• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI PENGOLAHAN L

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI PENGOLAHAN L"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG UDANG SEBAGAI BAHAN BAKU KITOSAN BESERTA APLIKASINYA SEBAGAI

ANTIMIKROBA, EDIBLE COATING DAN PEREDUKSI KOLESTEROL

TUGAS KELOMPOK

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH HASIL PERTANIAN

Disusun Oleh :

Tresna Zahara A1M011070

RR Aditia M. H. A1M011072

Ulfah Fauziyyah A1M011073

Dian Metasari A1M011074

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

(2)

PURWOKERTO 2014

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan hasil ikan yang melimpah.

Salah satu hasil perikanan tersebut adalah udang. Saat ini, budidaya udang

berkembang sangat pesat sehingga udang dijadikan komoditas ekspor nonmigas yang

dapat dihandalkan dan merupakan biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Di

Indonesia udang diekspor dalam bentuk beku yang telah dibuang kepala, ekor dan

kulitnya. Limbah udang tersebut masih belum banyak dimanfaatkan secara maksimal,

sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya bau.

Sebagian besar limbah udang yang dihasilkan pengusaha udang berasal dari

kepala, kulit dan ekor. Kulit udang mengandung protein (25-40%), kitin (15–20%),

dan kalsium karbonat (45–50 %). Kandungan kitin dari kulit udang lebih sedikit

dibandingkan kulit atau cangkang kepiting. Kandungan kitin pada cangkang kepiting

mencapai 50-60%. Namun proses pembuatan kitin dan kitosan biasa memanfaatkan

limbah udang karena lebih mudah diperoleh (Soetomo, 1990).

Kitin dan kitosan dapat digunakan di berbagai macam aplikasi industri,

seperti: bahan tambahan dan penolong di bidang farmasi, kesehatan, dan kosmetik.

(4)

dapat dimanfaatkan dalam pengolahan limbah cair industri, pangan, dan industri

lainnya.

B. Masalah

Kitosan yang berada di pasar Indonesia berasal dari Korea, India dan Jepang.

Padahal Indonesia sendiri diprediksikan mampu menghasilkan kitin dan kitosan dari

limbah udang dan rajungan 12 ribu hingga 17 ribu ton per tahun. Potensi tersebut

merupakan perkiraan jumlah potensi bahan baku kitin dan kitosan di Sumatera dan

Bali. Di Sumatera, 40 hingga 60% dari komoditas udang adalah cangkang atau

kulitnya (shrimp shell), dan potensi bahan baku kitin dan kitosan mencapai 76.657

hingga 114.986 ton per tahun. Sedangkan di Bali, potensi bahan baku kitin dan

kitosan berasal dari cangkang kepiting (scrab shell) 75-85%, yaitu sebesar 3.643

hingga 4.128 ton per tahun (Lampungpost, 2006). Dengan besarnya potensi limbah

tersebut, Indonesia sebagai negara penyedia udang seharusnya mampu mengolah

limbah udang secara maksimal, mengingat banyaknya manfaat kitosan bagi

(5)

II. STUDI PUSTAKA

Udang (Penaeus modonon)

Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau dengan kelas Crustacea,

badan beruas 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi kerangka

luar yang disebut eksoskeleton. Umumnya udang di pasaran sebagian besar

merupakan udang laut, hanya sebagian kecil berupa udang air tawar. Udang air tawar

termasuk keluarga Palaemonidae, sedangkan udang laut biasanya termasuk keluarga

udang Penaeidae (Menristek, 2003).

Udang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kelas : Crustacea (binatang berkulit keras)

Sub Kelas : Malacostraca (Udang-udangan tingkat tinggi)

Super Ordo : Eucarida

Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)

Sub Ordo : Natantia (kaki untuk berenang)

Famili : Palaemonidae, Penaeidae

(Menristek, 2003).

Tubuh udang terbagi atas tiga bagian besar, yaitu kepala dan dada, badan, dan

(6)

dan kulit ekor 17-23% dari total berat badan, tergantung jenis udangnya (Suparno dan

Nurcahaya, 1984).

Limbah Udang

Produk hasil perikanan mengandung dua unsur utama, yaitu air dan protein.

Susunan kimia limbah udang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Susunan Kimia Limbah Udang (%)

Unsur Kepala Udang Jengger Udang

Proporsi kepala dan kulit udang diperkirakan antara 30-40% dari bobot udang

segar. Hasil samping udang padat yang berasal dari pengolahan udang berkisar antara

65-85%. Selain itu, kandungan protein kasarnya tinggi, yaitu 43,40%; lemak kasar

1,40%; serat kasar 13,20%; kalsium 7,05%; dan fosfor 1,52% serta energi

metabolisme 1190 kkal/kg (Purwatiningsih, 1990).

Limbah udang yang mencapai 30-40% produksi udang beku belum banyak

dimanfaatkan. Menurut Moelyanto (1979), pemanfataan limbah udang menjadi

produk udang yang bernilai ekonomis tinggi merupakan contoh yang sangat baik

untuk mendapatkan bahan makanan dengan kandungan protein tinggi. Limbah udang

selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan dapat juga dipergunakan untuk keperluan

(7)

Sebagai bahan makanan, jengger udang dimanfaatkan sebagai bahan pembuat

terasi, keripik udang, petis udang, serta pasta udang dan hidrolisat protein yang

merupakan produk baru dari limbah jengger udang. Namun pemanfaatan limbah ini

hanya 3% dari skala limbah udang (Suparno dan Nurcahaya, 1974).

Kepala udang yang menyatu dengan jengger udang sebagai limbah industri

baru sebagian kecil dimanfaatkan, yaitu dibuat tepung kepala udang sebagai

campuran bahan pembuatan pellet untuk pakan ternak (Mudjiman, 1982). Kelemahan

hasil samping udang terletak pada kandungan asam aminonya yang lebih rendah

dibanding tepung ikan. Selain itu serat kasarnya relatif lebih tinggi karena kulit yang

banyak mengandung kitin diikutsertakan (Raharjo, 1985). Perbandingan antara nutrisi

hasil samping udang dengan tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Nutrisi Hasil Samping Udang dengan Tepung Ikan Nutrisi Hasil samping udang Tepung ikan

Sumber: Lab. Ilmu Makanan Ternak, IPB

(8)

Kitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi. Kitin pertama

kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang

dinamakan fungiue. Pada tahun 1823 Odins mengisolasi suatu senyawa kutikula

serangga Janis ekstra yang disebut dengan kitin (Mahatmanti et al., 2001).

Cangkang kepala udang mengandung 20-30% senyawa kitin, 21% protein dan

40-50% mineral. Kitin merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa yang

mempunyai rumus kimia poli(2-asetamida-2-dioksi-D-Glukosa) dengan ikatan

β-glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya. Struktur kimia kitin mirip

dengan selulosa, hanya dibedakan oleh gugus yang terikat pada atom C2. Jika pada

selulosa gugus yang terikat pada atom C2 adalah OH, maka pada kitin yang terikat

adalah gugus asetamida (Muzzarelli, 1985).

Kitin merupakan salah satu biopolymer homopolisakarida yang tersedia

sangat banyak di alam. Kitin terutama terdapat pada invertebrate laut, serangga,

kapang dan beberapa jenis khamir. Kitin biasanya banyak ditemukan dalam keadaan

bergabung dengan protein (Knorr, 1984). Komposisi kitin dan protein limbah

Crustaceae dapat dilihat pada Tabel 3.

(9)

Udang karang :

Kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat sulit larut dalam air dan beberapa

pelarut organik, rendahnya aktivitas kimia dan sangat hidrofobik. Ketiga sifat tersebut

menyebabkan penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan

derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkelat logam dalam

instalasi pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik sebagai fungisiada dan

fungistatik penyembuh luka (Rismana, 2006).

Dalam hal kelarutan, kitin berbeda dengan selulosa karena kitin merupakan

senyawa yang stabil terhadap pereaksi kimia. Kitin bersifat hidrofobik, tidak larut

dalam air, alkohol dan hampir semua pelarut organik. Kitin dapat larut dalam asam

klorida, asam sulfat dan asam fosfat pekat (Roberts, 1992).

Kitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya terbatas. Namun

dengan modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin yang memiliki

sifat kimia lebih baik. Salah satu turunan kitin adalah kitosan (Hargono, 2008).

Kitosan adalah senyawa polimer alam turunan kitin yang diisolasi dari limbah

perikanan seperti kulit udang dan cangkang kepiting dengan kandungan kitin antara

65-70%. Sumber bahan baku kitosan yang lain di antaranya kalajengking, jamur,

cumi, gurita, serangga, laba-laba dan ulat sutera dengan kandungan kitin antara

(10)

kopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau.

Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan basa

natrium bidroksida atau proses enzimatis menggunakan enzim chitin deacetylase.

Serat ini bersifat tidak dicerna dan tidak diserap tubuh. Sifat menonjol kitosan adalah

kemampuan mengabsorpsi lemak hingga 4-5 kali beratnya (Rismana, 2006).

Sebagian besar polisakarida yang terdapat secara alami seperti selulosa,

dekstran, pectin, alginat, agar, karagenan bersifat netral atau asam di alam. Kitosan

merupakan polisakarida yang bersifat basa (Kumar, 2000). Kitosan dalam bentuk

asam amino bebas tidak selalu larut dalam air pada pH lebih dari 6,5 sehingga

memerlukan asam untuk melarutkannya. Kitosan larut dalam asam asetat dan asam

formiat encer (Hirano et al., 1987).

Menurut Rismana (2006), sifat alami kitosan dapat dibagi menjadi dua sifat

besar yaitu sifat kimia dan sifat biologi. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin, tetapi

ada beberapa ciri khas seperti:

 merupakan polimer poliamin berbentuk linear

 mempunyai gugus amino aktif

 mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam

 bersifat biokompatibel, artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak

mempunyai efek samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah

diuraikan oleh mikroba (biodegradable)

(11)

 bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol

 bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat.

Kitosan memiliki beberapa manfaat bagi manusia, sehingga merupakan bahan

perdagangan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Manfaat kitosan antara lain:

1. Dalam bidang pertanian

Kitosan menawarkan alternatif alami dalam penggunaan bahan kimia yang

terkadang berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Kitosan membuat mekanisme

pertahanan pada tumbuhan (seperti vaksin bagi manusia), menstimulasi pertumbuhan

dan merangsang enzim tertentu (sintesa fitoaleksin, chitinase, pectinase, glucanase,

dan lignin). Pengontrol organik baru ini menawarkan pendekatan sebagai alat

biokontrol.

2. Dalam bidang pengolahan air

Kitosan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan membrane

ultrafiltrasi

3. Dalam bidang makanan

Kitosan sudah banyak digunakan dalam komposisi makanan di Jepang, Eropa,

dan Amerika Serikat sebagai perangkap lemak yang merupakan terobosab dalam

bidang diet

(12)

Kitosan digunakan untuk bakteriostatik, immunologi, antitumor, cicatrizant,

homeostatic dan anti koagulan, obat salep untuk luka, ilmu pengobatan mata, ortopedi

dan penyembuhan jahitan akibat pembedahan (Kusumawati, 2009).

III. ANALISIS DAMPAK

Perairan Indonesia memiliki potensi besar terhadap hasil lautnya yang sangat

melimpah, salah satunya adalah udang. Udang merupakan komoditas penting bagi

hasil perikanan Indonesia dan berparan penting dalam kegiatan ekspor perikanan di

Indonesia. Industri pengolahan udang pun semakin menigkat dari tahun ke tahun. Hal

ini tentu akan diikuti dengan meningkatnya volume limbah udang yang dihasilkan.

Volume limbah yang terus meningkat tiap tahunnya tanpa adanya penanganan lebih

lanjut tentu akan menimbulkan masalah.

Ada cara yang dapat menanggulangi masalah sampah tersebut, yaitu dengan

memanfaatkan limbah udang. Dengan demikian maka volume limbah kulit udang

dapat berkurang dan masalah yang ditimbulkan dari limbah tersebut dapat teratasi.

Karena kita menggunakan kembali kulit manggis dan mengubah kulit manggis

tersebut menjadi tepung yang dapat digunakan sebagai sumber antioksidan alami.

Adapun dampak yang ditimbulkan dari limbah kulit udang serta pemanfaatannya

(13)

A. Dampak Lingkungan

Kulit udang yang merupakan limbah padat dari industri pengolahan

udang dan rumah tangga jika dibiarkan begitu saja tanpa adanya penanganan

lebih lanjut tentu akan berdampak buruk bagi lingkungan. Limbah kulit udang

yang dibiarkan begitu saja semakin lama akan semakin menumpuk dan dapat

mengundang serangga serta binatang pengurai lainnya. Akibatnya, limbah ini

menjadi sumber pencemaran lingkungan dan sumber penyakit bagi manusia.

Sehingga perlu adanya penangan lebih lanjut terhadap limbah udang tersebut

Potensi udang tidak hanya terbatas pada dagingnya saja, tetapi juga hampir

seluruh bagian udang menyimpan potensi yang sangat bermanfaat bagi manusia.

Seperti kita ketahui, kulit udang mengandung zat kitin yang sangat bermanfaat

bagi manusia. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, limbah yang

mengandung zat kitin ini dapat digunakan sebagai bahan antimikroba, anti rayap,

membran ultrafiltrasi, edible coating, sampai dapat menurunkan kadar kolesterol.

Mengingat potensi kulit udang yang cukup besar, tentunya limbah ini sangat

bermanfaat bagi manusia. Sehingga apabila limbah kulit udang yang dibiarkan

begitu saja dapat dimanfaatkan kembali maka keberadaan limbah ini akan

berkurang. Dengan begitu maka kebersihan dan kelestarian lingkungan akan

tetap terjaga.

(14)

Keberadaan limbah kulit udang yang dibiarkan menumpuk begitu saja tentu

akan sangat menggagu bagi manusia. Limbah kulit udang yang melimpah tanpa

adanya penanganan secara tepat dan benar akan menimbulkan masalah yang

pada akhirnya akan merugikan masyarakat sendiri. Pencemaran yang dihasilkan

oleh limbah udang baik udara, air, tanah dan lingkungan lainnya dapat

menyebabkan kondisi yang tidak sehat dan nyaman bagi kehidupan masyarakat.

Lingkungan yang menjadi tempat hidup masyarakat menjadi kotor, bau, dan

tidak sedap dipandang. Dengan kondisi masyarakat yang tidak sehat, kualitas

hidup menjadi rendah, dan aktifitas masyarakat pun akan terganggu. Untuk itu

perlu diterapkan sistem pengolahan limbah yang baik sehingga masalah

pencemaran lingkungan sekitar bisa diatasi.

Oleh karena itu pemanfaatan limbah kulit udang akan sangat membantu

meningkatkan keadaan sosial dilingkungan masyarakat yang terganggu dengan

keberadaan limbah kulit manggis. Pemanfaatan limbah kulit udang dapat

membawa dampak positif bagi lingkungan dan manusia.

C. Dampak Ekonomi

Limbah kulit udang yang merupakan limbah padat hasil industri

pengolahan udang sering diabaikan keberadaannya. Manfaat zat kitin yang

terkandung di dalamnya bahkan terlihat tidak ada manfaatnya ketika kulit

udanng dibuang menjadi limbah yang tanpa manfaat. Padahal bila diteliti lebih

(15)

rayap, membran ultrafiltrasi, edible coating, sampai dapat menurunkan kadar

kolesterol.

Bila kulit udang dibuang dan dibiarkan membusuk begitu saja, maka

limbah ini tidak akan terlihat berguna, sehingga diperlukan penanganan yang

tepat dan benar untuk mengatasi masalah limbah tersebut. Melihat potensi yang

cukup besar dari limbah kulit udang, sangat disayangkan apabila limbah tersebut

dibiarkan membusuk begitu saja. Dengan memanfaatkan kembali limbah kulit

udang menjadi bahan-bahan yang berguna bagi manusia, maka limbah yang

(16)

IV. PEMBAHASAN MASALAH

Industri pengolahan udang banyak menimbulkan hasil samping berupa limbah

kulit udang yang belum dimanfaatkan secara optimal. Lain halnya apabila limbah

kulit udang diolah menjadi kitin dan kitosan. Kitin dan kitosan yang terkandung

dalam kulit udang memiliki banyak manfaat bagi manusia. Kiitin merupakan senyawa

yang stabil terhadap reaksi kimia, tidak beracun (non toxic) dan bersifat

biodegradable.

Namun salah sau sifat kitin yang dianggap kurang menguntungkan yaitu tidak

larut dalam air (bersifat hidrofobik), alkohol, serta tidak larut dalam asam maupun

alkali encer. Sifat ini mengakibatkan pemanfaatan kitin masih terbatas. Namun

dengan modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin yang mempunyai

sifat kimia yang lebih baik. Salah satu turunan kitin adalah kitosan

Dari khitin dapat dihasilkan khitosan dengan menghilangkan gugus asetil

(17)

sebagai deasetilasi. Khitosan merupakan padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal khitin murni, memiliki sifat biologi dan

mekanik yang tinggi diantaranya adalah biorenewable, biodegradable, dan

biofungsional. Khitosan mempunyai rantai yang lebih pendek dari pada rantai kiitin.

Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya

di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi,

kesehatan, dan lingkungan. Berikut beberapa manfaat khitosan antara lain adalah :

1. Bidang pertanian, chitosan menawarkan alternatif alami dalam

penggunaan bahan kimia yang ter-kadang berbahaya bagi lingkungan dan

manusia. Chitosan membuat mekanisme pertahanan pada tum-buhan

(seperti vaksin bagi manusia), menstimulasi pertumbuhan dan

me-rangsang enzim tertentu (sintesa fitoaleksin, chitinase, pectinnase,

glucanase dan lignin). Pengontrol organik baru ini menawarkan

pendekatan sebagai alat biokontrol.

2. Bidang pengolahan air, chitosan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku

pembuatan membran ultrafiltrasi.

3. Bidang makanan, chitosan sudah banyak digunakan dalam komposisi

makanan di Jepang, Eropa dan Amerika Serikat, sebagai perangkap lemak

yang merupakan terobosan dalam bidang diet.

4. Bidang kesehatan, chitosan digunakan untuk bakteriostatik, immunologi,

(18)

luka, ilmu pengobatan mata, ortopedi dan penyembuhan jahitan akibat

pem-bedahan

Adapun proses pembuatan kitosan dari limbah cangkang udang dapat dilihat

pada gambar 1.

Pencucian dan pengeringan

Grinding dan pengayakan

Deproteinasi

Pencucian

Demineralisasi

(19)

Gambar 1. Proses pembuatan kitosan dari limbah cangkang udang

Deproteinasi

Deproteinasi adalah tahap proses pemisahan protein yang terdapat pada

limbah kulit udang .Proses ini dilakukan pada suhu 60-70°C dengan menggunakan

larutan NaOH 1 M dengan perbandingan serbuk udang dengan NaOH = 1:10 (gr Penghilangan warna

kitosan

Pencucian dan pengeringan Deasetilasi

Kitin

(20)

serbuk/ml NaOH) sambil diaduk selama 60 menit. Kemudian campuran dipisahkan

dengan disaring untuk diambil endapannya

Pencucian dan pengeringan

Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan aquadest sampai pH

netral. Selanjutnya disaring untuk diambil endapannya dan dikeringkan.

Demineralisasi

Demineralisasi merupakan proses penghilangan mineral, kulit udang

sebagian besar mengandung CaCO3 dan Ca3(PO)4 pada chitin kasar. Proses ini

dilakukan pada suhu 25-30°C dengan menggunakan larutan HCl 1 M dengan

perbandingan sampel dengan larutan HCl = 1:10 (gr serbuk/ml HCl) sambil diaduk

selama 120 menit. Kemudian disaring untuk diambil endapannya.

Penghilangan warna

Endapan hasil demineralisasi diekstrak dengan aseton dan dibleaching dengan

0,315% NaOCl (w/v) selama 5 menit pada suhu kamar. Perbandingan solid dan

solven 1:10 (w/v)

Pencucian dan pengeringan

Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan aquadest sampai pH

netral. Kemudian disaring, dan endapan dikeringkan.

(21)

Deasetilasi merupakan proses penghilangan gugus asetil. Kitin yang telah

dihasilkan. dimasukkan dalam larutan NaOH pada suhu 90-100°C sambil diaduk

dengan kecepatan konstan selama 60 menit. Hasilnya berupa slurry disaring,

endapan dicuci dengan aquades lalu ditambah larutan HCl encer agar pH netral

kemudian dikeringkan. Maka terbentuklah kitosan derajat diasetilasi yang dihasilkan

harus ada dalam range nilai chitosan standart yaitu lebih besar dari 70%.konsentrasi

NaOH 50% menghasilkan derajat deasetilasi yang paling tinggi yaitu sebesar

82,98%.Semakin tinggi derajat deasetilasi maka semakin banyak gugus amino yang

terbentuk

Tahap ini merupakan proses penghilangan atau pengurangan gugus asetil

(COCH3) dan digantikan oleh atom hidrogen sehingga gugus amida (NHCOCH3)

berganti menjadi gugus amina (-NH2). Prinsip dari proses ini adalah hidrolisis amida

dalam larutan basa yang terjadi melalui dua tahap yaitu, tahap adisi OH dan tahap

eliminasi yang disertai serah terima proton. Untuk membuktikan hasil kitosan dan

untuk menentukan DD (derajat deasetilasi) maka kitosan yang diperoleh kemudian

dilakukan analisis menggunakan spektrofotometer FTIR. Derajat desetilasi diartikan

sebagai persentase banyaknya gugus asetil yang hilang saat proses deasetilasi

(Marzuki et al., 2013).

Aplikasi Penggunaan Kitosan

(22)

Kitosan yang terbuat dari limbah cangkang udang mempunyai mempunyai

kualitas yang cukup bagus, bahkan dnegan sifatnya yang cukup kuat, elastis, dan

fleksibel membuat kitosan sangat bagus untuk dijadikan bahan pelapis. Begitu pula

dengna sifatnya yang edible (dapat dimakan) membuat kitosan digolongkan ke dalam

bahan kemasan yang ramah lingkungan.

Kitosan sebagai edible coating banyak dimanfaatkan pada buah dan sayur,

antara lain buah stroberi. Buah stroberi (Fragaria x ananassa) merupakan salah satu

produk hortikultura dengan prospek yang cukup baik dan memiliki harga jual yang

cukup tinggi dipasaran dibanding produk buah lokal lainya. Setelah dipanen, stroberi

masih mengalami proses pengangkutan, dan penyimpanan. Pada proses ini terjadi

masa pembusukan, sehingga mempercepat hilangnya nilai gizi buah dan

mempercepat tumbuhnya mikroba (Willes, 2000).

Pemanfaatan kitosan sebagai edible coating pada buah stroberi bertujuan

untuk mempertahankan kualitas dari buah stroberi yang dilihat dari kadar vitamin C,

pH buah, dan kadar logam Pb yang terserap dengan adanya penambahan kitosan

Berdasarkan penelitian Marzuki et al. (2013) proses pelapisan stroberi dari

bahan kitosan dapat dilihat pada gambar 2.

(23)

Gamabar 2. Proses pelapisan stroberi berbahan dasar kitosan

Pengamatan dilakukan berdasarkan perbedaan konsentrasi kitosan yang

digunakan pada edible coating dengan masa simpan 7 hari.

Hasil penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan semakin lama waktu

penyimpanan konsentrasi vitamin C nya menurun, akan tetapi dengan penambahan

kitosan 2% kandungan vitamin C buah stroberi dapat lebih dipertahankan. Pelarutan dalam 100ml

asam asetat

Stroberi dicelupkan selama 5 menit Pengadukan pada suhu

40oC selama 60 menit

(24)

Penggunakan kitosan sebagai bahan pelapis stroberi juga mampu menurunkan

kadar ion Pb2+ secara signifikan. Akan tetapi variasi konsentrasi kitosan yang digunakan tidak memperlihatkan nilai perubahan penurunan kadar ion Pb 2+ yang

signifikan, hal ini disebabkan karena pH pada kitosan tidak jauh berbeda padahal

besarnya pH sangat berpengaruh pada kemampuan kitosan dalam mengadsorpsi

logam.

Meskipun demikian, penambahan kitosan sebanyak 2% merupakan

konsentrasi yang optimum untuk kitosan sebagai edile coating. Selai itu kitosan

sebagai coating adsorption, terbukti mampu menurunkan kadar logam Pb yang

terdapat pada permukaan buah stroberi dan mempertahankan kualitasnya sampai hari

ke lima.

2. Kitosab Sebagai Bahan Baku Pembuatan Membran Ultrafiltrasi

Membran ultrafiltrasi adalah alat penyaringan yang digunakan dalam proses

ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi sendiri (UF) merupakan proses membran dengan gaya

dorong (driving force) tekanan untuk memisahkan partikel, mikroorganisme,

molekul-molekul besar ( large molecule) dan droplets emulsi. Ukuran pori membran

berkisar antara 0,05 µm hingga 1 nm. Semua garam terlarut dan molekul ynag lebih

kecil akan melewati membran, sedangkan koloid, protein, kontaminan mikrobiologi,

molekul Kndustr berukuran besar akan tertahan (Kusumawati, 2009)

Metode ultrafiltrasi biasanya digunakan pada proses pemurnian air dan kini

(25)

emulsi minyak karena diyakini mudah dalam pengoperasian, dan ekonomis

dibandingkan dengan proses pemisahan lainnya seperti sentrifugasi, sedimentasi,

filtrasi konvensional.

Limbah cair emulsi minyak sendiri banyak dihasilkan dari proses pemotongan

logam, yang biasa disebut dengan cutting oil. Komposisi yang terdapat dalam limbah

cair emulsi minyak sangat kompleks, maka tidaklah mudah untuk menangani beban

COD yang tinggi, yang diyakini bahwa hal tersebut disebabkan karena adanya

minyak. Pengolahan limbah cair emulsi minyak dengan menggunakan proses

konvensional atau secara proses kimia sangat sulit dilakukan karena mengandung

konsentrasi suspended solid, COD, kandungan logam dan minyak yang tinggi (Kim

et al., 1989; Notodarmodjo et al., 2004). Sehingga penggunaan membran filtrasi akan

lebih efisien baik waktu maupun Kndust.

Selain digunakan dalam pengolahan limbah cair emulsi minyak, membran

ultrafiltrasi dapat juga digunakan dalam proses pemurnian konjak glukomanan.

Glukomanan merupakan bahan pengemulsi (emulgator) pada Kndustry makanan,

kertas dan kosmetik. Glukomanan ini di dalam cairan akan membentuk gel yang

mempunyai viskositas cukup tinggi sehingga sangat sulit dilakukan pemurnian.

Namun dengan menggunakan membran ultrafiltrasi hal ini masih mungkin dilakukan

mengingat membran ultrafiltrasi mempu memisahkan polisakarida dari molekul

co-extracted, oligosakarida kecil, monosakarida dan garam (Arfiani, 2013)

Banyaknya penemuan baru yang memanfaatkan ultrafiltrasi untuk proses

(26)

Namun selama ini harga membran ultrafiltrasi yang cukup mahal masih menjadi

kendala. Oleh karena itu pemanfaatan limbah cangkang udang sebagai bahan

pembuat membran mampu menghasilkan membran filtrasi dengan harga lebih

rendah. Proses pembuatan membran ultrafiltrasi dari limbah kulit udang dilakukan

dengan pengolahan kulit udang menjadi serbuk chitosan yang dapat dilihat pada

gambar…setelah didapat chitosan kemudian dilakukan serangkaian tahapan untuk

mendapatkan membran ultrafiltrasi, dapat dilihat pada gambar 3

Pelarutan dalam asam asetat

(27)

Gambar 3. Proses pembutan membran ultrafikasi dari kitosan

Berdasarkan penelitian Widyasmara dan Cindika (2013) diketahi bahwa

kemampuan membran ultrafiltrasi dalam merejeksi COD pada pengolahan limbah

vegetable oil mencapai 98,83%, solar 98,66% dan pada cutting oil mencapai 94,89%.

Sehingga pengolahan limbah cangkang udang menjadi membran ultrafiltrasi akan

memberikan dampak sanitasi yang esar bagi lingkungan.

3. Kitosan Sebagai Pereduksi Kolesterol

Penggunaan senyawa biopolimer kitosan merupakan salah satu upaya yang

dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam lemak. Senyawa ini

akan membawa muatan listrik positif yang kemudian dapat menyatu dengan zat asam

empedu bermuatan negatif sehingga menghambat penyerapan kolesterol, proses ini

dapat berlangsung karena zat lemak yang masuk bersama makanan harus dicerna Membran ultrafiltrasi chitosan

Pengeringan dalam oven

(28)

dan diserap dengan bantuan zat asam empedu yang disekresi liver (Hargono dan

Indro, 2008).

Khitosan merupakan polimer glukosamin yang mengandung banyak gugus

amino yang bermuatan positif yang mampu mengikat gugus bermuatan negatif

seperti asam empedu dan asam lemak (Sugano et al., 1988). Sifat ini bisa

disamakan dengan, cholestyramine, obat penurun kolesterol yang mampu mengikat

asam empedu ataupun sebagai polimer dapat disamakan dengan pektin atau

selulosa. Secara umum sifat hipokholesterolemik serat disebabkan sifat serat tidak

tercerna pada saluran pencernaan atas, memiliki viskositas tinggi, merupakan polimer

alami dan kemampuan pengikatan airn tinggi. Khitosan memiliki semua kriteria

tersebut.

A. Aplikasi Kitosan Dalam Mereduksi Kolesterol Lemak Kambing

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hargono dan Indro

(2008) diketahui bahwa kitosan mampu menurunkan kadar kolesterol lemak

kambing. Walaupun memang dari penelitian yang dilakukan masih

berdasarkan kolesterol total belum membedakan kolesterol densitas tinggi

dan kolesterol densitas rendah.

Proses penyerapan lemak dilakukan memalui ekstraksi dengan

memasukkan kitosan dengan variasi, 1, 2, 3, 4,5, dan 7 gram ke dalam beaker

(29)

dijaga tetap 60°C, waktu penyerapan masing-masing 10, 30, 45, dan 60

menit, selanjutnya dilakukan proses penyaringan, filtratnya diambil untuk

dianalisis kandungan kolesterolnya dengan Spektrofotometri.

Berdasarkan massa kitosan yang ditambahkan didapatkan hasil

penyerapan kolesterol yang efektiv pada penambahan 5 gram kitosan yaitu

sebesar 30,93%. Sementara penambahan kitosan sebanyak 7 gram hanya

mampu menyerap kolesterol sebanyak 27,92%, hal ini dikarenakan larutan

menjadi sangat kental sehingga proses pengadukan menjadi tidak sempurna.

Penambahan 5 gram kitosan yang diketahui paling efektive dalam

menyerap kolesterol, digunakan untuk mengetahui seberapa lama waktu yang

diperlukan kitosan untuk menyerap kolesterol secara maksimal. Setelah

dilakukan analsis didapatkan hasil bahwa dengan penambahan 5 gram kitin ke

dalam 50 ml lemak cair daging kambing dengan kadar kolesterol 19,25 %

dalam 10 menit mampu mereduksi jumlah kolesterol dengan persentase

30,9%, dan 45,46% selama 60 menit

B. Aplikasi Kitosan Dalam Mereduksi Kolesterol dalam Darah Tikus Sprague Dawley

Salah satu sifat utama yang dimiliki khitosan yaitu polikationik yang

menyebabkan khitosan mampu memerangkap lemak. Oleh karena itu pada

penelitian yang dilakukan oleh Mertati dan Lestari (2008) digunakan khitosan

(30)

Proses penelitian dilakukan dnegna menggunakan tikus Sprague Dawley

jantan umur 2 bulan dengan berat badan ±200 g setelah 1 minggu tikus

dikondisikan hiperkolesterolemia dengan pemberian pakan tinggi kolesterol

selama 1 minggu. Pakan hiperkolesterol mengandung 180 g lemak sapi/ kg

pakan atau setara 200 mg kolesterol/kg pakan).

Tiga kelompok pertama diperlakukan dengan pakan standar dan perlakuan

penambahan khitosan, 0%, 2,5% dan 5%. Tiga kelompok kedua diperlakuan

dengan pakan hiperkholesterol dengan perlakuan penambahan khitosan 0,

2,5% dan 5%.

Kemudian dilakukan analisis profil lipid serum darah (total kolesterol,

LDL kolesterol, HDL kolesterol, dan trigliserida) setiap minggu selama 6

minggu dan didapatkan hasil bahwa secara umum pemberian khitosan 2,5%

atau 5% pada tikus kontrol (pakan standar) dan tikus hiperkolesterolemia

dapat menurunkan kadar total kolesterol, LDL kolesterol, dan trigliserida dan

menaikkan HDL kolesterol dalam serum. Berturut-turut penurunan kadar total

kholesterol pada kondisi pakan standar adalah 92,18±4,45 dan 122,42±6,03

pada kondisi pakan hiperkholesterol adalah 49,09±10,60 dan 80,93±6,39

(mg/dl).

C. Aplikasi Kitosan Dalam Mereduksi Kolesterol Serum Kelinci

Suarsana (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kitosan

terhadap kolesterol serum kelincin, pada percobaannya digunakan kelinci

(31)

1,5-1,6 kg sebanyak 12 ekor yang kemudian dibagi ke dalam 4 kelompok

perlakuan. Kelompok I adalah kelompok kontrol negatif, yaitu tidak diberi

kitosan. Kelompok II, III dan IV adalah kelompok yang masing-masing diberi

kitosan 1%, 2% dan 4%. Masa adaptasi dilakukan selama 10 hari dengan

memberi ransum standar dan air secara ad libitum. Perlakuan dilaksanakan

selama 1 bulan. Pada akhir percobaan darah diambil dari vena auricularis

untuk diambil serum, kemudian serum darah tersebut dianalisis kadar

kolesterol.

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian kitosan 2% dan

4% mampu menurunkan kadar total kolesterol serum kelinci pada keadaan

normal,bahkan pada pemberian kitosan 4% kadar kolesterol akhir sebesar

39,03 mg/dl sangat menurun mendekati nilai normal terendah,. Hal ini karena

kitosan merupakan polimer polisakarida, polimer alami yang mengandung

serat kasar yang diketahui mempunyai pengaruh fisiologi dapat menurunkan

kolesterol.

Penelitian invitro yang dilakukan oleh Hawab (2002), dengan

mencampurkan 10 mg kolesterol dengan 150 mg kitosan, ternyata kitosan

secara invitro pada lingkungan pH 1-2 mampu mengikat molekul kolesterol

sebesar 18,06%. Fenomena ini kemungkinan juga terjadi pada penelitian ini.

Ransum dan kitosan dicerna di dalam lambung dalam kondisi lingkungan

(32)

diabsorpsi oleh mukosa usus, sehingga menyebabkan rendahnya kadar total

kolesterol serum postprandial (setelah makan).

4. Aplikasi Kitosan Sebag i Antimikroba dalam Ikan segar

Salah satu pemanfaatan kitosan yang penting dan dibutuhkan saat ini adalah

sebagai bahan pengawet makanan atau antimikroba alami. Dari beberapa penelitian

yang telah dilakukan, kitosan terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada

makanan, sehingga kitosan dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba alami.

Mekanisme kerja zat antimikroba secara umum adalah dengan merusak

struktur-struktur utama dari sel mikroba seperti dinding sel, sitoplasma, ribosom, dan

membran sitoplasma. Dengan adanya zat antimikroba (dalam hal ini adalah larutan

kitosan yang bersifat asam) akan menyebabkan denaturasi protein. Keadaan ini

menyebabkan inaktivasi enzim, sehingga sistem metabolisme terganggu atau menjadi

rusak dan akhirnya tidak ada aktivitas sel mikroba (Volk dan Wheeler, 1990). Sebagai

kation, kitosan mempunyai potensi untuk mengikat banyak komponen seperti protein.

Muatan positif dari gugus NH3+ pada kitosan dapat berinteraksi dengan muatan

negatif pada permukaan sel bakteri.

Adanya kerusakan pada dinding sel mengakibatkan pelemahan kekuatan

dinding sel, bentuk dinding sel menjadi abnormal, dan pori-pori dinding sel

membesar. Hal tersebut mengakibatkan dinding sel tidak mampu mengatur

(33)

mengalami lisis sehingga aktifitas metabolisme akan terhambat dan pada akhirnya

akan mengalami kematian. Dengan sifat tersebut kitosan dapat menghambat

pertumbuhan bakteri pada makanan sehingga dapat memperpanjang umur simpan

bahan pangan. Penggunaan antimikroba kitosan ini dapat menjadi alternatif lain

sebagai antimikroba alami yang tidak membahayakan bagi kesehatan manusia. Selain

itu, pemanfaatan kitosan menjadi alternatif dalam meningkatkan nilai tambah dan

nilai ekonomis limbah kulit udang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahatmanti (2010) Untuk mencari

optimalisasi kitosan sebagai bahan anti mikroba maka kitosan yang digunakan

divariasi konsentrasinya dengan cara melarutkan kitosan (w/v) kedalam asam asetat

2% (v/v) .

Sampel ikan nila yang diambil dari tambak, kemudian ditimbang untuk

diketahui beratnya. Sampel ikan masing-masing direndam dalam larutan kitosan

dengan konsentrasi yang bervariasi dengan perbandingan 1 kg ikan/1 L larutan

kitosan. Penyimpanan dilakukan dengan variasi waktu sampai batas aman yang

ditetapkan SNI untuk jumlah mikroba dalam ikan beku adalah 5 x 105 sel/mL.

Hasil uji mikroba menunjukkan bahwa penggunaan larutan kitosan 1% pada

ikan nila merupakan konsentrasi yang maksimm dalam menekan pertumbuhan

mikroba dalam ikan segar selam penyimpanan 10 jam. Selama rentang waktu tersebut

(34)

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Pengolahan limbah udang yang berupa cangkang menjadi kitosan akan sangat

memberikan dampak positif tidak hanya pada lingkungan ataupun harga jual namun

juga terhadapbidang- bidang lainnya yang memanfaatkan kitosan sebagai bahan baku

utamanya. Pengggunaan bahan kitosan untuk edible coating memberikan manfaat

yang sukup besar di bidang pangan, edible coating yang terbuat dari kitosan tidak

hanya saja berperan sebagai pelapis namun sekalis sebagai antimikroba sehingga

masa simpan bahan yang dilapisi menjadi lebih lama. Kitosan juga sangat bermanfaat

bagi lingkungan terutama dalam proses ultrafiltrasi pengolahan limbah cair emulsi

minyak yang banyak dihasilkan oleh industri dimana kitosan menjadi bahan utama

membran ultrafiltrasi. Dalam bidang kesehatan kitosan dapat digunakan sebagai zat

pereduksi kolesterol.

(35)

Banyaknya penelitian yang menghasilkan penemuan mengenai pemanfaatan

limbah cangkang udang memberikan banyak manfaat pada sektor lingkungan,

kesehatan dan pangan. Disamping keseluruhan manfaat tersebut diharapkan akan

ditemukan lagi jenis pemanfaatan limbah cangkang udang lainnya yang lebih

aplikatif dengna metode yang lebih sederhana sehingga masayarakat secara luas

mampu turut serta dalam pengolahan limbah cangkang udang.

DAFTRA PUSTAKA

Afriyani, Yusiana Dewi, Anisah Nirmala dan Nita Aryanti. 2013. Pemisahan Konjak Glukomanan Menggunakan Membran Ultrafiltrasi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 4 Tahun 2013, Halaman 164-169.

Balley, J.E., and Ollis, D.F., (1977), “Biochemical Engineering Fundamental”, Mc. Graw Hill Kogakusha, ltd., Tokyo.

Hargono, Abdullah dan Indro Sumantri. 2008. Pembuatan Kitosan Dari Limbah Cangkang Udang Serta Aplikasinya Dalam Mereduksi Kolesterol Lemak Kambing.Reaktor, Vol. 12 No. 1, Juni 2008, Hal. 53-57

Hawab, H.M. 2002. Kitosan dapat mengikat Molekul Kholesterol. Nusa Kimia. 2(1): 25-31

Hirano, S., N. Sato, S. Yoshida, and S. Kitagawa. 1987. Chemichal Modifcation of Chitin and Chitosan, and Their Novel Application. In: Industrial polisaccharides. Yalpani , M. Elsevier, Amsterdam, pp. 163-164.

Juhairi, 1986. Pembuatan Tepung dan Protein Konsentrat Dari Limbah Industri Udang Beku. IPB, Bogor.

Kusumawati, Nita. 2009. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Sebagai Bahan Baku Pembuatan Membran Ultrafiltrasi. Inotek Volume 13, Nomor 2, Agustus 2009

(36)

Lab. Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan IPB PI/dw (www.Poultryindonesia.com)

Martati, Erryana dan Lestari, Lily Arsanti. 2008. Pengaruh Pemberian Khitosan Terhadap Profil Serum Darah Tikus Sprague Dawley. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 9 No. 3 (Desember 2008) 157-164

Marzuki, Qosim, Khabibi dan Nor Basid A. Prasetya. 2013. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Windu (Penaeus monodon) Sebagai Edible Coating Dan Pengaruhnya Terhadap Kadar Ion Logam Pb(II) Pada Buah Stroberi (Fragaria x ananassa). Chem Info Vol 1, No 1, Hal 232 - 239, 2013

Mahatmanti, W, 2001, Studi adsorpsi Ion Logam Seng(II) dan Timbal(II) Pada Kitosan dan Kitosan-sulfat Dari Cangkang Udang Windu (Penaus monodon), Tesis .Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Mahatmanti, FW, Warlan Sugiyo dan Wisnu Sunarto. 2010. Sintesis Kitosan dan Pemanfaatannya sebagai Antimikrobia Ikan Segar. Sains Teknologi 2010

Menristek. 2003. Budidaya udang windu. (on- line) http://warintekbantul.com. Diakses 24 Maret 2014

Muzzarelli, R.A.A., 1977. Chitin. Pergamon Press Ltd. Oxford, England.

Notodarmojo, Suprihanto, T. Zulkarnain, Dini Mayasanthy dan M. Irsyad. 2004. Efek Pretreatment Terhadap Pembentukan Lapisan Cake dan Struktur Membrane pada Membran Ultrafiltrasi Aliran Cross-flow dalam Pengolahan Limbah Cair Emulsi Minyak. PROC. ITB Sains & Tek. Vol. 36 A, No. 2, 2004, 127-144

Raharjo, Y. J. 1985. Nilai Gizi Cangkang Udang dan Pemanfaatannya Untuk Itik. Prosiding Seminar Nasional Peternakan Unggas. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Rahmini, Endang Sri. 2010. Pemanfaatan Hasil Samping Udang yang Difermentasi dengan Serratia marcescens sebagai Substitusi Tepung Ikan terhadap Karkas Broiler Umur 8 Minggu. Skripsi. Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Roberts, G.A.F. 1992. Chitin Chemistry. The Macmillan Press Ltd, London.

(37)

Suparno dan Nurcahaya, 1984. Pemanfaatan Limbah Udang. Balai Penelitian Limbah Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Synowiecki, J And N.A. Al-Khateeb, 2003. Production, properties and some new applications of chitin and Its derivates, Crit.rev.Food Sci.Nutr;43(2); 145-171

Suarsana, I Nyoman. 2012. Pengaruh Pemberian Kitosan Terhadap Kadar Mineral Dan Kolesterol Serum Kelinci. Majalah Ilmiah Peternakan 2012 .

Gambar

Tabel 1. Susunan Kimia Limbah Udang (%)
Tabel 2. Perbandingan Nutrisi Hasil Samping Udang dengan Tepung Ikan
Tabel 3. Komposisi (%) kitin dan protein berdasarkan berat kering pada LimbahCrustaceae
Gambar 1. Proses pembuatan kitosan dari limbah cangkang udang
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan untuk mempertahankan kesegaran ikan gurame dapat dipakai kitosan dengan konsentrasi 3%, untuk

Biasanya Aplasia utero-vaginal sering ditemukan berhubungan dengan kelainan lain, terutama ginjal dan tulang, kedua yang terakhir yang kadang-kadang diamati dalam

Penataan organisasi perangkat daerah ini juga dimaksudkan dalam rangka merumuskan fungsi dari lembaga-lembaga yang baru dibentuk sesuai dengan urusan pemerintahan

Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan

Pengggunaan model pembelajaran PbL meningkatkan hasil belajar siswa, berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan pada siklus I dan siklus II

diberikan kewenangan untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam di wilayah laut, baik di bawah dasar dan atau di dasar laut dan atau perairan di atasnya;

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PENGETAHUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSES MASYARAKAT MIGRAN DI PERMUKIMAN LIAR DI JAKARTA TERHADAP

Inflasi ini terjadi terutama karena adanya kenaikan harga yang mengakibatkan indeks naik pada kelompok bahan makanan sebesar 1,99 persen, kelompok perumahan, air,