BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara historis keberadaan penanaman modal asing di Indonesia sebenarnya bukan merupakan fenomena yang baru, mengingat modal asing sudah hadir di Indonesia sejak zaman kolonial dahulu. Namun tentunya kehadiran penanaman modal asing pada masa kolonial berbeda dengan masa setelah merdeka, karena tujuan dari penanaman modal asing dimasa pada masa kolonial tentu didedikasikan untuk kepentingan pihak penjajah dan bukan untuk kesejahteran bangsa Indonesia.1
Sejarah penanaman modal asing di Indonesia tidak terlepas dari awal dilakukan perdangangan internasional di Indonesia pada sekitar tahun 1511, dimana pada saat itu para pedagangan komoditas rempah rempah yang mempunyai nilai sangat strategis pada masa itu. Kegiatan perdagangan internasional tersebut berkembang terus menjadi kegiatan yang bersifat kolonialisme di wilayah Indonesia, bukan saja oleh bangsa Portugis, tetapi juga oleh bangsa-bangsa lainnya, yaitu Belanda (tahun 1596-1795) selanjutnya tahun (1816-1942), Perancis (tahun 1795-1811), Inggris (tahun1811-1816) dan Jepang (tahun 1942-1945)2.
1David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, Jakarta: Kencana, hlm. 1
2
Pada masa awal penjajah kehadiran multinational company seperti verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) dalam kegiataan perdagangan rempah-rempah di Indonesia juga memiliki peran yang sangat penting, khususnya dalam merepresentasikan kepentingan kerajaan belanda. Selanjutnya, kegiatan penanaman modal asing di zaman kolonialisme juga semakin berkembang agresif sejak diundangkan Agrarische wet pada tahun 1870 oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, yang ditandai dengan berkembang usaha-usaha perkebunan besar di wilayah Indonesia.
Peningkatan penanaman modal asing di Indonesia tidak datang dengan sendirinya. Hal itu memerlukan kerja keras untuk dapat menciptakan ikilm investasi
yang kondusif. Salah satu isu klasik yang sangat signifikan dalam menciptakan iklim
investasi yang kodusif di Indonesia adalah masalah penegakan hukum (law enforcement),disamping masalah masalah lainnya, seperti keterbatasan infrastruktur, keamanan, dan stabilitas sosial politik. Dalam melakukan penegakan hukum terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu: Kepastian Hukum, Kemanfaatan, dan Keadilan, yang harus berjalan secara harmonis3
Apabila penegakan hukum hanya memperhatikan kepastian hukum semata, maka pelaksanannya dapat mengabaikan keadilan serta kemanfaatannya dimasyarakat begitu pula sebaiknya apabila salah satu unsur tersebut terlalu lalu diutamakan, maka pelaksanannya dapat mengabaikan unsur-unsur lainnya.
3
Dengan luas lahan yang masih tersedia partisipasi modal dalam negeri belum cukup memadai, jika tidak didukung modal asing. Potensi yang ada dalam negeri masih memerlukan dukungan moral, tenaga dan skill dari luar negeri. Namun demikian kebijaksanan pemanfaatan modal dari luar negeri harus tetap memperhatikan batas batas yang tidak sampai bertentangan dengan tujuan pembangunan itu sendiri.
Hak Guna Usaha (HGU) merupakan hak atas tanah yang bersifat primer yang memiliki spesifikasi-spesifikasi tertentu.4 Spesifikasi hak guna usaha tidak besifat terkuat dan terpenuh.
Hukum investasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hukum agraria karena setiap investor, terutama investor asing, diberikan hak untuk menggunakan hak atas tanah di Indonesia. Namun, dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan jangka waktu pengguna hak atas tanah. Hak atas tanah yang dapat digunakan investor, seperti HGU, HGB, dan Hak Pakai, Hak Guna Usaha (HGU) dapat diberikan dengan jumlah 95 tahun, dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 60 tahun dan dapat diperbaharui selama 35 tahun. Hak Guna Bangunan (HGB) dapat diberikan dengan jumlah 80 tahun, dengan cara dapat diberikan dan di perpanjang di muka sekaligus selama 50 tahun dan dapat diperbaharui selama 30 tahun. Hak Pakai (HP) dapat diberikan dengan jumlah 70 tahun. Dengan cara dapat
diberikan dan di perpanjang di muka sekaligus selama 45 tahun dan dapat diperbaharui selama 25 tahun.5
Namun pada tanggal 17 Maret 2008 diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim konstitusi dibatalkan disebabkan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 dimaksud menjadi berbunyi:
1. Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf (a) dapat diberikan dan diperpanjang dan dapat diperbaruhi kembali atas penanam modal.
2. Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diberikan dan diperpanjang untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain: a) Penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan
perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing;
b) Penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiataan penanaman modal yang dilakukan;
c) Penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas; d) Penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah Negara;
e) Penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum;
3. Hak atas tanah dapat diperbaruhi setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.
4. Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan dan yang dapat diperbaruhi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan dan dibatalkan oleh pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan.6
Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007 tidak mengatur mengenai bentuk kerja sama penanaman modal asing. Namun, karena dalam
5Dalam Pasal 22 UUPM 2007
kaitannya dengan penanaman modal asing dilakukan dalam bentuk-bentuk kerja sama tertentu, pembahasan mengenai hal tersebut tidaklah dapat ditinggalkan Apalagi dalam era globalisasi di mana di dalamnya terdapat liberalisasi perdagangan dan investasi, kehadiran bentuk kerja sama dalam menjalankan usaha sangatlah dibutuhkan demi kelangsungan usaha.7 Terutama dalam bidang penanaman modal asing, di mana perkembangan kerjasama dengan pihak asing dengan Negara Indonesia baik dengan pihak pemerintah maupun dengan pihak swasta sangatlah penting terutama dalam kaitannya dengan alih teknologi dan alih keterampilan.
Bentuk kerjasama tersebut tidak terbatas kepada kerja sama dagang, tetapi juga kerja sama dibidang penanaman modal, baik untuk sektor jasa, perdagangan, maupun sektor industri.
Menurut Ismail Suny,8 bentuk kerja sama berdasarkan klasifikasi dan/atau alasan-alasan tertentu, baik politas maupun ekonomis adalah sebagai berikut:
1) Kerja sama dalam bentuk joint venture. Dalam hal ini para pihak tidak membentuk suatu badan hukum yang baru (badan hukum Indonesia).
2) Kerja sama dalam bentuk joint enterprise. Di sini para pihak bersama-sama dengan modalnya (modal asing dan modal nasional) membentuk badan hukum baru, yakni badan hukum Indonesia.
3) Kerja sama dalam bentuk kontrak karya, serupa dengan perjanjian kerja sama dalam bidang pertambangan minyak dan gas bumi. Dalam bentuk kerja sama tersebut, pihak asing(investorasing) membentuk badan hukum Indonesia. Badan hukum Indonesia dengan modal asing inilah yang menjadi pihak pada perjanjian tersebut, sedangkan pihak lainnya adalah badan hukum Indonesia dengan modal nasional.
7
Ruchyat, Kedudukan Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal, Jakarta, Bina cipta, hlm. 20.
8
Penanaman modal asing harus sejalan dengan program pembangunan nasional yang mengutamakan sektor-sektor produksi yang belum mencukupi kebutuhan dalam negeri yang memperluas ekspor dengan tidak mengabaikan kepentingan rakyat dan perkembangan perusahaan nasional. PMA harus benar benar memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan memberikan hak atas tanah kepada perusahaan, yang luasnya cukup besar harus melibatkan beberapa instansi. Hal ini diperlukan untuk mencegah timbulnya penggunaan dan penguasaan tanah yang tumpang tindih, demikian pula perlu dihindari apa yang diharapkan dari PMA dengan apa yang terjadi dilapangan. Seperti pemberian hak guna usaha bisa aja melibatkan Dinas Perkebunan, Pemerintah Daerah, Badan Pertanahan Nasional, Departemen Kehutanan, Kependudukan dan Lingkungan Hidup, dan sebagainya.
PMA yang melaksanakan usahanya di Indonesia dengan mempergunakan tanah hak guna usaha, harus diberikan syarat syarat tertentu seperti9
1. Bentuk perusahaan 2. Lama perusahaan 3. Jumlah investasi
4. Pemanfaatan tenaga kerja 5. Daerah/tempat berusaha 6. Jenis usaha
7. Jangka waktu penggunaan tanah
8. Syarat-sayarat teknis dan juridis lainnya.
Pembangunan yang diinginkan bangsa Indonesia adalah pembangunan yang berorintasi kepada kepentingan rakyat banyak. Pembanguna harus dapat
mengantarkan Rakyat Indonesia ketingkat yang lebih baik. Dalam pemanfaatan tanah untuk usaha pertanian harus tetap dijaga keseimbangan produksi tanah dan kelestarian alam dan lingkungan serta kelestarian dan keseimbangan secara keseluruhan.
Kekayaan alam, baik yang ada dipermukaan ataupun yang terkandung didalamnya yang merupakan kekuatan ekonomi potensial, terdapat banyak diseluruh tanah air. Kekuatan ekonomi potensial ini masih banyak yang belum diolah untuk dijadikan kekuatan ekonomi riil. Karena tidak tersedianya modal, keahlian, pengalaman dan teknologi. Kebijaksanaan pemanfaatan modal asing, harus mempertimbangkan segala aspek, terutama aspek sosialnya, agar jangan sampai menimbulkan hal hal yang dapat merugikan Rakyat yang rata-rata masih termasuk ekonomi lemah.
diajukan oleh peserta Indonesia yang dapat diperoleh dalam jangka waktu 35 tahun dengan kemungkinan diperpanjang paling lama menjadi 60 tahun.
Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1980 dicabut dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1992 tentang Pemanfaatan Tanah Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan Untuk Usaha Patungan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam Pasal 1 ayat (4) disebutkan bahwa, hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun sepanjang perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan usahanya dengan baik dan dapat diperbaharui.
Selanjutnya, Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha yang dipegang oleh perusahaan patungan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan. Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa, dalam hal perusahaan patungan memerlukan tanah untuk keperluan bangunan pabrik, gudang, perumahan karyawan dan bangunan-bangunan lainnya, maka kepada usaha patungan tersebut dapat diberikan hak guna bangunan atas tanah yang bersangkutan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan ketentuan tanah yang dimohon tersebut terletak di luar areal yang sudah ada Hak Guna Usahanya.
diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, dinyatakan bahwa: yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha adalah: (a) warga Negara Indonesia; (b) badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Berkaitan dengan ketentuan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 di atas, Sudargo Gautama dan Ellyda T. Soetiarto10 mengatakan bahwa di Indonesia diperlukan sistem inkorporasidan juga prinsip legal seat dan real seat
(tempat kedudukan menurut hukum atau menurut keadaan sebenarnya).
Menyangkut tanah yang dapat diberikan dengan HGU telah diatur dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, sebagai berikut:
1) Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah tanah Negara.
2) Dalam hal tanah yang akan diberikan dengan HGU itu adalah tanah Negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian HGU dapat dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan.
3) Pemberian HGU atau tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku, pelaksanaan ketentuan HGU tersebut baru dapat dilaksanakan setelah pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Dalam hal diatas tanah yang akan diberikan dengan HGU itu terdapat tanaman dan/ atau bangunan milik pihak lain yang berkeberadaanya berdasarkan atas hak yang sah, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberi ganti kerugian yang dibebankan pada pemegang HGU baru.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti rugi sebagaiman dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Dalam pemberian HGU kepada perorangan dan badan hukum, maka hal ini sangat berkaitan pula dengan luas tanah yang akan diberikan HGU tersebut.
10
Hal ini sesuai ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dinyatakan sebagai berikut.
1) Luas minimum tanah yang dapat diberikan dengan HGU adalah 5 hektar.
2) Luas maksimum yang dapat diberikan dengan HGU kepada perorangan adalah 25 hektar.
3) Untuk penetapan luas tanah yang akan diberikan kepada badan hukum ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwewenang di bidang usaha yang bersangkutan dengan mengingat luas yang diperlukan untuk melaksanakan suatu usaha yang paling berdaya guna di bidang yang bersangkutan.
Dalam kenyataanya, HGU merupakan hak atas tanah yang mengalami perkembangan pesat. Hai ini dipengaruhi oleh perkembangan dunia usaha (bisnis) yang begitu pesat, seiring dengan adanya kebijakan pemerintanh yang memberi rangsangan terhadap pengembangan usahaagrobisnisdanagroindustri.
Dalam hal mengembangkan usaha-usaha dalam sektor agrobisnis dan agroindustri dimaksud, maka salah satu persyaratan yang harus tersedia adalah adanya tanah luas yang mendukung lokasi usaha tersebut. Adanya pengaturan HGU ini telah memberikan kemudahan kepada pemegang HGU untuk melakukan perpanjangan apabila jangka waktu HGU telah (akan) berakhir.
Apabila syarat-syarat ternyata dipenuhi, maka tata cara perpanjangan atau perbaruan hak disederhanakan, yaitu cukup dengan cara mencatat perpanjangan dan pembahruan tersebut dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah.
Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007 tidak mengatur mengenai bentuk kerja sama penanaman modal asing. Namun, karena dalam kaitannya dengan penanaman modal asing dilakukan dalam bentuk-bentuk kerja sama tertentu, pembahasan mengenai hal tersebut tidaklah dapat ditinggalkan Apalagi dalam era globalisasi di mana di dalamnya terdapat liberalisasi perdagangan dan investasi, kehadiran bentuk kerja sama dalam menjalankan usaha sangatlah dibutuhkan demi kelangsungan usaha,11 Terutama dalam bidang penanaman modal asing, di mana perkembangan kerjasama dengan pihak asing dengan Negara Indonesia baik dengan pihak pemerintah maupun dengan pihak swasta sangatlah penting terutama dalam kaitannya dengan alih teknologi dan alih keterampilan.
Bentuk kerjasama tersebut tidak terbatas kepada kerja sama dagang, tetapi juga kerja sama dibidang penanaman modal, baik untuk sektor jasa, perdagangan, maupun sektor industri.
Bentuk kerja sama dalam kaitannya dengan penanaman modal dilakukan dalam bentuk joint venture, joint enterprise, kontrak production sharing, dan lain-lain, dimana bentuk-bentuk kerjasama tersebut memiliki perbedaan, keunggulan, dan kekurangan masing-masing.
Menurut Ismail Suny12, bentuk kerja sama berdasarkan klasifikasi dan/atau alasan-alasan tertentu, baik politas maupun ekonomis adalah sebagai berikut:
1 Kerja sama dalam bentuk joint venture. Dalam hal ini para pihak tidak membentuk suatu badan hukum yang baru (badan hukum Indonesia).
2 Kerja sama dalam bentuk joint enterprise. Di sini para pihak bersama-sama dengan modalnya (modal asing dan modal nasional) membentuk badan hukum baru, yakni badan hukum Indonesia.
3 Kerja sama dalam bentuk kontrak karya, serupa dengan perjanjian kerja sama dalam bidang pertambangan minyak dan gas bumi. Dalam bentuk kerja sama tersebut, pihak asing (investor asing) membentuk badan hukum Indonesia. Badan hukum Indonesia dengan modal asing inilah yang menjadi pihak pada perjanjian tersebut, sedangkan pihak lainnya adalah badan hukum Indonesia dengan modal nasional.
Masalah pembenahan proses perizinan penanaman modal diIndonesia merupakan pekerjaan rumah (home work) yang tampaknya tidak pernah selesai dikerjakan dengan baik. Birokrasi perizinan usaha sering kali bahkan menimbulkan biaya tinggi dalam dunia usaha, dikarenakan adanya biaya-biaya tidak resmi dalam pengurusan perizinan usaha tersebut. Hal ini tentu sangatlah memengaruhi iklim investasi di Indonesia, dimana sering kali survei-survei yang dilakukan menunjukkan bahwa ternyata melakukan suatu kegiataan usaha yang proses pengurusannya dari segi waktu serta biaya masih terbilang tidak efisien dan sangat birokratis.13
Bagi Indonesia, kegiatan penanaman modal/investasi langsung, baik dalam bentukinvestasi asing maupun investasi dalam negeri mempunyai kontribusi secara langsung bagi pembangunan. Penanaman modal akan semakin mendorong pertumbuhan ekonomi, ahli teknologi dan pengetahuan, serta menciptakan lapangan
12
Ibid,hlm. 7
13
kerja baru untuk mengurangi angka pengangguran dan mampu meningkatkan daya beli masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang hanya mampu pada konsumsi akan berjalan lambat pada akhirnya akan memunculkan persoalan peningkatan angka pengangguran yang tentunya akan berimbas pada meningkatnya jumlah mayarakat miskin dan berimbas pada terciptanya in-stabilitas politik dan keamanan.
Atas dasar hal tersebut, hal yang menjadi suatu keharusan yang tidak dapat dipungkiri dan dihindari adalah upaya untuk mendorong investasi harus dilakukan. Hanya dengan mendoronginvestasi, maka pertumbuhan ekonomi dapat terus dipacu yang pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan mengentaskan kemiskinan.14
berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwa kegiataan yang menyangkut Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap perusahaan Asing Dalam BentukJoint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, sehingga perlu pengembangan yang lebih mendalam yang terkait dengan bagaimana mengetahui kebutuhan kebutuhan dan masalah masalah yang ada di Indonesia sehingga investor melakukan penanaman modal. Oleh karena hal tersebutlah yang menjadi dasar pemikiran untuk melakukan analisisi yuridis lebih lanjut mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan asing yang dilakukan oleh pemerintah serta
14
dampak dampaknya yang dirasakan oleh masyarakat, terutama oleh orang asing yang melakukan penanaman modal asing di Indonesia.
Dan karenanya, dalam hal ini sangat menarik sekali untuk melakukan penelitian mengenai bentuk, “Analisis Yuridis Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal “
Isu hukum inilah yang menjadi fokus penelitian ini dan itulah sebabnya perlu dilakukan penelitian terhadap Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap perusahaan Asing Dalam BentukJoint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1 Apakah Prosedur Pemberian Hak Guna Usaha terhadap Perusahaan Asing di Indonesia setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 telah memberikan kepastian hukum terhadap Perusahaan Asing di Indonesia?
2 Bagaimanakah Prosedur berdirinya Perusahaan Penanaman Modal setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tesis ini adalah ;
1. Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur Pemberian Hak Guna Usaha kepada Perusahaan Penanaman Modal di Indonesia setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis Prosedur berdirinya suatu Perusahaan Penanaman Modal setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala kendala yang dihadapi perusahaan asing di Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum dan hukum bisnis secara khusus juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan Undang Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
a) Sebagai pedoman masukan bagi pemerintah dalam menetukan kebijakan maupun regulasi dalam menyusun peraturan pelaksana lebih lanjut terkait pelaksanaan Penanaman Modal asing.
b) Sebagai informasi bagi praktisi bisnis (para pelaku usaha, pemegang saham dan komisaris) dan investor untuk memahami peraturan penanaman modal dan pelaksanaannya.
c) Memberikan pemahaman yang dianggap tepat bagi masyarakat agar memahami perusahaan asing dan penanaman modal di Indonesia.
d) Sebagai bahan kajian bagi para akademisi untuk pengembangan lebih lanjut mengenai hal hal tentang penanaman modal di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya dilingkungan universitas sumatera utara umumnya dan kepustakaan kenotariatan universitas sumatera utara, penelitian mengenai “Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing Dalam BentukJoint Venture setelah Undang Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal” belum pernah dilakukan penelitian.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
sipembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya. Ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti15.
Teori itu sendiri adalah serangkaian proposisi atau keterangan yang saling berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu penjelasan atau suatu gejala.16
Sementara itu teori menurut Kerlinger adalah “A set of interrelated constructs (concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena
by specifying relations among variables, with the purpose of explaining predicting
the phenomena”17 (Jadi teori adalah seperangkat proposisi yang berisi konstruksi (konsep abstrak) ataupun konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh satu variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antara variabel tersebut).
Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan “mengapa? Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesusaian dengan objek empiris untuk dapat dinyatakan benar. Didalam formulasi Radbruch,
15M.Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm. 80 16Duane R. monette, Thomas J.Sullivan, Cornell R. Deyong, Applied Social Research, New York, Cicago, Sanfrancisco: Holt, Rinehart and Winston, Inc. 1986, hlm. 2
17
tugas teori hukum adalah untuk membuat jelas nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya sehingga sampai pada dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.18
Berdasarkan pengertian teori dan fungsi serta daya kerja teori tersebut diatas dihubungkan dengan judul penelitian ini tentang Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, maka teori yang dipergunakan 3 (tiga) teori , yaitu
1,1 Teori Kesejahteraan Negara
Pada hakikatnya, Negara yang menganut paham kesejahteraan modern(welfare state modern)juga merupakan Negara hukum modern atau Negara hukum dalam arti materil yang selanjutnya dikenal dengan Negara kesejahteraan modern. Negara kesejahteraan ini lahir sebagai reaksi terhadap gagalnya konsep Negara hukum liberal dalam mewujudkan kesejahteraan warganya. Ajaran Negara hukum liberal berpandangan bahwa, fungsi Negara harus dibatasi secara minimal, sehingga kebebasan penguasa untuk melakukan tindakan sewenang-wenang.
Konsep Negara kesejahteraan, selain mengharuskan setiap tindakan Negara berdasarkan hukum juga Negara diberikan tugas dan tanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat. Ciri-ciri Negara kesejahteraan adalah sebagai berikut.19
18W. Friedmann, Legal Teory: Teori dan Filsafat Hukum Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum, Susunan I,Terjemahan: Mohamad Arifin, Jakarta: CV. Rajawali. 1984 ,hlm. 2
19
a) Dalam Negara kesejahteraan yang diutamakan adalah terjaminnya hak-hak asasi sosial ekonomi rakyat.
b) Pertimbangan-pertimbangan efisiensi dan manajemen lebih diutamakan daripada pembagian kekuasaan yang berorientasi politis, sehingga peranan eksekutif lebih besar daripada legislatif
c) Hak milik tidak bersifat mutlak
d) Negara tidak hanya menjaga ketertiban dan keamanan atau sekedar penjaga malam, melainkan Negara turut serta dalam usaha-usaha sosial dan ekonomi
e) Peranan hukum publik condong mendesak hukum privat, sebagai konsekuensi semakin luasnya peranan Negara
f) Lebih bersifat Negara hukum materil yang mengutamakan keadilan yang materil pula.
Konsep Negara kesejahteraan dalam perkembangannya dibedakan antara Negara kesejahteraan terdifereniasi (differensiated welfare state) biasanya disebut sebagai Negara kesejahteraan (welfare state) saja dan Negara kesejahteraan yang terintegrasi(integrated welfare state) dikenal dengan Negara koorporatis (corporatist welfare state) sebagai pengembangan yang pertama.20
Dalam koorporasi, pemerintah bekerjasama dengan komunitas bisnis dan serikat pekerja dalam mengatur ekonomi dan mengintegrasikan kesejahteraan sosial ke dalam kebijakan ekonomi dan sosial yang menyeluruh.21 Idealnya Indonesia masuk dalam kategori Negara kesejahteraan yang koorporasi, karena didasarkan pada tujuan Negara yang terdapat dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang menekankan pada tanggung jawab Negara terhadap kesejahteraan rakyatnya.
20Rames Mishra,The Welfare State in Crisis, Helfelster Wheatsheaf, 1984, hlm. 180
Secara kontemporer, konsep Negara hukum yang banyak diterapkan adalah Negara kesejahteraan(welfare state, welvaarstaat)atausosiale rechsstaat.22
Dalam konsep Negara hukum modern, kapasitas tugas dan fungsi pemerintahan bukan lagi hanya sebagai penjaga malam (nachwalkerstaats), melainkan lebih luas dari itu. Pemerintah dalam hal ini diserahi tugas dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum (bestuurzorg).23 Tugas Negara yang di lapangan adalah penyelanggaraan kesejahteraan umum untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, baik secara materil maupun secara spiritual dan dilakukan melalui public service (pelayanan publik). Pelayanan umum yang demikian luasya mencakup pelayanan dalam bidang pertanahan, termasuk pengaturan (Regulasi), pelaksanaan kewewenangan aparat pertanahan sampai pada penegak hukum pertanahan.
Esping-Andersen yang dikutip oleh Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahgijo,24 memberikan ruang lingkup yang tegas tentang Negara kesejahteraan, bahwa:
bukan hanya suatu mekanisme untuk melakukan intervensi terhadap atau mengkoreksi, struktur ketidaksetaraan yang ada, namun merupakan suatu sistem stratifikasi sosial yang khas. Negara kesejahteraan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam penataan ulang relasi sosial.
22DHM. Meuwissen, Pengembanan Hukum, Jurnal Projustitia, tahun XII No. 1, Januari 1994, hlm. 48
23SF. Marbun dan Moh. Mahfud M, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, Liberty, 2004. hlm. 45
Selanjutnya Sunaryati Hartono25 menegaskan, bahwa Negara kesejahteraan adalah Negara hukum dalam arti materil, yaitu Negara hukum yang dapat membawa keadilan sesuai dan berdasar nilai-nilai Pancasila.
1.2 Teori Kepastian Hukum
Kepastian hukum mengandung dua pengertian, pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim untuk kasus serupa yang telah diputus.26
Kepastian hukum adalah merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.27 Menurut Scheltema, adanya unsur-unsur dalam kepastian hukum, meliputi: 1) asas legalitas; 2) adanya undang-undang yang mengatur tindakan yang berwenang sedemikian rupa, sehingga warga dapat
25Nisa Istiani, “Teori Ketergantungan (Dependency Theory) dan Teori Liberal (LiberalTheory)”, dalam Modul Hukum Investasi, dikumpulkan oleh Ridwan Khairandy, Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2006), hlm 260
26Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2008, hlm 158
mengetahui apa yang diharapkan; 3) undang-undang tidak boleh berlaku surut; 4) pengadilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan yang lain28.
1.3 Teori Keadilan
John Rawls berpendapat, keadilan sebagai fairness,29 yang subjek utamanya adalah struktur dasar masyarakat, atau lebih tepatnya cara lembaga-lembaga sosial utama mendistribusikan hak dan kewajiban fundamental serta menentukan pembagian keuntungan dari kerja sama sosial. Dengan kata lain, keadilan sebagai fairness
mengandung asas-asas, bahwa orang-orang yang merdeka dan rasional yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingannya, hendaknya memperoleh suatu kedudukan yang sama pada saat akan memulainya, dan itu merupakan syarat yang fundamental bagi mereka untuk memasuki perhimpunan yang mereka kehendaki30 Disatu sisi keadilan merupakan nilai yang mengarahkan setiap pihak untuk memberikan perlindungan atas hak-hak yang dijamin oleh hukum (unsur hak), sedangkan di sisi lain, perlindungan ini pada akhirnya harus memberikan manfaat kepada setiap individu (unsur manfaat).
Menurut Andre Ata Ujan, dalam membangun teori keadilan ini diharapkan mampu menjamin distribusi yang adil antara hak dan kewajiban dalam suatu masyarakat yang teratur. Kondisi ini dapat dicapai atau dirumuskan apabila ada
28Ida Bagus Putu Kumara Adi Adnyana, Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, Malang: Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitar Brawijaya, 2010, hlm. 95
29Jhon Rawls,A Theory of Justice,Cambridge, Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University Press, 1971, hlm. 3
30
kondisi awal yang menjamin berlangsungnya suatu proses yang fair yang disebut “posisi asali”, yaitu yang ditandai oleh prinsip kebebasan, rasionalitas dan kesamaan, atau yang disebut rasional dan sama-sama netral. Dengan kata lain posisi asali sebagai status quo awal yang menegaskan, bahwa kesepakatan fundamental dicapai secara fair.31 Dengan demikian kadilan berkaitan dengan hak. Hanya saja dalam konseptual keadilan, hak ini tidak dapat dipisahkan dengan pasangan antinominya, yaitu kewajiban. Seperti Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, dengan tegas mengamanatkan keserasian antara hak dan kewajiban sebagai manusia yang hidup dalam masyarakat. Keadilan hanya dapat tegak dalam masyarakat yang beradab, atau sebaliknya, hanya dalam masyarakat yang beradab keadilan dihargai. Jadi keadilan yang dimaksud adalah dalam konteks keseimbangan dari nilai-nilai antinomi yang ada yang meliputi semua bidang, baik dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Hanya dengan demikian akan dapat dipenuhi tujuan nasional, menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.32
2. Konsepsi
Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan, maka perlu dikemukakan definisi secara operasional untuk menghindarkan adanya penafsiran yang berbeda dalam pelaksanaan penelitian ini, definisi istilah atau konsep berfungsi untuk
31Andre Ata Ujan,Keadilan dan Demokrasi, Telaah Filsafat Politik John Rawls,Yogyakarta: Kanisius, cetakan ke-5, 2005, hlm. 25-26
menyederhanakan arti kata atau pengertian tentang ide-ide, hal-hal dan kata benda-benda maupun gejala sosial yang dipergunakan, agar orang lain yang membacanya dapat segera memahami maksudnya sesuai dengan keinginan penulis yang memakai konsep tersebut, dengan jelasnya pengutaraan konsep atau definisi tersebut akan memperlancarkan komunikasi antara penulis dengan pembaca yang ingin mengetahui isi tulisan atau penelitian tersebut, maka perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut :
a) Hak Guna Usaha merupakan hak atas tanah yang bersifat primer memiliki spesifikasi-spesifikasi tertentu.spesifikasi hak guna usaha tidak bersifat terkuat dan terpenuh dalam artian, hak guna usaha ini terbatas daya berlakunya, walaupun dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
b) Perusahaan Asing merupakan suatu perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Undang-Undang perseroan terbatas di Indonesia, dimana didalamnya terdapat unsur modal asing, tanpa memerhatikan besarnya modal asing tersebut dalam struktur permodalan suatu perseroan terbatas.33
c) Joint Ventureadalah suatu usaha kerja sama yang dilakukan antar penanaman modal asing dengan modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian atau kontrak belaka (kontrak), dalam arti ini pengertian joint venture
mengarah kepada pembentukan suatu badan hukum.
33
d) Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha diwilayah Republik Indonesia.
G. Metode Penelitian
1 Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Sifat penelitian ini adalah Preskriptif analisis yuridis. Dikatakan Preskriptif karena penelitian ini menguraikan atau mengambarkan secara sistematis, menyeluruh dan mendalam tentang landasan pemikiran tentang norma yang ada dibalik ketentuan Undang-Undang penanaman modal khususnya ketentuan mengenai pemberian hak guna usaha terhadap perusahaan asing. Dikatakan analisis yuridis karena dalam penelitian ini akan menguraikan, menjabarkan, dan menilai aspek hukum khususnya makna norma hukum yang berkaitan dengan Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap perusahaan Asing Dalam Bentuk joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal sehinnga dapat diketahui dasar pemberian hak guna usaha terhadap perusahaan asing.
2. Teknik Pengumpulan Data
3. Bahan Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder, yaitu terdiri dari bahan sekunder, yaitu terdiri bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
a) Bahan hukum primer terdiri dari norma atau kaedah dasar sebagaimana yang terdapat pada :
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing 6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai
7. Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 2 Tahun 2013 Tentang pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dan kegiatan pendaftaran tanah.
9. Kepala badan koordinasi penanaman modal Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang pedoman dan tata cara permohonan penanaman modal.
b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dan objek penelitian.
c) Bahan hukum tersier, bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus,majalah maupun internet.
4. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehinga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat terjadi. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data. Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen.
5. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja yang disarankan oleh data.34
Mengingat sifat penelitian maupun objek penelitian, maka semua data yang diperoleh akan dianalisa secara kualitatif, dengan cara data yang telah terkumpul dipisah-pisahkan menurut katagori masing-masing dan kemudian ditafsirkan dalam usaha untuk mencari jawaban terhadap masalah penelitian. Dengan menggunakan metode dedukatif ditarik suatu kesimpulan dari data yang telah selesai diolah tersebut yang merupakan hasil penelitian.