• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN PEMBERIAN KREDIT OLEH BANK UMUM A. Pengertian dan Unsur-Unsur Kredit

1. Pengertian Kredit

Kata kredit berasal dari bahasa Romawi“credere” yang artinya

“percaya”. Dalam bahasa Belanda istilahnya “vertrouwen”, dalam bahasa Inggris

believe” atau “trust” atau “confidence”, yang kesemuannya berarti percaya,29

jika dihubungkan maka terkandung pengertian bahwa bank selaku pemberi kredit

percaya untuk meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah karena debitur dapat

dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamanya setelah jangka

waktu tertentu.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 angka

11 menyebutkan pengertian kredit yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dapat

di permasalahkan dengan itu, bedasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

memijam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga,

imbalan atau pembagian hasil tertentu.30

Dari rumusan tersebut dapat diketahui ruang lingkup pengertian kredit

dibatasi dalam hubungan bank dengan nasabahnya. Kredit sebagai penyediaan

uang yang dilakukan oleh bank untuk dipinjamkan kepada nasabahnya dengan

29.

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 21.

30.

(2)

menarik keuntungan berupa bunga. Namun dalam rumusan itu kredit juga

diartikan dengan tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang, yang

dimaksud dengan tagihan adalah tagihan bank pada nasabahnya, karena

pengertian kredit lebih menunjuk pada perjanjian utang piutang bank dengan

nasabahnya, sedangkan tagihan adalah pelaksanaan perjanjian tersebut.

Dengan mendasarkan pengertian Undang-Undang, kredit merupakan

perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah

sebagai debitur dalam jangka waktu tertentu dan pengembalian utang disertai

dengan imbalan berupa. Bunga merupakan sebuah keharusan untuk pemberian

kredit karena merupakan imbalan jasa bagi bagi bank yang merupakan

keuntungan perusahaan. 31

Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan

yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan

imbalan atau bagi hasil. 32

Menurut HMA Savelberg dalam Mariam Darus Badrulzaman,

menyatakan bahwa kredit mempunyai arti ;33

a. Sebagai dasar dari setiap perikatan dan seseorang berhak menuntut sesuatu

dari orang lain.

31.

Gatot Supramono, Op.Cit, hal. 153.

32.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 113.

33.

(3)

Dimana dalam setiap perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua

orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari pihak lain dan pihak

lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan kredit. Hubungan hukum dalam harta

kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian

atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat

diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law

of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam

bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum priadi (pers

onal law).

b. Sebagai jaminan dan seseorang menyertakan sesuatu pada orang lain dengan

tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan.

Dimana dalam jaminan kredit merupakan hak dan kekuasaan atas barang

jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada pihak bank guna menjamin

pelunasan utangnya apabila kredit yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai

waktu yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit. Apabila kredit yang diterima

debitur dapat dikembalikan maka jaminan yang diberikan kepada kreditur dapat

diambil kembali.

Menurut Hasibuan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang

harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian

yang telah disepakati. 34

34.

(4)

Latumerissa menyatakan kredit adalah penyerahan sesuatu yang

mempunyai nilai ekonomis pada saat sekarang ini atasdasar kepercayaan, sebagai

pengganti sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis yang sepadan dihari

kemudian. 35

Pengertian yang serupa diatur dalam Pasal 1 angka 25 Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pembiayaan adalah penyediaan

dana atau tagihan yang persamakan dengan itu berupa:

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyawarah;

b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk

ijarah muntahiya bittamlik;

c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna ;

d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi meltijasa

berdasrkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS

dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas

dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu

dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Dengan demikian, kredit/pembiayaan berdasarkan prinsip syariah

merupakan perjanjian pinjam-meminjam (uang) yang dilakukan antara bank

dengan pihak lain dalam hal ini nasabah peminjaman dana. Perjanjian mana

dibuat atas dasar kepercayaan bahwa peminjaman dalam tenggang waktu tertentu

35.

(5)

akan melunasi atau mengembalikan uang atau tagihan tersebut kepada bank

disertai bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

Yang menjadi perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan

konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip

syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank berdasarkan

prinsip konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga, sedangkan bagi

bank yang berdasarkan prinsip syariah berupa imbalan atau bagi hasil. 36

2. Unsur-Unsur Kredit

Adapun unsur-unsur kredit yang terkandung dalam pemberian suatu

fasilitas kredit adalah sebagai berikut ;37

a. Kepercayaan

Suatu keyakinan pemberian suatu kredit (bank) bahwa kredit yang

diberikan baik berupa uang atau jasa akan benar-benar diterima kembali

dimasa mendatang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank kepada calon

debitur karena sebelum dana tersebut dikucurkan, sudah dilakukan

penelitian bagaimana situasi dan kondisi calon debitur sehingga dapat

dinilai apakah calon debitur tersebut dipastikan memiliki kemauan dan

kemampuan membayar kredit yang disalurkan, sehingga pada saat dana

telah dikucurkan tidak terjadi masalah yang berpengaruh baik bagi bank

maupun debitur.

36.

Kasmir, Op.Cit. Hal. 113-114.

37.

(6)

b. Kesepakatan

Disampaikan unsur kepercayaan didalam kredit juga mengandung unsur

kesepakatan, ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing

pihak mempunyai hak dan kewajibannya, kesepakatan kredit ini

dituangkan dalam akad kredit yang ditandatangani oleh kedua belah pihak,

yaitu bank dan nasabah disaksikan oleh notaris.

c. Jangka Waktu

Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu . jangka

waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.

Hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada kredit yang tidak memiliki

jangka waktu.

d. Risiko

Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu

risiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu

kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini

menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang

lalai maupun oleh risiko yang tidak disengaja.

e. Balas Jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian kredit atau jasa tersebut yang

dikenal dengan nama bunga bank konvensional. Balas jasa dalam bentuk

bunga, biaya provisi, dan komisi serta biaya administrasi, kredit ini

merupakan keuntungan utama suatu bank. Sedangkan bagi bank

(7)

B. Jenis - Jenis Pemberian Kredit

a. Kredit Investasi

Kredit investasi merupakan kredit jangkah menengah atau panjang yang

diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam

rangka rehabilitas,modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru.38

Menurut Hasibuan, kredit investasi ialah kredit yang dipergunakan untuk

investasi produktif, tetapi baru akan menghasilkan jika dipergunakan. 39

Menurut Firdaus dan Ariyanti, Kredit investasi yaitu kredit yang

digunakan untuk membiayai pembelian barang-barang modal tetap dan

tahan lama.40

b. Kredit modal kerja

Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan

meningkatkan produksi dalam operasional.

Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit modal kerja Yaitu kredit yang

ditunjukan untuk membiayai keperluan modal lancar yang biasanya habis

dalam satu atau beberapa kali proses produksi atau siklus usaha.41

c. Kredit produktif

Kredit produktif merupakan kredit yang digunakan untuk peningkatan

usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk

menghasilkan barang atau jasa. 42

38.

Kasmir, Dasar-dasar Perbankan. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 109

39.

Melayu SP. Hasibuan, Op.Cit, hal 89

40.

Firdaus Rachman dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum : Teori Masalah, Kebijakan dan Aplikasinya Lengkap dengan Analisis Kredit, (Bandung : Alfabeta, 2004), hal. 10.

41.

(8)

Menurut kasmir, kredit produktif yaitu kredit yang digunakan untuk

peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk

menghasilkan barang atau jasa. 43

d. Kredit konsumtif

Kredit konsumtif merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi

secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa

yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh

seseorang atau badan usaha. 44

Menurut Firdaus dan Ariyati, menyatakan bahwa kredit konsumtif yaitu

kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian barang – barang atau

jasa-jasa yang dapat memberikan kepuasan langsung terhadap kebutuhan

manusia. 45

e. Kredit perdagangan

Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk perdagangan,

biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya

diharapkan dari hasil penjualan barang tersebut. Kredit ini diberikan

kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang

dalam jumlah besar. 46

f. Kredit jangka waktu

a) Kredit jangka pendek

42.

Firdaus Rachmat dan Maya Ariyanti, Loc.Cit.

43.

Kasmir, Op Cit., Hal. 110.

44.

Ibid.,

45.

Firdaus Rachman dan Maya Ariyanti., Loc.Cit

46.

(9)

Kredit jangka pendek merupakan kredit yang memiliki jangka waktu

kurang dari 1 (satu) tahun atau paling lama 1 (satu) tahun dan bisanya

digunakan untuk keperluan modal kerja. 47

b) Kredit jangka menengah

Menurut Kasmir, Kredit dilihat dari segi jangka waktu. Kredit jangka

menengah merupakan kredit yang memiliki jangka waktu berkisar

antara 1 (satu) tahun sampai dengan tiga tahun dan biasanya kredit ini

dilakukan untuk melakukan sebuah investasi. 48

Menurut gatot supramono, kredit berdasarkan jangka waktu. Kredit

jangka menengah yaitu kredit yang jangka waktunya antara 1 (satu)

tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun. 49

c) Kredit jangka panjang

Menurut Kasmir, menyatakan kredit dilihat dari segi jangka waktu.

Kredit jangka panjang merupakan kredit yang masa pengembaliannya

paling panjang waktu pengembaliannya rata-rata diatas 3 (tiga) tahun

atau 5 (lima) tahun. Biasanya kredit seperti ini untuk investasi jangka

panjang. 50

Menurut Gatot Supramono, kredit berdasarkan jangka waktu. Kredit

jangka waktu panjang yaitu kredit yang mempunyai jangka waktunya

melebihi kredit jangka menengah, yaitu lebih dari 3 (tahun).

(10)

Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit menurut jangka waktunya. Kredit

jangka panjang yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 (tiga)

tahun. Kredit macam ini biasanya cocok untuk kredit investasi.51

g. Kredit jaminan

a) Kredit dengan jaminan

Kredit dengan jaminan merupakan kredit yang diberikan dengan suatu

jaminan. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud ataupun

tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang

dikeluarkan oleh bank akan dilindungi minimal senilai jaminan atau

untuk kredit tertentu yang jaminannya harus melebihi jumlah Kredit

yang diajukan calon debitur. 52

b) Kredit tanpa jaminan

Menurut Firdaus dan Ariyanti, menyebutkan kredit tidak memakai

jaminan (unsecured loan) yaitu kredit yang diberikan benar-benar atas

dasar kepercayaan saja, sehingga tidak ada “pengaman” sama sekali.

Kredit ini biasanya terjadi di antara sesama pengusaha (untuk tujuan

produktif), atau diantara teman, keluarga, family (biasanya untuk tujuan

konsumtif).53

C. Sumber Hukum Pemberian Kredit

Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank

wajib memerhatikan hal-hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 Ayat (1) dan

(11)

(2) Undang-undang No. Tahun 1998 yang berbunyi:54

Pasal 8 Ayat (1):

Dalam memberikan kredit atau pembiayan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank

Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas

itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi

utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan

diperjanjikan.

Pasal 8 Ayat (2):

Bank Umum wajib wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan

pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Ketentuan Pasal 8 Ayat (1) dan (2) di atas merupakan dasar atau landasan

bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Lebih dari itu,

karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari, maka dalam

ketentuan tersebut juga mengandung dan menerapkan prinsip kehati-hatian

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan. 55

Menurut penjelasan Pasal 8 Ayat (2) dikemukakan bahwa pedoman

perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang ditetapkan oleh

Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian

54.

Hermansyah, Op.Cit, hal. 62.

55.

(12)

kredit dan pembiayaan adalah sebagai berikut:

a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam

bentuk perjanjian tertulis.

b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah

debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang saksama terhadap

watak, kemampuan, modal agunan, dan proyek usaha dari nasabah debitur.

c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit

atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur

dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan

Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur

dan/atau pihak-pihak terafiliasi.

f. Penyelesaian sengketa.

D. Asas – Asas Pemberian Kredit

Dalam setiap pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah

harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah yang sehat dan berdasarkan prinsip kehati-hatian. Berdasarkan prinsip

syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang

mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut

setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil, sedangkan prinsip

(13)

perusahaan-perusahaan dan masyarakat untuk kepentingan pembiayaan, maka setiap bank

diwajibkan untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan

kredit-kreditnya.

Untuk itu sebelum memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap berbagai aspek.

Berdasarkan penjelasan pasal 8 Undang-undang Perbankan yang diubah, yang

mesti dinilai oleh bank sebelum memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan

prinsip syariah adalah watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari

nasabah debitur, yang kemudian dikenal dengan sebutan “ the five C of credit analysis” atau prinsip 5 C‟s.56

Pada konsep 5 C‟s dapat memberikan informasi mengenai itikad baik (

willingness to pay) dan kemampuan membayar (abality to pay ) nasabah untuk

melunasi kembali pinjaman beserta bungannya.

Arti dari 5 C‟s sebagai berikut

1. Character (penilaian watak)

Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk

mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau

mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank

dikemudian hari. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan kepada

hubungan yang telah terjalin antara bank dan (calon) debitur atau informasi

yang diperoleh dari pihak lain yang mengetahui moral, kepribadian dan

perilaku calon debitur dalam kehidupan kesehariannya.

56.

(14)

Tujuan bank melakukan penilaian terhadap watak debitur, adalah untuk

mengetahui apakah pemohon kredit ada kemauan membayar utangnya

apabila permohonannya dikabulkan oleh bank. 57

2. Capacity ( penilaian kemampuan )

Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitor dalam bidang

usahanya dan kemampuan manajemennya, sehingga bank yakin bahwa usaha

yang akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon

debitornya dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau

mengembalikan pinjamannya.58

Sebelum bank mengabulkan permohonan kreditnya, bank menilai

kemampuan debitur untuk mengelola usaha yang akan dibiayai dengan kredit.

Bank perlu mengetahui, apakah nasabah mempunyai pengetahuan yang cukup

di bidang usaha tersebut, apakah nasabah cukup berpengalamana mengelola

usaha itu, dan sebagainya. 59

3. Capital ( modal )

Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh

mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui

kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek

atau usaha calon debitur yang bersangkutan. 60

Dalam prakteknya selama ini bank jarang sekali memberikan kredit untuk

membiayai seluruh dana yang diperlukan nasabah. Nasabah wajib

(15)

menyediakan modal sendiri, sedangkan kekurangannya itu dapat dibiayai

dengan kredit bank. Jadi bank fungsinya adalah hanya menyiadakan

tambahan modal, dan biasanya lebih sedikit dari pokoknya. 61

4. Collateral (penilaian terhadap agunan)

Untuk menanggung pembayaran kredit macet, calon debitur umumnya wajib

menyediakan jaminan merupakan jaminan berupa agunan yang berkualitas

tinggi dan mudah dicarikan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau

pembiayaan yang diberikan kepadanya. Untuk itu sudah seharusnya bank

wajib meminta agunan tambahan dengan maksud jika calon debitur tidak

dapat melunasi kreditnya, maka agunan tambahan tersebut dapat dicairkan

guna menutupi pelunasan atau pengembalian kredit atau pembiayaan yang

tersisa.62

5. Condition of economy (penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur)

Bank harus menganalisis keadaan pasar di dalam dan di luar negeri baik masa

lalu maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil

proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai bank dapat diketahui.

Selain memperhatikan hal-hal di atas, bank harus pula mengetahui mengenai

tujuan penggunaan kredit dan rencana pengembangan kreditnya serta urgensi

dari kredit yang diminta.63

Penilaian suatu kredit dapat pula dilakukan dengan analisis 7 (Tujuh) P

kredit dengan unsur penilaian sebagai berikut : 64

(16)

1. Personality

Yaitu menilai nasabah dari segi kepbribadiannya atau tingkahlakunya

sehari-hari maupun kepribadiannya masa lalu. Penilaian personality juga mencakup

sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu

masalah dan menyelesaikannya.

2. Party

Yaitu mengklarifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau

golongan-golongan tertentu, berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya.

Nasabah yang digolongkan ke dalam golongan tertentu akan mendapatkan

fasilitas yang berbeda dari bank.

Menurut Rachmadi Usma yaitu para pihak merupakan titik sentral yang

diperhatikan dalam setiap pemberian kredit. Pemberi kredit harus

memperoleh suatu “kepercayaan” terhadap para pihak.65

3. Purpose

Yaitu Untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk

jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit untuk modal

kerja, investasi, konsumtif, produktif.

Menurut Rachmadi Usman yaitu tujuan dari pemberian kredit juga sangat

penting diketahui oleh pihak kreditur. Harus dilihat apakah kredit akan

digunakan untuk hal-hal yang positif yang benar-benar dapat menaikkan

income peruysahaan. Dan harus pula diawasi agar kredit tersebut benar-benar

64.

Rachmadi Usman, Op.Cit. Hal 248

65.

(17)

diperuntuhkan untuk tujuan seperti diperjanjikan dalam suatu perjanjian

kredit. 66

4. Prospect

Yaitu Untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang

menguntungkan atau tidak atau dengan kata lain mempunyai prospek atau

sebaliknya.

Menurut Hermansyah yaitu dalam hal ini bank harus melakukan analisis

secara cermat dan mendalam tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh

pemohon kredit. Apakah usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit

mempunyai prospek di kemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan

kebutuhan masyarakat. 67

5. Payment

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah

diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Jika

semakin banyak sumber penghasilan, maka akan semakin baik.

Menurut Hermansyah yaitu bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus

mengetahui dengan jelas mengenai kemampuan dari pemohon kredit untuk

melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang ditentukan . 68

6. Profitability

Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.

Profitability diukur dari periode ke periode, apakah akan tetap sama atau akan

(18)

7. Protection

Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar kredit yang diberikan

mendapatkan jaminan perlindungan, sehingga kredit yang diberikan

benar-benar aman. Perlindungan yang diberikan oleh debitur dapat berupa jaminan

barang atau orang atau jaminan asuransi.

Prinsip-prinsip pemberian kredit diatas merupakan suatu upaya yang

ditempuh oleh pihak bank dalam rangka menjaga atau mengamankan dana yang

diberikan kepada pihak kredit.

Selain prinsip-prinsip 5C dan 7P diatas, ada juga prinsip 3R, yaitu

1. Returns (hasil yang dicapai) yaitu penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh

perusahaan debitur setelah mendapat kredit, apakah cukup untuk memadai

untuk menutup pinjaman serta sekaligus memungkinkan pula usahanya untuk

berkembang luas.

2. Repayment (pembayaran) yaitu lanjutan dari pada penilaian terhadap Returns

diatas, kemudian diperhitungkan kemampuan jadwal serta jangka waktu

pengembalian kredit.

3. Risk Bearing Ability (kemampuan untuk menanggung resiko) yaitu

kemampuan untuk menanggung resiko kegagalan andaikan terjadi sesuatu hal

yang tidak diinginkan misalnya perusahaan yang memiliki modal kuat,

biasanya akan lebih kuat bersaing dibandingkan dengan perusahaan lain pihak

(19)

E. Risiko Pemberian kredit

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tentang Peraturan

Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank menyatakan bahwa :69

“Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank”

Dalam surat edaran Bank Indonesia No. 5/21/DPNP disebutkan

bahwa :

Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan

(counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber dari

berbagai aktivitas fungsional bank seperti penyaluran pinjaman, dan lain

sebagainya.70

Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain

dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang

disepakati. Risiko kredit secara umum didefinisikan sebagai potensi kegagalan

nasabah kredit untuk menyelesaiakan kewajibannya sesuai dengan persetujuan. 71

Menurut Nurbaiti Risiko secara umum dapat dikelompok menjadi :

1. Risiko spekulatif adalah risiko yang mengandung dua kemungkinan, yaitu

kemungkinan yang menguntungkan atau kemungkinan yang merugikan.

69.

Peraturan Bank Indonesia no.11/25/PBI/2009

70.

Bambang Riyanto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia,

(Jakarta : 2013), hal. 54.

71.

(20)

Risiko ini biasanya berkaitan dengan risiko usaha atau bisnis. Risiko ini dapat

dikelompokan kepada empat tipe risiko, yaitu:

a. Risiko Pasar

b. Risiko Kredit

c. Risiko likuiditas

d. Risiko operasional

2. Risiko murni adalah risiko yang hanya mengandung satu kemungkinan yaitu

kemungkinan rugi saja. Risiko murni dapat dikelompokan pada tiga tipe

resiko yaitu:

a. Risiko aset fisik

b. Risiko karyawan

c. Risiko legal

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tentang

Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, mencakup 8 (delapan) jenis

risiko yaitu :

1. Risiko Kredit

2. Risiko Pasar

3. Risiko Likuiditas

4. Risiko Operasional

5. Risiko Kepatuhan

6. Risiko Hukum

7. Risiko Reputasi

(21)

Risiko kredit dapat timbul antara lain karena beberapa hal yaitu adanya

kemungkinan pinjaman yang diberikan oleh bank atau obligasi (surat hutang)

yang dibeli oleh bank tidak terbayar. Secara umum terdapat dua faktor penyebab

terjadinya Risiko Kredit yaitu faktor eksternal dan Faktor Internal yaitu :72

Faktor Eksternal Bank, yaitu

1. Ketiadaan kemauan membayar (willingness to pay); terutama akibat karakter

debitur dan dapat disebabkan oleh kelemahan bank dalam melakukan

identifikasi kelayakan debitur dan/atau itikad tidak baik Bank dalam kegiatan

penyaluran dana.

2. Ketiadaan kemampuaan membayar (ablity to pay); disebabkan menurunnya

kondisi usaha debitur baik akibat kesalahan pengelolaan (mismanagement)

dan atau pengaruh faktor ekonomi makro atau sektor industri tertentu.

Faktor Internal Bank, yaitu :

1. Konsentrasi risiko kredit dalam portofolio asset.

2. Kelemahan sistem pengendalian dan proses Manajemen Risiko Kredit.

3. Itikad tidak baik pengurus bank (misalnya : kesengajaan mengabaikan prinsip

kehati-hatian dalam proses penilaian kelayakan kredit dan penyediaan dana

lainnya,; kerjasama/kolusi dengan debitur.

F. Jaminan Pemberian kredit

Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian

72. https://id.wikipedia.org/wiki/Risiko_kredit (diakses pada tanggal 23 juli 2017 pukul 22

(22)

Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan kredit adalah suatu keyakinan bank

atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.

Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 butir 23 yang dimaksud dengan agunan

adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam

rangka pembelian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

Jaminan pemberian kredit adalah hak dan kekuasaan atas barang jaminan

yang diserahkan oleh debitur kepada pihak bank guna menjamin pelunasan

utangnya apabila kredit yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang

diperjanjikan dalam perjanjian kredit.

Menurut Kasmir jaminan kredit adalah untuk melindungi uang yang

dikucurkan lewat kredit dari risiko kerugian, maka pihak perbankan membuat

pagar pengamanan untuk melindungi kredit dari risiko kerugian, baik yang

disengaja maupun yang tidak disengaja. 73

Jaminan pemberian kredit dapat dibedakan sebagai berikut:74

a. Jaminan perorangan (personal guarantee)

Suatu perjanjian penanggungan utang di mana pihak ketiga mengikatkan diri

untuk memenuhi kewajiban debitur dalam hal debitur tidak dapat memenuhi

kewajibannya kepada bank/wanprestasi.

Menurut Hermansyah Jaminan Perorangan atau jaminan pribadi adalah

jaminan seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya

kewajiban-kewajiban dari debitur. Dalam pengertian lain dikatakan bahwa

73.

Kasmir, Op.Cit, hal. 123.

74.

(23)

jaminan perseorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang

(kreditur) dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin dipenuhinya

kewajiban-kewajiban si berutang (debitur).75

b. Jaminan perusahaan (corporate guarantee)

Suatu perjanjian penanggungan untuk yang diberikan oleh perusahaan lain

untuk memenuhi kewajiban debitur dalam hal debitur tidak dapat memenuhi

kewajibannya kepada bank/wanprestasi.

c. Jaminan kebendaan

Penyerahan hak oleh debitur atau pihak ketiga atas barang-barang miliknya

kepada bank guna dijadikan agunan atas kredit yang diperoleh debitur.

Menurut Hermansyah jaminan kebendaan adalah jaminan kebendaan

merupakan suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh

kreditur terhadap krediturnya, atau antara kreditur dengan seorang pihak

ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban dipenuhinya

kewajiban-kewajiban dari debitur. Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditur

dengan debiturnya, tetapi juga diadakan anatara kreditur dengan seorang

pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban dari debitur.76

Jaminan kebendaan terbagi atas 2 (dua) bagian sebagai berikut : 77

(24)

- Kendaraan bermotor

- Mesin-mesin atau peralatan

- Barang dagangan

- Tanaman/kebun/sawah

b. Jaminan benda tidak berwujud

- Sertifikat Saham

- Sertifikat Obligasi

- Sertifikat Tanah

- Sertifikat Deposit

- Rekening Tabungan yang dibekukan

- Rekening giro yang dibekukan

- Promes

- Wesel

- Dan surat tagihan lainnya.

Lembaga-Lembaga jaminan kebendaan terbagi atas 4 (empat) sebagai

berikut :

1. Hak Atas Tanggungan

Yang disebut hak atas tanggungan pengertiannya sebagaimana ditetapkan

dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan yaitu hak jaminan yang

dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau

(25)

untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada debitur tertentu terhadap kreditur-kreditu lain.

Dari pengertian tersebut tampak bahwa objek hak tanggungan berupa

tanah seperti diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Dari Pasal 51 UUPA

dapat diketahui bahwa objek hak tanggungan terbatas pada tanah-tanah hak milik

(Pasal 25), hak guna usaha (Pasal 33), dan hak guna bangunan (Pasal 39).78

2. Fiducia

Dengan berlakunya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 maka pengertian

fiducia digunakan rumusan yang terdapat pada Pasal 1 angka 1 yang berbunyi:

fiducia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan

dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap

dalam penguasaan pemilik benda.

Barang yang dapat menjadi objek fiducia pada prinsipnya adalah barang

bergerak. Hal ini disebabkan karena latar belakang fiducia sebagai jaminan utang

berawal dari masalah yang dihadapi oleh jaminan gadai yang prosedurnya wajib

menyerahkan barang kepada kreditur untuk dikuasainya. Dalam

perkembangannya, ternyata bukan hanya barang bergerak saja yang dapat

difiduciakan, akan tetapi barang tidak bergerak juga dapat dijaminkan dengan

jaminan tersebut walaupun sifatnya terbatas.

Adapun objek fiducia berupa barang tidak bergerak, ruang lingkupnya

terbatas pada barang berupa bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak

tanggungan. Bangunan dikatakan sebagai barang tidak bergerak karena pada

78.

(26)

umumnya bangunan sengaja dibuat untuk menyatu dengan tanah dan tidak

mungkin dapat dipindah-pindahkan dari tempatnya. Mengenai objek hak

tanggungan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 telah ditentukan bahwa

Pengertian gadai dalam Pasal 1150 KUH Perdata disebut sebagai berikut :

Gadai adalah sesuatu hak yang diperoleh seorang kredit atas suatu barang bergerak, yang diserahkan oleh seorang debitur atau orang lain atas namanya, dan member kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut dengan mendahulukan dirinya dari pada kreditur-kreditur lainnya, dengan kekecualian mendahulukan pembayaran-pembayaran biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang yang digadaikan itu.

Sebagaimana jaminan-jaminan yang lalu, gadai juga merupakan hak

kebendaan (zakelijk recht). Perjanjiannya bersifat accessoir, karena harus ada

perjanjian pokok yaitu perjanjian utang-piutang. Perjanjian gadai dapat dilakukan

secara tertulis dan lisan. Kebanyakan dalam praktek dilakukan secara lisan.

Obyek gadai berupa barang-barang bergerak, yang meliputi barang

bergerak yang bertubuh dan yang tidak bertubuh. Barang bergerak yang bertubuh

adalah barang-barang seperti kendaraan, perhiasaan, perabotan rumah tangga dan

79.

(27)

sebagainya. Sedangkan barang bergerak yang tidak bertubuh berupa surat-surat

berharga seperti saham dan surat piutang lainnya. 80

4. Hypotik

Yang dimaksud dengan hipotik adalah suatu hak kebendaan atas

benda-benda tidak bergerak, untuk mengambil penggantian dari benda-benda-benda-benda tersebut

bagi pelunas suatu perikatan.

Sejak berlakunya Undang-Undang No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan,

maka hypotik atas tanah menjadi tidak berlaku lagi, tetapi yang dipergunakan

dalam pembebanan hak atas tanah tersebut adalah hak tanggungan. Sedangkan

benda tidak bergerak, seperti kapal laut dan pesawat udara tetap berlaku

ketentuan-ketentuan tentang hypotik sebagaimana yang diatur dalam Buku II

KUH Perdata.81

Saat ini, obyek hipotik adalah kapal-kapal Indonesia. Tidak semua kapal

berkebangsaan Indonesia dapat dibebani hipotik, namun hanya kapal-kapal yang

dapat dilakukan pendaftarannya saja dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh

undang-undang.

Dasar hukum pendaftaran kapal terdapat pada Pasal 314 ayat (1) KUHD

yang menyebutkan : Kapal-kapal Indonesia yang berukuran paling sedikit dua

puluh meter kubik isi kotor, dapat dibukukan di dalam suatu register kapal

80.

Gatot Supramono, Op.Cit, hal. 72.

81.

(28)

menurut ketentuan-ketentuan yang akan ditetapkan dalam suatu undang-undang

tersendiri.82

Hypotik pesawat udara berdasarkan suatu Surat Keterangan Pendaftaran

Hypotik/Chattel Mortgage yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Perhubungan

Udara-Kementrian Perhubungan RI yang didasarkan pada Akta Hypotik/Chattel

Mortgage yang dibuat oleh dan di hadapan Notaris, berdasarkan Pasal 1162

sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata juncto UU No. 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan (“UU Penerbangan”) maupun berdasarkan Chicago Convention

1944 yang diratifikasi oleh Geneva Convetion on the International Recognition of

Rights in Aircraft 1948 (“Traktat Internasional tentang Pesawat Udara”), dimana pemanfaat atas pesawat udara dan helicopter tersebut tetap berada pada debitur

atau pihak ketiga pemiliknya.83

G. Perjanjian Kredit

Menurut tata bahasa Indonesia, “kredit berarti kepercayaan”.84 Dengan

demikian, dapat diartikan bahwa perjanjian pemberian kredit di dalamnya

terkandung dari orang atau badan yang memberikan sesuatu kepada orang atau

badan lain yang menerima. Mariam Darus Badrulzaman mengatakan, “ kredit

adalah meminjamkan benda pada penjamin dengan kepercayaan benda itu akan

dikembalikan di kemudian hari kepada pihak yang meminjamkan”.85

Dalam kenyataan sekarang ini, untuk memperoleh kredit sudah sering

dilakukan oleh masyarakat sehingga kata kredit bukan merupakan kata yang asing

82.

Ibid.,

83.

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4da01c7c236d2/bisakah-diletakkan-sita-jaminan-atas-agunan-kredit- (diakses pada tanggal 27 Juli 2017 Pukul 10 : 00 WIB).

84.

Edy Putra, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, (yogyakarta : 1989), hal. 19.

85.

(29)

lagi sehingga tidak sedikit orang yang melakukannya. Menurut Pasal 1754 KUH

Perdata menyebutkan bahwa “ pinjam meminjam ialah persetujuan dengan mana

pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu atas

barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang

belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan

keadaan yang sama pula”.

Dari Undang-undang tersebut dikatakan bahwa perjanjian kredit disamakan

dengan perjanjian pinjam meminjam dan objeknya adalah benda yang habis

dipakai. Jadi, ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut memberi isyarat

bahwa perjanjian pinjam-meminjam itu termasuk syarat-syarat sahnya suatu

perjanjian yang disebutkan dalam pasal 1320 KUH Perdata sebagai berikut :

1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak

2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum

3. Adanya Obyek

4. Adanya kausa yang halal

Setelah terpenuhinya syarat tersebut maka berlaku perjanjian kredit dan dapat

dijadikan sebagai pelengkap dari pasal-pasal yang hendak dimuat di dalam akta

perjanjian kredit itu sendiri, sehingga dengan demikian maka suatu perjanjian

kredit itu sendiri, sehingga dengan demikian maka suatu perjanjian kredit

merupakan hukum yang mengikat bagi para pihak yang membuatnya.

Kredit didasarkan pada unsur kepercayaan, berarti mempunyai suatu unsur

lain yang terkandung di dalamnya yaitu unsur tolong-menolong. Namun demikian

(30)

Widodo, mengatakan bahwa jika dilihat dari pihak kreditur/bank maka unsur

kredit adalah untuk mengambil keuntungan dari modal dengan suatu imbalan

berupa kontraprestasi. Sementara di pihak nasabah debitur adalah merupakan

bantuan dari pihak kreditur/bank untuk menutupi kebutuhan berupa prestasi.

Apabila dilihat dari sisi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

maka dapat dikatakan bahwa walaupun bunyinya berbeda, namun jika kredit

dilihat dari unsurnya maka harus diketahui adanya kesamaan, yaitu :86

a. Adanya orang/badan yang memiliki uang, barang dan jasa dan bersedia untuk

meminjamkan kepada pihak lain, yang biasanya disebut kreditur/bank

b. Adanya orang/badan sebagai pihak yang memerlukan/meminjamkan uang,

barang atau jasa, yang biasanya disebut nasabah debitur

c. Adanya kepercayaan kreditur terhadap nasabah debitur

d. Adanya perbedaan waktu, yaitu perbedaan antara saat penyerahaan uang, b

barang atau jasa oleh kreditur dengan saat pembayaran kembali oleh nasabah

debitur

e. Adanya resiko, sebagai akibat dari adanya perbedaan waktu, karena terbayang

jelas ketidak pastian (uncertainty) untuk masa yang akan datang.

Jika dihubungkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan

pendapat para ahli, maka dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit merupakan

suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dengan dasar

kepercayaan atas kemampuan nasabah debitur untuk menunaikan kewajibannya

86.

(31)

sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh pihak nasabah debitur dan

pihak kreditur/bank. Hal ini juga dikatakan bahwa apabila seseorang memperoleh

kredit berarti seseorang telah memperoleh kepercayaan.

Perjanjian kredit bank adalah suatu perjanjian dimana objek perjanjiannya

adalah mengenai pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada seorang

debitur. Subjek perjanjian kredit adalah pihak bank sendiri dan debitur,

sedangkan objek perjanjian kredit adalah suatu perjanjian yang diberikan oleh

bank kepada debitur.

Objek perjanjian kredit bank biasanya membuat besarnya pinjaman yang

diberikan, jenis pinjamanya, cara penarikan pinjaman, jangka waktunya, cara

pembayaran kembali, suku bunga, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur

dan lain-lainnya. jadi perjanjian kredit adalah suatu perjanjian dimana objek

perjanjian khusus mengenai pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada

debiturnya dimana suatu bank berhak atas suatu prestasi dan debitur wajib

memenuhi prestasi tersebut dan sebaliknya.

H. Pengawasan terhadap Kredit oleh Bank Umum

Pengawasan kredit adalah suatu fungsi manajemen dan usahanya untuk

penjagaan dan pengawasan pengelolaan kekayaan bank dalam bentuk perkreditan

yang lebih baik dan efisien guna menghindarkan terjadinya

(32)

yang telah ditetapkan serta mengusahakan penyusunan administrasi perkreditan

dengan benar.87

Dalam pengawasan kredit ini lebih merupakan upaya untuk menjaga dan

mengamankan kredit yang bersifat preventif. Pengawasan kredit ini juga

merupakan suatu sistem dalam pengelolaan kredit yang berfungsi sebagai penutup

kelemahan dalam proses perkreditan. Oleh karena itu, pengawasan kredit harus

mempu memberikan feedback agar tidak lanjut perbaikan segera dapat

dilaksanakan.

Menurut Abdullah menyatakan bahwa pengawasan kredit adalah : 88

suatu proses penilaian dan pemantauan kredit sejak analisis bukanlah aktivitas untuk mencari kesalahan/ penyimpangan debitur khususnya dalam menggunakan kredit. Melainkan upaya menjaga agar apa yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana kredit, selain itu bahwa proses pengawasan kedit telah dimulai sejak dini (saat penilaian jaminan).

Dalam pengawasan kredit memiliki beberapa tujuan pengawasan kredit

berupa :

1. Sistem/prosedur dan ketentuan-ketentuan sebagai dasar kredit operation dapat

dilaksanakan semaksimal mungkin.

2. Penjagaan dan pengamanan kredit sebagai kekayaan bank harus dikelola

dengan baik agar tidak timbul risiko yang diakibatkan oleh

penyimpangan-penyimpangan, baik oleh nasabah maupun oleh inter bank.

3. Administrasi dan dokumentasi kredit harus terlaksana sesuai dengan

ketentuan-ketentuan yang ditetapkan sehingga ketelitian, kelengkapan,

87.

Jurnal muhamad muslih latief91, pengawasan terhadap kredit oleh bank umum (diakses pada tanggal 3 juni 2017 pukul 10:10 WIB)

88.

(33)

keaslian, dan akurasinya dapat menjadi informasi bagi setiap lini manajemen

yang terlibat dalam perkreditan.

4. Efektivitas dan efesiensi meningkat dalam setiap tahap pemberian kredit

sehingga perencanaan kredit dapat dilaksanakan dengan baik.

5. Pembinaan portofolio, baik secara individu maupun secara keseluruhan dapat

dilakukan sehingga bank mempunyai kualitas aktiva yang produktif dan

mendukung menjadi bank yang sehat.89

pengawasan merupakan fungsi manajemen yang menjapai urutan paling akhir

dalam tujuan manajemen. Pengawasan membantu penilaian apakah perencanaan,

perorganisasian, dan pelaksanaan suatu program telah dilaksanakan dengan efektif

atau tidak.

Dalam pengawasan kredit ini, akan melalui beberapa tahapan yang

membentuk suatu proses pengawasan kredit. Proses pengawasan di uraikan

sebagai berikut:90

Dari kredit yang diberikan, dilakukan pemeriksaan, apakah terjadi penyimpangan

dari perjanjian antara pihak debitur dengan bank. Pada tahap ini,

penyimpangan-penyimpangan tersebut diidentifikasikan dan dicari tahu apa yang menjadi

penyebab terjadinya penyimpangan tersebut. Penyebab penyimpangan ini bisa

dari pihak bank maupun dari pihak debitur. Penyebab pihak dari bank misalnya

struktur organisasi yang lemah dari pihak bank, kurang akurat dalam melakukan

89.

Ibid.,

90.

(34)

penelitian sebelum memberikan kredit, dan sebagainya. Dan dari pihak debitur

biasanya penyebabnya adalah menurunnya kondisi keuangan perusahaan. 91

Dalam melakukan pengawasan kredit dilakukan oleh Bank Indonesia

berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 diatur pada Pasal 8 yang

diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 3 Tahun 2004

menyatakan bahwa Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan

melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem

pembayaran, mengatur dan mengawasi bank.

Ada beberapa prinsip dalam melaksanakan pengawasan bank yakni:

1. Fungsi pengawasan kredit harus diawali dari upaya yang bersifat pencegahan

sedini mungkin terjadinya hal-hal yang dapat merugikan bank dalam

perkreditan atau terjadinya praktek pemberian kredit yang tidak sah.

2. Pengawasan kredit juga harus meliputi pengawasan sehari-hari oleh

manajemen bank atas setiap pelaksanaan pemberian kredit atau lazim dikenal

dengan istilah pengawasan melekat.

3. Pengawasan kredit yang harus meliputi audit intern terhadap semua aspek

perkreditan yang dilakukan oleh audit internal bank.

Pengawasan harus meliputi semua aspek perkreditan serta semua aspek

pengawasan tanpa melakukan pengecualian yaitu :

a. Pengawasan terhadap semua pejabat bank yang terkait dengan perkreditan.

91.

http://www.bi.go.id/id/perbankan/arsitektur/pengawasan (diakses pada tanggal 27 Juni

(35)

b. Pengawasan terhadap semua jenis kredit, termasuk kredit kepada pihak-pihak

yang terkait dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu. Pengawasan

terhadap pihak-pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur beser

tertentu bahkan harus dilakukan secara intensif.

Cakupan fungsi pengawasan kredit sekurang-kurangnya meliputi hal-hal

sebagai berikut :

a. Mengawasi apakah pemberian kredit telah dilaksanakan sesuai dengan

Kebijakan Perkreditan Bank, prosedur pemberian kredit dan ketentuan intern

bank yang berlaku.

b. Mengawasi pemberian kredit apakah telah memenuhi ketentuan perbankkan

yang berlaku.

c. Memantau perkembangan kegiatan debitur termasuk pemantauan melalui

kegiatan kunjungan kepada debitur dan memberikan peringatan dini

mengenai penurunan kualitas kredit-kredit yang diperkirakan mengandung

risiko bagi bank.

d. Mengawasi apakah penilaian kolektibilitas kredit telah sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

e. Melakukan pembinaan kepada dibitur untuk mengarahkan agar debitur dapat

memenuhi kewajibannya kepada bank.

f. Memantau dan mengawasi secara khusus kebenaran pemberian kredit kepada

pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur tertentu apakah telah

(36)

g. Memantau pelaksanaan pengadministrasian dokumen perkreditan apakah

telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

h. Memantau kecukupan jumlah penyisihan penghapusan kredit.92

Fungsi Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi Bank sebagai berikut :93

1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi :

2. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,

rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,

konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

3. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk

hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

4. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

5. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal

minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap

simpanan, dan pencadangan bank;

6. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;

7. Sistem informasi debitur;

8. Pengujian kredit (credit testing); dan

9. Standar akuntasi bank;

92.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63538/Chapter%20II.pdf;jsessionid=0C4A B163EA8B05CA5393CBDF70122DEC?sequence=3 ( diakses pada tanggal 23 Juli 2017 Pukul 12:00 WIB)

93.

(37)

Otoritas Jasa Keuangan termasuk dalam pengawasan pemberian kredit karena

diatur dalam Otoritas jasa keuangan diatur Batas Maksimum Pemberian Kredit

sebagai berikut :94

a. Untuk pihak yang tidak terkait dengan bank : penyediaan dana kepada satu

peminjam yang bukan merupakan pihak terkait ditetapkan paling tinggi 20

% dari modal bank, sedangkan untuk satu kelompok peminjam yang

bukan pihak terkait titepkan paling tinggi 25 % dari modal bank.

b. Untuk pihak yang terkait dengan bank : seluruh fortofolio Penyediaan

Dana kepada pihak terkait dengan bank ditetapkan paling tinggi 10 % dari

modal bank.

c. Penyediaan Dana oleh bank dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK

apabila disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: (i) penurunan modal

bank; (ii) perubahan nilai tukar; (iii) perubahan nilai wajar; (iv)

penggabungan usaha, perubahan struktur kepemilikan dan atau perubahan

struktur kepengurusan yang menyebabkan perubahan pihak terkait dan

atau kelompok peminjam; dan (v) perubahan ketentuan.

d. Terhadap pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit dan

pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit bank diwajibkan

menyampaikan action plan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan dikenakan

sanksi penilaian tingkat kesehatan bank.

94.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian pengaruh antara Motivasi Kewirausahaan terhadap Produktivitas lebih kecil dari koefisien antara Karakteristik Wirausahawan terhadap

Lahan yang ideal untuk produksi teh adalah berada didaerah pegunungan dengan ketinggan antara 250 – 1500 meter dari permukaan air laut (mdpl). Pemilihan lahan ini

Refleksi, berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan siklus 1, diperoleh nilai rata-rata sebesar 51.15 dan variansi sebesar 364.86. sebagaimana kondisi awal ada peningkatan

Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab

Tujuan dari penelitian mengenai analisis pengaruh penggunaan atraktor cahaya warna merah dan perbedaan waktu pengoperasian alat tangkap bubu karang terhadap hasil tangkapan ikan

Hasil perhitungan dengan pendekatan statistic kompharatif / perbandingan menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian latihan lompat

berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. Adanya gangguan peredaran darah ke otak dapat menimbulkan jejas.. atau cedera pada otak melalui

Beberapa pelayanan memerlukan kecepatan data yang lebih besar dan mungkin dapat disediakan dengan fasilitas high speed diluar sistem ISDN seperti TV cable dsb.. Tabel berikut ini