PENGARUH DOSIS KOMPOS LIMBAH BUBUK KOPI DAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
CABAI MERAH (Capsicum annum L.)
SKRIPSI
Oleh
J auhar
F
uadi
NIM. 1005101060007
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM, BANDA ACEH
PENGARUH DOSIS KOMPOS LIMBAH BUBUK KOPI DAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
CABAI MERAH (Capsicum annum L.)
SKRIPSI
Oleh: JAUHAR FUADI NIM : 1005101060007
Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM, BANDA ACEH
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pengaruh Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi dan Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.)
Nama Mahasiswa : Jauhar Fuadi Nomor Mahasiswa : 1005101060007 Program Studi : Agroteknologi
Menyetujui
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Dr.
Ir. Elly Kesumawati , M .Agric. Sc Ir. Hj. Erita Hayati, MP. NIP. 196603111993032002 NIP. 196608101993032002
Mengetahui
Ketua Program Studi Agroteknologi
Dr. Ir. Ashabul Anhar, M.Sc NIP. 196606291990031002
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertandatangan dibawah ini : Nama : Jauhar Fuadi
Tempat/Tanggal Lahir : Banda Aceh, 22 Juni 1992 NIM : 1005101060007
Program Studi : Agroteknologi
Judul Skripsi : Pengaruh Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi dan Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum, L.)
Dengan penuh kesadaran saya telah memahami sebaik-baiknya dan menyatakan bahwa karya ilmiah Skripsi ini bebas dari segala bentuk plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti adanya indikasi plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Darussalam,
Yang Membuat Pernyataan,
(Jauhar Fuadi)
RINGKASAN
JAUHAR FUADI. Pengaruh Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi dan
Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsicum
annum L.) di bawah bimbingan Elly Kesumawati selaku pembimbing utama dan
Erita Hayati selaku pembimbing anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis kompos limbah
bubuk kopi dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai
merah, serta interaksi diantara kedua perlakuan tersebut. Penelitian ini
dilaksanakan di Kebun Percobaan University Farm Sektor Timur Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala, yang berlangsung dari bulan Desember
sampai dengan Mei 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 4 dengan tiga ulangan dan setiap satuan
percobaan diwakili oleh 2 tanaman. Faktor yang diteliti terdiri atas dosis kompos
limbah bubuk kopi yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 10, 20 dan 30 ton/ha. Faktor
kedua adalah dosis pupuk NPK yang terdiri atas 4 taraf, yaitu 100, 150, 200 dan
250 kg/ha. Parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman dan diameter batang
pada umur 14, 21, 37, 44 dan 67 hari setelah tanam (HST), jumlah cabang pada
umur 37 dan 67 HST, jumlah buah per tanaman, berat buah per tanaman, berat per
buah, panjang buah dan diameter buah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompos limbah bubuk kopi
berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter yang diamati, yaitu tinggi
tanaman, diameter batang, jumlah cabang, jumlah buah per tanaman, berat buah
hasil cabai merah yang cenderung lebih baik dijumpai pada perlakuan dosis
kompos limbah bubuk kopi 10 ton/ha.
Perlakuan pupuk NPK berpengaruh sangat nyata terhadap diameter batang
umur 67 HST, jumlah cabang umur 37 dan 67 HST , jumlah buah dan berat buah
per tanaman serta berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 67 HST, namun
berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang umur 14,
21, 37 dan 44 HST, berat per buah, panjang buah serta diameter buah.
Pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah terbaik terdapat pada dosis pupuk
NPK 200 dan 250 kg/ha. Terdapat interaksi yang tidak nyata antara perlakuan
kompos limbah bubuk kopi dengan perlakuan pupuk NPK terhadap pertumbuhan
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis telah dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi
dan Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah
(Capsicum annum L.)“.
Penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat
bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Elly Kesumawati, M. Agric. Sc. sebagai pembimbing utama dan
ibu Ir. Hj. Erita Hayati, MP. sebagai pembimbing anggota, yang dari awal
sampai akhir telah membimbing dan memberi pengarahan dalam
menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Ashabul Anhar, M.Sc. sebagai dosen wali dan ketua Prodi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
3. Bapak Ir. Fuadi Harun, MS. dan ibu Ir. Hj. Nurhayati, MP. sebagai dosen
penguji.
4. Dekan, Sekretaris Jurusan, Staf Pengajar, Staf Tata Usaha dan Staf
Laboratorium atas penyediaan sarana dan prasarana selama penulis menuntut
ilmu di Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
5. Ayahanda Drs. H. Jailani Sulaiman, Ibunda Azizah dan kakak-kakak saya
(Nora Sorgawati, S.TP, Eva Nirwanasari dan Suri Hasnawati, S.HI.) atas doa,
motivasi dan pengorbanan yang tak terhingga, sehingga penulis dapat
6. Sahabat seperjuangan (Erma, Laila, Yusnidar, Fitri, Lia, Bunga, Lilis, Vini,
Dewi, Iswadi, Syarfianda, Septianda, Khairunnas, Aidil, Reza, Joko, Manca,
Isnaidi, Ari, Fidul, Maulidin) dan sahabat-sahabat Agroteknologi angkatan
2010 lainnya serta kepada pihak lainnya yang telah memberi motivasi dan
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
Menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sangat diharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
semoga Allah SWT memberikan ridha dan rahmat-Nya bagi kita semua. Amin ya
Rabbal Alamin.
Banda Aceh, Agustus 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
2. Rata-rata Tinggi Tanaman Cabai Umur 14, 21, 37, 44 dan 67 HST Pada berbagai Perlakuan Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi ... ... 18
3. Rata-rata Diameter Batang Cabai Umur 14, 21, 37, 44 dan 67 HST Pada berbagai Perlakuan Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi
6. Rata-rata Berat Buah Cabai per Tanaman Pada berbagai Perlakuan
Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi
... ... 21
7. Rata-rata Berat Buah per Buah Pada berbagai Perlakuan Dosis
Kompos Limbah Bubuk Kopi
... ... 22
10. Rata-rata Tinggi Tanaman Cabai Umur 14, 21, 37, 44 dan 67 HST Pada berbagai Perlakuan Dosis Pupuk NPK ... ... 23
11. Rata-rata Diameter Batang Cabai Umur 14, 21, 37, 44 dan 67 HST Pada berbagai Perlakuan Dosis Pupuk NPK
13. Rata-rata Jumlah Buah Cabai Merah per Tanaman Pada berbagai
Perlakuan Dosis Pupuk NPK
15. Rata-rata Berat per Buah Cabai Merah Pada berbagai Perlakuan
Dosis Pupuk NPK
... ... 29
16. Rata-rata Panjang Buah Cabai Merah per Tanaman Pada berbagai
Perlakuan Dosis Pupuk NPK
... ... 30
17. Rata-rata Diameter Buah Cabai Merah per Tanaman pada berbagai
Perlakuan Dosis Pupuk NPK
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2. Rata-rata Diameter Batang Cabai Umur 14, 21, 37, 44 dan 67 HST Pada berbagai Perlakuan Dosis Pupuk NPK... ...25 3. Rata-rata Jumlah Cabang Cabai Umur 37dan 67 HST Pada berbagai Perlakuan Dosis Pupuk NPK... ...27 4. Rata-rataJumlah Buah per Tanaman Pada berbagai Perlakuan Dosis Pupuk NPK... ...28 5. Rata-rata Berat Buah per Tanaman Pada berbagai Perlakuan Dosis Pupuk NPK... ...29
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
2. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Umur 14 HST pada perlakuan Kompos Limbah Bubuk Kopi dan Pupuk NPK... 7. Rata-rata Tinggi Tanaman Umur 44 HST pada perlakuan Kompos
Limbah Bubuk Kopi dan Pupuk NPK
9. Rata-rata Tinggi Tanaman Umur 67 HST pada perlakuan Kompos Limbah Bubuk Kopi dan Pupuk NPK
11. Rata-rata Diameter Batang Umur 14 HST pada perlakuan Kompos Limbah Bubuk Kopi dan Pupuk NPK
13. Rata-rata Diameter Batang Umur 21 HST pada perlakuan Kompos Limbah Bubuk Kopi dan Pupuk NPK
...
17. Rata-rata Diameter Batang Umur 44 HST pada perlakuan Kompos Limbah Bubuk Kopi dan Pupuk NPK
19. Rata-rata Diameter Batang Umur 67 HST pada perlakuan Kompos Limbah Bubuk Kopi dan Pupuk NPK
25. Rata-rata Jumlah Buah Cabai per Tanaman pada perlakuan Kompos Limbah Bubuk Kopi dan Pupuk NPK ...
26. Analisis Ragam Jumlah Buah Cabai per Tanaman pada perlakuan Kompos Limbah Bubuk Kopi dan Pupuk NPK ...
29. Rata-rata Berat per Buah Cabai pada perlakuan Kompos Limbah
Bubuk Kopi dan Pupuk NPK
...
Bubuk Kopi dan Pupuk NPK
l. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan tanaman perdu dari famili
Solanaceae. Cabai merah berasal dari benua Amerika tepatnya di daerah Peru.
Penyebaran cabai merah ke seluruh dunia termasuk negara-negara di Asia, seperti
Indonesia dilakukan oleh pedagang Spanyol dan Portugis (Harpenas dan
Dermawan, 2010).
Cabai merah merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis
yang tinggi untuk konsumsi Nasional maupun komoditas ekspor. Produksi cabai
merah di tingkat Nasional pada tahun 2012 sebanyak 954,36 ribu ton,
(Badan Pusat Statistik, 2013). Kebutuhan akan cabai merah terus meningkat setiap
tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan lainnya.
Produksi cabai merah dapat ditingkatkan dengan teknik budidaya yang tepat,
seperti memilih media tanam yang sesuai, pemupukan, dan pengendalian hama
penyakit.
Pertumbuhan dan produksi tanaman cabai dipengaruhi oleh ketersediaan
unsur hara. Unsur hara dapat ditingkatkan ketersediaannya dalam tanah dengan
pemberian pupuk kompos yang berfungsi sebagai penyedia hara organik bagi
tanaman, memperbaiki struktur tanah, dan menahan air dalam tanah. Pupuk
kompos juga mempunyai fungsi yang penting untuk menggemburkan lapisan
tanah permukaan, meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap
dan simpan air yang keseluruhannya dapat meningkatkan kesuburan tanah
(Sunardjono, 2005).
Kompos merupakan hasil dekomposisi bahan organik dari
tumbuh-tumbuhan, hewan atau limbah organik. Kompos dapat dibuat dari bahan yang
tidak terpakai seperti sampah rumah tangga, dedaunan, jerami, alang-alang,
rerumputan, sekam, batang jagung dan kotoran hewan (Djuarnani et al., 2010).
Limbah bubuk kopi dapat juga dijadikan kompos. Limbah bubuk kopi telah lama
digunakan sebagai media tanam, dan nutrisi yang terkandung di dalamnya
memerlukan waktu untuk dirombak agar bisa dimanfaatkan tanaman dengan
bantuan mikroorganisme (Shanegenziuk, 2012).
Menurut Suwardi (2004) limbah bubuk kopi mengandung N = 4-10%,
limbah bubuk kopi mengandung N = 1.2-2.3%, P = 0.02-0.5% dan K = 0.35% K.
Hasil uji laboratorium penelitian tanah dan tanaman Universitas Syiah Kuala
diketahui kandungan unsur N = 1.96 %, P = 1.82 % dan K = 1.36 %.
Kompos limbah bubuk kopi memiliki manfaat bagi tanaman dan juga
lingkungan. Manfaat bagi tanaman adalah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia
dan biologi tanah, sehingga dapat meningkatkan unsur hara bagi tanaman, dan
meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang dapat meningkatkan kesuburan
tanah. Sedangkan manfaat bagi lingkungan dapat mengurangi pencemaran
lingkungan dari limbah bubuk kopi yang dihasilkan oleh warung-warung kopi,
sehingga limbah tersebut dapat dimanfaatkan. Hasil penelitian Gomes et al.
(2013) menyatakan bahwa penggunaan kompos limbah bubuk kopi dapat
meningkatkan unsur hara N dan K, sehingga mempengaruhi pertumbuhan
tanaman selada.
Selain penggunaan pupuk kompos, pupuk yang digunakan untuk budidaya
tanaman cabai merah adalah pupuk NPK majemuk yang mengandung unsur hara
utama nitrogen, fosfor dan kalium yang diberikan secara bertahap, sehingga dapat
diserap sesuai kebutuhan tanaman. Pengaplikasian pupuk ini diharapkan bisa
menjadi solusi yang efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan hara utama
bagi tanaman (Rosliani et al., 2001). Menurut Hamid dan Haryanto (2012),
tanaman cabai merah membutuhkan pupuk NPK 16:16:16 sebanyak 130 kg/ha,
sedangkan menurut Prajnanta (2005), tanaman cabai merah membutuhkan pupuk
NPK Mutiara 16:16:16 sebanyak 200-250 kg/ha yang diberikan pada minggu
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
pengaruh dosis kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK Mutiara terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah.
1.2. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis kompos limbah bubuk
kopi dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah
(Capsicum annum L.) serta interaksi di antara kedua faktor tersebut.
1.3. Hipotesis
1.3.1. Dosis kompos limbah bubuk kopi berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman cabai merah.
1.3.1. Dosis pupuk NPK berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
cabai merah.
1.3.1. Terdapat interaksi antara dosis kompos limbah bubuk kopi serta dosis pupuk
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taksonomi Tanaman Cabai
Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, tanaman cabai merah diklasifikasikan sebagai
berikut (Wiryanta, 2002) :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Solanales
Famili: Solanaceae
Genus : Capsicum
Cabai merah atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan
(Solanaceae) dan merupakan tanaman yang dapat ditanam di dataran rendah
ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai merah mengandung vitamin A dan
vitamin C serta minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan
memberikan kehangatan panas bila digunakan sebagai rempah rempah (bumbu
dapur) (Harpenas dan Dermawan, 2010).
2.2. Morfologi Tanaman Cabai
2.2.1. Akar
Cabai merah adalah tanaman semusim yang berbentuk perdu dengan
perakaran akar tunggang. Sistem perakaran tanaman cabai agak menyebar,
panjangnya berkisar 25-35 cm. Akar ini berfungsi antara lain menyerap air dan zat
makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman
(Harpenas dan Dermawan, 2010). Akar tanaman cabai tumbuh tegak lurus ke
dalam tanah berfungsi sebagai penegak pohon yang memiliki kedalaman ± 200
cm serta berwarna coklat. Akar tunggang pada tanaman cabai merah tumbuh
akar-akar cabang, akar-akar cabang tersebut tumbuh horisontal di dalam tanah, dari akar-akar
cabang tumbuh akar serabut yang berbentuk kecil- kecil dan membentuk masa
yang rapat (Tjahjadi, 1991).
2.2.2. Batang
Batang utama cabai merah tegak dan pangkalnya berkayu dengan panjang
20-28 cm dengan diameter 1,5-2,5 cm. Batang percabangan berwarna hijau
dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter batang percabangan mencapai 1 cm.
Percabangan bersifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya cabang beraturan
yang bentuknya bulat. Tanaman cabai merah merupakan tanaman perdu yang
dapat tumbuh setinggi 50-150 cm, warna batangnya hijau dan beruas-ruas serta
dibatasi dengan buku-buku yang panjang tiap ruas 5-10 cm dengan diameter
batang 2 cm (Tjahjadi, 1991).
2.2.3. Daun Daun cabai merah berbentuk memanjang oval dengan ujung
meruncing atau diistilahkan dengan oblongus acutus, tulang daun berbentuk
menyirip dilengkapi urat daun. Bagian permukaan daun bagian atas berwarna
hijau tua, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda atau hijau
terang. Panjang daun berkisar 9-15 cm dengan lebar 3,5-5 cm. Selain itu daun
cabai merah merupakan daun tunggal, bertangkai (panjangnya 0,5-2,5 cm), letak
tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur sampai elips, ujung runcing, pangkal
meruncing, tepi rata, petulangan menyirip, panjang 1,5-12 cm, lebar 1-5 cm,
berwarna hijau (Hewindati, 2006).
2.2.4. Bunga
Bunga tanaman cabai merah berbentuk terompet kecil, umumnya bunga
cabai merah berwarna putih, tetapi ada juga yang berwarna ungu. Bunga cabai
merah dapat dikatakan dengan benang sari yang lepas tidak berlekatan. Disebut
berbunga sempurna karena terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga,
mahkota bunga, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Bunga cabai merah
disebut juga berkelamin dua atau hermaphrodite karena alat kelamin jantan dan
betina dalam satu bunga (Hewindati, 2006). Posisi bunga cabai merah
menggantung. Warna mahkota putih, memiliki kuping sebanyak 5-6 helai,
panjangnya 1- 1,5 cm, lebar 0,5 cm, warna kepala putik kuning (Tjahjadi, 1991).
Buah cabai merah berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok,
meruncing pada bagian ujungnya, menggantung, permukaan licin mengkilap,
diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek. Buah yang muda berwarna
hijau tua, dan setelah masak menjadi merah cerah (Wiryanta, 2002). Sedangkan
biji yang masih muda berwarna kuning, setelah tua menjadi cokelat, berbentuk
pipih, berdiameter sekitar 4 mm. Buah cabai merah memiliki rasa yang pedas.
2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
2.3.1. Iklim
Tjahjadi (1991) mengatakan bahwa tanaman cabai merah dapat tumbuh
pada musim kemarau apabila dengan pengairan yang cukup dan teratur.
Penyinaran yang dibutuhkan adalah penyinaran secara penuh, bila penyinaran
tidak penuh pertumbuhan tanaman tidak akan normal. Walaupun tanaman cabai
merah tumbuh baik di musim kemarau tetapi juga memerlukan pengairan yang
cukup. Adapun curah hujan yang dikehendaki yaitu 800-2000 mm/tahun. Tinggi
rendahnya suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Adapun suhu yang
cocok untuk pertumbuhan tanaman cabai merah adalah siang hari 21-28o C,
malam hari 13-16o C, untuk kelembaban tanaman 80%.
2.3.2. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat untuk penanaman cabai merah adalah dibawah 1400
meter diatas permukaan laut (m dpl). Cabai merah dapat ditanam pada dataran
rendah sampai dataran tinggi 1400 m dpl. Di daerah dataran tinggi tanaman cabai
merah dapat tumbuh, tetapi tidak mampu berproduksi secara maksimal.
Cabai merah sangat sesuai ditanam pada tanah yang datar. Dapat juga
ditanam pada lereng-lereng gunung atau bukit. Tetapi kelerengan lahan tanah
untuk cabai merah adalah antara 0-100. Tanaman cabai merah juga dapat tumbuh
dan beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir
hingga tanah liat (Harpenas dan Dermawan, 2010).
Pertumbuhan tanaman cabai merah akan optimum jika ditanam pada tanah
dengan pH 6-7. Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus
(bahan organik) sangat disukai (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). Tanaman
cabai merah dapat tumbuh disegala macam tanah, akan tetapi tanah yang cocok
adalah tanah yang mengandung unsur-unsur pokok yaitu unsur N dan K, tanaman
cabai merah tidak menginginkan air yang menggenang (Tjahjadi, 1991).
2.4. Kompos Limbah Bubuk Kopi
Kompos merupakan pupuk yang terbuat dari bahan organik yang penting
dan banyak dibutuhkan tanaman. Kompos terbuat dari bagian-bagian tanaman
yang telah mengalami penguraian oleh mikroorganisme (Redaksi Agromedia,
2007).
Kompos memiliki peranan sangat penting bagi tanah karena dapat
mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat
kimia, fisik dan biologinya. Penambahan kompos ke dalam tanah dapat
memperbaiki struktur, tekstur dan lapisan tanah sehingga akan memperbaiki
keadaan aerasi, drainase, absorbsi panas, kemampuan daya serap tanah terhadap
menggantikan unsur hara tanah yang hilang akibat terbawa oleh tanaman ketika
dipanen atau terbawa aliran air permukaan (Djuarnani et al., 2010).
Menurut Quoriana (2012), limbah bubuk kopi mengandung nitrogen yang tinggi,
tetapi juga memiliki kadar keasaman yang tinggi. Limbah bubuk kopi sangat baik
digunakan pada tanaman tomat dan lada. Selain itu limbah bubuk kopi akan
menciptakan suatu bentuk asam alami dari bakteri dalam tanah, yang akan
meningkatkan pertumbuhan tanaman, tidak hanya pada tanaman tomat dan
tanaman lada saja, tetapi juga bisa berguna bagi tanaman lainya seperti mawar,
blueberry, selada, dan tanaman lainnya.
Hasil penelitian Affriadi (2014) menunjukkan komposisi media tanam
tanah + kompos limbah bubuk kopi (perbandingan berdasarkan volume 1:2)
cenderung lebih baik untuk pertumbuhan dan pembungaan tanaman mawar.
Penelitian Mahbub (2013) menyatakan perlakuan pupuk kompos 15 ton/ha
memberikan pengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat.
2.5. Peranan Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai
Tanaman membutuhkan 16 unsur hara untuk kelangsungan.hidupnya. Unsur hara
primer, yaitu N, P dan K yang merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman
dalam jumlah yang banyak jika dibandingkan dengan unsur hara lainnya. Unsur
hara sekunder yaitu kalsium, magnesium dan sulfur merupakan unsur hara yang
relatif lebih sedikit diperlukan oleh tanaman dibandingkan dengan unsur hara
utama. Bedasarkan kandungannya pupuk dibagi dua yaitu pupuk tunggal dan
macam unsur hara saja. Sedangkan pupuk majemuk adalah jenis pupuk yang
mengandung lebih dari satu macam unsur hara (Novizan, 2007).
Pupuk majemuk mengandung persentase kandungan unsur hara makro yang
berimbang yaitu NPK Mutiara 16:16:16 (Novizan, 2007). Pupuk ini berbentuk
padat mempunyai sifat lambat larut sehingga diharapkan dapat mengurangi
kehilangan hara melalui pencucian, penguapan dan pengikatan menjadi senyawa
yang tidak tersedia bagi tanaman. Pupuk majemuk memenuhi kebutuhan hara N,
P, K, Mg dan Ca bagi tanaman, warnanya kebiru-biruan dengan butiran mengkilap
seperti mutiara (Marsono, 2007).
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember sampai Mei 2015 di
University Farm Sektor Timur Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh.
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, sekop, polibag
persemaian volume 100 gram, polibag untuk penelitian volume 10 kg, paranet,
gembor, penggaris, terpal, jangka sorong, timbangan, kamera dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tanaman cabai merah
varietas Lado sebanyak 1 bungkus, pupuk NPK Mutiara 16:16:16 sebanyak 540 g,
ampas kopi 100 kg, kotoran sapi 100 kg, EM4 1 botol, gula aren 900 g, tanah,
insektisida Curacron 500 EC, Confidor 5 WP dan Lannate 25 WP.
3.3. Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) pola faktorial. Adapun faktor yang diteliti adalah dosis kompos
limbah bubuk kopi dengan 3 taraf, serta dosis pupuk NPK dengan 4 taraf dan
dengan 3 kali ulangan, sehingga diperoleh 36 satuan percobaan. Setiap satuan
percobaan diwakili 2 tanaman, jumlah semuanya 72 tanaman.
Faktor dosis kompos limbah bubuk kopi (K) terdiri dari 3 taraf yaitu:
K1 = 10 ton/ha (50 g/polibag)
K2 = 20 ton/ha (100 g/polibag)
K3 = 30 ton/ha (150 g/polibag)
Faktor dosis pupuk NPK Mutiara (P) terdiri dari 4 taraf yaitu:
P1 = 100 kg/ha (5.5 g/polibag)
P2 = 150 kg/ha (7.5 g/polibag)
P3 = 200 kg/ha (10.5 g/polibag)
P4 = 250 kg/ha (12.5 g/polibag)
Tabel 1. Susunan kombinasi perlakuan antara dosis kompos limbah bubuk kopi dan NPK Mutiara pada tanaman cabai merah
Kombinasi Perlakuan
Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi
ton/ha g/polibag kg/ha g/polibag
Model Matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Yijk = µ + βi + Kj + Pk + (KP)jk + εijk
Keterangan:
Yijk = Hasil pengamatan untuk faktor dosis kompos limbah bubuk kopi (K)
pada taraf ke-j dan faktor dosis pemberian NPK Mutiara (P) pada taraf
ke-k pada ulangan ke-i.
(KP)jk = Pengaruh interaksi antara faktor dosis kompos limbah bubuk kopi (K)
pada taraf ke-j dengan faktor dosis pupuk NPK Mutiara (P) pada taraf
εijk = Galat percobaan untuk ulangan ke –i, faktor dosis kompos limbah
bubuk kopi (K) pada taraf ke-j, faktor pupuk NPK Mutiara (P) pada
taraf ke-k.
Apabila uji F menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan dilanjutkan
dengan uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5% (BNT0.05) untuk membandingkan
rata-rata antara perlakuan, adapun rumus BNT adalah sebagai berikut:
BNT 0.05 = q 0.05 (p ; dbA)
√
2KTA rKeterangan :
BNT 0.05 =Beda nyata terkecil pada taraf 5%
q 0.05 (p ; dbA) = Nilai baku q pada taraf 5% jumlah perlakuan p dan derajat
acak bebas
KTA = Kuadrat tengah acak
r = Jumlah ulangan
3.4.Pelaksanaan
3.4.1.Pembuatan Kompos Limbah Bubuk Kopi
Komposisi kompos limbah bubuk kopi dibuat dengan perbandingan
berdasarkan volume (1:1). Teknik pembuatan kompos asal limbah bubuk kopi
dimulai dengan pembuatan tempat penyimpanan kompos berbahan papan kayu
yang berukuran 1,5x1,5 meter dengan tinggi 60 cm, alas yang digunakan terpal
sebanyak 10 kg, pada lapisan kedua masukkan limbah bubuk kopi sebanyak 10 kg
dan kemudian disiram dengan Effective Microorganisme (EM4) sebanyak 300 ml,
yang sebelumnya telah dicampurkan dengan 5 liter air dan 900 g gula merah yang
telah diencerkan. Kemudian diulangi pencampuran kotoran sapi, limbah bubuk
kopi dan penyiraman EM4 dengan takaran yang sama sehingga terdapat sepuluh
lapisan kotoran sapi dan limbah bubuk kopi. Selanjutnya kompos ditutup dengan
terpal yang tebal dibagian permukaan dengan rapat. Kompos limbah bubuk kopi
diaduk setiap minggu dan siram dengan air sebanyak 5 liter. Proses pengomposan
dilakukan selama 2 bulan.
3.4.2. Pembuatan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah tanah dan kompos limbah bubuk
kopi. Tanah yang digunakan diayak dengan menggunakan ayakan. Kemudian
tanah tersebut dimasukkan ke dalam polibag masing-masing sebanyak 10 kg
sesuai perlakuan. Kompos limbah bubuk kopi yang digunakan adalah kompos
limbah bubuk kopi yang telah didekomposisikan. Kemudian dicampurkan dengan
media tanah pada masing-masing polibag sesuai dengan perlakuan, K1=50 g,
K2=100 g, K3= 150 g.
3.4.3. Pembibitan
Benih cabai merah direndam dalam air hangat (50ºC) selama 2 jam sebelum
disemai untuk mempercepat perkecambahan. Benih disemai didalam polibag
berukuran 5 cm x 10 cm, ditanam satu benih per polibag. Setiap polibag telah diisi
berdasarkan volume (1:1). Kemudian polibag penyemaian diletakkan ditempat
yang teduh, disiram setiap pagi dan sore untuk menjaga kelembabannya dan
secara perlahan-lahan polibag pembibitan diberikan sinar matahari langsung agar
tanaman mudah beradaptasi di lapangan pada waktu dipindahkan.
3.4.4. Penanaman
Penanaman bibit dalam polibag penelitian dilakukan pada sore hari (pukul
17:00 WIB). Bibit yang digunakan berumur 24 hari setelah semai. Bibit dipilih
yang pertumbuhannya baik, sudah mempunyai 6 helai daun dan tinggi 5-10 cm.
Bibit ditanam di bagian tengah polibag dengan satu bibit tanaman per polibag.
Semua polibag diletakkan pada tempat yang teduh selama seminggu dan
kemudian dipindahkan ke tempat yang lebih terbuka, siram dengan air setiap hari.
3.4.5. Pemupukan
Pupuk NPK diberikan pada saat tanaman berumur 7, 30 dan 60 hari
setelah dipindah ke polibag penelitian dan diberikan sesuai dengan dosis yang
dicobakan yaitu P1 = 5,5 g/polibag, P2 = 7,5 g/polibag, P3 = 10,5 g/polibag, P4 =
12,5 g/polibag. Pemupukan pertama sebanyak 40% diberikan pada 7 hari setelah
tanam (HST), (P1 = 2,2 g/polibag, P2 = 3 g/polibag, P3 = 4,2 g/polibag dan P4 = 5
g/polibag). Pemupukan kedua dan ketiga masing-masing 30% diberikan pada
umur 30 dan 60 HST yang diberikan secara larikan (P1 = 1,6 g/polibag, P2 = 2,2
g/polibag, P3 = 3,1 g/polibag dan P4 = 3,7 g/polibag).
3.4.6. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pengendalian organisme
penggangu tanaman (OPT), pemasangan ajir dan pembuangan tunas air.
penyiraman tidak dilakukan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan
gembor.
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman cabai dilakukan dengan
menggunakan Insektisida Curacron 500 EC pada saat tanaman berumur 21 HST
dengan dosis 1 cc/liter air, dan penyemprotan dengan menggunakan campuran
insektisida Confidor 5 WP dan Lannate 25 WP dengan takaran masing-masing 2,5
gram/liter air pada saat tanaman memasuki fase generatif.
Pemasangan ajir dilakukan pada saat tanaman berumur 14 HST
menggunakan bahan dari bambu dengan tinggi 100 cm. Ajir dipasang pada setiap
tanaman, batang tanaman diikat ke ajir dengan menggunakan tali rafia.
Pemasangan ajir bertujuan agar tanaman tetap tegak dan untuk menyangga
tanaman agar tidak roboh pada saat tanaman berbuah lebat. Pembuangan tunas air
bertujuan agar tanaman dapat tumbuh dan memperoleh hasil yang optimal,
pembuangan tunas air dilakukan pada saat tanaman berumur 14 sampai 30 HST.
3.4.7. Pemanenan
Pemanenan cabai mulai dilakukan pada saat tanaman cabai berumur 80
HST yang ditandai dengan buahnya yang padat dan warna merah menyala. Panen
dilakukan sebanyak 10 kali dengan interval 5 hari sekali. Pemanenan dilakukan
dengan cara memetik buah beserta tangkainya yang bertujuan agar cabai dapat
disimpan lebih lama. Waktu panen dilakukan pada pagi hari karena bobot buah
dalam keadaan optimal akibat penimbunan zat pada malam hari dan belum terjadi
penguapan (Piay et al., 2010).
3.5. Pengamatan
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 14, 21,
37, 44 dan 67 HST. Pengukuran dilakukan dari pangkal batang yang diberi tanda
sampai ujung daun tertinggi dengan menggunakan meteran.
3.5.2. Diameter Batang (cm)
Pengukuran diameter batang dilakukan pada saat tanaman berumur 14, 21,
37, 44 dan 67 HST dengan mengukur diameter batang yang telah diberi tanda
pada ajir bambu dengan jarak 2 cm dari permukaan tanah. Pengukuran ini
dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.
3.5.3. Jumlah Cabang (cabang)
Jumlah cabang primer dan skunder dihitung pada saat tanaman berumur 37
dan 67 HST, dengan menghitung jumlah cabang pada setiap tanaman.
3.5.4. Jumlah Buah Per Tanaman (buah)
Perhitungan jumlah buah dilakukan setelah buah cabai dipanen. Perhitungan ini
dilakukan sejak panen pertama pada umur 80 HST hingga panen ke-10 dengan
interval waktu panen 5 hari.
3.5.5. Berat Buah per Tanaman (g)
Perhitungan berat buah per tanaman dilakukan setelah buah cabai di
panen, yaitu dengan menimbang buah cabai menggunakan timbangan analitik.
Penimbangan dilakukan sejak panen pertama pada umur 80 HST hingga panen
ke-10 dengan interval waktu panen 5 hari.
3.5.6. Berat per Buah (g)
Perhitungan berat per buah dilakukan setelah buah cabai dipanen, setiap tanaman
timbangan analitik. Penimbangan dilakukan sejak panen pertama pada umur 80
HST hingga panen ke-10 dengan interval waktu panen 5 hari.
3.5.7. Panjang Buah (cm)
Pengukuran panjang buah dilakukan dari hasil tanaman yang dipanen, setiap
tanaman diwakili 5 buah sampel dengan mengukur panjang buah yang diawali
dari pangkal buah sampai ujung buah. Perhitungan ini dilakukan sejak panen
pertama hingga panen ke-10 dengan interval waktu panen 5 hari.
3.5.8.Diameter Buah (cm)
Pengukuran diameter buah dilakukan pada setiap tanaman setelah hasil
dari tanaman dipanen, setiap tanaman diwakili 5 buah sampel dengan mengukur
diameter buah pada bagian tengahnya dengan menggunakan jangka sorong.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1. Pengaruh Kompos Limbah Bubuk Kopi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah
Hasil analisis ragam (Lampiran 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 28,
30, 32 dan 34) menunjukkan bahwa kompos limbah bubuk kopi berpengaruh
tidak nyata terhadap semua parameter yang diamati, yaitu tinggi tanaman dan
diameter batang pada umur 14, 21, 37, 44 dan 67 HST, jumlah cabang umur 37
dan 67 HST, jumlah buah per tanaman, berat buah per tanaman, berat per buah,
panjang buah dan diameter buah.
Hasil analisis ragam (Lampiran 2, 4, 6, 8 dan 10) menunjukkan bahwa
perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi berpengaruh tidak nyata pada tinggi
tanaman umur 14, 21, 37, 44 dan 67 HST. Rata-rata tinggi tanaman cabai merah
pada perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman cabai umur 14, 21, 37, 44 dan 67 HST pada berbagai perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi
Dosis Kompos Limbah
Tabel 2 menunjukkan tinggi tanaman cabai pada umur 14 dan 67 HST
yang cenderung lebih tinggi dijumpai pada dosis kompos limbah bubuk kopi 10
ton/ha. Pada umur 21, 37 dan 44 HST tinggi tanaman cabai yang cenderung lebih
tinggi dijumpai pada dosis kompos limbah bubuk kopi 20 ton/ha, walaupun secara
statistik berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
4.1.1.2. Diameter Batang (cm)
Hasil analisis ragam (Lampiran 12, 14, 16, 18 dan 20) menunjukkan
bahwa perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi berpengaruh tidak nyata
terhadap diameter batang umur 14, 21, 37, 44 dan 67 HST. Rata-rata diameter
batang cabai merah pada perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata diameter batang cabai umur 14, 21, 37, 44 dan 67 HST pada berbagai perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi
30 ton/ha(K3) 0,23 0,36 0,60 0,69 0,88
Tabel 3 menunjukkan diameter batang cabai merah pada umur 14 dan 67
HST yang cenderung lebih besar dijumpai pada dosis kompos limbah bubuk kopi
10 ton/ha, pada umur 21 HST diameter batang cabai merah yang cenderung lebih
besar dijumpai pada dosis kompos limbah bubuk kopi 30 ton/ha, pada umur 37
HST diameter batang cabai merah yang cenderung lebih besar dijumpai pada
dosis kompos limbah bubuk kopi 10 dan 20 ton/ha, serta pada umur 44 HST
diameter batang cabai merah yang cenderung lebih besar dijumpai pada dosis
kompos limbah bubuk kopi 20 ton/ha, walaupun secara statistik berbeda tidak
nyata dengan perlakuan lainnya.
4.1.1.3. Jumlah Cabang (cabang)
Hasil analisis ragam (Lampiran 22 dan 24) menunjukkan bahwa perlakuan
dosis kompos limbah bubuk kopi berpengaruh tidak nyata pada jumlah cabang
umur 37dan 67 HST. Rata-rata jumlah cabang cabai merah pada perlakuan dosis
kompos limbah bubuk kopi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata jumlah cabang cabai umur 37dan 67 HST pada berbagai perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi
Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi
Jumlah Cabang
37 HST 67 HST
10 ton/ha (K1) 10,00 21,54
20 ton/ha (K2) 10,54 21,38
30 ton/ha (K3) 10,54 19,50
Tabel 4 menunjukkan jumlah cabang cabai merah pada umur 37 HST yang
kopi 20 dan 30 ton/ha, sedangkan pada umur 67 HST jumlah cabang cabai merah
yang cenderung lebih banyak dijumpai pada dosis kompos limbah bubuk kopi 10
ton/ha, walaupun secara statistik berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
4.1.1.4. Jumlah Buah per Tanaman (buah)
Hasil analisis ragam (Lampiran 26) menunjukkan bahwa perlakuan dosis
kompos limbah bubuk kopi berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah per
tanaman. Rata- rata jumlah buah cabai merah per tanaman pada perlakuan dosis
kompos limbah bubuk kopi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata jumlah buah cabai per tanaman pada berbagai perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi
Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi Jumlah Buah per Tanaman (buah)
10 ton/ha (K1) 81,63
20 ton/ha (K2) 81,46
30 ton/ha (K3) 78,79
Tabel 5 menunjukkan jumlah buah cabai per tanaman yang cenderung
lebih banyak dijumpai pada perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi 10
ton/ha, walaupun secara statistik berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
4.1.1.5. Berat Buah per Tanaman (g)
Hasil analisis ragam (Lampiran 28) menunjukkan bahwa perlakuan dosis
kompos limbah bubuk kopi berpengaruh tidak nyata terhadap berat buah per
tanaman. Rata- rata berat buah cabai merah per tanaman pada perlakuan dosis
kompos limbah bubuk kopi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata berat buah cabai per tanaman pada berbagai perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi
Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi Berat Buah per Tanaman (g)
10 ton/ha (K1) 84,27
20 ton/ha (K2) 79,25
Tabel 6 menunjukkan berat buah cabai merah per tanaman yang cenderung
lebih baik dijumpai pada dosis kompos limbah bubuk kopi 10 ton/ha, walaupun
secara statistik berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
4.1.1.6. Berat per Buah (g)
Hasil analisis ragam (Lampiran 30) menunjukkan bahwa perlakuan dosis
kompos limbah bubuk kopi berpengaruh tidak nyata terhadap berat per buah.
Rata- rata berat cabai merah per buah pada perlakuan dosis kompos limbah bubuk
kopi dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata berat buah per buah pada berbagai perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi
Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi Berat per Buah (g)
10 ton/ha (K1) 1,32
20 ton/ha (K2) 1,18
30 ton/ha (K3) 1,19
Tabel 7 menunjukkan berat per buah yang cenderung lebih baik dijumpai
pada dosis kompos limbah bubuk kopi 10 ton/ha, walaupun secara statistik
berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
4.1.1.7. Panjang Buah (cm)
Hasil analisis ragam (Lampiran 32) menunjukkan bahwa perlakuan dosis
kompos limbah bubuk kopi berpengaruh tidak nyata terhadap panjang buah per
tanaman. Rata- rata panjang buah cabai merah per tanaman pada perlakuan dosis
kompos limbah bubuk kopi dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata panjang buah cabai per tanaman pada berbagai perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi
Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi Panjang Buah per Tanaman (cm)
10 ton/ha (K1) 9,60
20 ton/ha (K2) 9,42
Tabel 8 menunjukkan panjang buah cabai merah per tanaman yang
cenderung lebih baik dijumpai pada dosis kompos limbah bubuk kopi 10 ton/ha,
walaupun secara statistik berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
4.1.1.8. Diameter Buah (cm)
Hasil analisis ragam (Lampiran 34) menunjukkan bahwa perlakuan dosis
kompos limbah bubuk kopi berpengaruh tidak nyata pada diameter buah per
tanaman. Rata- rata diameter buah cabai merah per tanaman pada perlakuan dosis
kompos limbah bubuk kopi dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rata-rata diameter buah cabai per tanaman pada berbagai perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi
Dosis Kompos Limbah Bubuk Kopi Diameter Buah per Tanaman (cm)
10 ton/ha (K1) 0,49
20 ton/ha (K2) 0,51
30 ton/ha (K3) 0,50
Tabel 9 menunjukkan diameter buah cabai merah per tanaman yang
cenderung lebih besar dijumpai pada perlakuan dosis kompos limbah bubuk kopi
20 ton/ha, walaupun secara statistik berbeda tidak nyata dengan perlakuan
lainnya.
4.1.2. Pengaruh Dosis Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai
Hasil analisis ragam (Lampiran 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 28,
30, 32 dan 34) menunjukkan bahwa dosis pupuk NPK berpengaruh sangat nyata
terhadap diameter batang umur 67 HST, jumlah cabang umur 37 dan 67 HST,
terhadap tinggi tanaman umur 67 HST, berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi
tanaman dan diameter batang umur 14, 21, 37 dan 44 HST, berat per buah,
panjang buah dan diameter buah.
4.1.2.1.Tinggi Tanaman (cm)
Hasil analisis ragam (Lampiran 2, 4, 6, 8, dan 10) menunjukkan perlakuan
dosis pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 67 HST,
namun berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 14, 21, 37 dan 44
HST. Rata-rata tinggi tanaman cabai merah pada perlakuan dosis pupuk NPK
dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata-rata tinggi tanaman cabai umur 14, 21, 37, 44 dan 67 HST pada berbagai perlakuan dosis pupuk NPK
Dosis Pupuk NPK 14 HST 21 HST 37 HST 44 HSTTinggi Tanaman (cm) 67 HST 100 kg/ha (P1) 11,23 20,64 49,81 61,96 79,58 a
150 kg/ha (P2) 10,83 20,31 48,51 61,16 83,74 ab
200 kg/ha (P3) 11,14 22,00 52,92 64,42 87,74 b
250 kg/ha (P4) 11,15 20,86 50,07 62,99 90,83 b
BNT 0.05 - - - - 7,55
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf peluang 5% (Uji BNT 0.05)
Tabel 10 menunjukkan bahwa tinggi tanaman umur 67 HST yang lebih
tinggi dijumpai pada dosis pupuk NPK 250 kg/ha, yang berbeda nyata dengan
perlakuan dosis pupuk NPK 100 kg/ha namun berbeda tidak nyata dengan dosis
pupuk NPK 200 dan 150 kg/ha.
Tinggi tanaman umur 14 HST yang cenderung lebih tinggi dijumpai pada
dosis pupuk NPK 100 kg/ha, dan tinggi tanaman umur 21, 37 dan 44 HST yang
statistik berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Rata-rata tinggi tanaman
cabai merah pada perlakuan dosis pupuk NPK dapat dilihat pada Gambar 1.
P1 P2 P3 P4
Gambar 1. Rata-rata tinggi tanaman cabai pada berbagai perlakuan dosis pupuk NPK
Keterangan : P1 = 100 kg/ha
P2 = 150 kg/ha
P3 = 200 kg/ha
P4 = 250 kg/ha
4.1.2.2. Diameter Batang (cm)
Hasil analisis ragam (Lampiran 12, 14, 16, 18 dan 20) menunjukkan
bahwa perlakuan dosis pupuk NPK berpengaruh sangat nyata terhadap diameter
batang umur 67 HST, namun berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang
umur 14, 21, 37 dan 44 HST. Rata-rata diameter batang cabai merah pada
perlakuan dosis pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rata-rata diameter batang cabai umur 14, 21, 37, 44 dan 67 HST pada berbagai perlakuan dosis pupuk NPK
Dosis Pupuk NPK Diameter Batang (cm)
100 kg/ha (P1) 0,24 0,33 0,61 0,69 0,84 ab
150 kg/ha (P2) 0,22 0,34 0,61 0,71 0,83 a
200 kg/ha (P3) 0,23 0,36 0,62 0,72 0,88 ab
250 kg/ha (P4) 0,24 0,35 0,61 0,70 0,96 b
BNT 0.05 - - - - 0,06
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf peluang 5% (Uji BNT 0.05)
Tabel 11 menunjukkan bahwa diameter batang umur 67 HST yang lebih
besar dijumpai pada dosis pupuk NPK 250 kg/ha, yang berbeda nyata dengan
dosis pupuk NPK 150 kg/ha namun berbeda tidak nyata dengan dosis pupuk NPK
100 dan 200 kg/ha.
Gambar 2.Rata-ratadiameter batang cabai umur 14, 21, 37, 44 dan 67 HST pada berbagai perlakuan dosis pupuk NPK
Keterangan : P1 = 100 kg/ha
P2 = 150 kg/ha
P3 = 200 kg/ha
P4 = 250 kg/ha
Diameter batang umur 14 HST yang cenderung lebih besar dijumpai pada
dosis pupuk NPK 100 dan 250 kg/ha, diameter batang umur 21, 37 serta 44 HST
yang cenderung lebih besar dijumpai pada dosis pupuk NPK 200 kg/ha, walaupun
batang tanaman cabai merah pada perlakuan dosis pupuk NPK dapat dilihat pada
Gambar 2.
4.1.2.3. Jumlah Cabang (cabang)
Hasil analisis ragam (Lampiran 22 dan 24) menunjukkan bahwa perlakuan
dosis pupuk NPK berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah cabang umur 37
dan 67 HST. Rata-rata jumlah cabang cabai merah pada perlakuan dosis pupuk
NPK dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rata-rata jumlah cabang cabai umur 37 dan 67 HST pada berbagai perlakuan dosis pupuk NPK
Dosis Pupuk NPK Jumlah Cabang
37 HST 67 HST
100 kg/ha (P1) 5,83 a 12,00 a
150 kg/ha (P2) 10,56 b 18,72 b
200 kg/ha (P3) 12,06 bc 25,28 c
250 kg/ha (P4) 13,00 c 27,22 c
BNT 0.05 1,74 2,79
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf peluang 5% (Uji BNT 0.05)
Tabel 12 menunjukkan jumlah cabang pada umur 37 HST yang terbanyak
dijumpai pada dosis pupuk NPK 250 kg/ha, yang berbeda nyata dengan dosis
pupuk NPK 100 dan 150 kg/ha, namun berbeda tidak nyata dengan dosis pupuk
NPK 200 kg/ha. Jumlah cabang pada umur 67 HST yang lebih banyak dijumpai
pada dosis pupuk NPK 200 dan 250 kg/ha, yang berbeda nyata dengan dosis
pupuk NPK 100 dan 150 kg/ha. Rata-rata jumlah cabang tanaman cabai dapat
P1 P2 P3 P4
Gambar 3. Rata-rata jumlah cabang cabai umur 37dan 67 HST pada berbagai perlakuan dosis pupuk NPK
Keterangan : P1 = 100 kg/ha
P2 = 150 kg/ha
P3 = 200 kg/ha
P4 = 250 kg/ha
4.1.2.4. Jumlah Buah per Tanaman (buah)
Hasil analisis ragam (Lampiran 26) menunjukkan bahwa perlakuan dosis
pupuk NPK berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah buah per tanaman.
Rata-rata jumlah buah cabai merah pada perlakuan dosis pupuk NPK dapat dilihat pada
Tabel 13.
Tabel 13. Rata-rata jumlah buah cabai merah per tanaman pada berbagai perlakuan dosis pupuk NPK
Dosis Pupuk NPK Jumlah Buah per Tanaman (buah)
100 kg/ha (P1) 50,39 a
150 kg/ha (P2) 68,83 b
200 kg/ha (P3) 95,78 c
250 kg/ha (P4) 107,50 c
BNT 0.05 13,88
Tabel 13 menunjukkan jumlah buah yang lebih banyak dijumpai pada
dosis pupuk NPK 250 kg/ha, yang berbeda nyata dengan dosis pupuk NPK 100
dan 150 kg/ha, namun berbeda tidak nyata dengan dosis pupuk NPK 200 kg/ha.
Rata-rata jumlah buah tanaman cabai dapat dilihat pada Gambar 4.
P1 P2 P3 P4
Gambar 4. Rata-rata jumlah buah per tanaman pada berbagai perlakuan dosis pupuk NPK
Keterangan : P1 = 100 kg/ha
P2 = 150 kg/ha
P3 = 200 kg/ha
P4 = 250 kg/ha
4.1.2.5. Berat Buah per Tanaman (g)
Hasil analisis ragam (Lampiran 28) menunjukkan perlakuan dosis pupuk
NPK berpengaruh sangat nyata terhadap berat buah per tanaman. Rata-rata berat
buah cabai merah pada perlakuan dosis pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Rata-rata berat buah cabai merah per tanaman pada berbagai perlakuan dosis pupuk NPK
Dosis Pupuk NPK Berat Buah per Tanaman (g)
100 kg/ha (P1) 55,19 a
150 kg/ha (P2) 73,59 b
200 kg/ha (P3) 90,91 bc
250 kg/ha (P4) 105,51 c
BNT 0.05 17,52
Tabel 14 menunjukkan berat buah per tanaman yang lebih berat dijumpai
pada dosis pupuk NPK 250 kg/ha, yang berbeda nyata dengan dosis pupuk NPK
100 dan 150 kg/ha, namun berbeda tidak nyata dengan dosis pupuk NPK 200
kg/ha. Rata-rata berat buah tanaman cabai dapat dilihat pada Gambar 5.
P1 P2 P3 P4
Hasil analisis ragam (Lampiran 30) menunjukkan bahwa perlakuan dosis
pupuk NPK berpengaruh tidak nyata terhadap berat per buah cabai merah.
Rata-rata berat per buah cabai merah pada perlakuan dosis pupuk NPK dapat dilihat
pada Tabel 15.
Tabel 15. Rata-rata berat per buah cabai merah pada berbagai perlakuan dosis pupuk NPK
100 kg/ha (P1) 1,29
150 kg/ha (P2) 1,23
200 kg/ha (P3) 1,15
250 kg/ha (P4) 1,25
Tabel 15 menunjukkan berat per buah cabai yang cenderung lebih baik
dijumpai pada perlakuan dosis pupuk NPK 100 kg/ha, walaupun secara statistik
berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
4.1.2.4. Panjang Buah (cm)
Hasil analisis ragam (Lampiran 32) menunjukkan bahwa perlakuan dosis
pupuk NPK berpengaruh tidak nyata terhadap panjang buah cabai. Rata-rata
panjang buah cabai merah pada perlakuan dosis pupuk NPK dapat dilihat pada
Tabel 16.
Tabel 16. Rata-rata panjang buah cabai merah per tanaman pada berbagai perlakuan dosis pupuk NPK
Dosis Pupuk NPK Panjang Buah (cm)
100 kg/ha (P1) 9,67
150 kg/ha (P2) 9,62
200 kg/ha (P3) 9,28
250 kg/ha (P4) 9,41
Tabel 16 menunjukkan bahwa panjang buah yang cenderung lebih baik
dijumpai pada perlakuan dosis pupuk NPK 100 kg/ha, walaupun secara statistik
berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
4.1.2.4. Diameter Buah (cm)
Hasil analisis ragam (Lampiran 34) menunjukkan perlakuan dosis pupuk
NPK berpengaruh tidak nyata terhadap diameter buah cabai merah. Rata-rata
diameter buah cabai merah pada perlakuan dosis pupuk NPK dapat dilihat pada
Tabel 17. Rata-rata diameter buah cabai merah per tanaman pada berbagai perlakuan dosis pupuk NPK
Dosis Pupuk NPK Diameter Buah (cm)
100 kg/ha (P1) 0,48
150 kg/ha (P2) 0,51
200 kg/ha (P3) 0,51
250 kg/ha (P4) 0,51
Tabel 17 menunjukkan diameter buah yang cenderung lebih besar
dijumpai pada dosis pupuk NPK 150, 200 dan 250 kg/ha, walaupun secara
statistik berbeda tidak nyata dengan perlakuan dosis pupuk NPK 100 kg/ha.
4.1.3. Pengaruh Interaksi antara Kompos Limbah Bubuk Kopi dan Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai
Hasil uji F pada analisis ragam (Lampiran 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20,
22, 24, 28, 30, 32 dan 34) menunjukkan terdapat interaksi yang tidak nyata antara
dosis kompos limbah bubuk kopidan dosis pupuk NPK terhadap semua parameter
yang diamati.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pengaruh Kompos Limbah Bubuk Kopi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis kompos limbah bubuk kopi
berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter yang diamati. Hal ini diduga
karena hara dari kompos limbah bubuk kopi lambat tersedia, sehingga diperlukan
waktu yang lama untuk dapat dipergunakan oleh tanaman untuk meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman cabai. Menurut Soepardi (1983), kompos lambat
diserap tanaman. Kompos limbah bubuk kopi belum matang sempurna, sehingga
unsur hara yang terkandung didalam kompos limbah bubuk kopi belum tersedia
bagi tanaman, hal ini didukung oleh pernyataan Schuchardt, et al. (1998), yang
menyatakan tingkat kematangan kompos dapat dilihat dari kriteria primer maupun
sekunder. Ratio C/N, suhu, kadar air, warna dan struktur bahan merupakan kriteria
sekunder. Sedangkan kriteria utama dari tingkat kematangan kompos adalah
pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh pemberian kompos tersebut. Lakitan
(1993) juga menyatakan bahwa perakaran cabai yang cenderung menyebar kurang
dapat menembus lapisan kompos dan juga terpengaruh dengan dekomposisi
kompos yang diduga masih terjadi, sehingga terjadinya persaingan unsur hara
antara mikroorganisme dan tanaman cabai.
Pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah juga dipengaruhi oleh faktor
iklim seperti suhu udara yang sangat berpengaruh pada proses fisiologis tanaman
dan pada akhirnya dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.
Rerata suhu bulanan selama penelitian adalah 32ºC, sedangkan suhu yang
dikehendaki tanaman cabai berkisar 21 – 27ºC (Setiadi, 1996). Menurut
Nawangsih et al. (1999), suhu untuk pembungaan tanaman cabai merah berkisar
24 – 27ºC, artinya suhu udara pada saat penelitian tergolong tinggi pada saat
pembentukan buah, sehingga hasil penelitian terhadap peubah berat buah, panjang
buah dan diameter buah tidak optimal sehingga tidak sesuai dengan hasil deskripsi
cabai Lado F1.
Menurut Dwidjosepoetro (1986) suhu berpengaruh terhadap mekanisme
membuka dan menutupnya stomata. Apabila suhu ekstrim yang terjadi pada siang
sehingga berpengaruh terhadap hasil tanaman. Membukanya stomata akan
memudahkan CO2 masuk ke dalam daun sehingga dapat meningkatkan laju
fotosintesis. Jika pada fase pembungaan suhu udara cocok, maka bunga tidak akan
mudah rontok. Pada fase pembentukan buah, suhu udara yang cocok
menyebabkan buah berukuran besar dan bentuknya normal.
4.2.2. Pengaruh NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk NPK
berpengaruh sangat nyata terhadap diameter batang umur 67 HST, jumlah cabang
umur 37 dan 67 HST , jumlah buah dan berat buah per tanaman serta berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman 67 HST, dan dosis pupuk NPK terbaik terdapat
pada dosis 200 dan 250 kg/ha. Hal ini diduga pada dosis tersebut telah mampu
menyediakan hara makro yang dibutuhkan tanaman untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai sehingga memberikan hasil yang
lebih baik. Menurut Nurlenawati et al. (2010), produksi tanaman yang diharapkan
dapat dicapai apabila jumlah dan macam unsur hara di dalam tanah bagi
pertumbuhan tanaman berada dalam keadaan cukup, seimbang, dan tersedia sesuai
kebutuhan tanaman. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ariani (2009),
yang menyatakan bahwa jumlah buah per tanaman dan berat buah per tanaman
semakin meningkat dengan semakin tingginya dosis pupuk NPK yang diberikan.
Perlakuan pupuk NPK mutiara (16:16:16) dosis 200 dan 250 kg/ha memberikan
hasil terbaik untuk pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah (Ariani, 2009).
Munandar (2013) menyatakan bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman cabai
terbaik dijumpai pada perlakuan pupuk NPK mutiara (16:16:16) dengan dosis 250
Pupuk NPK mutiara (16:16:16) memiliki kandungan hara yang dapat
memenuhi kebutuhan unsur hara makro pada tanaman cabai. Dengan adanya
nitrogen (N) yang cukup selama pertumbuhan akan memberikan pertumbuhan
tanaman yang baik, salah satunya adalah pertumbuhan batang tanaman
(Sintia, 2011). Menurut Novizan (2005), unsur N sangat dibutuhkan tanaman
untuk membentuk senyawa seperti klorofil, asam nukleat dan enzim yang
mempunyai peranan penting untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Selain unsur
N, pertumbuhan dan hasil cabai merah juga didukung dengan adanya unsur fosfor
(P) yang sangat dibutuhkan cabai merah pada fase generatif tanaman. Menurut
Kahar (1994), semakin tinggi kadar P maka produksi bunga dan buah akan
semakin cepat. Sholika et al. (2011) juga menyatakan P berperan penting untuk
pertumbuhan sel, pembentukan rambut akar, memperbaiki kualitas tanaman,
pembentukan bunga, buah dan biji serta memperkuat daya tahan terhadap
penyakit.
4.2.3. Pengaruh Interaksi antara Kompos Limbah Bubuk Kopi dan Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan
bahwa terdapat interaksi yang tidak nyata antara dosis kompos limbah bubuk kopi
dan dosis pupuk NPK terhadap semua parameter pertumbuhan dan hasil tanaman
cabai merah. Hal ini berarti dosis kompos limbah bubuk kopi yang dicobakan
terhadap tanaman cabai tidak tergantung pada pemupukan NPK, dan begitu pula
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Kompos limbah bubuk kopi berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter yang diamati, yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, jumlah
buah per tanaman, berat buah per tanaman, berat per buah, panjang buah dan
diameter buah. Pertumbuhan dan hasil cabai merah yang cenderung lebih baik
dijumpai pada dosis kompos limbah bubuk kopi 10 ton/ha.
2. Dosis pupuk NPK berpengaruh sangat nyata terhadap diameter batang umur 67 HST, jumlah cabang umur 37 dan 67 HST, jumlah buah dan berat buah per
tanaman, berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 67 HST, namun
berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang umur 14,
21, 37 dan 44 HST, berat per buah, panjang buah serta diameter buah.
Pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah terbaik terdapat pada dosis pupuk
NPK 200 dan 250 kg/ha.
3. Terdapat interaksi yang tidak nyata antara perlakuan kompos limbah bubuk kopi dengan perlakuan pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
cabai merah.
5.2. Saran
1. Media tanam ini diharapkan dapat digunakan kembali pada penelitian
selanjutnya, karena diduga hara masih tersedia, sehingga pertumbuhan dan
2. Penanaman tanaman cabai merah dapat diusahakan budidayanya pada
bulan-bulan tertentu dengan suhu antara 24 – 27 ºC, agar pertumbuhan dan hasilnya
dapat maksimal
DAFTAR PUSTAKA
Affriadi, F. 2014. Pengaruh Kompos Limbah Bubuk Kopi dan Konsentrasi Giberilin terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Tanaman Mawar. (Skripsi). Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Agromedia, R. 2007. Cara Tepat Memupuk Tanaman Hias. Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan.
Ariani, E. 2009. Uji Pupuk NPK Mutiara 16:16:16 dan Berbagai Jenis Mulsa Terhadap Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annum L). Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru. SAGU. 8 (1) : 5-9.
Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Cabai Besar, Cabai Rawit, dan Bawang Merah Tahun 2012. Berita Resmi Statistik. http://www.bps.go.id/getfile.php?news=1030. [02 Januari 2014]
Djuarnani, N., Kristian dan S.S. Budi. 2010. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan.
Dwidjosepoetro, D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.
Gomes, T., J. A. Pereira., E. Ramalhosa., S. Casal. dan P. Baptista. 2013. Effect of Fresh and Composted Spent Coffee Grounds on Lettuce Growth, Photosynthetic Pigment and Mineral Composition. Innovar y producir Para el Futuro. VII. Congreso Iberico De Agroingenieria Ciencias Horticolas.
Hamid, A., M. Haryanto. 2012. Untung Besar dari Bertanam Cabai Hibrida. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Harpenas, A., R. Dermawan. 2010. Budidaya Cabai Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hewindati, Y. T. 2006. Hortikultura. Universitas Terbuka. Jakarta.
Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Lukmana, A. 1995. Agroindustri Cabai Selain untuk Keperluan Pangan dalam Agribisnis Cabai. Penebar Swadaya. Bandung.
Mahbub, R. K. 2013. Pengaruh Dosis Biochar dan Pupuk Kompos terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tomat. (Skripsi). Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
Munandar, A. 2013. Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Dosis Pupuk NPK Mutiara 16:16:16 terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annum L.). (Skripsi). Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Mussatto, S. I., Carneiro, L. M., Silva, J. P. A., Roberto, I.C., and J, A. Teixeira. 2011. A study on chemical constituents and sugars extraction from spents coffee grounds. Carbohydrate polymers 83, 368-374.
Nawangsih, A., H. P. Imdad dan W. Agung. 1999. Cabai Hot Beauty. Penebar Swadaya. Jakarta.
Novizan, 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Novizan. 2005. Petunjuk pemupukan yang efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Nurlenawati, N., A. Janna, dan Nimih. 2010. Respon pertumbuhan dan hasil tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) varietas Prabu terhadap berbagai dosis pupuk posfat dan bokashi jerami limbah jamur merang. Agrika 4 (1) : 9 – 20
Piay, S. S., A. Tyasdjaja., E. Yuni dan F. R. P. Hantoro. 2010. Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annum L.). Laporan hasil penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jawa Tengah.
Prajnanta, F. 2005. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya, Jakarta.
Quoriana. 2012. Coffee Grounds-Wonderful Organic Garden Fertilizer. http://worldmathaba.net/items/1308cofeegrounds-wonderful-organik-garden-ferlizer [16 November 2013].
Schuchardt, F., E. Susilawati, dan P. Guritno. 1998. Influence of C/N ratio and inoculums upon rotting characteristics of oil palm empty fruit bunc. Proc. 1998. International Oil Palm Conference. Bali, Indonesia.
Setiadi, S. 1996. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Shanegenziuk. 2012. From Coffee Grounds To Lawn Fertilizer. http://groundtoground.org/2012/01/18/from-coffee-grounds-to-lawn-fertilizer [16 November 2013].
Sholika, R. M., E. Murniyanto, C. Wasonowati dan G. Panawa. 2011. Inokulasi fungi mikoriza Glomus facicullatum dan Bakteri Pseudomonas flourescent
pada kondisi media tanam yang berbeda terhadap pertumbuhan tembakau Cangkring 95. Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo. Madura.
Sintia, M. 2011. Pengaruh beberapa dosis kompos jerami padi dan pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata
Sturt.). Thesis. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Sumatera Barat.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sunardjono, H. 2005. Bertanam 30 Jenis Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunaryono, H., Rismunandar. 1984. Kunci Bercocok Tanam Sayur-sayuran Penting di Indonesia. Sinar Baru. Bandung.
Suwardi. 2004. Teknologi Pengomposan Bahan Organik sebagai Pilar Pertanian Organik. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tjahjadi, N. 1991. Bertanam Cabai. Kanisius. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rata-rata tinggi tanaman umur 14 HST pada perlakuan kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK (cm)
Kombinasi
Lampiran 2. Analisis ragam tinggi tanaman umur 14 HST pada perlakuan kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK
Galat 22 20,57 0,94 Total 35 26,64 0,76
KK : 8,72 %
Keterangan : tn = tidak nyata
Lampiran 3. Rata-rata tinggi tanaman umur 21 HST pada perlakuan kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK (cm)
Kombinasi
Lampiran 4. Analisis ragam tinggi tanaman umur 21 HST pada perlakuan kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK
F, Tabel
SK db JK KT F, Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 28,50 14,25 Perlakuan 11 24,31 2,21
P 3 14,60 4,87 1,42 tn 3,05 4,82
KxP 6 7,60 1,27 0,37 tn 2,55 3,76
Galat 22 75,66 3,44
Total 35 128,48 3,67
KK : 8,85 %
Keterangan : tn = tidak nyata
Lampiran 5. Rata-rata tinggi tanaman umur 37 HST pada perlakuan kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK (cm)
Kombinasi
Lampiran 6. Analisis ragam tinggi tanaman umur 37 HST pada perlakuan kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK
F, Tabel
SK db JK KT F, Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 114,70 57,35 Perlakuan 11 148,88 13,53
P 3 93,091 31,03 1,44 tn 3,05 4,82
KxP 6 49,66 8,28 0,38 tn 2,55 3,76
Galat 22 474,33 21,56 Total 35 737,92 21,08
KK : 9,23 %
Keterangan : tn = tidak nyata
Lampiran 7. Rata-rata tinggi tanaman umur 44 HST pada perlakuan kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK (cm)
Kombinasi
Lampiran 8. Analisis ragam tinggi tanaman umur 44 HST pada perlakuan kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK (cm)
Total 35 909,58 25,99
KK : 7,80 %
Keterangan : tn = tidak nyata
Lampiran 9. Rata-rata tinggi tanaman umur 67 HST pada perlakuan kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK (cm)
Kombinasi kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK
F, Tabel
SK db JK KT F, Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 449,96 224,98 Perlakuan 11 852,23 77,48
K 2 20,17 10,09 0,19tn 3,44 5,72
P 3 644,06 214,69 4,05* 3,05 4,82
Galat 22 1165,60 52,98 Total 35 2467,79 70,51
KK : 8,52 %
Keterangan : tn = tidak nyata
*= nyata
Lampiran 11. Rata-rata diameter batang umur 14 HST pada perlakuan kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK (cm)
Kombinasi kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK
KxP 6 0,0068 0,0011 0,79 tn 2,55 3,76
Galat 22 0,0315 0,0014 Total 35 0,0441 0,0013
KK : 16,13 %
Keterangan : tn = tidak nyata
Lampiran 13. Rata-rata diameter batang umur 21 HST pada perlakuan kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK (cm)
Kombinasi kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK
Galat 22 0,0308 0,0014 Total 35 0,0469 0,0013
KK : 10,83 %
Keterangan : tn = tidak nyata
Lampiran 15. Rata-rata diameter batang umur 37 HST pada perlakuan kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK (cm)
Kombinasi kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK
Total 35 0,0856 0,0024
KK : 9,08 %
Keterangan : tn = tidak nyata
Lampiran 17. Rata-rata diameter batang umur 44 HST pada perlakuan kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK (cm)
Kombinasi kompos limbah bubuk kopi dan pupuk NPK