• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Politik Indonesia Dalam Mengatasi Permasalahan Imigran Gelap Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan Politik Indonesia Dalam Mengatasi Permasalahan Imigran Gelap Di Indonesia"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TERKAIT DALAM PENANGANAN IMIGRAN GELAP

2.1 Kementerian Pertahanan RI

Kementerian Pertahanan RI merupakan salah satu staf Presiden RI yang membidangi urusan pertahanan negara dengan tugas pokok menjaga keutuhan wilayah, kedaulatan negara kessatuan RI, dan keselamatan bangsadan negara, dengan visi “terwujudnya Indonesia yang berdaulat, madiri dan berkepribadian berlanaskan gotong royong”, dan dalam rangka mewujudkan visi tersebut Kementerian Pertahanan melaksanakan misi diantaranya :

a. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.

b. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum.

c. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai

negara maritim.

d. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan

sejahtera.

e. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing.

f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional.

(2)

Dalam menyelenggarakan visi dan misi tersebut, Kementerian Pertahanan RI menyelenggarakan fungsi meliputi :

a. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pertahanan.

b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara menjadi tanggung jawab Kementerian Pertahanan RI.

c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pertahanan RI.

d. Pelaksanaan kegiatan teknis dari Pusat sampai ke Daerah.

2.1.1 Sejarah

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 roda pemerintahan segera bergerak, antara lain dengan pemindahan kekeuasaan yang diselenggarakan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Oleh karena itu panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, segera menyusun kabinet pertama yaitu tipe Presidensial dan hasilnya diumumkan pada 19 Agustus 1945.

Kabinet ini memiliki 15 Kementerian serta 5 Kementerian Negara, namun salah satu jabatan Menteri Negara lalu di tiadakan karena menteri yang bersangkutan, yaitu AA Maramis diangkat menjadi Menteri Keuangan.

(3)

Sebagaimana diketahui bahwa Suprijadi tidak pernah menduduki posisi sebagai Menteri Pertahanan, dan selanjutnya posisi Menteri Pertahanan diganti oleh Sulyadikusumo sebagai Menteri ad interim pada 20 Oktober 1945.

Pada masa kabinet Sjahrir ke-1 (periode 14 November 1945-12 Maret 1946), fungsi pertahanan negara juga masih berada di bawah wewenang Menteri Keamanan Rakyat, yang dijabat oleh Mr. Amir Sjarifuddin.

Namun pada kabinet Sjahrir ke-2 (periode 12 Maret – 2 Oktober 1946), dibentuk Kementerian Pertahanan yang dijabat oleh Mr. Amir Sjarifuddin. Dalam kabinet ini fungsi Pertahanan Keamanan mulai ditekankan.

Dalam perjalanannya, jabatan Menteri Pertahanan sering dijabat rangkap oleh satu orang, seperti PM Amir Sjarifuddin pada kabinetnya (periode 3 Juli – 11 November 1947), hal ini menunjukkan betapa pentingnya fungsi pertahanan negara dalam menghadapi beragam konflik yang terjadi di Indonesia pada saat itu.

(4)

dan kemudian menjabat lagi pada beberapa kabinet berikutnya hingga mundur atas permintaan sendiri pada tanggal 2 Juni 1953.

Pada Kabinet Pembangunan I di Era Orde Baru, (periode 6 Juni 1968 - 28 Maret 1973),jabatan Menteri Pertahanan Keamanan dirangkap oleh Persiden RI, Jenderal TNI Soeharto.

Pada Kabinet Pembangunan II (periode 28 Maret 1973 – 29 Maret 1978), jabatan Menteri Pertahanan dan Keamanan diemban oleh satu orang, yakni oleh Jenderal TNI Maraden Panggabean.

Pada Kabinet Pembangunan III (periode 28 Maret 1978 – 19 Maret 1983), jabatan Menteri Pertahanan Keamanan merangkap Panglima ABRI diserahkan kepada Jenderal TNI M. Jusuf, dan pada periode ini lahir UU Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI.

Pada Kabinet Pembangunan IV(periode 19 Maret 1983 – 23 Maret 1988), jabatan Menteri Pertahanan Keamanan RI di pegang oleh Jenderal TNI (Purn) Poniman. Seterusnya, Menteri Pertahanan Keamanan dijabat oleh Jenderal TNI (purn) LB Moerdani periode tahun 1988 – 1993. Kemudian tahun1993 – 1998 Presiden Suharto mempercayai Jenderal TNI Edi Sudrajat sebagai Menteri Pertahanan Keamanan.

(5)

Kemudian, pada masa Kabinet Pertama Era Refromasi (periode 22 Mei 1998 – 29 Oktober 1999), Jenderal TNI Wiranto tetap dipercaya untuk menduduki jabatan sebagai Menteri Pertahanan Keamanan.

Dimasa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur, pada tanggal 1 Juli 2000, Kepolisian Negara Republik Indonesia resmi lepas dari Departermen Pertahanan Keamanan, dan TNI menjadi lembaga otonom yang bertangung jawab langsung kepada Presiden RI. Pada era ini jabatan Menteri Pertahanan kembali dipegang oleh kalangan sipil, yang berasal dari kalangan akademisi, yaitu Prof. Dr. Juwono Sudarsono (periode 1999-2000), dan selanjutnya dijabat oleh Prof. Dr. Mahfud M.D (periode 26 Agustus 2000 – 14 Agustus 2001).

Pada Kabinet Presiden Megawati Soekarno Putri (periode 14 Agustus 2001 – 25 Oktober 2004), jabatan Menteri Pertahanan dipercayakan kepada orang sipil yaitu H. Matori Abdul Djalil.

Pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyonoyang biasa dipanggil SBY (periode 29 Oktober 2004 – 26 Oktober 2009), jabatan Menteri Pertahanan dipercayakan kepada orang sipil, Prof. Dr. Juwono Sudarsono.

(6)

Selanjutnya pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono(periode 2009 – 2014), jabatan Menteri Pertahanan dipercayakan kepada Prof. Dr. Ir. Purnomo Yusgiantoro, MA, Msc yang dalam Kabinet Indonesia Bersatu I menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral / ESDM dan Letnan Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoeddin, MBA sebagai Wakil Menteri.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tanggal 6 November 2008 tentang Kementerian Negara, nama Departemen Pertahanan RI berubah menjadi Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.

2.1.2 Peran Dalam Penanganan Imigran Gelap

Stabilitas keamanan lingkungan strategis menjadi bagian dari kepentingan nasional Indonesia sehingga Indonesia berkepentingan untuk mencermati perkembangan situasi yang mengancam perdamaian dunia dan stabilitas regional agar dapat mengambil langkah-langkah yang tepat.

Indonesia juga menyadari bahwa keamanan nasionalnya menjadi bagian dari kepentingan strategis negara-negara lain. Oleh karena itu, penyelenggaraan fungsi pertahanan negara Indonesia diarahkan untuk mewujudkan stabilitas keamanan nasional yang kondusif bagi stabilitas regional dan global.

(7)

Permasalahan imigran gelap yang masuk ke Indonesia juga berpengaruh terhadap pertahanan negara Indonesia, diantaranya :

a. Alasan para imigran gelap menjadikan negara Indonesia sebagai negara transit sebelum memasuki negara tujuan dapat menjadi modus operandi pemindahan imigran dari negara lain ke Indonesia.

b. Keberadaan imigran gelap dalam waktu yang lama sebelum di deportasi dapat dijadikan modus operandi untuk menguasai kepemilikan lahan melalui perkawinan campuran imigran gelap dengan penduduk setempat.

c. Keberadaan imigran gelap di tempat penampungan (rudenim) sering mengganggu kenyamanan dan ketentraman masyarakat setempat.

d. Para imigran gelap dapat menjadi agen integrasi dengan Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi suatu komuniti baru yang militan dan berbahaya bagi Pertahanan dan Keamanan Negara.

e. Para imigran gelap dapat digunakan sebagai agen intelijen negara lain untuk mempelajari peta pertahanan dan keamanan negara.13

Penyebab masuknya imigran gelap ke Indonesia yang jumlahnya setiap tahun semakin meningkat disebabkan beberapa aspek, antara lain (1) lemahnya sistem pengawasan aparat keamanan terkait dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan berbentuk kepulauan; (2) terbatasnya kewenangan akibat regulasi penanganan imigran yang belum dapat mengoptimalkan peran seluruh instansi terkai dalam penanganan

(8)

imigran khususnya imigran gelap; (3) kurangnya sinergitas antara lembaga yang terkait dalam upaya pencegahan dan pencegatan imigran gelap; dan (4) adanya jaringan internasional di Indonesia yang melibatkan masyarakat dan aparat setempat.

Kementerian Pertahanan yang membidangi urusan pertahanan negara dengan tugas pokok menjaga keutuhan wilayah, kedaulatan negara kessatuan RI, dan keselamatan bangsa dan negara, denganmelaksanakan misi diantaranya mewujudkan keamanan nasional dalam rangka menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah negara kesatuan RI, melakukan langkah dan tindakan dalam upaya mencegah dan menangani imigran gelap yang masuk ke Indonesia dengan cara :

a. Membuat kebijakan untuk TNI melaksanakan patroli secara rutin dan terpadu di wilayah perbatasan negara di laut dan daratan, bekerjasama dengan instansi terkait (Polri, BIN dan Bakamla) serta Pemerintahan Daerah setempat guna mencegah dan menangani masuknya imigran gelap ke wilayah Indonesia.

(9)

c. Mendorong instansi terkait (Komisi-1 DPR RI dan Kementerian Luar Negeri) untuk tidak meratifikasi Konvensi Jenewa 1951 tentang Penanganan Pengungsi dan Protokol 67.

d. Bekerjasama dengan Kementerian dan Lembaga terkait (Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Komisi-1 DPR RI, dan Polri) untuk menyususn regulasi dan aturan terkait penanganan pencari suaka dan pengungsi di Indonesia.

2.2 Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM

Direktorat Jenderal Imigrasi adalah salah satu struktur bagian dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang memiliki tugas pokok merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang imigrasi, dengan tugas pokok merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standrisasi teknis di bidang imigrasi.

Dalam melaksankana tugas pokok tersebut diatas, Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM menyelenggarakan fungsi meliputi :

a. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen di bidang dokumen perjalanan, visa dan fasilitas, izin tinggal dan status, intelijen penyidikan dan penindakan, lintas batas dan kerjasama luar negeri serta sistem informasi keimigrasian.

(10)

keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang dokumen perjalanan, visa dan fasilitas, izin tinggal dan status, intelijen penyidikan dan penindakan, lintas batas dan kerjasama luar negeri serta sistem informasi keimigrasian.

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi.

e. Pelaksanaan urusan administrasi Direktorat Jenderal Imigrasi.

2.2.1 Sejarah

Kekayaan sumber daya alam, khususnya sebagai penghasil komoditas perkebunan yang diperdagangkan di pasar dunia, menjadikan wilayah Indonesia yang sebagian besar dikuasai oleh Hindia Belanda menarik berbagai negara asing untuk turut serta mengembangkan bisnis perdagangan komoditas perkebunan. Untuk mengatur arus kedatangan warga asing ke wilayah Hindia Belanda, pemerintah kolonial pada tahun 1913 membentuk kantor Sekretaris Komisi Imigrasi dan karena tugas dan fungsinya terus berkembang, pada tahun 1921 kantor Sekretaris Komisi Imigrasi diubah menjadi immigratie dients (Dinas Imigrasi).

Dinas Imigrasi pada masa pemerintahan penjajahan Hindia Belanda ini berada di bawah Direktur Yustisi, yang dalam susunan organisasinya terlihat pembentukan afdeling-afdeling seperti afdeling visa dan afdeling

(11)

Tenaga berpengalaman serta berpendidikan tinggi dipekerjakan di pusat. Tidak sedikit di antaranya adalah tenaga-tenaga kiriman dari negeri Belanda (uitgezonden krachten). Semua posisi kunci jawatan imigrasi berada di tangan para pejabat Belanda.

Kebijakan keimigrasian yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda adalah politik pintu terbuka (opendeur politiek). Melalui kebijakan ini, pemerintah Hindia Belanda membuka seluas-luasnya bagi orang asing untuk masuk, tinggal, dan menjadi warga Hindia Belanda.

Maksud utama dari diterapkannya kebijakan imigrasi “pintu terbuka” adalah memperoleh sekutu dan investor dari berbagai negara dalam rangka mengembangkan ekspor komoditas perkebunan di wilayah Hindia Belanda. Selain itu, keberadaan warga asing juga dapat dimanfaatkan untuk bersama-sama mengeksploitasi dan menekan penduduk pribumi.

Walaupun terus berkembang (penambahan kantor Dinas Imigrasi di berbagai daerah), namun struktur organisasi Dinas Imigrasi Pemerintah Hindia Belanda relatif sederhana. Hal ini diduga berkaitan dengan masih relatif sedikitnya lalu lintas kedatangan dan keberangkatan dari dan/atau keluar negeri pada saat itu.

(12)

Era pemerintahan Orde Baru adalah yang terpanjang sejak Indonesia merdeka. Masa pemerintahan yang cukup panjang tersebut turut memberikan kontribusi besar terhadap pemantapan lembaga keimigrasian, walaupun dalam pelaksanaannya mengalami beberapa kali penggantian induk organisasi. Stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi selama era Orde Baru mendorong lembaga keimigrasian di Indonesia untuk semakin berkembang dan profesional dalam melayani masyarakat.

Pada era ini terjadi beberapa kali perubahan organisasi kabinet dan pembagian tugas departemen, yang pada gilirannya membawa perubahan terhadap organisasi jajaran imigrasi.

Pada tanggal 3 November 1966 ditetapkan kebijakan tentang Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Departemen, yang mengubah kelembagaan Direktorat Imigrasi sebagai salah satu pelaksana utama Departemen Kehakiman menjadi Direktorat Jenderal Imigrasi yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Imigrasi.

Perubahan inipun berlanjut dengan pembangunan sarana fisik di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi yang luas. Pembangunan gedung kantor, rumah dinas, pos imigrasi maupun asrama tahanan dijalankan tahun demi tahun.

(13)

Beban kerja yang semakin meningkat dan kebutuhan akan akurasi data, mendorong Direktorat Jenderal Imigrasi untuk segera menerapkan sistem komputerisasi di bidang imigrasi.

Pada awal tahun 1978 untuk pertama kalinya dibangunlah sistem komputerisasi di Direktorat Jenderal Imigrasi, sedangkan penggunaan komputer pada sistem informasi keimigrasian dimulai pada tanggal 1 Januari 1979.

Di bidang peraturan perundangan keimigrasian pada masa Orde Baru, dalam rangka mendukung program Pembangunan Nasional Pemerintah, banyak produk regulasi keimigrasian yang dibuat untuk mengifisienkan pelayanan keimigrasian dan/atau untuk mendukung berbagai sektor pembangunan, antara lain pengaturan terkait: (1) pelayanan jasa keimigrasian; (2) penyelesaian dokumen pendaratan di atas pesawat jemaah haji 1974; (3) penyelesaian pemeriksaan dokumen di pesawat garuda Jakarta-Tokyo; (4) perbaikan kualitas cetak paspor; (5) pengaturan masalah lintas batas; (6) pengaturan dispensasi fasilitas keimigrasian; (7) penanganan TKI gelap di daerah perbatasan; (8) pengaturan penyelenggaraan umroh; (9) pengaturan masalah pencegahan dan penangkalan; (10) pengaturan keimigrasian di sektor ketenagakerjaan;(11) pengaturan visa tahun 1979; (12) masalah orang asing yang masuk ke dan atau tinggal di wilayah Indonesia secara tidak sah; dan (13) penghapusan exit permit bagi WNI.

(14)

Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3474), yang disahkan oleh DPR pada tangal 4 Maret 1992. Undang Undang Keimigrasian ini selain merupakan hasil peninjauan kembali terhadap berbagai peraturan perundang-undangan sebelumnya yang sebagian merupakan peninggalan dari Pemerintah Hindia Belanda, juga menyatukan/mengkompilasi substansi peraturan perundang-undangan keimigrasian yang tersebar dalam berbagai produk peraturan perundangan keimigrasian sebelumnya hingga berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 ini diikuti dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaannya dalam: (1) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan (Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 53, Tambahan Lembaran NegaraRI Nomor 3561); (2) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1994 tentang Pengawasan Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian (Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 54, Tambahan Lembaran NegaraRI Nomor 3562); dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk, dan Izin Keimigrasian (Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 55, Tambahan Lembaran RI Nomor 3563), dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1994 tentang Surat Pejalanan Republik Indonesia (Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3572).

(15)

Aspirasi yang hidup dalam masyarakat, menginginkan komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM), tegaknya hukum dan keadilan, pemberantasan KKN, dan demokratisasi, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), transparansi, dan akuntabel terus didengungkan, termasuk diantaranya tuntutan percepatan otonomi daerah.14

Sebagai dampak pelaksanaan otonomi daerah dan perkembangan yang terjadi di beberapa negara, maka tugas keimigrasian di daerah provinsi, kota/kabupaten maupun di negara yang bersangkutan terus mengalami peningkatan sejalan dengan karakteristik dinamika kehidupan masyarakat.

Untuk mengantisipasi fenomena demikian Direktorat Jenderal Imigrasi telah membuat langkah kebijakan: (1) Pembentukan kantor-kantor imigrasi di daerah, (2) Peningkatan kelas beberapa kantor imigrasi, (3) Pembentukan direktorat intelijen, (4) Pembentukan rumah detensi imigrasi, (5) Penambahan tempat pemeriksaan imigrasi, dan (6) Pembentukan atase/konsul imigrasi pada perwakilan RI di Guangzhou, Tiongkok.

Adapun jumlah kelembagaan imigrasi yang tersebar di daerah dan di luar negeri sampai dengan saat ini adalah sebagai berikut:

a. 115 kantor imigrasi, yang terdiri dari:

1) 7 kantor imigrasi kelas I khusus diBandara Soekarno-Hatta, Batam, Ngurah Rai, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Medan, dan Surabaya.

(16)

2) 38 kantor imigrasi kelas Iberada di kota Ambon, Balikpapan, Banda Aceh, Bandar Lampung, Bandung, Banjarmasin, Bengkulu, Denpasar, Gorontalo, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jambi, Jayapura, Kendari Kupang, Makassar, Malang, Manado, Mataram, Padang Palangkaraya, Palembang, Palu, Pangkal Pinang, Pekanbaru, Polonia, Pontianak, Samarinda, Semarang, Serang, Surakarta, Tangerang, Tanjung Pinang, Tanjung Perak, Tanjung Priok, Ternate, Yogyakarta.

3) 60 kantor imigrasi kelas IIberada di kota Atambua, Bagan Siapi Api, Belakang Padang, Belawan, Bengkalis, Biak, Bitung, Blitar, Bogor, Bukit Tinggi, Cilacap, Cilegon, Cirebon, Depok, Dumai, Entikong, Jember, Karawang, Kota Baru, Kuala Tungkal, Langsa, Lhokseumawe, Madiun, Mamuju, Manokwari, Maumere, Merauke, Meulaboh, Muara Enim, Nunukan, Pare-Pare, Pati, Pemalang, Pematang Siantar, Polewali Mandar, Ranai, Sabang, Sambas, Sampit, Sanggau, Selat Panjang, Siak, Sibolga, Singaraja, Singkawang, Sorong, Sukabumi, Sumabawa Besar, Tahuna, Tanjung Balai Asahan, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Pandan, Tanjung Uban, Tarakan, Tasikmalaya, Tembaga Pura, Tembilahan, Tobelo, Tual, dan Wonosobo.

(17)

b. 13 rumah detensi imigrasiberada di kota Tanjung Pinang, Balikpapan, Denpasar, DKI Jakarta, Kupang, Makassar, Manado, Medan, Pekanbaru, Pontianak, Semarang, Surabaya, dan Jayapura.

c. 33 tempat pemeriksaan imigrasiberada di :

1) Bandar udara, meliputi bandar udara di kota Sultan Iskandar Muda Banda Aceh, Maimun Saleh Sabang, Binaka Sibolga, Polonia Medan, Minangkabau Padang, Fatmawati Soekarno Bengkulu, Kijang Tanjung Pinang, Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Hang Nadim Batam, Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Belitung Tanjung Pandan, Pangkal Pinang Pangkal Pinang, Soekarno-Hatta Jakarta, Halim Perdana Kusuma Jakarta, Husein Sastranegara Bandung, Ahmad Yani Semarang, Adi Sumarmo Surakarta, Adi Sucipto Yogyakarta, Juanda Surabaya, Supadio Pontianak, Sepinggan Balikpapan, Tarakan, Sam Ratulangi Manado, Hasanuddin Makassar, Ngurah Rai Bali, Selaparang Mataram, El Tari Kupang, Pattimura Ambon, Sentani Jayapura, Jeffman Sorong, Frans Kaisiepo Biak, Mopah Merauke, dan Timika Tembagapura.

(18)
(19)

3) Pos Lintas Batas, yang berada di provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

4) Pejabat Atase/Konsul Imigrasi pada Kedutaan Besar RI di Bangkok, Beijing, Berlin, Den Haag, Kuala Lumpur Malaysia, Singapura, Tokyo, Davao, Hongkong, Jeddah, Los Angeles, Penang, Sydney, Taipei, Johor, Dili, Guang Zhou, Kuching, dan Tawao.

Sumber : FGD Kementerian Pertahanan

2.2.2 Peran Dalam Penanganan Imigran Gelap

Dalam permasalahan imigran gelap yang masuk ke wilayah Indonesia terdapat beberapa modus operandi yang sering dilakukan oleh pelaku imigran gelap, diantaranya :

PONTIANAK

MAKASSAR MANADO BALIKPAPAN

JAYAPURA MEDAN

KAPASITAS

PEKANBARU

KAPASITAS JAKARTA

SEMARANG SURABAYA DENPASAR

KAPASITAS

KUPANG

(20)

a. Masuk ke wilayah Indonesia bekerja sama dengan sindikat human trafficking atau menjadi people smugling dengan cara menggunakan alat transportasi laut atau darat masuk ke Indonesia melalui jalur illegal dan dibantu oknum aparat setempat.

b. Masuk ke wilayah Indonesia bekerjasama dengan sindikat human trafficking atau menjadi people smugling dengan cara menggunakan alat transportasi laut atau darat masuk ke indonesia secara legal melalui tempat pemeriksaan imigrasi dan menyerahkan diri sebagai pengungsi kepada kantor polisi atau kantor imigrasi setempat atau kantor UNHCR.

c. Menjadi korban sindikat human trafficking internasional walaupun sudah terdaftar sebagai pengungsi di negara lain.

DATA PENGUNGSI YANG MENYERAHKAN DIRI (SELF-SURRENDER)

DI DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI, KANTOR IMIGRASI SELURUH INDONESIA DAN PENAMPUNGAN SEMENTARA

Tabel - Pengungsi Menyerahkan Diri di Kantor Imigrasi, Ditjen Imigrasi

0 500 1000

1500 1074

429 342

297

52 22

(21)

Direktorat Jenderal ImigrasiKemenkumham yang memiliki tugas pokok merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang imigrasi, dalam upaya mencegah dan menangani imigran gelap melakukan langkah dan tindakan dengan cara :

a. Bekerjasama dengan instansi terkait untuk melakukan pencegatan/pencegahan terhadap kaum imigran yang masuk secara ilegal atau legal ke Indonesia.

b. Bekerjasama dengan organisasi internasional seperti IOM dan UNHCR untuk bantuan penempatan imigran gelap di community house sambil menunggu keberangkatan ke negara tujuan dan pemulangan ke negara asal.

c. Memberikan tempat penampungan imigran gelap di Ruang Detensi Kantor Imigrasi dan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) menunggu pemberangkatan ke negara tujuan atau pemulangan ke negara asal. d. Melakukan penegakan hukum terhadap kaum imigran yang terbukti

melakukan perbuatan pidana di bidang keimigrasian.15

15Ronny F Sompie dalam” Forum Group Discussion (FGD) Letak Geografis Indonesia Menjadi Daerah Transit Bagi Kaum Imigran dan Pengaruhnya Terhadap Pertahanan, Ditjen Strahan Kemhan RI. 10 Agustus 2016.

HASIL REKAPITULASI DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI TERHADAP IMIGRAN DI RUANG DETENSI KANIM/RUMAH DETENSI IMIGRASI MAUPUN DI LUAR RUMAH DETENSI IMIGRASI (Community House)

(22)

Adapun modus operandi yang sering dilakukan oleh organisasi pelaku kejahatan dalam melaksanakan aksi kejahatannya, diantaranya :

a. Modus I :

1) Smuggler di negara asal akan bersifat pasif menunggu imigran gelap yang ingin keluar dari negaranya, lalu meminta pelaku untuk menyeberangkan ke negara tujuan secara ilegal.

2) Smuggler akan meminta imigran gelap membayar sejumlah uang untuk menyeberangkan imigran gelap ke negara tujuan. 3) Pembayaran dilakukan setengah harga di depan, dan

setengahnya lagi akan dibayar ketika imigran gelap sudah berada di negara transit hendak menuju ke negara tujuan.

4) Setelah pembayaran dilakukan, maka smuggler akan memberitahu langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh imigran gelap agar dapat tiba di negara transit dan sampai di negara tujuan, antara lain meliputi :

a) Langkah Pertama adalah imigran gelap akan diberikan tiket pesawat, paspor dan visa untuk sampai di negara transit pertama (bisa Malaysia, Singapura), dimana pada saat tiba nanti di negara transit pertama, imigran gelap akan dijemput oleh jaringan pelaku kejahatan.

b) Setelah tiba di negara transit pertama, Langkah Kedua adalah imigran gelap akan bertemu dengan smuggler

(23)

Penjemput (smuggler negara transit) hanya akan berbicara sedikit saja, untuk mengarahkan imigran gelap agar menuju ke tempat penampungan sementara (catatan: pelaku mengenali imigran berdasarkan informasi dari

smuggler) di negara asal dengan menyebutkan beberapa ciri dari imigran gelap yang akan tiba di negara transit pertama (seperti: nama, baju yang digunakan, ciri-ciri fisik, dan sebagainya).

c) Setelah Imigran gelap ditampung di negara transit oleh

(24)

d) Langkah Keempat, Imigran gelap yang ditampung di Indonesia akan menunggu imigran gelap lainnya datang, sampai jumlah yang telah ditentukan oleh smuggler

mencapai targetnya. Kaitannya dengan penampungan, maka imigran gelap akan diperintahkan oleh smuggler di Indonesia untuk pindah ke daerah yang dekat dengan tempat pemberangkatan (misal: Jakarta atau Surabaya atau Lombok atau Lampung) sebelumnya sudah disiapkan akomodasi dan transportasi dari smuggler di Indonesia. Pada saat imigran gelap sudah berada di daerah yang dekat dengan tempat pemberangkatan, imigran gelap tersebut akan ditampung oleh smuggler dirumah-rumah kontrakan, apartemen dan mungkin beberapa hotel.

Hal ini dilakukan untuk menyamarkan keberadaan imigran gelap dan menghindari pemeriksaan petugas imigrasi maupun kepolisian.

e) Setelah imigran gelap yang akan diberangkatkan mencapai target yang telah ditentukan, maka Langkah Kelima

smuggler akan akan memberikan pesan secara mendadak kepada para imigran gelap agar bersiap untuk berangkat dengan sebelumnya mengumpulkan seluruh handphone

(25)

f) Pada hari yang telah ditentukan dan jam yang ditentukan maka smuggler akan melakukan Langkah Keenam yaitu para imigran gelap akan diberangkatkan secara bersamaan ke tempat pemberangkatan dipinggir pantai pelabuhan tidak resmi (seperti Pelabuhan Sumur Ujung Kulon, Pelabuhan Ratu, Pantai Poh-poh Tulung Agung ,Bima NTB, Pulau Rote NTT, dan sebagainya).

g) Setibanya ditempat pemberangkatan, Langkah Ketujuh,

smuggler akan memerintahkan para imigran gelap untuk naik ke kapal yang akan diberangkatkan (dalam beberapa kejadian kapal yang besar dan tidak dapat merapat ke pantai tidak dapat langsung dinaiki, maka para imigran gelap akan menggunakan jasa kapal kecil pengantar yang disediakan oleh smuggler). Dalam kapal yang akan mengangkut imigran ke Australia, terdapat bahan makanan untuk selama perjalanan, dan siap mengantarkan imigran gelap dari Indonesia ke negara yang dituju (biasanya negara Australia).

b. Modus II :

1) Imigran gelap mendapatkan informasi dari temannya yang sudah berhasil tiba di Australia, bahwa kalau mau berangkat ke Australia maka ada smuggler yang dapat dihubungi.

(26)

Dalam pembicaraan di telpon, smuggler yang ada di Indonesia mengatakan bahwa imigran gelap harus membayar sejumlah uang dengan metode pembayaran setengah dimuka dan setengah di negara transit.

3) Setelah disetujui, maka Langkah Pertama

smugglermengatakan bahwa imigran gelap akan didatangi oleh orang yang belum ia kenal sebelumnya yang merupakan jaringan dari penyeludupan manusia tersebut. Smuggler yang menemui imigran gelap kemudian menerima uang yang sudah disetujui sebagai uang pangkal, lalu merencanakan keberangkatan imigran gelap yang dimaksud.

4) Pada hari yang ditentukan maka Langkah Kedua, smuggler

akan memberangkatkan imigran gelap dengan tiket pesawat dan paspor yang sudah disiapkan langsung menuju ke Indonesia dengan sebelumnya diberitahukan bahwa nanti pada saat dibandara akan ada yang menjemput dan mengarahkan ke penginapan tempat imigran gelap ditampung. Berhubung paspor dari imigran gelap tersebut tidak dilengkapi visa Indonesia, maka smuggler juga akan mengatakan agar imigran gelap tidak lupa untuk mengurus visa on arrival di bandara di Indonesia. 5) Ketika tiba di Indonesia, imigran gelap kemudian melakukan

apa yang diperintahkan smuggler, yaitu membuat visa on arrival

(27)

Ketika imigran gelap sudah dijemput maka Langkah Ketiga,

smuggler mengantarkan imigran gelap untuk ditampung di tempat penampungan (apartemen, hotel, rumah kontrakan dsb) dimana sebelumnya sudah ada juga beberapa imigran gelap yang datang terlebih dahulu di tempat tersebut.

6) Langkah Keempat, selama menunggu waktu pemberangkatan, para imigran gelap yang ada ditempat penampungan diperintahkan oleh smuggler untuk melakukan pengurusan sertifikat pengungsi di UNHCR Jakarta. Hal ini dimaksudkan agar apabila visa on arrival yang masa berlakunya 30 hari dan dapat diperpanjang 30 hari kedepan habis masa berlakunya, maka paraimigran gelap yang sudah mendapatkan sertifikat pengungsi dari organisasi internasional UNHCR akan dapat tinggal lebih lama di Indonesia sambil menunggu waktu pemberangkatan yang pasti dari smuggler (hal ini biasanya terkait dengan jumlah imigran gelap yang harus mencapai target sebelum diseludupkan).

(28)

c. Modus III (Transportasi I) :

1) Ketika smuggler telah merencanakan pemberangkatan imigran gelap dari negara asal ke negara transit (Indonesia), maka yang dilakukan smuggler adalah merencanakan pembelian kapal. 2) Kapal akan dibeli oleh smuggler melalui orang yang sudah biasa

dijadikan penghubung oleh smuggler dalam hal pembelian kapal (jadi smuggler tidak pernah dengan sendirinya membeli kapal). Pembeli bisa jadi siapa saja, bisa orang biasa, nelayan, kapten kapal yang sudah biasa berlayar, atau mungkin aparat TNI, Polri dan Ditjen Imigrasi Kemenkumham.

3) Kapal dapat dibeli dengan cara tunai dengan harga berkisar antara Rp. 200 juta sampai dengan Rp. 1,8 milyar, yaitu langsung memberikan uang kepada pemilik kapal tanpa harus ada akta jual beli (karena pembelian kapal adalah dengan tujuan ilegal) menggunakan uang yang diperoleh dari pembayaran imigran gelap kepada smuggler.

4) Kapal dapat dibeli dengan cara transfer melalui bank yang ada di Indonesia dengan menggunakan uang hasil kejahatan lain seperti kejahatan penipuan yang dilakukan oleh smuggler yang ada di Indonesia, kejahatan pencurian dengan menggunakan kartu kredit, kejahatan narkotika, kejahatan money loundering

(pencucian uang) dan masih banyak kejahatan lainnya.

(29)

Yang harus diingat bahwa orang yang mengoperasikan kapal tidak selalu berasal dari daerah yang sama dimana kapal dibeli. Untuk menyamarkan kegiatan ini, maka smuggler biasanya akan membeli kapal di daerah Sumatera, lalu pembayaran dilakukan di Jawa Barat, orang yang mengoperasikan kapal dari wilayah Timur Indonesia dan keberadaan kapal sendiri ada di Sulawesi yang mana kemudian keberangkatan kapal menuju ke negara tujuan dilakukan dari Jawa Timur atau dari NTB.

6) Setiap orang yang mengoperasikan kapal akan dijanjikan sejumlah uang sebagai upah dari pekerjaan yang dilakukan. 7) Setiap orang yang mengoperasikan kapal sudah tahu apa

pekerjaannya, siapa yang diangkut, berjalan kearah mana kapalnya, berapa uang yang akan diterima, bagaimana mekanisme pemberiannya (apakah langsung atau diterima keluarga) serta resiko yang akan dihadapi.

d. Modus IV (Transportasi II) :

(30)

2) Untuk perjalanan darat, smuggler akan melakukan penyewaan kenderaan minibus pada saat mengangkut imigran gelap dari bandara ke tempat penampungan, maupun dari tempat penampungan ke daerah tempat pemberangkatan.

Apabila jumlahnya banyak maka smuggler akan memesan bus besar untuk mengangkut imigran.

e. Modus V (pengorganisasian) :

1) Smuggler pada dasarnya dapat melakukan pengendalian dari mana saja. Smuggler Pertama melakukan pengendalian berada di negara asal dengan mengontrol penerimaan uang dan memberikan kepercayaan pada kaki tangan yang ada di negara transit dan negara tujuan.

2) Smuggler Kedua melakukan kontrol dari negara transit. Agar

tidak terlihat, maka smuggler lebih senang berada di dalam tahanan sehingga aksinya tidak terlihat.Kaki tangan smuggler ini ada di negara asal dan banyak di negara transit. Disisi lain,smuggler di negara transit dapat bekerja lebih leluasa karena:

a) Di negara transit biasanya smuggler ini mengontrol segala keperluan imigran gelap untuk berangkat.

(31)

c) Smuggler bisa berkoordinasi dengan aparat korup untuk pengiriman imigran gelap ke negara tujuan.

3) Smuggler Ketiga ada di negara tujuan. Hal ini dilakukan

berdasarkan pengalaman pribadi sebagai smuggler ketika ia diseludupkan, sehingga berdasarkan pengalaman itu dan jaringan yang dimiliki, baik di negara transit maupun negara asal, maka control delivery akan dilakukan dari negara tujuan sehingga resiko lebih rendah bagi dirinya.

f. Modus VI ( Pelaku Lapangan). Pelaku lapangan terdiri dari:

1) Pelaku Penampung. Adalah orang yang menyediakan rumah, menyewakan apartemen, membookingkan hotel di Indonesia untuk imigran gelap yang akan diberangkatkan ke negara tujuan. 2) Pelaku Penjemput.Merupakan orang yang diperintahsmuggler

untuk melakukan penjemputan imigran gelap dari bandara ke tempat penampungan, atau dari tempat penampungan ke daerah pemberangkatan.

3) Pelaku Fasilitasi. Merupakan orang yang menyediakan kebutuhan makan, minum, pakaian, dan perlengkapan lainyang dibutuhkan imigran gelap ke negara tujuan.

(32)

kapal yang dijual akan digunakan untuk mengangkut imigran gelap masuk ke negara tujuan secara ilegal dan orang tersebut menerima keuntungan dari pembelian kapal tersebut.

5) Pelaku yang mengoperasikan kapal. Merupakan orang yang biasa bekerja sebagai nelayan, sudah biasa berlayar, tahu arah angin, tahu bagaimana mengemudikan kapal, tahu mengoperasikan GPS dan dapat menggunakan mesin kapal yang dipasang dalam kapal tersebut untuk memberangkatkan imigran secara ilegal ke negara tujuan.16

Modus operandi diatas merupakan gambaran umum dalam upaya penyelidikan oleh personil Ditjen Imigrasi Kemenkumham bekerjasama dengan aparat penegak hukum lainnya dalam menentukan apakah kejadian penyeludupan manusia dan imigran gelap tersebut tersebut merupakan tindak pidana yang dapat disidik atau tidak, serta apakah ada kejahatan lain yang ada kaitannya dengan permasalahanimigran gelap tersebut.

Selain itu, dalam hal menampung para imigran gelap yang berhasil diamankan petugas Ditjen Imigrasi, disediakan penampungan berupa rumah detensi imigrasi. Rumah Detensi Imigrasi berada di Ibukota Negara, Provinsi, Kabupaten dan Kota, Ruang Detensi Imigrasi berbentuk suatu ruangan tertentu dan merupakan bagian dari kantor Dirjen Kantor Imigrasi atau tempat pemeriksaan Imigrasi. Pejabat Ditjen Imigrasi berwenang

(33)

menempatkan orang asing dalam Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi jika orang asing tersebut:

a. Berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki ijin tinggal yang sah atau memiliki ijin tinggal yang tidak berlaku lagi.

b. Berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki dokumen yang sah.

c. Dikenai tindakan administratif keimigrasian berupa pembatalan ijin tinggal karena melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum.

d. Menunggu pelaksanaan deportasi.

e. Menunggu keberangkatan keluar wilayah Indonesia karena ditolak pemberian tanda masuk.

Rudenim

2355 Kanim 2216 Community

House 4016 Imigran

Mandiri 5251

DATA IMIGRAN DI RUANG DETENSI

KANIM/RUDENIM/DITJENIM DI COMMUNITY HOUSE

DAN IMIGRAN MANDIRI DI SELURUH INDONESIA

(34)

Tabel - Data Pengungsi Kanim, Rudenim dan Communty House

Pejabat Ditjen Imigrasi Kemenkumham dapat menempatkan orang asing ditempat lain apabila orang asing tersebut sakit, akan melahirkan atau masih anak-anak. Tempat lain yang dimaksud misalnya Rumah Sakit atau tempat penginapan yang mudah diawasi oleh pejabat Imigrasi.

Pelaksanaan detensi orang asing dilakukan melaluiKeputusan Tertulis dari Menkumham atau pejabat Ditjen Imigrasi Kemenkumham yang ditunjuk.Keputusan dimaksud harus memuat data orang asing yang dikenai detensi, alasan melakukan detensi, dan tempat detensi.Detensi terhadap orang asing dilakukan sampai detensi di deportasi ke negara asal/dituju.

Dalam hal deportasi terhadap imigran gelap tidak dilaksanakan dalam waktu paling lama 10 tahun, Kemenkumham atau Pejabat Ditjen Imigrasi Kemenkumham yang ditunjuk dapat mengeluarkan Deteni dari Rumah Detensi Imigrasi apabila jangka waktu 10 tahun terlampaui dan memberikan ijin kepada Deteni untuk berada diluar rumah Detensi Imigran dengan menetapkan kewajiban melapor secara periodik.

(35)

tetap dalam pengawasan pemerintah yang ditunjuk melalui kewajiban pelaporan secara periodik.

Hal ini dimaksudkan agar pengawasan terhadap kegiatan dan keberadaan detensi tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, selain itu upaya deportasi kenegaranya atau negara ketiga yang bersedia menerimanya tetap dilakukan.

Perlakuan khusus terhadap detensi adalah peraturan dalam Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) yang berlaku bagi terdetensi, namun tidak sepenuhnya diberlakukan bagi korban.

Upaya Ditjen Imigrasi Kemenkumham dalam bidang pencegahan dan penangkalan terhadap keimigrasian/penyeludupan manusia meliputi :

a. Melaksanakan pencegahan berdasarkan hasil pengawasan Ditjen Imigrasi dan keputusan tindakan administratif keimigrasian.

b. Melaksanakan pencegahan berdasarkan keputusan Kementerian Keuangan dan Jaksa Agung sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing dan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Permintaan Polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. d. Perintah Ketua KPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

(36)

Gambar - Imigran Melalui Laut Menggunakan Perahu/Manusia Perahu

Dalam menghadapi masalah dan perkembangan yang terjadi di dalam negeri dan luar negeri, Direktorat Jenderal Imigrasi pada Era Reformasi ini telah melakukan beberapa program kerja, dengan memperbaharui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.

Gambar

Tabel - Pengungsi Menyerahkan Diri di Kantor Imigrasi, Ditjen Imigrasi
Gambar - Imigran Melalui Laut Menggunakan Perahu/Manusia Perahu

Referensi

Dokumen terkait

Alat ini memberikan panduan kepada pesawat yang akan mendarat di landasan, dengan menggunakan kombinasi sinyal radio, dan di banyak tempat, lampu- lampu

Mengenalkan alam dan lingkungan, mengajarkan apa yang ada di dalamnya, mendidik siswa untuk mencintai dan menanamkan kesadaran untuk menjadi manusia yang bertanggungjawab

Gambaran radiologis aspergilosis paru invasif 30% berupa kavitas berdinding tebal, terutama di lobus bawah, 20% berupa infiltrate difus atau nodular di salah satu atau

MS 004 /POKJA/BULUSPESANTREN/2017 YULIANTI P CILACAP, 07 JULI 1981 DS SETROJENAR RT 01/V

Konsistensi antara program kegiatan yang telah dilaksanakan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya Persentase capaian sasaran tahunan terhadap target sasaran RPJMD. %

Sistem dianggap air dangkal jika kedalaman fluida jauh lebih kecil daripada panjang gelombangnya atau persaman air dangkal hanya berlaku untuk gelombang yang

Penyair bebas berkreasi di ruang alam bawah sadar atau mimpi mereka, sehingga mereka terkadang menulis puisi dalam bentuk larik bebas (tidak terikat

Tabel 2. Kandungan bahan organik media fermentasi G. lucidum pada level Cr dan lama fermentasi berbeda. TKS= campuran tandan kosong sawit dan serat sawit dengan perbandingan