• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ASPEK HUKUM KEGIATAN PERIKLANAN DI BIDANG PROPERTI

A. Sejarah Bisnis Periklanan

Pemasaran (marketing) sebenarnya lebih dari sekedar mendistribusikan barang dari para produsen pembuatnya kepada konsumen pemakai. Pemasaran sesungguhnya meliputi semua tahapan yakni mulai dari penciptaan produk hingga kepada pelayanan purnajual setelah terjadinya transaksi perdagangan itu sendiri. Salah satu tahapan dari pemasaran tersebut adalah periklanan. Tahapan-tahapan tersebut bagaikan mata rantai yang saling berhubungan dan rangkaiannya akan terputus jika salah satu mata rantai itu lemah.35 Dengan demikian, periklanan merupakan tahapan yang sangat penting, yang sama pentingnya dengan mata rantai yang lain dari suatu proses pemasaran. Keberhasilan mata rantai yang satu menentukan keberhasilan yang lainnya. Produk barang dan jasa itu sendiri, baik penamaannya, pengemasannya, penetapam harga, dan pendistribusiannya, semuanya tercermin dalam kegiatan periklanan yang sering kali disebut sebagai darah kehidupan bagi suatu organisasi (pelaku usaha). Tanpa adanya perikalanan, berbagai produk barang atau jasa tidak akan dapat mengalir secara lancar kepada konsumen, baik konsumen pemakai maupun konsumen yang akan menjual kembali produk barang atau jasa tersebut.36

Iklan pada awalnya hanya terbatas pada papan nama sederhana yang menunjukkan nama sebuah penginapan, nama bar kecil, serta kios tukang cukur

35 Taufik H. Simatupang, Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan

(2)

yang dihiasi dengan tabung putar warna-warni atau hiasan lainnya yang sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dunia media, iklan mengalami

evolusi (perubahan) yang luar biasa.

Keberhasilan dari suatu perekonomian secara nasional banyak ditentukan oleh kegiatan-kegiatan periklanan sebagai penunjang usaha penjualan, sekaligus menentukan kelangsungan hidup produksi pabrik-pabrik, terciptanya lapangan kerja, serta adanya hasil yang menguntungkan dari seluruh modal (uang) yang telah diinvestasikan. Apabila proses ini terhenti, terjadilah resesi. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa negara-negara yang makmur senantiasa disemarakkan oleh kegiatan-kegiatan periklanan yang gencar. Sedangkan di negara-negara berkembang, di mana dasar perekonomiannya masih lemah dan kegiatan periklanannya masih berada pada taraf minimum, lapangan kerja begitu sulit didapat sehingga begitu banyak kaum muda yang potensial tidak dapat menemukan sumber nafkah.37

Menurut sejarahnya, perkembangan periklanan sudah terjadi sejak tahun 4000 SM (Sebelum Masehi), hal ini berawal di Mesir, dimana Mesir menggunakan papirus untuk membuat pesan penjualan dan poster-poster. pesan Komersial dan menampilkan kampanye politik telah ditemukan di reruntuhan Pompeii dan kuno Saudi.38 Kemudian berjalan beriringan dengan perkembangan media cetak seperti koran-koran yang ada di kedai kopi, yang terjadi pada masa klasik abad ke-17. Diawali dengan terbitnya biro-biro iklan seperti “White” pada tahun 1800 yang menangani periklanan lotre resmi pemerintah Inggris. Kemudian,

37Ibid., hlm. 4

38 https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_periklanan (diakses pada tanggal 08 Agustus

(3)

diikuti “Reynell and Son” yang dibentuk di London pada tahun 1912.

Perkembangan periklanan selanjutnya ditandai dengan maraknya foto dan lukisan tua tentang kereta-kereta berkuda yang berkeliaran di London pada akhir abad ke-19, di mana pada badan kereta berkuda tersebut banyak ditempeli poster-poster iklan suatu produk yang sedang popular saat itu. Hal ini menjadi bukti bahwa menurut sejarah perdagangan, iklan menempati posisi yang penting. Perusahaan-perusahaan yang sudah menjadi pengiklan sejak abad ke-19 masih banyak yang bertahan sampai sekarang, seperti: Beecham, Cadbury, Lever Brothers, dan Lipton yang ada di Inggris.39

Meskipun pada awalnya biro-biro iklan hanya menjalankan fungsinya sebagai makelar/pialang ruang atau kolom iklan di media massa, namun posisi tersebut terus berkembang menjadi posisi legal sebagai perantara antara pihak media massa dengan perusahaan pengiklan. Biro-biro iklan itulah yang kemudian memikul tanggung jawab atas pembayaran kepada media massa, jika pihak pengiklan tidak menyerahkan pembayaran sebagaimana seharusnya karena sebab apa pun. Seiring dengan perkembangan teknologi proses percetakan yang terus membaik, maka biro-biro iklan juga bersaing untuk menyediakan fungsi-fungsi kreatif, seperti pembuatan iklan yang semenarik mungkin kepada para pengiklan. Dengan demikian, kedudukan biro-biro iklan telah mengalami pergeseran dari sekedar makelar ruang iklan menjadi agen-agen pelayanan yang bersifat multifungsi dan independen.

(4)

Di Indonesia sendiri, bisnis periklanan sudah terjadi sejak abad ke-16. Tokoh periklanan pertama di Indonesia adalah Jan Pieterzoon Coen, orang Belanda yang menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1619-1629. Tokoh ini bukan hanya bertindak sebagai pemrakarsa iklan pertama di Indonesia, tetapi juga sebagai pengiklan dan perusahaan periklanan. Bahkan dia pun menjadi penerbit dari Bataviasche Nouvelle, suratkabar pertama di Indonesia yang terbit tahun 1744, satu abad setelah J.P. Coen meninggal.40

Iklan pertama yang diprakarsainya berupa pengumuman-pengumuman pemerintah Hindia Belanda berkaitan dengan perpindahan pejabat terasnya di beberapa wilayah. Namun dengan penerbitan suratkabar pertama yang memuat iklan itu, Jan Pieterzoon Coen membuktikan, bahwa pada hakekatnya untuk produk-produk baru, antara berita dan iklan tidak ada bedanya. Atau, bahwa berita pun dapat disampaikan dengan metode dan teknik periklanan. Kenyataan itu membuktikan pula, bahwa iklan dan penerbitan pers di Indonesia, sebenarnya lahir tepat bersamaan waktunya, dan keduanya saling membutuhkan atau memiliki saling ketergantungan.41

Kemudian seiring berjalannya waktu, banyak tokoh-tokoh lain yang datang ke Indonesia dari berbagai negara untuk melakukan praktik periklanan, diantaranya: “tiga serangkai” dari Belanda, F. Van Bemmel, Is. Van Mens dan

Cor van Deutekom, dari Belanda juga yakni CA Kruseman, kemudian tokoh dari

40 https://dictum4magz.wordpress.com/2008/01/07/sejarah-periklanan-indonesia/ (diakses

(5)

Cina yakni Yap Goan Ho yang memiliki perusahaan periklanan di Batavia pada masanya, dan lain sebagainya.42

Periklanan adalah komunikasi non-individu, dengan sejumlah biaya, melalui berbagai media yang dilakukan oleh perusahaan, lembaga non-laba, serta individu - individu. Istilah periklanan berbeda dengan iklan, karena iklan adalah beritanya itu sendiri, sedangkan periklanan adalah prosesnya, yaitu suatu program kegiatan untuk mempersiapkan berita tersebut dan menyebarluaskan kepada pasar. Periklanan merupakan bentuk presentasi dan promosi non pribadi tentang ide, barang dan jasa yang dibayar oleh sponsor tertentu.43

B. Pengertian Dan Tujuan Kegiatan Periklanan

Kegiatan periklanan atau yang biasa disebut juga dengan promosi pada hakekatnya adalah suatu komunikasi pemasaran, artinya aktifitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk, dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada apa yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan.44

Iklan merupakan salah satu sarana pemasaran yang cukup banyak dipergunakan oleh pelaku usaha untuk memperkenalkan aneka produk yang

42Ibid.

43 Swastha, Basu, dan Ibnu Sukotjo W, Pengantar Bisnis Modern, Edisi Ketiga, (Yogyakarta : Liberty, 2004), hlm. 223.

44 Tjiptono, sebagaimana dikutip dalam situs

(6)

dihasilkannya kepada konsumen serta untuk meningkatkan kesadaran konsumen terhadap aneka produk yang dihasilkan.45

Melalui iklan, pelaku usaha berupaya untuk menginformasikan berbagai hal mengenai produk yang dipasarkannya kepada konsumen, antara lain tentang ketersediaan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat, kualitas produk, keamanan, harga, tentang berbagai persyaratan dan atau cara memperolehnya, tentang jaminan atau garansi produk, ketersediaan suku cadang, pelayanan purna jual, dan hal-hal lain yang berkenaan dengan itu.46

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya dalam memberikan definisi terhadap iklan. David Oughnton dan John Lowry, menulis:

“Advertising is the central symbol of consumer society, advertising plays a central role in making available to consumers information which the producers of the advertised product wishes the consumer to have.”(Oughton, 1997 : 81).47

Melalui iklan, pelaku usaha seharusnya dapat lebih mendekatkan diri kepada konsumen, dengan menghasilkan beraneka produk yang sesuai dengan keinginan dankebutuhan konsumen.

Menurut Lee dan Johnson yang dialih bahasakan oleh Munandar dan Priatna menyatakan bahwa “periklanan adalah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat massal seperti

45 Dedi Heryanto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang

Menyesatkan, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 1. 46Ibid.

(7)

televisi, radio, koran, majalah, direct mail (pengeposan langsung), reklame luar ruang, atau kendaraan umum”.48

Menurut Kasali memberikan definisi bahwa iklan secara sederhana adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat melalui suatu media.49 Sedangkan Fandy Tjiptono, mengatakan bahwa iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian.50 Sedangkan menurut Kotler & Keller yang dialih bahasakan oleh Benyamin Molan menyatakan iklan adalah segala bentuk presentasi nonpribadi dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor tertentu yang harus dibayar.51 Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa iklan adalah semua bentuk presentasi nonpersonal yang dimaksudkan untuk mempromosikan gagasan, atau memberikan informasi tentang keungulan dan keuntungan suatu produk yang dibiayai pihak sponsor tertentu.

Menurut Pasal 1 angka 6 UU Perlindungan Konsumen, kegiatan periklanan atau disebut juga promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.

48 Lee, Monle dan Carla Johnson, Prinsip-Prinsip Periklanan Dalam Perspektif Global, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2007), hlm. 3.

49 Renald Kasali, Manajemen Periklanan, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2007), hlm. 9.

50 Fandy Tjiptono, Brand Management and Strategy, (Yogyakarta : Andi. 2005), hlm. 226.

(8)

Kegiatan periklanan atau biasa disebut promosi adalah hak konsumen yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha dalam masa pra transaksi. Pasal 4 huruf (c) UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa salah satu hak konsumen adalah,

“hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.52

Tujuan dasar dilaksanakannya promosi adalah untuk mempengaruhi konsumen supaya membeli produk yang dihasilkan penjual. Suatu promosi yang dilaksanakan tanpa mempunyai tujuan sama saja dengan melaksanakan pekerjaan yang sia-sia. Tujuan promosi merupakan dasar dalam membuat keseluruhan program promosi yang akan dijalankan oleh perusahaan dalam rangka mencapai apa yang diinginkannya, kemudian akan menyusul langkah-langkah selanjutnya. Pada umumnya promosi memiliki beberapa tujuan antara lain:53

1. Promosi tersebut harus dapat menyampaikan pesan kepada sejumlah calon konsumen yang dituju atau yang ditargetkan, dengan demikian pelaku usaha harus memilih mana yang dapat dicapai ke pembeli yang dituju tersebut. Dalam rangka mendukung tujuan ini perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menentukan calon konsumen yang dituju atau yang ditargetkan. b. Menentukan jumlah calon konsumen yang dituju.

c. Memilih media yang paling sesuai untuk dapat mencapai calon konsumen tersebut.

52 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, Pasal 4 Huruf C.

53 Friska, “Manfaat Promosi Dalam Usaha Untuk Meningkatkan Produksi Pada Asuransi

Jasa Indonesia Cabang Medan”, (Medan : Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara, 2004),

(9)

2. Promosi harus dapat menarik perhatian konsumen atau calon konsumen yang dituju, namun seringkali sangat sukar untuk menarik perhatian calon konsumen terhadap promosi yang dilakukan disebabkan adanya sedemikian banyak promosi yang dilakukan pula oleh perusahaan lainnya, sehingga perhatian calon konsumen tidak hanya terpusat pada promosi yang dilakukan oleh perusahaan lainnya yang meliputi sejumlah advertensi, promosi penjualan dan usaha-usaha promosi lainnya. Jadi perusahaan dihadapkan pada masalah bagaimana agar promosi yang dilakukan oleh perusahaan lainnya. Cara yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian calon konsumen misalnya memberikan sponsor untuk suatu acara tertentu, penggunaan orang yang sudah popular di mata masyarakat dalam reklamenya, menonjolkan apa yang lebih menjadi keistimewaan produknya yang tidak terdapat pada produk lainnya, dan lain sebagainya.

(10)

konsumen banyak tertarik, mengingat dan memahami beberapa promosi dari sekian banyak promosi yang ada.

4. Setelah promosi dapat dipahami oleh calon konsumen, maka pelaku usaha mengharapkan suatu tanggapan dari calon konsumen terhadap promosi tersebut.

Setiap pelaku usaha harus menyesuaikan promosinya dengan produk yang

dihasilkannya untuk dapat merubah sikap calon konsumen yang ditujunya,

misalnya perubahan agar konsumen mengalihkan pembeliannya dari produk

pelaku usaha lain ke produk yang dihasilkan oleh si pelaku usaha itu sendiri.

Banyak pelaku usaha menggunakan advertensi merubah sikap calon konsumen

yang ditujukannya, advertensi belum tentu dapat menyebabkan sebagian besar

konsumen untuk segera melakukan pembeliannya.

5. Tujuan akhir promosi adalah untuk meningkatkan hasil perusahaan melalui peningkatan hasil penjualan, maka tujuan promosi yang paling penting adalah

untuk dapat menimbulkan tindakan dari calon konsumen yang ditujunya, karena

hal ini menandakan berhasil atau tidaknya suatu promosi.

Selain itu, Menurut Kasali, mengatakan bahwa tujuan kegiatan periklanan adalah:54

1. Sebagai alat bagi komunikasi dan koordinasi.

Tujuan memberikan tuntunan bagi pihak-pihak yang terlibat, yakni pengiklan (klien), account executive dari pihak biro, dan tim kreatif untuk saling berkomunikasi. Tujuan juga membantu koordinasi bagi setiap kelompok kerja, seperti suatu tim yang terdiri dari copywriter, spesialis radio, pembeli media, dan spesialis riset.

(11)

2. Memberikan kriteria dalam pengambilan keputusan.

Jika ada dua alternatif dalam kampanye iklan, salah satu dari padanya harus dipilih. Berbeda dengan keputusan yang dilakukan berdasarkan selera eksekutif (atau istrinya), mereka semua harus kembali pada tujuan dan memutuskan mana yang lebih cocok.

3. Sebagai alat evaluasi.

Tujuan juga digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap hasil suatu kampanye periklanan. Oleh karena itu timbul kebutuhan untuk mengaitkan beberapa ukuran seperti pangsa pasar atau kesadaran merek dengan tujuan kampanye periklanan.

Adapun tujuan dari periklanan sebagai pelaksanaan yang beragam dari alat komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya, menurut Terence A.Shimp adalah sebagai berikut:55

1. Informing (memberikan informasi), periklanan membuat konsumen sadar akan merek-merek baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif 2. Persuading (mempersuasi), iklan yang efektif akan mampu membujuk

konsumen untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan.

3. Remainding (mengingatkan), iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para konsumen.

(12)

4. Adding Value (memberikan nilai tambah), periklanan memberikan nilai tambah dengan cara penyempurnaan kualitas dan inovasi pada merek dengan mempengaruhi persepsi konsumen.

5. Assisting (mendampingi), peranan periklanan adalah sebagai pendamping yang menfasilitasi upaya-upaya lain dari perusahaan dalam proses komunikasi pemasaran.

C. Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Tentang Periklanan Kebutuhan hukum dan perkembangan kesadaran hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara senantiasa berkembang dinamis sejalan dengan perkembangan pembangunan bangsa di segala bidang. Pembinaan hukum harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan tingkat kemampuan pembangunan di segala bidang sehingga tercapai ketertiban, keadilan dan kepastian hukum yang mengarah kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat.56

Peranan hukum sangat penting dalam usaha memberikan perlindungan terhadap konsumen. Sebagai konsumen kita semua berkepentingan akan suatu perlindungan hukum sehubungan dengan kualitas maupun kuantitas dari individual maupun public consumption.57 UUPK memberikan pengaturan mengenai periklanan namun terpencar di sana sini dan tidak merupakan suatu konsep utuh. Berikut merupakan pengaturan kegiatan periklanan di Indonesia,

56 Margaretha E. P. Napitupulu : ”Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang

Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen”, (Medan : USU

Repository, 2008), hlm. 95.

(13)

antara lain:

1. Hukum Perdata

Apabila merujuk kepada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), keduanya tidak memberikan pengertian maupun memuat kaidah-kaidah tentang periklanan secara khusus. Hal ini dapat dipahami karena kegiatan periklanan baru berkembang dengan sangat pesat setelah distribusi barang dan/atau jasa dari berbagai negara dapat dengan bebas masuk ke pasar Indonesia dengan mengusung tema era perdagangan bebas.58

Bagi sebagian besar konsumen periklanan, hubungan dengan pelaku usaha periklanan tentu tidak dilandasi dengan adanya kontrak secara tertulis. Pada umumnya konsumen memperoleh informasi produk melalui media elektronik seperti radio, internet ataupun televise, tanpa ada bukti tertulis. Namun ada juga sebagian konsumen yang memperoleh informasi melalui iklan cetak di koran, majalah, maupn brosur yang diterbitkan dan disebarluaskan oleh pelaku usaha. Tentu timbul pertanyaan apakah iklan di media cetak atau elektronik tersebut mempunyai kekuatan sebagai suatu kontrak? Dari hal tersebut dapat kita lihat bahwa tidak ada hubungan langsung antara pelaku usaha dengan konsumen, namun hal ini bukanlah suatu alasan konsumen yang merasa dirugikan tidak dapat menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha. Penjualan produk telah dipromosikan melalui iklan pada media massa secara langsung kepada konsumen, dan karenanya pelaku usaha tidak

58 Erman Rajaguk-guk, “Pentingnya Perlindungan Konsumen Dalam Era Perdagangan

Bebas”, dalam Husni Syawali, Neni Sri Imanyani (Pen), “Hukum Perlindungan Konsumen”,

(14)

dapat menggunakan alasan tentang tidak adanya hubungan langsung apabila konsumen menanggapi iklan tersebut.

A. Z. Nasution dalam pendapatnya mengemukakan, bahwa iklan atau periklanan sangat erat kaitannya dengan kegiatan penawaran barang dan/atau jasa untuk dijual atau digunakan oleh konsumen. Dalam pesan ikalan barang dan/atau jasa, tidak jarang secara tegas dinyatakan “janji” akan memberikan

suatu hadiah lain berupa barang atau jasa, perjalanan ke luar negeri, atau adanya potongan harga yang mana hal ini tentunya akan menarik konsumen apabila tawaran iklan tersebut dipenuhi dan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pelaku usaha.59

Pernyataan yang sengaja dibuat oleh pelaku usaha ini dapat disimpulkan sebagai suatu pernyataan kehendak untuk membuat kesepakatan, yang apabila pernyataan itu ditanggapi dan disepakati oleh konsumen yang berminat, maka akan terjadilah suatu persetujuan atau perjanjian. Hal-hal ini termasuk kepada kegiatan perdata yang merupakan objek pengaturan dalam Buku Ke-III (tiga) KUH Perdata tentang Perikatan, khususnya periklanan yang timbul dari perjanjian atau persetujuan.

Selain Pasal 1320 tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, Pasal 1338 tentang perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, dan 1365 KUH Perdata tentang setiap perbuatan yang merugikan orang lain akan mewajibkan orang yang membuat kerugian untuk mengganti rugi, masih terdapat beberapa pasal lainnya yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum

(15)

untuk hal-hal yang berkaitan dengan periklanan, diantaranya Pasal 1233 yang menyatakan bahwa suatu perikatan lahir karena suatu perjanjian atau karena undang-undang, Pasal 1234 tentang tujuan perikatan, Pasal 1321 menyatakan bahwa tidak ada suatu perjanjian mempunyai kekuatan apabila dibuat karena kekhilafan atau dengan paksaan, Pasal 1328 tentang penipuan atas perjanjian, Pasal 1367 tentang orang yang menjadi tanggungan seseorang akan mengakibatkan si penanggung untuk bertanggung jawab termasuk juga barang dibawah pengawasannya, Pasal 1372-1380 tentang ganti rugi terhadap penghinaan yang dilakukan seseorang, Pasal 1473-1474 tentang kewajiban penjual, Pasal 1491 tentang penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli, Pasal 1501-1504 tentang hukuman untuk menyerahkan sebagian barang yang dijual, Pasal 1601-1603 KUH Perdata tentang perjanjian kerja, kewajiban majikan, dan kewajiban buruh.

2. Hukum Pidana

(16)

penipuan dalam jual beli, sampai kepada penipuan di bidang kepengacaraan. Apabila dicoba untuk menempatkan perbuatan pidana pemberian keterangan yang tidak benar tersebut dalam konteks perbuatan-perbuatan yang dianggap sebagai penipuan, maka terdapat 2 (dua) kemungkinan penempatan yang sesuai, yaitu apabila dilihat dampak dari perbuatan tersebut antar sesama pelaku usaha maka pemberian keterangan yang tidak benar tersebut dapat ditempatkan sebagai persaingan curang, sebagaimana diatur dalam Pasal 382 bis KUHP:

“Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam, jika perbuatan itu dapat enimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya atau konguren-konkuren orang lain, karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah”.

Tetapi apabila dikaitkan dampak dari perbuatan tersebut terhadap konsumen, maka perbuatan pemberian keterangan yang tidak benar tersebut dapat ditempatkan sebagai penipuan dalam jual beli, sebagaimana dimuat ketentuannya dalam Pasal 378 KUHP:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

(17)

sesuai dengan kondisi, jaminan dan hal-hal yang tidak sesuai dengan produk yang diiklankan, dengan maksud untuk membujuk konsumen agar memilih dan membeli produk pelaku usaha tersebut.

Terhadap pelaku usaha yang telah melakukan penipuan terhadap konsumen melalui iklan dapat pula diancam pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 383 KUHP, yang menyatakan:

“Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli:

1e. karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli;

2e. mengenai jenis, keadaan atau jumlah barang yang diserahkan, dengan menggunakan tipu muslihat”.

Adapula pasal-pasal dalam KUHP yang juga dapat dikaitkan dengan kegiatan periklanan, diantaranya Pasal 386 ayat (1) KUHP dan Pasal 204 KUHP tentang tindak pidana dalam bentuk perbuatan “menawarkan”.60

3. Undang-Undang Perlindungan Konsumen

UUPK mengatur mengenai periklanan termasuk perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi para pelaku usaha periklanan. Pengaturan tersebut terdapat di dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 17 dan Pasal 20 UUPK. Larangan-larangan tersebut berlaku bagi para pihak yang mempunyai kaitan dengan kegiatan periklanan seperti perusahaan periklanan, perusahaan pengiklan, serta media massa elektronik maupun non elektronik yang akan menayangkan iklan tersebut. Meskipun pengaturan terhadap media elektronik maupun non elektronik secara tegas dijelaskan dalam UUPK.

60 Barda Nawawi Arief, “Masalah Penegakan Hukum dan Kbeijakan Penanggulangan

(18)

Peraturan kegiatan periklanan dalam UUPK ini diawali dengan beberaoa larangan yang ditujukan bagi pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan penawaran, promosi, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa.

Pasal 9 ayat (1) UUPK menjelaskan bahwa:

“Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolaholah:

a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu; b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciriciri kerja atau aksesori tertentu;

d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;

e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

j. menggunakan katakata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;

k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.”

(19)

perbuatan melanggar hukum.61

Dalam Pasal 10 UUPK dimuat ketentuan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;

c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;

d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Dalam Pasal 12 UUPK juga mengatur mengenai kegiatan periklanan, dimana memuat ketentuan bahwa:

“Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tariff khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan,

dipromosikan atau diiklankan.”

Pasal 12 UUPK ini berkaitan dengan iklan-iklan potongan harga, atau tarif-tarif khusus yang marak ditawarkan pelaku usaha untuk menarik perhatian konsumen untuk datang bertransaksi atau mempergunakan fasilitas tertentu (misalnya angkutan udara, tempat rekreasi). Tetapi ketika ditanyakan konsumen perihal potongan harga atau tarif khusus tersebut hanya untuk produk-produk tertentu saja, atau hanya berlaku untuk tenggang waktu

(20)

tertentu, atau berlaku setelah terpenuhinya syarat-syarat yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memberikan informasi secara akurat kepada konsumen. Konsumen dalam hal ini tentu saja merasa tertipu dan dirugikan ongkos, waktu, dan tenaga akibat tindakan pelaku usaha.

Begitu pula Pasal 13, Pasal 17 dan Pasal 20 UUPK yang pada intinya memberikan perlindungan bagi konsumen dan memberikan larangan bagi pelaku usaha agar tidak memberikan penyesatan bagi konsumen, sehingga terbentuk suatu hubungan yang baik antara pelaku usaha dengan konsumen, kemudian juga memberikan penekanan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Tetapi dalam UUPK tidak diterangkan secara lebih lanjut dari segi mana iklan tersebut yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pelaku usaha periklanan.

4. Kode Etik Periklanan

(21)

anggotanya.

Kode etik periklanan dibuat dengan pertimbangan bahwa produk bidang usaha atau profesi yang berada di bawah ruang lingkup self regulation

ini termasuk produk konsumen yang sangat berkaitan dengan kepentingan dan upaya perlindungan konsumen, serta menonjol menjadi perhatian masyarakat, tanpa mengurangi pentingnya semua self regulation yang sudah ada. Hal lain yang menjadi perhatian yaitu apakah bidang usaha itu cukup diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau sama sekali belum dikendalikan oleh perundang-undangan.

Periklanan dan semua bahan informasi produk konsumen (label, brosur, leaflets, pameran dan sebagainya), mempunyai posisi penting karena ia merupakan salah satu unsur penentu dalam penetapan pilihan konsumen pada produk konsumen tertentu yang dibutuhkan.

Dalam kode etik periklanan yang berlaku dikenal dengan sebutan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI), yang saat ini telah dirubah menjadi Etika Pariwara Indonesia (selanjutnya disebut EPI). Amandemen pertama TKCTPI ini dilakukan pada tahun 1996 yang merupakan penyempurnaan terhadap TKTCPI tahun 1981, selanjutnya amandemen kedua dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2006, sekaligus merubah nama TKCTPI menjadi EPI. Amandemen EPI yang terakhir dilakukan pada tahun 2014 yang masih dipergunakan sampai saat ini.

(22)

dan bertanggung jawab, iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat dan bersaing secara sehat.

Dalam melakukan pengawasan terhadap EPI tersebut dibentuk semacam badan pengawas yang diberi nama Dewan Periklanan Indonesia (DPI), sebagai organisasi independen dan dibentuk untuk mengembangkan dan mendayagunakan seluruh asset periklanan nasional untuk kepentingan seluruh masyarakat periklanan dan kepentingan seluruh masyarakat. Lembaga ini merupakan federasi dari para asosiasi usaha dan profesi, baik sebagai pengiklan, perusahaan pengiklan, media periklanan, maupun sebagai usaha dan profesi penunjang industri periklanan.62

Komisi terdiri dari presidium komisi sebagai pemberi arah dan kebijaksanaan umum dan badan-badan perlengkapan pelaksana operasional dari tugas dan kewajiban komisi. Keputusan presidium yang ditetapkan secara aklamasi bersifat mengikat asosiasi pendukungnya, namun dalam pelaksanaannya selalu mengindahkan kepentingan para asosiasi terkait.

D. Jenis-Jenis Periklanan

Pada umumnya iklan dapat dibagi kedalam 2 (dua) jenis, yakni iklan standar dan iklan layanan masyarakat. Jika seandainya di dalam praktik terdapat jenis-jenis lain itu hanya merupakan perluasan dari kedua jenis iklan tersebut.

Iklan standar adalah iklan yang ditata secara khusus untuk keperluan memperkenalkan barang dan/atau jasa pelayanan untuk konsumen melalui sebuah

(23)

media dengan tujuan merangsang motivasi dan minat konsumen. Iklan jenis standar ini umumnya pesan-pesannya ditata secara profesional oleh lembaga periklanan sehingga dalam penyajiannya sangat terikat dengan metode dan etik tertentu yang sudah baku dan berlaku sebagai kode etik periklanan.

Sedangkan iklan layanan masyarakat adalah jenis iklan yang bersifat non profit, jadi iklan ini tidak mencari keuntungan atas penjualan barang produksinya dari pemasangan iklannya. Secara umum iklan layanan masyarakat hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan penerangan serta pendidikan kepada masyarakat dalam rangka pelayanan dengan mengajak masyarakat berpartisipasi, bersikap positif terhadap pesan yang disampaikan.

Iklan layanan masyarakat ini tidak terlalu terikat pada penataan yang ketat, perencanaan yang rumit, kemudian pemilihan media yang sesuai sampai penentuan khalayak sasaran maupun pemilihan tempat dan waktu yang benar-benar cocok sebagai contoh ajakan: “hindarilah minuman keras dan Narkoba dari

remaja dan taatilah peraturan lalu lintas”.

Periklanan pada hakekatnya adalah suatu usaha dalam pemasaran barang maupun jasa dengan jalan menyewa sebuah media massa. Menurut Fandy Tjiptono iklan dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai aspek, diantaranya dari aspek isi pesan, tujuan, dan pemilik iklan.63

1. Dari aspek isi pesan

(24)

a. Product advertising, yaitu iklan yang berisi informasi produk (barang dan/atau jasa) suatu perusahaan. Ada dua jenis iklan yang termasuk kategori ini, yaitu:

1) Direct-action advertising, yaitu iklan produk yang didesain sedemikian rupa untuk mendorong tanggapan segera dari khalayak atau pemirsa;

2) Indirect-action advertising, yaitu iklan produk yang didesain untuk menumbuhkan permintaan dalam jangka panjang.

b. Institutional advertising, yaitu iklan yang didesain untuk memberi informasi tentang usaha bisnis pemilik iklan dan membangun

goodwill serta image positif bagi organisasi. Institutional advertising terbagi atas:

1) Patronage advertising, yakni iklan yang menginformasikan usaha bisnis pemilik iklan.

2) Iklan layanan masyarakat (public service advertising), yakni iklan yang menunjukan bahwa pemilik iklan adalah warga yang baik, karena memiliki kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan. 2. Dari aspek tujuan

a. Pioneering advertising (informative advertising), yaitu iklan yang berupaya menciptakan permintaan awal (primary demand).

(25)

c. Reminder advertising, yaitu iklan yang berupaya melekatkan nama atau merek produk tertentu di benak khalayak.

3. Dari aspek pemilik iklan

Ada dua jenis iklan berdasarkan aspek pemilik iklan, yaitu :

a. Vertical cooperative advertising, yaitu iklan bersama para anggota saluran distribusi, misalnya di antara para produsen, pedagang grosir, agen, dan pengecer.

b. Horizontal cooperative advertising, yaitu iklan bersama dari beberapa perusahaan sejenis.

Sedangkan menurut Dharmasita (2008:370) periklanan dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) golongan. Jenis periklanan tersebut adalah :

1. Pull Demand Advertising

Pull demand advertising adalah periklanan yang ditujukan kepada pembeli akhir agar permintaan produk bersangkutan meningkat. Biasanya produsen menyarankan kepada para konsumen untuk membeli produknya ke penjual terdekat. Pull demand advertising juga disebut consumer advertising.

2. Push Demand Advertising

(26)

E. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Perusahaan Periklanan Properti

Perbuatan yang dilarang terdiri dari dua kata yaitu perbuatan dan dilarang. Menurut KBBI, perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat (atau dilakukan), tindakan, kelakuan atau tingkah laku. Kata ‘dilarang’ memiliki kata dasar

‘larang(an)’ yang berdasarkan definisi KBBI adalah memerintahkan supaya tidak

melakukan sesuatu, tidak memperbolehkan berbuat sesuatu. Berdasarkan definisi tersebut maka ‘perbuatan yang dilarang’ adalah sesuatu yang dilakukan atau suatu

tindakan yang diperintahkan supaya tidak dilakukan. Definisi yang diuraikan diatas merupakan hasil penelusuran secara etimologis.

Perusahaan periklanan (seringkali disebut sebagai “Biro Iklan”) adalah

sebuah perusahaan yang membantu pengiklan (produsen) dalam menangani perumusan rencana periklanan (dan program promosi), membuat rancangan iklan, menyiapkan materi iklan hingga mengurus pemasangan iklan di media massa dan media periklanan lainnya. Perusahaan periklanan bertugas membuat perencanaan, desain, materi dan pemasangan iklan berdasarkan perintah, informasi dan persetujuan dari pihak pengiklan (produsen).64

Perusahaan Periklanan Properti adalah sebuah perusahaan yang membantu pelaku usaha (developer) dalam memasarkan produk agar mampu menarik perhatian konsumen sehingga konsumen membeli produk yang diiklankan tersebut. Pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang memiliki tujuan untuk meminimalisasi atau mengantisipasi manifestasi ketidakseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen. Kepentingan konsumen lebih diutamakan dalam UU

64 Artikel tentang “Bidang-Bidang Pekerjaan Dalam Perusahaan Periklanan”,

(27)

Perlindungan Konsumen, yaitu melindungi kepentingan konsumen untuk mencapai tujuan yang disuratkan dalam bagian menimbang yang disebutkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan harkat dan martabat konsumen. Larangan yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen menjadi penegasan bagi perlindungan konsumen. Tidak hanya mencerminkan praktek ketidaksetaraan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha, namun juga menunjukkan ketegasan dari pembuat undang-undang untuk mengkriminalisasi perbuatan yang selama ini menjadi praktek yang merugikan konsumen.

Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen mengatur mengenai ketentuan jaminan pelaku usaha atas kondisi atau kualitas barang. Jaminan atas kualitas barang tersebut dicantumkan pada kemasan barang dan merupakan janji dari pelaku usaha. Jaminan tersebut menjadi perjanjian yang lahir karena undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1352 KUHP Perdata, yang menyatakan:

“Perikatan yang lahir karena undang-undang, timbul dari undang-undang sebagai undang-undang-undang-undang atau dari undang-undang-undang-undang sebagai akibat dari perbuatan orang.”

Berdasarkan ketentuan tersebut maka Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen menekankan bahwa pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memenuhi ketentuan dari pasal tersebut ketika memproduksi atau menjual barang kepada konsumen.

(28)

5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

Pasal 9 UU Perlindungan Konsumen mengatur mengenai larangan pelaku usaha yang menawarkan, memproduksi, mengiklankan suatu barang secara tidak benar dan/atau seolah-olah memenuhi kriteria tertentu sebagaimana ditampilkan pada media pemasaran yang digunakan. Pasal ini mengatur dua hal, pertama, mengenai strategi menawarkan, memproduksi, mengiklankan yang menggunakan cara-cara manipulatif atau deseptif. Pasal ini masih belum fokus karena menampung tiga hal yaitu menawarkan, memproduksi, dan mengiklankan. Dan terdapat pasal lain yang fokus mengenai larangan mengiklankan dengan kriteria tertentu.65

Kedua, cara-cara menawarkan, memproduksi atau mengiklan memuat hal-hal yang bersifat manipulasi atau menyesatkan (deceptive). Kata ‘seolah-olah’ mengandung arti bahwa barang/jasa yang ditawarkan, diproduksi atau diiklankan adalah tidak sama atau tidak sesuai dengan yang ditawarkan, diproduksi atau diiklankan. Cara-cara tersebut dilakukan agar konsumen tertarik untuk membeli atau mengkonsumsi barang tersebut. Ketertarikan konsumen terbentuk karena cara-cara yang digunakan padahal sebenarnya tidak sesuai dengan kondisi barang yang dijual. Sekaligus juga sebagai akibat dari ketidaktahuan konsumen karena minimnya informasi atau pengetahuan atas barang yang dijual.

Menjual barang yang tidak sesuai dengan kondisi barang yang sebenarnya berkaitan dengan yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen

(29)

menjadi pelanggaran terhadap asas itikad baik dalam melakukan perjanjian. Pelaku usaha yang menawarkan, memproduksi atau mengiklankan secara tidak benar atau seolah-olah adalah deseptif yaitu intended to make someone believe something that is not true.66 “Intended to make someone believe” menjadi kata kunci dari pengaturan pasal ini, artinya bahwa pelaku usaha mempunyai maksud agar konsumen percaya atas barang yang dijual padahal tidak demikian kondisi atau kualitas barang tersebut.

Pasal 10 UU Perlindungan Konsumen memiliki kaedah hukum yang sama dengan Pasal 9 UU Perlindungan Konsumen. Letak perbedaannya adalah Pasal 10 UU Perlindungan Konsumen melarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

1. harga, 2. jaminan

3. bahaya penggunaan barang/jasa.

Pasal ini juga bermaksud untuk menjual barang dengan meyakinkan konsumen agar mempercayai bahwa barang yang dijual memiliki kualitas sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan.

Perlindungan Konsumen juga berlaku bagi penjualan melalui cara obral atau lelang, dimana pelaku usaha dilarang mengelabui atau menyesatkan konsumen.67 Ketentuan ini menggunakan istilah mengelabui atau menipu. Menipu berasal dari kata dasar ‘tipu’ yang berarti perbuatan atau perkataan tidak jujur

66 http://www.merriam-webster.com/dictionary/deceptive, diakses pada tanggal 07

Desember 2016, Pukul 03:04 WIB.

(30)

(bohong, palsu, dsb.) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, mencari untung.68 Sedangkan menipu sendiri berarti mengenakan tipu muslihat, mengakali atau memperdayakan.69 Dengan demikian metode penjualan dengan cara obral atau lelang dilarang untuk dilakukan dengan perbuatan atau perkataan tidak jujur dengan maksud untuk menyesatkan konsumen.

Cara-cara mengelabui yang dilarang dalam penjualan obral atau lelang adalah:

a) menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;

b) menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;

c) tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;

d) tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;

e) tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;

f) menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.70

Pasal 12 dan Pasal 13 UU Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan bagi perilaku pelaku usaha yang mengiklan barang/jasa.

68 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada tanggal 07 Desember 2016,

Pukul 03:06 WIB 69Ibid.

(31)

Perlindungan atas strategi pemasaran yang menipu atau menyesatkan (misleading advertising) konsum

en ketika hendak membeli barang/jasa. Pasal ini diterapkan bagi pelaku usaha periklanan nampak pada terminology yang digunakan yaitu mempromosikan atau mengiklan. Menurut Pasal 1 angka 6 UU Perlindungan Konsumen, promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.

Unsur-unsur promosi dari definisi tersebut dapat dikemukakan, pertama, merupakan suatu kegiatan atau perbuatan. Kedua, bentuk pengenalan atau penyebarluasan informasi. Ketiga, bertujuan untuk menarik minat beli konsumen. Dalam dari perspektif ekonomi pemasaran, promosi merupakan bagian dari bauran pemasaran (product, price, place, promotion).71 Belch mendefinisikan promosi sebagai pengkoordinasian semua usaha awal dari penjual dalam membangun saluran informasi dan persuasi untuk menjual barang dan jasa atau mempromosikan suatu gagasan.72 Dalam mengoptimalkan tujuan kegiatan pengkomunikasian informasi suatu produk, perusahaan sering menggunakan bauran promosi (promotional mix). Bauran promosi tersebut terdiri dari periklanan (advertising), pemasaran langsung (direct selling), promosi penjualan (sales promotion), publisitas (publicity/public relations), dan penjualan personal (personal selling).

71 Luck, J. David dan O.C. Ferrell, Marketing Strategy and Plans, (New Jersey : Prentice-Hall Inc, 1997), hlm. 179-197.

(32)

Mengacu pada penjelasan diatas maka iklan merupakan salah satu dari bauran promosi dalam rangka menyebarluaskan informasi mengenasi suatu barang/jasa, sekaligus mempersuasi atau membujuk (calon) pembeli. Menurut Wells, Burnet dan Moriarty mendefinisikan advertising is paid non personal communication from an identified sponsor using mass media to persuade or

influence an audience.73 Iklan memuat persuasi atau bujukan untuk meyakinkan konsumen mengenai kualitas atau harga suatu barang/jasa. Dalam mempersuasi inilah potensi penyesatan dengan menggunakan kata-kata, gambar atau symbol bahkan tokoh tertentu dapat muncul.

Pengaturan mengenai iklan dalam perlindungan konsumen juga diberlakukan bagi perusahaan periklanan. Pasal 17 UU Perlindungan Konsumen bagi perusahan periklanan dalam memproduksi iklan. Perusahaan iklan dalam memproduksi iklan dilarang:

a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;

b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;

c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;

d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa; e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang

atau persetujuan yang bersangkutan;

(33)

f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

Larangan bagi perusahaan periklanan dari huruf a–e diatas berkaitan dengan iklan yang menyesatkan. Penggunaan kata ‘mengelabui’, ‘memuat

informasi informasi yang keliru’, ‘tidak memuat informasi’ dan ‘mengeskploitasi

kejadian atau seseorang’ merupakan modus dalam menyesatkan konsumen ketika

melakukan persuasi atau bujukan. ‘Mengelabui’ merupakan padanan kata dari menyesatkan atau menipu, sehingga larangan bagi perusahaan periklanan untuk tidak mengelabui konsumen diartikan bahwa dalam memproduksi iklan hendaknya tidak menggunakan kata-kata atau gambar yang dapat menyesatkan atau menipu konsumen. Demikian pula frasa, ‘tidak memuat informasi’

Referensi

Dokumen terkait

Hasil simulasi menunjukkan purata masa menunggu dan jumlah kenderaan yang menunggu di setiap lorong di persimpangan tersebut dapat dikurangkan dengan menukar urutan dan fasa pada

- Guru menunjuk siswa secara spontan dan acak untuk mengemukakan contoh perubahan wujud benda yang dipengaruhi oleh kalor atau panas.. - Guru memastikan siswa

Pengembangan Buku Petunjuk Praktikum IPA Berbasis Inquiri di Kelas V: Skripsi, Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini dan Dasar, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah

Hal ini karena pada kedua metode tersebut terdapat perbedaan beberapa parameter: Pada metode AASHTO terdapat Structur number (SN) yang di dalam perhitungan SN

Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan yaitu “Analisis Metode Gerak dan Lagu terhadap Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Usia Dini di Taman Kanak-kanak di

Penyusunan hirarki yaitu dengan menentukan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara keseluruhan pada level teratas. Level berikutnya terdiri dari kriteria-kriteria

Pengawasan atas pelayanan publik di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM sebagai unit kerja pengawasan

Kaisar Romawi ketika itu, Diocletian mulai mengalami kesulitan-kesulitan yang serius dalam menjalankan pemerintahannya diatas daerah yang sangat luas, kesulitan ini di antaranya,