Stasiun Biru-Biru

Sumber: Stasiun Klimatologi Sampali, 2016

Berdasarkan data curah hujan yang didapatkan, pada tahun 2006 Stasiun BBMKG tidak

memiliki data curah hujan. Untuk melengkapi data curah hujan yang hilang atau rusak dari

suatu stasiun hujan, maka diperlukan data dari stasiun lain yang memiliki data yang

lengkap. Data curah hujan yang hilang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

berikut:

̅̅̅̅ = Curah hujan rata-rata dari stasiun yang data curah hujannya hilang �

̅̅̅̅, �̅̅̅ = Curah hujan rata-rata dari stasiun lain yang memiliki data yang lengkap

Dari Tabel 4.2, 4.3, dan 4.4 diperoleh data sebagai berikut:

- Curah hujan Stasiun Tuntungan tahun 2006 (R1) = 159 mm - Curah hujan rata-rata Stasiun Tuntungan �̅̅̅ = 128 mm

- Curah hujan Stasiun Biru-biru tahun 2006 (R2) = 148 mm

- Curah hujan rata-rata Stasiun Biru-biru �̅̅̅ = 112 mm

- Curah hujan rata-rata Stasiun BBMKG �̅̅̅̅ = 96 mm

Berdasarkan persamaan di atas maka data curah hujan dari Stasiun BBMKG tahun 2006

(11)

Rx=12{(12896 159)+(11296 148)}

Rx=122 mm

Tabel 4.4 Data Curah Hujan Harian Maksimum DAS Babura

Tahun Stasiun BBMKG

(mm)

Sumber: Stasiun Klimatologi Sampali, 2016

4.2 Analisis Curah Hujan Kawasan

Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui curah hujan rata-rata yang terjadi pada daerah

tangkapan (catchment area). Penentuan luas pengaruh stasiun hujan dipilih dengan Metode Polygon Thiessen karena kondisi topografi dan jumlah stasiun memenuhi syarat. Stasiun curah

hujan masing-masing dihubungkan untuk memperoleh luas daerah pengaruh dari tiap stasiun.

Di mana masing-masing stasiun mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan garis-garis

sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua stasiun. Luas pengaruh stasiun hujan

terhadap DAS Babura ditunjukkan pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.1.

Tabel 4.5 Luas Pengaruh Stasiun Hujan Terhadap DAS Babura

Nama Stasiun Hujan Presentase

(%)

(12)
(13)

Curah hujan kawasan diperoleh dengan menggunakan Persamaan 2.2 yaitu:

�̅ = ∑ (��× ��

� )

�=

Berikut ini merupakan contoh perhitungan curah hujan kawasan DAS Babura pada tahun

2006:

�̅ = . × . + . + .+ . × + . × = ��

Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Curah Hujan Harian Maksimum Rata-Rata DAS Babura

Tahun

Curah Hujan Harian Maksimum (Rmax)

Rmax Rata-Rata

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

4.3 Analisis Frekuensi Curah Hujan Periodik

Dari hasil perhitungan curah hujan rata-rata maksimum dengan Metode Polygon Thiessen

di atas perlu ditentukan kemungkinan terulangnya curah hujan maksimum guna

menentukan debit banjir rencana. Untuk menghitung curah hujan periode ulang tersebut

dapat digunakan beberapa metode yaitu Metode Distribusi Gumbel, Log Pearson Tipe III,

Normal, dan Log Normal. Untuk memiih metode mana yang digunakan maka terlebih

dahulu dihitung parameter statistik secara normal ataupun logaritma dari curah hujan

(14)

4.3.1 Perhitungan Parameter Statistik

Parameter statistik sebaran normal dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Parameter Statistik Sebaran Normal DAS Babura

Tahun Xi Xi - �̅ (Xi - �̅)2 (Xi - �̅)3 (Xi - �̅)4

Dari Tabel 4.7 dapat dilihat nilai parameter statistik sebaran normal untuk DAS Babura

sehingga dapat dihitung nilai standar deviasi, koefisien varian, koefisien kemencengan,

dan koefisien kurtosis.

Selanjutnya dihitung parameter statistik sebaran logaritma yang dapat dilihat pada Tabel

(15)

Tabel 4.8 Parameter Statistik Sebaran Logaritma DAS Babura

Tahun Xi logXi logX logXi - logX (logXi - logX)2 (logXi - logX)3 (logXi - logX)4

2006 136 2.1335389 2.0264325 0.1071064 0.0115 0.001229 0.00013160 2007 124 2.0934217 2.0264325 0.0669892 0.0045 0.000301 0.00002014 2008 83 1.9190781 2.0264325 -0.1073544 0.0115 -0.001237 0.00013282 2009 90 1.9542425 2.0264325 -0.0721900 0.0052 -0.000376 0.00002716 2010 93 1.9684829 2.0264325 -0.0579496 0.0034 -0.000195 0.00001128 2011 97 1.9867717 2.0264325 -0.0396608 0.0016 -0.000062 0.00000247 2012 104 2.0170333 2.0264325 -0.0093992 0.0001 -0.000001 0.00000001 2013 108 2.0334238 2.0264325 0.0069913 0.0000 0.000000 0.00000000 2014 119 2.0755470 2.0264325 0.0491145 0.0024 0.000118 0.00000582 2015 121 2.0827854 2.0264325 0.0563529 0.0032 0.000179 0.00001008 Total 1075 20.2643253 0.0000003 0.0434 -0.000044 0.000341

Rerata 107.50 2.02643253 0 0.004335192 -0.00000442 0.00003414

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Dari Tabel 4.8 dapat dilihat nilai parameter statistik sebaran logaritma untuk DAS Babura

sehingga dapat dihitung nilai standar deviasi, koefisien varian, koefisien kemencengan,

dan koefisien kurtosis.

Rekapitulasi hasil pengukuran dispersi parameter statistik normal dan logaritma dapat

dilihat pada Tabel 4.9.

Untuk menentukan metode distribusi yang akan digunakan, maka parameter-parameter

yang telah dihitung tadi dibandingkan dengan syarat penggunaan suatu metode distribusi

(16)

Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Pengukuran Dispersi

Dispersi Parameter Statistik Parameter Statistik Logaritma

S 17.122 0.0694

Cv 0.16 0.03

Cs 0.20221 -0.1836

Ck 2.99 2.92

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Tabel 4.10 Syarat Penggunaan Jenis Sebaran

Jenis Distribusi Syarat Hasil Perhitungan Keterangan

Gumbel Ck≤ 5.4002 Ck = 2.99 Ck = 3.01 Memenuhi

Berdasarkan Tabel 4.10 dapat ditarik kesimpulan bahwa Metode Distribusi Normal, Log

Normal, dan Log Pearson Tipe III tidak memenuhi syarat penggunaan jenis sebaran.

Sehingga perhitungan curah hujan rancangan selanjutnya dihitung dengan menggunakan

Metode Distribusi Gumbel.

4.3.2 Perhitungan Curah Hujan Rancangan Metode Distribusi Gumbel

Distribusi Gumbel dapat dihitung dengan persamaan 2.5 yaitu:

XT = X̅ + S (YTrS− Yn

n )

Nilai YTR, Sn, dan Yn berturut-turut diperoleh dari Tabel 2.3, 2.4, dan 2.5. Sedangkan nilai

S telah dihitung sebelumnya pasa sub bab 4.3.1.

Selanjutnya dapat dihitung curah hujan periodik dengan Distribusi Gumbel menggunakan

Persamaan 2.5. Berikut ini merupakan contoh perhitungan curah hujan dengan periode

ulang 10 tahun:

Dari Tabel 4.7 diperoleh nilai X̅ = 107.5; untuk periode ulang 10 tahun dari Tabel 2.3

diperoleh nilai YTR = 2.251 ; untuk jumlah sampel 10 dari Tabel 2.4 diperoleh nilai Sn =

(17)

� = . + . ( . − .

. ) = .

Hasil perhitungan curah hujan periode ulang (XT) lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11

Curah Hujan Periode Ulang (XT) Metode Distribusi Gumbel DAS Babura

Periode �̅ S Sn Yn YTR XT

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

4.4 Uji Kesesuaian Distribusi

Uji kesesuaian distribusi ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu kebenaran hipotesa

distribusi frekuensi. Curah hujan rancangan dengan Metode Distribusi Gumbel yang

sudah diperoleh diuji kesesuaiannya dengan Uji Kolmogrov-Smirnov. Adapun hasil

perhitungannya ditunjukkan oleh Tabel 4.12.

Tabel 4.12

Perhitungan Uji Kolmogrov-Smirnov dari Distribusi Gumbel DAS Babura

T XT M P(x) (XT-�̅)/S P'(x) ∆P

Langkah selanjutnya adalah membandingkan hasil uji distribusi dengan ∆P kritis yang

diperoleh dari Tabel 2.8. Dari Tabel tersebut, untuk α = 0.05 dan n = 5 maka nilai ∆P kritis = 0.56. Perbandingan hasil uji kesesuaian distribusi dengan nilai ∆P kritis

ditunjukkan oleh Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Uji Kesesuaian Kolmogrov-Smirnov

Uji Distribusi DAS Babura

∆P hasil uji 0.2368

∆P kritis 0.56

(18)

Berdasarkan Tabel 4.13 dapat diambil kesimpulan bahwa ∆P < ∆P kritis sehingga

hipotesa penggunaan Metode Distribusi Gumbel diterima.

4.5 Analisis Debit Banjir Rancangan

Pada tugas akhir ini perkiraan debit banjir yang dirancang untuk berbagai periode ulang

dihitung menggunakan Metode Hidograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu Penggunaan

metode ini, memerlukan beberapa karakteristik parameter daerah alirannya, seperti:

 Koefisien limpasan

 Distribusi Curah Hujan Rancangan

 Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf

 Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf

 Tenggang waktu hidrograf

 Luas daerah aliran sungai

 Panjang alur sungai utama terpanjang

4.5.1 Perhitungan Koefisien Limpasan

Koefisien limpasan dihitung berdasarkan peta tata guna lahan yang mana dalam tugas

akhir ini ditunjukkan oleh Gambar 4.3.

Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pertanian lahan kering merupakan penggunaan

lahan yang paling besar di DAS Babura yaitu 27% dari luas DAS Babura. Pertanian lahan

kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan

air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan. Penggunaan lahan

terbesar kedua yaitu perkebunan seluas 22% dari luas DAS Babura. Perkebunan ini terdiri

dari perkebunan milik negara, swasta, ataupun milik pribadi masyarakat. Selanjutnya

yaitu pemukiman yang memiliki luas 21% dari luas DAS Babura. Tegalan atau lahan

kering yang ditanami dengan tanaman musiman atau tahunan, memiliki luas 19% dari

luas DAS Babura. Lahan terbuka atau lahan kosong yang belum mempunyai fungsi

tertentu memiliki luas 6% dari luas DAS Babura. Sedangkan sawah dan bandara memiliki

(19)
(20)

Tabel 4.14 Koefisien Limpasan DAS Babura

Sumber: Analisis Citra Satelit dan Perhitungan, 2016

Dari Tabel 4.14 diperoleh koefisien limpasan pada DAS Babura sebagai berikut:

C =∑��=��× ��

Dari hasil perhitungan di atas, DAS Babura memiliki koefisien limpasan sebesar 0.3. Hal

ini menunjukkan bahwa 30% dari air hujan yang turun tidak terserap oleh tanah. Atau

dengan kata lain 70% dari air hujan yang turun terserap oleh tanah. Kodoatie dan Syarief

(2005), menyatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu

indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 - 1. Nilai

C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terinterepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah

dan sebaliknya untuk C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran

permukaan (run off). Dengan koefisien limpasan 0.3 kondisi fisik DAS Babura dapat

dikatakan cukup bagus.

4.5.2 Distribusi Curah Hujan Rancangan

Untuk memperkirakan hidrograf banjir rancangan dengan cara hidrograf satuan (unit

hydrograph) perlu diketahui dahulu sebaran hujan jam-jaman dengan suatu interval

tertentu. Dalam studi ini perhitungan pola distribusi hujan menggunakan persamaan

berikut :

RT=Rt24(Tt) 2 3

Kemudian menghitung nisbah jam-jaman dengan persamaan :

(21)

Dimana t merupakan waktu hujan jam-jaman yaitu dalam perhitungan ini dipakai 6 jam

dan T merupakan waktu setiap jam yang akan dihitung sehingga diperoleh hasil yang

ditunjukkan oleh Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Distribusi Curah Hujan Rancangan DAS Babura

Periode Ulang

Hujan Rancangan

Rasio Nisbah Jam Ke- Distribusi Curah Hujan Jam Ke-

1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

10 139.48 0.55 0.14 0.1 0.08 0.07 0.06 76.714 19.527 13.948 11.158 9.764 8.369 25 152.59 0.55 0.14 0.1 0.08 0.07 0.06 83.925 21.363 15.259 12.207 10.681 9.155 50 169.57 0.55 0.14 0.1 0.08 0.07 0.06 93.264 23.740 16.957 13.566 11.870 10.174 100 182.29 0.55 0.14 0.1 0.08 0.07 0.06 100.260 25.521 18.229 14.583 12.760 10.937

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

4.5.3 Perhitungan Debit Banjir Metode Hidograf Satuan Sintetis Nakayasu

Parameter HSS Nakayasu DAS Babura

Luas DAS (A) = 98 km2

Panjang Sungai Utama (L) = 36 km

Parameter Alfa (α) = 2 (daerah pengaliran biasa)

Koefisien Pengaliran (C) = 0,33

R0 = 1 mm

Parameter Bentuk Hidrograf

Menghitung waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (tg)

tg = 0.4 + 0.058 L = 0.4 + 0.058 (36) = 2.49 jam

Menghitung waktu untuk mencapai puncak (tp)

tr = 0.75 × tg = 0.75 × 2.49 = 1.87 jam

tp = tg + (0.8 × tr) = 2.49 + (0.8 × 1.87) = 4.00 jam

Menghitung besarnya t0.3

t0.3= α × tg = 2 × 2.49 = 5.00 jam

1.5 × t0.3 = 1.5 × 5.00 = 7.50 jam

(22)

Menghitung debit maksimum hidrograf satuan

Qp= A x R0 x C 3.6(0.3 tp+ t0.3)=

98 x 1 x 0.33

3.6(0.3 x 4.00+ 5.00)=1.45m3/dt

Menghitung besarnya Base Flow (Qb)

Qb = (0.5 × Qp) = 0.5 × 1.45 = 0.725 m3/dt

Menghitung lengkung hidograf

Bagian lengkung naik 0 < t < tp→ 0 < t < 4.00 Q=Qp x (tt

p) 2,4

Bagian lengkung turun tp < t ≤ (tp+ t0.3) → (4.00 < t ≤ 9.00) Q= Qp x 0,3t - tpt0,3

Bagian lengkung turun (tp+ t0.3) < t ≤ (tp+ t0.3+ 1.5t0.3) → (9.18 < t ≤ 16.5) Q= Qp x 0,3t - tp+ 0,5 x t0,3 1,5 x t0,3

Bagian lengkung turun t > (tp+ t0.3+ 1.5t0.3) → (t > 16.5) Q=Qp x0,3

t -tp+ 1,5 xt0,3 2 xt0,3

Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai Q masing-masing bagian lengkung

hidograf untuk menentukan debit banjir hidograf, dimana hasil perhitungannya

ditunjukkan oleh Tabel 4.16. Sehingga diperoleh debit banjir rancangan yang ditunjukkan

(23)

Tabel 4.16 Perhitungan Unit Hidograf DAS Babura

Waktu t (jam)

Lengkung Naik Lengkung Turun

(24)

Tabel 4.17 Perhitungan Debit Banjir Rancangan DAS Babura Periode Ulang 10 Tahun

Distribusi Hujan Rancangan Jam Ke-

Debit Limpasan

(25)

Tabel 4.18 Perhitungan Debit Banjir Rancangan DAS Babura Periode Ulang 25 Tahun

Distribusi Hujan Rancangan Jam Ke-

Debit Limpasan

(26)

Tabel 4.19 Perhitungan Debit Banjir Rancangan DAS Babura Periode Ulang 50 Tahun

Distribusi Hujan Rancangan Jam Ke-

Debit Limpasan

(27)

Tabel 4.20 Perhitungan Debit Banjir Rancangan DAS Babura Periode Ulang 100 Tahun

Distribusi Hujan Rancangan Jam Ke-

(28)

Tabel 4.21 Rekapitulasi Perhitungan Debit Banjir Rancangan DAS Babura

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Dari hasil-hasil perhitungan diatas maka diperoleh Hidograf Satuan Sintetik Nakayasu yang

(29)

Gambar 4.3 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu DAS Babura

0.000 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000

0 4 8 12 16 20 24 28

D

eb

it

(m

3/d

t)

Waktu (Jam)

10 Tahun

25 Tahun

50 Tahun

(30)

4.6 Analisis Potensi Banjir dengan Menggunakan HEC-RAS

Software HEC-RAS akan menghitung sendiri kapasitas penampang sungai dengan memasukkan data geometri sungai dan debit rencana, sehingga dapat diketahui bentuk

penanampang sungai, tinggi muka air dan kapasitas sungai mencukupi atau tidak. Hasil dari

running HEC-RAS yang menampilkan kapasitas dan tinggi muka air ialah sebagai berikut.

4.6.1 Analisis Potensi Banjir Sungai Babura dengan Q100 Tahun

Dari hasil analisis untuk Q100 tahun ketinggian banjir pada salah satu penampang melintang

sungai di hilir Sungai Babura ditunjukkan oleh Gambar 4.4. Dari gambar tersebut dapat dilihat

elevasi tebing sungai 29.8 meter sedangkan kondisi muka air pada saat banjir mencapai 31.9

meter. Sehingga ketinggian banjir pada penampang tersebut mencapai 2.1 meter. Untuk melihat

potongan memanjang Sungai Babura dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.4 Kondisi Banjir Salah Satu Penampang di Hilir Sungai Babura Q100 Tahun

Sumber: Analisis dengan HEC-RAS, 2016

Gambar 4.5 Potongan Memanjang Sungai Babura Q100 Tahun

Sumber: Analisis dengan HEC-RAS, 2016

0 10 20 30 40

0 10000 20000 30000 40000

50

(31)

4.6.2 Analisis Potensi Banjir Sungai Babura dengan Q50 Tahun

Dari hasil analisis untuk Q50 tahun ketinggian banjir pada salah satu penampang melintang

sungai di hilir Sungai Babura ditunjukkan oleh Gambar 4.6. Dari gambar tersebut dapat dilihat

elevasi tebing sungai 29.8 meter sedangkan kondisi muka air pada saat banjir mencapai 31.7

meter. Sehingga ketinggian banjir pada penampang tersebut mencapai 1.9 meter. Untuk melihat

potongan memanjang Sungai Babura dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.6 Kondisi Banjir Salah Satu Penampang di Hilir Sungai Babura Q50 Tahun

Sumber: Analisis dengan HEC-RAS, 2016

Gambar 4.7 Potongan Memanjang Sungai Babura Q50 Tahun

Sumber: Analisis dengan HEC-RAS, 2016

4.6.3 Analisis Potensi Banjir Sungai Babura dengan Q25 Tahun

Dari hasil analisis untuk Q25 tahun ketinggian banjir pada salah satu penampang melintang

sungai di hilir Sungai Babura ditunjukkan oleh Gambar 4.8. Dari gambar tersebut dapat dilihat

elevasi tebing sungai 29.8 meter sedangkan kondisi muka air pada saat banjir mencapai 31.4

0 10 20 30 40

0 10000 20000 30000 40000

50

(32)

0 10 20 30 40

meter. Sehingga ketinggian banjir pada penampang tersebut mencapai 1.6 meter. Untuk melihat

potongan memanjang Sungai Babura dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.8 Kondisi Banjir Salah Satu Penampang di Hilir Sungai Babura Q25 Tahun

Sumber: Analisis dengan HEC-RAS, 2016

Gambar 4.9 Potongan Memanjang Sungai Babura Q25 Tahun

Sumber: Analisis dengan HEC-RAS, 2016

4.6.4 Analisis Potensi Banjir Sungai Babura dengan Q10 Tahun

Dari hasil analisis untuk Q10 tahun ketinggian banjir pada salah satu penampang melintang

sungai di hilir Sungai Babura ditunjukkan oleh Gambar 4.10. Dari gambar tersebut dapat dilihat

elevasi tebing sungai 29.8 meter sedangkan kondisi muka air pada saat banjir mencapai 31.2

meter. Sehingga ketinggian banjir pada penampang tersebut mencapai 1.4 meter. Untuk melihat

potongan memanjang Sungai Babura dapat dilihat pada Gambar 4.11.

0 10000 20000 30000 40000

50

(33)

Gambar 4.10 Kondisi Banjir Salah Satu Penampang di Hilir Sungai Babura Q10 Tahun

Sumber: Analisis dengan HEC-RAS, 2016

Gambar 4.11 Potongan Memanjang Sungai Babura Q10 Tahun

Sumber: Analisis dengan HEC-RAS, 2016

4.7 Prediksi Daerah Genangan Banjir dengan Sistem Informasi Geografis

Setelah diperoleh profil muka air sungai dalam keadaan banjir denganHEC-RAS, maka dapat

dilakukan pemodelan daerah genangan banjir dengan ArcGIS. Data dari HEC-RAS diimpor ke

ArcGIS dengan bantuan extension berupa HEC-GeoRAS. Adapun data yang diimpor yaitu profil muka air sungai dalam keadaan banjir dengan Q100, Q50, Q25, dan Q10 tahun. Hasil dari

impor data tersebut ditunjukkan oleh Gambar 4.12.

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa Q100 tahun memiliki luas genangan yang paling besar

yaitu sebesar 2.32 km2 dan luas genangan yang paling kecil yaitu Q10 tahun dengan luas 1.4

km2. Hal ini menunjukkan bahwa debit banjir yang besar akan menghasilkan genangan yang semakin luas.

0 10000 20000 30000 40000

50

(34)

Untuk mengetahui daerah mana saja yang tergenang banjir, maka peta daerah genangan banjir

ditumpangtindihkan dengan peta administrasi Kota Medan seperti pada Gambar 4.13. Sehingga

diperoleh luas genangan pada setiap daerah/kelurahan yang ditunjukkan oleh Tabel 4.22.

Tabel 4.22 Prediksi Luas Daerah Genangan Banjir dengan Q100, Q50, Q25, dan Q10 Tahun

Kecamatan Daerah Genangan Luas Wilayah

(km2)

Luas Genangan (km2)

Q100 Q50 Q25 Q10

Medan Baru Darat 0.394 0.1476 0.0933 0.0778 0.0653

Merdeka 0.905 0.0266 0.0375 0.0182 0.0089

Padang Bulan 1.705 0.2399 0.2417 0.2044 0.1704

Petisah Hulu 0.684 0.1255 0.1063 0.0779 0.0561

Titi Rantai 1.003 0.1349 0.0967 0.0654 0.0457

Medan Polonia Anggrung 0.336 0.0802 0.0745 0.0606 0.0540

Polonia 1.345 0.2417 0.2487 0.1979 0.1666

Madras Hulu 0.784 0.126 0.1135 0.0954 0.0839

Suka Damai 4.253 0.2059 0.1780 0.1320 0.1067

Medan Selayang Beringin 0.804 0.0513 0.0468 0.0349 0.0252

Medan Johor Kwala Bekala 4.171 0.4636 0.4205 0.3256 0.2568

Pangkalan Masyhur 4.493 0.229 0.2129 0.1893 0.1717

Gedung Johor 3.753 0.2496 0.2304 0.2016 0.1777

Total 2.3218 2.1005 1.6809 1.3892

Sumber: Analisis Spasial dengan ArcGIS, 2016

Dari Tabel 4.22 dapat diketahui bahwa daerah yang memiliki luas genangan yang paling luas

yaitu Kelurahan Kwala Bekala, baik dengan Q100, Q50, Q25, ataupun Q10 tahun. Sedangkan

daerah yang memiliki luas genangan yang paling kecil yaitu Kelurahan Merdeka, baik dengan

Q100, Q50, Q25, ataupun Q10 tahun.

Prediksi Banjir di Wilayah Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara (USU) termasuk ke dalam DAS Babura. Banjir yang diakibatkan

meluapnya Sungai Babura berpotensi mencapai wilayah Kampus USU. Dalam Tugas Akhir ini

banjir diprediksi mencapai simpang kampus hingga Fakultas Kedokteran dan Fakultas

Kesehatan Masyarakat. Kemudian banjir juga terdapat di daerah Fakultas Hukum hingga

(35)
(36)
(37)
(38)

4.8 Estimasi Kerugian Akibat Banjir

Dalam tugas akhir ini estimasi kerugian akibat banjir dihitung berdasarkan luas daerah genangan

banjir, jumlah penduduk dan rumah yang dilanda banjir. Jumlah penduduk dan jumlah rumah di

setiap kelurahan diperoleh dari BPS Kota Medan, yang ditunjukkan oleh Tabel 4.23. Sedangkan

biaya kerugian dihitung dengan mengacu kepada Penjelasan Menteri Negara PPN/Kepala

Bappenas tentang hasil penilaian kerusakan dan kerugian pascabencana banjir awal Februari 2007

di wilayah Jabodetabek, yang ditunjukkan oleh Tabel 4.24.

Tabel 4.23 Jumlah Penduduk dan Jumlah Rumah di Setiap Kelurahan

Kecamatan Daerah Genangan Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah Rumah (unit)

Medan Baru Darat 1966 534

Merdeka 8097 2188

Padang Bulan 9315 2979

Petisah Hulu 4832 1201

Titi Rantai 9231 2351

Medan Polonia Anggrung 1806 451

Polonia 18171 4294

Madras Hulu 2909 671

Suka Damai 5810 1181

Medan Selayang Beringin 8985 2316

Medan Johor Kwala Bekala 34629 8091

Pangkalan Masyhur 33219 7371

Gedung Johor 24518 5465

Total 163488 39093

Sumber: BPS Kota Medan, 2016

Tabel 4.24 Perkiraan Nilai Kerusakan dan Kerugian Rumah

Provinsi/Wilayah

Klasifikasi Kerusakan Rumah Terendam dan Prakiraan Nilai

Hilang Rusak Berat Rusak Ringan Total

Unit Rp 10jt/unit Unit Rp 20jt/unit Unit Rp 5jt/unit Unit Rp juta

Provinsi DKI Jakarta 8,977 89,770 13,466 269,310 67,328 336,638 89,770 695,718

1 Jakarta Pusat 1,529 15,289 2,293 45,867 11,467 57,334 15,289 118,490

(39)

4.8.1 Estimasi Kerugian Akibat Banjir dengan Q100 Tahun

Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah penduduk yang terkena dampak banjir akibat meluapnya

Sungai Baburaperiode 100 tahun mencapai 16604 jiwa yang akan dijelaskan pada Tabel 4.25.

Tabel 4.25 Jumlah Penduduk Terkena Banjirdengan Q100 Tahun

Kecamatan Daerah Genangan

Luas

Medan Selayang Beringin 0.804 0.0513 573

Medan Johor Kwala Bekala 4.171 0.4636 3849

Pangkalan Masyhur 4.493 0.229 1693

Gedung Johor 3.753 0.2496 1631

Total 16604

Sumber: Analisis Perhitungan, 2016

Dari perhitungan diperoleh jumlah rumah terkena dampak banjir akibat meluapnya Sungai Babura

periode 100 tahun mencapai 4051 unit dilihat Tabel 4.26.

Tabel 4.26 Jumlah Rumah Terkena Banjirdengan Q100 Tahun

Kecamatan Daerah Genangan

Luas

Medan Selayang Beringin 0.804 0.0513 148

Medan Johor Kwala Bekala 4.171 0.4636 899

Pangkalan Masyhur 4.493 0.229 376

Gedung Johor 3.753 0.2496 363

(40)

Dalam estimasi biaya kerugian dihitung berdasarkan klasifikasi rusak ringan, rusak, dan rusak berat

yang dijelaskan pada Tabel 4.24. Penentuan zona tersebut dibuat berdasarkan kedalaman banjir

seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4.15. Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah estimasi

kerugian dampak banjir akibat meluapnya Sungai Babura periode 100 tahun mencapai sekitar

Rp51,814,891,082 dijelaskan pada Tabel 4.27.

Tabel 4.27 Estimasi Biaya Kerugian Akibat Banjirdengan Q100 Tahun

Kecamatan Daerah Genangan

Luas Wilayah

(km2)

Luas (km2) Jumlah Rumah Terkena

Dampak (unit) Estimasi Biaya

Kerugian

Pangkalan Masyhur 4.493 0.04118 0.03755 0.15033 68 62 247 Rp5,886,226,643 Gedung Johor 3.753 0.04632 0.04697 0.15637 67 68 228 Rp5,575,224,667

Total Rp51,814,891,082

Sumber: Analisis Perhitungan, 2016

4.8.2 Estimasi Kerugian Akibat Banjir dengan Q50 Tahun

Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah penduduk yang terkena dampak banjir akibat meluapnya

(41)
(42)

Tabel 4.28 Jumlah Penduduk Terkena Banjirdengan Q50 Tahun

Kecamatan Daerah Genangan

Luas

Medan Selayang Beringin 0.804 0.0468 523

Medan Johor Kwala Bekala 4.171 0.4205 3491

Pangkalan Masyhur 4.493 0.2129 1574

Gedung Johor 3.753 0.2304 1505

Total 15279

Sumber: Analisis Perhitungan, 2016

Dari perhitungan diperoleh jumlah rumah terkena dampak banjir akibat meluapnya Sungai Babura

periode 50 tahun mencapai 3728 unit dilihat Tabel 4.29.

Tabel 4.29 Jumlah Rumah Terkena Banjirdengan Q50 Tahun

Kecamatan Daerah Genangan

Luas

Medan Selayang Beringin 0.804 0.0468 135

Medan Johor Kwala Bekala 4.171 0.4205 816

Pangkalan Masyhur 4.493 0.2129 349

Gedung Johor 3.753 0.2304 335

Total 3728

Sumber: Analisis Perhitungan, 2016

Dalam estimasi biaya kerugian dihitung berdasarkan klasifikasi rusak ringan, rusak, dan rusak berat

yang dijelaskan pada Tabel 4.24. Penentuan zona tersebut dibuat berdasarkan kedalaman banjir

(43)

kerugian dampak banjir akibat meluapnya Sungai Babura periode 50 tahun mencapai sekitar

Rp47,386,601,837 dijelaskan pada Tabel 4.30.

Tabel 4.30 Estimasi Biaya Kerugian Akibat Banjirdengan Q50 Tahun

Kecamatan Daerah Genangan

Luas Wilayah

(km2)

Luas (km2) Jumlah Rumah Terkena

Dampak (unit) Estimasi Biaya

Kerusakan Pangkalan Masyhur 4.493 0.03861 0.03905 0.13524 63 64 222 Rp5,394,889,530 Gedung Johor 3.753 0.04701 0.04234 0.14103 68 62 205 Rp5,066,024,420

Total Rp47,386,601,837

Sumber: Analisis Perhitungan, 2016

4.8.3 Estimasi Kerugian Akibat Banjir dengan Q25 Tahun

Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah penduduk yang terkena dampak banjir akibat meluapnya

(44)
(45)

Tabel 4.31 Jumlah Penduduk Terkena Banjirdengan Q25 Tahun

Kecamatan Daerah Genangan

Luas

Medan Selayang Beringin 0.804 0.0349 390

Medan Johor Kwala Bekala 4.171 0.3256 2703

Pangkalan Masyhur 4.493 0.1893 1400

Gedung Johor 3.753 0.2016 1317

Total 12163

Sumber: Analisis Perhitungan, 2016

Dari perhitungan diperoleh jumlah rumah terkena dampak banjir akibat meluapnya Sungai

Baburaperiode 25 tahun mencapai 2964 unit dilihat Tabel 4.32.

Tabel 4.32 Jumlah Rumah Terkena Banjirdengan Q25 Tahun

Kecamatan Daerah Genangan

Luas

Medan Selayang Beringin 0.804 0.0349 101

Medan Johor Kwala Bekala 4.171 0.3256 632

Pangkalan Masyhur 4.493 0.1893 311

Gedung Johor 3.753 0.2016 294

Total 2964

Sumber: Analisis Perhitungan, 2016

Dalam estimasi biaya kerugian dihitung berdasarkan klasifikasi rusak ringan, rusak, dan rusak

berat yang dijelaskan pada Tabel 4.24. Penentuan zona tersebut dibuat berdasarkan kedalaman

banjir seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4.17. Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah

estimasi kerugian dampak banjir akibat meluapnya Sungai Baburaperiode 25 tahun mencapai

(46)

Tabel 4.33 Estimasi Biaya Kerugian Akibat Banjirdengan Q25 Tahun

Kecamatan Daerah Genangan

Luas Wilayah

(km2)

Luas (km2) Jumlah Rumah Terkena

Dampak (unit) Estimasi Biaya

Kerusakan Pangkalan Masyhur 4.493 0.03527 0.03744 0.11662 58 61 191 Rp4,729,916,398 Gedung Johor 3.753 0.04277 0.03740 0.12143 62 54 177 Rp4,392,335,392

Total Rp37,923,125,855

Sumber: Analisis Perhitungan, 2016

4.8.4 Estimasi Kerugian Akibat Banjir dengan Q10Tahun

Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah penduduk yang terkena dampak banjir akibat

meluapnya Sungai Babura periode 10 tahun mencapai 9996 jiwa yang akan dijelaskan pada

Tabel 4.34.

Tabel 4.34 Jumlah Penduduk Terkena Banjirdengan Q10 Tahun

Kecamatan Daerah Genangan

Luas

Medan Selayang Beringin 0.804 0.0252 281

Medan Johor Kwala Bekala 4.171 0.2568 2132

Pangkalan Masyhur 4.493 0.1717 1270

Gedung Johor 3.753 0.1777 1161

Total 9996

Sumber: Analisis Perhitungan, 2016

Dari perhitungan diperoleh jumlah rumah terkena dampak banjir akibat meluapnya Sungai

(47)
(48)

Tabel 4.35 Jumlah Rumah Terkena Banjirdengan Q10 Tahun

Kecamatan Daerah Genangan

Luas

Pangkalan Masyhur 4.493 0.1717 282

Gedung Johor 3.753 0.1777 259

Total 2431

Sumber: Analisis Perhitungan, 2016

Dalam estimasi biaya kerugian dihitung berdasarkan klasifikasi rusak ringan, rusak, dan rusak

berat yang dijelaskan pada Tabel 4.24. Penentuan zona tersebut dibuat berdasarkan kedalaman

banjir seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4.18. Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah

estimasi kerugian dampak banjir akibat meluapnya Sungai Baburaperiode 10 tahun mencapai

sekitar Rp31,576,604,685 dijelaskan pada Tabel 4.36.

Tabel 4.36 Estimasi Biaya Kerugian Akibat Banjirdengan Q10 Tahun

Kecamatan Daerah Genangan

Luas Wilayah

(km2)

Luas (km2) Jumlah Rumah Terkena

Dampak (unit) Estimasi Biaya

Kerusakan

Medan Polonia Anggrung 0.336 0.009032 0.008741 0.036195 12 12 49 Rp1,149,607,054

Polonia 1.345 0.052888 0.035629 0.078077 169 114 249 Rp6,967,038,944

Madras Hulu 0.784 0.030368 0.027426 0.026117 26 23 22 Rp811,738,827

Suka Damai 4.253 0.030619 0.01898 0.057113 9 5 16 Rp412,407,255

Medan Selayang Beringin 0.804 0.011779 0.006787 0.006615 34 20 19 Rp746,261,866

Medan Johor Kwala Bekala 4.171 0.086178 0.058695 0.111933 167 114 217 Rp6,317,032,246

Pangkalan Masyhur 4.493 0.0361 0.032571 0.103071 59 53 169 Rp4,212,330,454

Gedung Johor 3.753 0.037256 0.032054 0.108436 54 47 158 Rp3,896,036,797

Total Rp31,576,604,685

(49)
(50)

4.9 Penentuan Titik dan Jalur Evakuasi

Penentuan titik evakuasi memerlukan beberapa pertimbangan, diantaranya (Santoso dan

Taufik, 2009):

1. Titik evakuasi minimal berjarak 750-1500 meter tegak lurus dari sungai.

2. Titik evakuasi yang dipilih merupakan lahan terbuka seperti lapangan, tegalan, dan area

persawahan kering.

3. Titik evakuasi bukan berada di daerah permukiman padat.

4. Penempatan titik evakuasi disesuaikan dengan sebaran area permukiman.

Dalam menentukan lokasi titik evakuasi yang sesuai dengan syarat-syarat di atas, maka perlu

dilakukan analisis spasial menggunakan ArcGIS dengan toolsbuffer. Tools ini berfungsi untuk membuat radius sebesar 750 meter tegak lurus dengan sungai, dimana radius tersebut dianggap

aman dari banjir sehingga titik evakuasi dapat ditentukan. Selanjutnya hasil dari buffer tersebut diimpor ke dalam Google Earth untuk menentukan lokasi titik evakuasi yang sesuai dengan

syarat lainnya. Hasil analisis spasial dengan buffer ditunjukkan oleh Gambar 4.19.

Dari Gambar 4.19 maka dapat ditentukan titik evakuasi yang memenuhi syarat, yaitu:

1. Lapangan di sebelah Plaza Medan Fair Jalan Gatot Subroto yang menjadi titik evakuasi

bagi Kelurahan Petisah Hulu.

2. Taman Gajah Mada di Jalan Gajah Mada yang menjadi titik evakuasi bagi Kelurahan

Petisah Hulu, Kelurahan Merdeka, dan Kelurahan Darat.

3. Taman Ahmad Yani di Jalan Jendral Sudirman yang menjadi titik evakuasi bagi Kelurahan

Madras Hulu dan Kelurahan Anggrung.

4. Lahan kosong bekas lapangan parkir Lapangan Udara Polonia di Jalan Polonia yang

menjadi titik evakuasi bagi Kelurahan Polonia, Kelurahan Suka Damai, dan Kelurahan

Anggrung.

5. SD Swasta Masehi yang menjadi titik evakuasi bagi Kelurahan Padang Bulan, Kelurahan

Titi Rantai, dan Kelurahan Bringin

6. Asrama Haji di Jalan A.H. Nasution yang menjadi titik evakuasi bagi Kelurahan Pangkalan

(51)

Setelah menentukan lokasi titik evakuasi, maka jalur evakuasi dapat ditentukan. Adapun hal

yang dipertimbangkan dalam menentukan jalur evakuasi, diantaranya (Santoso dan Taufik,

2009):

1. Jalur evakuasi dirancang menjauhi garis pantai dan menjauhi aliran sungai.

2. Jalur evakuasi diusahakan tidak melintangi sungai atau jembatan.

3. Untuk daerah pemukiman padat dirancang jalur evakuasi berupa sistem blok. Dengan

begitu pergerakan masa setiap blok tidak tercampur dengan blok lainnya untuk

menghindari kemacetan.

4. Jalur yang dipilih merupakan jenis jalan nasional, jalan propinsi, dan jalan kabupaten. Hal

ini untuk memudahkan evakuasi.

Jalur evakuasi dapat ditentukan menggunakan ArcGIS dengan toolsnetwork analyst. Kemudian untuk validasi arus lalu lintas (agar tidak ada jalur yang melawan arus) maka diperlukan bantuan

dari Google Maps. Jalur yang tidak sesuai dengan arus lalu lintas dari analisis dengan network analyst didigitasi sesuai dengan jalur dari Google Maps. Sehingga diperoleh jalur evakuasi yang ditunjukkan oleh Gambar 4.20.

Dari Gambar 4.20 dapat ditentukan jalur evakuasi yang memenuhi syarat, yaitu:

1. Kelurahan Petisah Hulu

Jl. S. Parman – Jl. Sultan Hasanuddin – Jl. Gajah Mada – Jl. S. Parman – Jl. Gatot Subroto

Jl. S. Parman – Jl. Hayam Wuruk – Jl. Iskandar Muda – Jl. Gajah Mada

2. Kelurahan Merdeka

Jl. K.H. Wahid Hasyim – Jl. D.I. Panjaitan – Jl. Gajah Mada

3. Kelurahan Darat

Jl. Darat – Jl. Iskandar Muda – Jl. Gajah Mada

4. Kelurahan Madras Hulu

Jl. Teuku Cik Ditiro – Jl. Jenderal Sudirman

5. Kelurahan Anggrung

Jl. Monginsidi – Jl. Doktor Cipto – Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Masdulhak - Jl. Jenderal Sudirman

Jl. Monginsidi – Jl. Perhubungan Udara- Jl. Mustang – Jl. Polonia

6. Kelurahan Polonia

(52)

7. Kelurahan Suka Damai

Jl. Cinta Karya – Jl. Mawar – Jl. Teratai – Jl. Antariksa - Jl. Simpang Golf – Jl. Adi Sucipto

– Jl. Polonia

8. Kelurahan Padang Bulan

Jl. Jamin Ginting – Jl. Ngumban Surbakti

9. Kelurahan Titi Rantai

Jl. Jamin Ginting – Jl. Ngumban Surbakti

10. Kelurahan Beringin

Jl. Jamin Ginting – Jl. Ngumban Surbakti

11. Kelurahan Kwala Bekala

Jl. Pintu Air IV – Jl. A.H. Nasution

12. Kelurahan Pangkalan Masyhur

Jl. Karya Bersama – Jl. Karya Wisata – Jl. A.H. Nasution

13. Kelurahan Gedung Johor

(53)
(54)
(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:

1. Perhitungan debit banjir dengan Metode Hidograf Satuan Sintetik Nakayasu

menghasilkan debit banjir Sungai Babura dengan periode ulang 10 tahun mencapai

176.678 m3/detik; 25 tahun mencapai 193.218 m3/detik; 50 tahun mencapai 214.639 m3/detik; dan 100 tahun mencapai 230.685 m3/detik.

2. Analisis potensi banjir di DAS Babura dengan HEC-RAS menunjukkan bahwa

daerah yang tergenang banjir dengan periode ulang 10 tahun memiliki luas genangan

1.40 km2; 25 tahun seluas 1.70 km2; 50 tahun seluas 2.12 km2; dan 100 tahun seluas 2.34 km2

3. Daerah yang tergenang banjir akibat meluapnya Sungai Babura terdiri dari 13

kelurahan, yaitu Kelurahan Darat, Merdeka, Padang Bulan, Petisah Hulu, Titi Rantai,

Anggrung, Polonia, Madras Hulu, Suka Damai, Beringin, Kwala Bekala, Pangkalan

Masyhur, dan Gedung Johor. Luas genangan yang paling besar terdapat di Kelurahan

Kwala Bekala sedangkan luas genangan yang paling kecil terdapat di Kelurahan

Merdeka.

4. Estimasi biaya kerusakan rumah akibat banjir di DAS Babura dengan banjir periode

ulang 10 tahun mencapai Rp31,576,604,685; 25 tahun mencapai Rp37,923,125,855;

50 tahun mencapai Rp47,386,601,837; dan 100 tahun mencapai Rp51,814,891,082.

5. Dari analisis spasial dengan ArcGIS diperoleh enam titik evakuasi yang memenuhi

syarat, yaitu Asrama Haji, Lapangan di sebelah Plaza Medan Fair Jalan Gatot

Subroto, Lanud Polonia, Taman Ahmad Yani, Taman Gajah Mada, dan SD Swasta

Masehi Jalan Ngumban Surbakti. Jalur evakuasi menuju titik-titik tersebut terdiri dari

15 jalur alternatif.

(56)

5.2 Saran

Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya yaitu:

1. Data curah hujan yang digunakan sebaiknya lebih beragam (terdiri dari banyak

stasiun penakar) agar curah hujan rancangan dan debit banjir rancangan yang

diperoleh semakin akurat.

2. Sebaiknya Digital Elevation Model yang digunakan memiliki resolusi yang lebih tinggi agar diperoleh kontur yang lebih presisi sehingga genangan banjir yang

digambarkan semakin akurat.

3. Estimasi biaya kerusakan akibat banjir yang dihitung sebaiknya mencakup kerugian

yang lebih luas, seperti kerusakan pada lahan pertanian, perdagangan, sarana dan

Gambar

Gambar 3.3 Lokasi Stasiun-Stasiun Pengamatan
Tabel 4.3 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Stasiun Biru-Biru
Tabel 4.4 Data Curah Hujan Harian Maksimum DAS Babura
Tabel 4.6 Curah Hujan Harian Maksimum Rata-Rata DAS Babura
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian hasil penelitian menyimpulkan bahwa hukum Islam menyikapi pemberian upah penjemur padi yang didasarkan pada keadaan cuaca dibolehkan, karena para penjemur padi

Usia dini merupakan masa yang paling baik untuk menanamkan nilai-nilai yang ada karena anak sedang berada pada tahap pertumbuhan dan perkembangan fisik yang paling pesat

Deskripsi Produk Asuransi Tambahan Penyakit Kritis yang dapat ditambahkan pada Asuransi Unit Link yang tersedia di Perusahaan, sebagai pelengkap perlindungan anda untuk

Menurunnya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak cukup mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga pinjaman di sektor perumahan, karena KPR adalah kredit jangka

Inilah jalan filosofis untuk memperoleh jawaban pasti bahwa terjadi paradoks (kekacauan, ambiguitas) sehubungan dengan apakah masyarakat itu tunggal atau beragam. Ada pula

Dalam dunia perbankan istilah pembiayaan bermasalah bukanlah hal yang baru didengar. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, pemberian fasilitas pembiayaan mengandung

di sebabkan adanla p.oses kompresi ke dua yang yang dilakukan oleh ejeklor dnlam experiment inj panjang n.lri&#34;g chdnher dari 25 cm sampai 40 mengalamr rdriir

Pemohon, sehingga selisih perolehan suara antara Pemohon dan Pihak Terkait tidak lebih dari 1,5% (satu koma lima persen). 5) Bahwa Petitum dalam permohonan Pemohon halaman 16