BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah dinyatakan berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas pembantuan. Sejak Tahun 2001 atau tepatnya sejak berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, pemerintah melaksanakan otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan yang lebih efisien, efektif dan bertanggung jawab. (Indra Bastian, 2006 : 354) menyatakan bahwa, tujuan program otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah, meningkatkan kuantitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing. Hal ini ditempuh melalui peningkatan hak dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri.
Sejalan perubahan peraturan perundangan yang mendasari pengelolaan keuangan daerah yakni dengan diamandemennya UU No. 22/ 1999 dengan UU No. 32/ 2004 yang diikuti dengan amandemen atas PP No. 105/ 2000 dengan PP No. 58/ 2005 maka Kepmendagri No. 29/ 2002 juga diamandemen dengan Permendagri No. 13/ 2006. Terlepas dari perubahan peraturan perundangan tersebut pengalokasian sumberdaya ke dalam anggaran belanja proyek pembangunan atau belanja modal (capital expenditure) merupakan sebuah proses yang sarat dengan kepentingan-kepentingan politis.
Pergeseran komposisi belanja untuk sektor-sektor produktif merupakan upaya logis yang dilakukan pemda dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik. Pergeseran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik, karena aset tetap yang dimilki sebagai akibat adanya belanja modal yang merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah (Darwanto dkk, 2007 : 3).
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan salah satu daerah yang mengalami kapasitas fiskal yang rendah. Rendahnya kapasitas ini mengindikasikan tingkat kemandirian daerah yang rendah, dimana daerah masih sangat bergantung pada transfer dari pemerintahan pusat sehingga daerah dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya dengan memberikan porsi belanja daerah yang lebih besar untuk sektor-sektor produktif (Belanja Modal).
meliputi perbaikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya. Syaratan fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup pengeluaran yang sifatnya meningkatkan produktivitas (Ismerdekaningsih & Rahayu, 2002 : 11)
Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari – harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah (Abimanyu, 2005: 6).
Pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan Produk Domestik regional Bruto (PDRB). Analisis elastisitas PAD terhadap PDRB yang dilakukan oleh Bappenas (2003) pada pemerintah Provinsi menunjukkan ada 12 provinsi (41,37 %) yang mempunyai nilai elastisitas > 1, yang berarti bahwa setiap terjadi perubahan PDRB akan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap perubahan PAD. Sedangkan provinsi yang lain perubahan PDRB-nya tidak cukup mempengaruhi perubahan PAD. Patut diduga adanya kenaikan nilai tambah PDRB lebih banyak keluar dari daerah tersebut (Hasnaria, 2008 : 2).
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro daerah. Mengingat pentingnya pertumbuhan ekonomi daerah dan permasalahan ketimpangan antar daerah.
Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemeritahan Aceh telah memberikan kewenangan yang lebih kepada Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam untuk mengelola keuangan daerah termasuk kebijakan investasi yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah.
Penelitian ini merupakan replikasi penelitian yang dilakukan oleh Darwanto dan Yulia Yustikasari (2007) yang meneliti pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dan dana alokasi umum terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Pertama, penambahan variabel dependent yang terdiri dari: Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Kedua, pada variabel independent yang meliputi Belanja Modal. Sedangkan Pada objek penelitian adalah pada Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan rentang waktu penelitian pada tahun 2005-2007.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang melatar belakangi penelitian ini, maka penulis merumuskan. Apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah secara silmutan dan parsial berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal pada Kabupaten/ Kota Se Nanggroe Aceh Darussalam.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah baik secara silmutan maupun parsial terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal pada Kabupaten/ Kota Se Nanggroe Aceh Darussalam.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan bukti empiris tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana perimbangan, lain-lain pendapatan yang sah terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.
2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian