• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Masase Nifas pada Ibu Pascasalin di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelaksanaan Masase Nifas pada Ibu Pascasalin di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Masa nifas, perubahan fisiologis dan psikologis masa nifas

2.1.1 Masa Nifas

Masa nifas dimulai sejak bayi dilahirkan dan setelah plasenta keluar dari

rahim, kemudian berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

sebelum hamil berlangsung sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6

minggu yang merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya kembali organ

reproduksi pada keadaan normal (Ambarwati, 2010).

Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6 sampai 8

minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan

berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil atau

tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologis dan psikologis karena

proses persalinan (Saleha, 2009).

Menurut hitungan awam masa nifas merupakan masa setelah melahirkan

selama 6 minggu atau 40 hari. Masa ini penting untuk terus dipantau karena

merupakan masa pembersihan rahim, sama halnya seperti masa haid (Saleha,

2009).

Pada fase ini terdapat 3 tahapan masa nifas yaitu, Puerperium dini yang

merupakan pemulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

(2)

yang diperlukan untuk pulih dan sehat terutama bila selama hamil atau bersalin

ibu mengalami komplikasi (Suherni dkk, 2009).

2.1.2. Perubahan fisiologis dan psikologis masa nifas

Masa pasca persalinan adalah fase khusus dalam kehidupan ibu serta bayi.

Bagi ibu yang mengalami persalinan untuk pertama kalinya, ibu menyadari

terjadinya perubahan yang sangat bermakna dalam hidupnya. Keadaan ini ditandai

dengan terjadinya perubahan fisik dan psikologis pada ibu (Prawirohardjo, 2008).

Salah satu perubahan fisik yang terjadi pada ibu masa nifas yaitu

perubahan pada uterus, lokia, vagina dan vulva. Pada masa nifas, uterus akan

berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Segera setelah

lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri berada kurang

lebih pertengahan antara umbilikus dan simfisis, atau sedikit lebih tinggi. Korpus

uteri pada masa ini sebagian besar terdiri dari miometrium yang dilapisi oleh

serosa dan desidua basalis. Dua hari kemudian, uterus masih tetap pada ukuran

yang sama dan kemudian mengerut. Pada hari kelima post partum, uterus kurang

lebih setinggi 7 cm diatas simfisis atau pertengahan antara simfisis dan umbilikus,

dan dalam dua minggu uterus telah turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak

dapat lagi diraba diatas simfisis (Rukiyah, 2011). Berikut tabel perubahan uterus

setelah melahirkan (Saleha, 2009).

Tabel 2.1.2. Perubahan uterus setalah melahirkan

Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus

Bayi lahir Setinggi pusat, 2 jari dibawah pusat 1.00 gram

(3)

2 minggu Tidak teraba diatas simfisis 500 gram

6 minggu Normal 50 gram

8 minggu Normal tapi sebelum hamil 30 gram

Uterus mengeluarkan cairan sekret yang disebut lokia. Warna lokia

berubah seiring waktu, mula-mula berwarna merah sampai putih. Perubahan

warna dan jumlah lokia yang dikeluarkan memberikan informasi apakah involusi

uterus terjadi secara normal atau tidak (Murray & McKinney, 2007). Lokia adalah

cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina selama masa nifas.

Awalnya, lokia adalah berwarna merah, umumnya disebut dengan lokia rubra.

Lokia rubra muncul pada hari ke 1-2 pasca persalinan, mengandung darah dan

sisa-sisa selaput ketuban. Berwarna merah dan kuning berisi darah lendir, disebut

dengan lokia sanguinolenta, lokia ini muncul pada hari ke 3-7. Pada hari ke 7-14

pasca persalinan, cairan menjadi berwarna kuning hingga kecoklatan serta cairan

ini tidak berdarah lagi, umumnya disebut lokia serosa. Cairan berwarna putih

kekuningan disebut dengan lokia alba, mengandung leukosit, selaput lendir

serviks dan serabut jaringan mati, lokia ini muncul sejak 2-6 minggu pasca

persalinan. Lokia mempunyai bau yang amis (anyir), meskipun tidak terlalu

menyengat dan volumenya berbeda pada setiap wanita. Total jumlah rata-rata

pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml. Lokia dimulai sebagai suatu

pelepasan cairan dalam jumlah yang banyak pada jam-jam pertama setelah

melahirkan. Lokia biasanya berlangsung kurang lebih selama 2 minggu setelah

(4)

4 minggu dan dapat berhenti atau berlanjut hingga 56 hari setelah bersalin

(Rukiyah, 2011).

Vulva dan vagina saat masa nifas mengalami penekanan serta peregangan

yang sangat besar selama proses persalinan, dan dalam beberapa hari pertama

sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur,

vagina dan pintu keluar vagina pada bagian pertama masa nifas membentuk

lorong berdinding lunak (Rukiyah, 2011). Ukuran vagina akan kembali seperti

ukuran sebelum hamil 6-8 minggu setelah melahirkan dan rugae (lipatan-lipatan

atau kerutan-kerutan) akan kembali terlihat pada minggu keempat (Bobak,

Lodermilk, Jensen & Perry, 2005).

Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani. Ibu

tidak hanya mengalami perubahan fisik namun juga psikologisnya yang

mengakibatkan gangguan emosional. Kesejahteraan emosional ibu selama periode

postpartum dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kelelahan, peran barunya

sebagai ibu, cemas dengan kesehatannya sendiri atau bayinya serta tingkat

dukungan yang diberikan untuk ibu (Rukiyah, 2011).

Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan

positif untuk ibu. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan

mengalami beberapa fase meliputi, taking in, taking hold, dan letting go. Fase

taking in, yaitu periode ketergantungan berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah persalinan. Pada fase ini ibu sangat bergantung pada orang lain dan

fokus utama ibu hanya pada dirinya sendiri, ibu akan berulang kali menceritakan

(5)

hold, yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya

dalam merawat bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif sehingga mudah

tersinggung dan gampang marah. Bagi petugas kesehatan fase ini merupakan

kesempatan yang baik untuk memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan

yang dibutuhkan ibu nifas. Seperti mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusui

yang benar, cara merawat luka jahitan, memberikan pendidikan kesehatan yang

dibutuhkan ibu seperti gizi, istirahat, dan kebersihan diri (Suherni, 2009).

Selanjutnya, fase letting go, yaitu masa dimana ibu sudah menerima tanggung

jawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu

sudah mulai secara penuh menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu dan

menyadari atau merasa kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya (Saleha,

2009).

2.2. Perawatan masa nifas

Perawatan nifas adalah perawatan terhadap ibu yang baru melahirkan

sampai alat-alat kandungan pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.

Perawatan nifas merupakan suatu hal yang sangat penting dilakukan karna pada

masa nifas wanita akan banyak mengalami perubahan pada dirinya, baik fisik

maupun psikologis. Perawatan diri pada masa nifas bertujuan untuk mempercepat

proses pemulihan kesehatan umum ibu dengan cara penyediaan makanan bergizi,

melakukan pergerakan otot agar tonus otot menjadi lebih baik, melancarkan

peredaran darah serta meningkatkan kualitas hidup ibu dan bayi (Ibrahim, 1996;

(6)

Menurut Giddes & Grosset (2000) massage (kusuk) merupakan salah satu

perawatan diri ibu nifas, karena kusuk dapat mengurangi kuatnya ketegangan pada

otot, sehingga mendorong relaksasi dan meredakan rasa sakit saat melahirkan.

2.3. Masase nifas

Secara umum praktek tradisional selama pasca salin banyak dilakukan

masyarakat Asia untuk mengembalikan keseimbangan berbagai elemen tubuh.

Praktek tradisional ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi normal organ

reproduksi, meningkatkan pemulihan dan tenaga ibu, mendukung penyembuhan

luka, dan untuk alasan menurunkan berat badan dan kecantikan. Di antara praktek

tradisional dalam masa nifas adalah masase (MaHTAS, 2015).

Begitu pula di Indonesia khususnya di Medan, Sumatera Utara, banyak ibu

pascasalin yang melakukan masase nifas. Masase dilakukan untuk

mengembalikan kebugaran tubuh ibu setelah melewati proses persalinan yang

banyak menghabiskan tenaga.

Masase merupakan teknik penyembuhan dalam bentuk sentuhan langsung dengan tubuh. Kata pijat atau massage berasal dari “mash”, kata dalam bahasa

Arab yang berarti ditekan pelan, atau “massein”, kata dalam bahasa Yunani, yang

berarti “meremas” (Mangoenprasodjo, 2005). Jadi, dapat disimpulkan bahwa

massage adalah sentuhan langsung dengan tubuh dan termasuk tekanan lembut dan meremas.

Masase merupakan terapi yang bersifat holistik. Manfaat masase terasa

pada tubuh, pikiran dan jiwa. Masase kini digunakan di Unit Perawatan Intensif

(7)

ADD/ADHD), manula, bayi dalam inkubator, pasien kanker, penderita AIDS,

sakit jantung, dan stroke. Demikian juga pusat-pusat rehabilitasi ketergantungan

dan klinik nyeri. Berbagai bentuk masase juga telah digabungkan ke metode terapi

komplementer lain, seperti aromaterapi, refleksologi, dan osteopati (Hadibroto,

2006).

Ibu yang merasakan sakit akibat proses persalinan merasakan bahwa rasa

sakit yang dialami selama melahirkan dapat berkurang jika bokong dan

punggungnya di masase. Masase dapat mengurangi kuatnya ketegangan pada otot,

sehingga mendorong relaksasi dan meredakan rasa sakit saat melahirkan (Giddes

& Grosset, 2000).

2.4. Pelaksanaan masase nifas

Pada penelitian sebelumnya mengatakan bahwa ibu melakukan masase

setelah melahirkan pada hari ke-2, dilakukan 3 kali seminggu setiap 2 hari sekali.

Tujuannya untuk mengeluarkan darah kotor dan menyehatkan ibu. Sedangkan ibu

lainnya melakukan masase sekali 2 hari selama 1 minggu (3 kali masase). Masase

di lakukan pada seluruh badan. Saat di masase, rahim ibu juga diraba untuk

mengetahui bengkaknya rahim. Jika ibu merasa sakit maka masase terus di

lakukan hingga 10 hari setiap 2 atau 3 hari. Manfaatnya untuk melancarkan

keluarnya darah kotor, serta menghilangkan sakit pinggang ibu. Masase dilakukan

oleh pemijat. (Safriyanti, 2015).

Hasil penelitian oleh Sugita (2016), di Desa Candirejo Kecamatan Ngawen

Kabupaten Klaten, dikatakan bahwa sebanyak 6 responden memulai masase pada

(8)

ke-3 dan 1 responden lainnya memulai masase pada hari ketujuh setelah bersalin.

Sebanyak 3 responden melakukan masase nifas sebanyak 5 kali, 5 responden

melakukan masase nifas sebanyak 3 kali dan 1 responden melakukan masase nifas

sebanyak 2 kali selama masa nifas. Bagian yang di masase adalah seluruh tubuh

kecuali perut.

Secara umum masase atau pijatan yang dilakukan di daerah punggung

dapat membuat seluruh tubuh menjadi santai. Melakukan pijatan di bagian kiri

dan kanan tulang belakang pada bagian atas dapat membantu mengatasi berbagai

persoalan pernapasan. Masase atau pijatan yang sama pada punggung bagian

bawah dapat meredakan sembelit dan rasa meriang saat menstruasi (Giddes &

Grosset, 2000).

Pijat punggung juga dapat dilakukan oleh ibu pascasalin karena pijat

punggung merupakan salah satu alternatif intervensi untuk membantu

meningkatkan kelancaran produksi ASI (Yohmi & Roesli, 2009). Pijat punggung

adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) dimulai dari batas

bawah leher sampai tulang costae ke-5-ke-6 dan merupakan usaha untuk

merangsang pengeluaran hormon oksitosin setelah melahirkan (Biancuzzo, 2003).

Oksitosin yang dilepaskan oleh hipofifis posterior akan dialirkan ke dalam darah

dan sampai pada organ tujuan yaitu sel mioepitel di sekitar alveoli dan sel

mioepitel di uterus. Kemudian hormone oksitosin merangsang sel mioepitel

sehingga kantung alveolus tertekan, tekanan meningkat dan duktus memendek

dan melebar. Kemudian diejeksikanlah ASI dari puting susu. Diharapkan dengan

(9)

setelah melahirkan akan segera hilang. Jika ibu rileks dan tidak kelelahan dapat

membantu pengeluaran hormon oksitosin (Mardiyaningsih, 2010). Pijatan pada

tulang belakang ini dapat juga dilakukan oleh suami ataupun anggota keluarga

lainnya.

2.5. Bagian-bagian tubuh manusia

Gambar 2.5.1. Permukaan anatomi tubuh

(10)

Terminologi anatomi umumnya merujuk pada posisi tegak dengan wajah

menghadap ke depan, lengan berada di samping, telapak tangan mengarah ke

badan atau ke depan, tungkai diletakkan berdampingan dengan menghadap ke

depan.

Tubuh dibagi menjadi kepala (caput), leher (collum), torso (truncus)

dengan dada (thorax), perut (abdomen), panggul (pelvis), punggung (dorsum), dan

ekstremitas atas (membrum superius) dan bawah (membrum inferius).

Ekstremitas dibagi menjadi lengan atas (brachium), lengan bawah (antebrachium),

tangan (manus) dan tungkai atas (femur), tungkai bawah (crus), kaki (pes).

2.5.1. Regio-regio tubuh manusia

(11)

Gambar 2.5.1.3. Regiones corporis; dilihat dari dorsal

Gambar

Gambar 2.5.1. Permukaan anatomi tubuh
Gambar 2.5.1.2. Regiones corporis; dilihat dari ventral
Gambar 2.5.1.3. Regiones corporis; dilihat dari dorsal

Referensi

Dokumen terkait

Bapak dan Ibu dosen serta staff Program Pendidikan Arsitektur Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik Soegijapranata yang telah membekali penulis ilmu yang bermanfaat... v

Pada tahun 2010 dibahas tentang weak dimension dan sifat distributif kanan dari RDPTM, serta karakterisasi RDPTM sebagai ring duo, B é zout dan.. distributif

Yang dimaksud dengan metode observasi adalah teknik pengumpulan data. dimana peneliti mengadakan pengamatan, baik itu secara langsung/

Penelitian ini dilatar belakangi oleh praktek sewa menyewa pada PO Jasa Malindo, yang menerapkan uang muka serta uang ganti rugi jika terjadi pembatalan,

Persentase pemanfaatan literatur jika dilihat dari keseluruhan sitiran peneliti pada Wartazoa tahun 2015 dan 2016 yaitu 1431 frekuensi sitiran maka persentase yang

Hasil penelitian tentang Limbah cair penyebab pencemaran lingkunganini dihasilkan oleh air bersih yang telah digunakan untuk berbagai kegiatan menghasilkan limbah

Evaluasi Ketersediaan Koleksi dengan Menggunakan Analisis Sitiran terhadap Tesis Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Biomedik Tahun 2012 di Perpustakaan

melalui Think-Pair And Share dengan pendekatan scientific dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas VIII MTs Swasta di Kabupaten Blitar dalam