TESIS
Oleh
RUBEN SIANIPAR
117011003/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
RUBEN SIANIPAR
117011003/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Nama Mahasiswa : RUBEN SIANIPAR
Nomor Pokok : 117011003
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum) (Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum
2. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : RUBEN SIANIPAR
Nim : 117011003
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN HAK GUNA USAHA
TERHADAP PERUSAHAAN ASING DALAM BENTUK
JOINT VENTURE SETELAH UNDANG UNDANG
NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
2013 kepada Perusahaan Asing dalam bentuk joint venture setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Dimana pengujian Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 terhadap Undang Undang Dasar 1945 telah di uji di Mahkamah Konstitusi. Dalam pelaksanannya perusahaan asing yang menerima Hak Guna Usaha wajib berkerja sama dengan Penanam Modal Dalam Negeri dalam bentuk joint venture sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Penelitian ini bersifat Preskriptif, karena mengambarkan gejala-gejala, fakta, aspek aspek serta upaya hukum terhadap pemberian Hak Guna Usaha terhadap Perusahaan Asing dalam bentuk joint venture setelah Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal di Indonesia, dan pendekatan yuridis normatif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Prosedur Pemberian Hak Guna Usaha adalah atas permohonan pemohon untuk mengajukan atas Hak Guna Usaha kepada Pejabat yang berwenang Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional dengan tembusan kepada kepala daerah, sebelum melakukan permohonan Hak Guna Usaha investor asing harus berupa badan hukum Indonesia atau Perseroan Terbatas dimana investor asing wajib melakukan joint venture dengan Penanam Modal dalam Negeri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perusahaan asing sebagai pemohon terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan yang berisi tentang data diri pemohon dan Permohonan Hak Guna Usaha, setelah itu maka Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional melakukan proses pemberian/penerbitan surat keputusan Hak Guna Usaha dan setelah pemohon menerima kutipan surat keputusan Pemberian hak Guna Usaha tersebut, maka pemohon diwajibkan untuk segera memenuhi kewajiban berupa uang pemasukan kepada negara dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Disarankan kepada Kepala Badan pertanahan dan instansi instansi yang berkaitan dalam pemberian Hak Guna Usaha terhadap perusahaan asing harus melihat apakah pemberian Hak Guna Usaha memberikan kesejahteraan kepada Rakyat.
the form of joint venture after Law No. 25/2007, in which the examination of Law No. 25/2007 on the 1945 Constitution has been taken in the Constitutional Court. In its implementation, a foreign company which receives Leasehold is required to collaborate with Domestic Investment in the form of joint venture, according to the prevailing rules in Indonesia.
The research was prescriptive with judicial normative approach since it described phenomena, facts, legal aspects, and legal remedy in giving Leasehold to a foreign company in the form of joint venture after Law No. 25/.2007 on Capital Investment in Indonesia was enacted.
The result of the research showed that the procedure in giving Leasehold on the request by applicants to obtain Leasehold to Head of the National Land Board is regulated in the Regulation of Head of the National Land Board, with a copy to Regional Chief Executive. Before requesting Leasehold, a foreign investor is required to be an Indonesian legal entity or a Corporation in which it is required to perform joint venture with Domestic Investment according to the prevailing rules. A foreign company as an applicant is required to request in written form to Head of the Land Office by attaching his personal data and the Request for Leasehold. Head of the National Land Board then processes the issuance of the Decree of Leasehold and gives it to the applicant; after that, the applicant is required to immediately take a responsibility by paying an amount of money for State’s revenues and land and building acquisition fee.
It is recommended that Head of the National Land Board and the agencies concerned, in giving Leasehold to foreign companies, find out whether the giving of Leasehold had the benefit for the people.
menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis Yuridis Pemberian Hak Guna Usaha
Terhadap Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang
Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (MKn)
Universitas Sumatera Utara. Keberhasilan dalam penulisan tesis diperoleh dengan
melalui beberapa proses, dimana dalam proses penulisan sampai dengan selesai tidak
terlepas dari peran para pihak yang turut serta dalam memberi arahan, bimbingan,
saran, kritik dan motivasi. Sehingga pada kesempatan yang berbahagia ini, Penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K) Rektor
Universitas Sumatera Utara atas sarana dan fasilitas kampus yang mendukung
Penulis dalam mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister
Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan (MKn) dan Komisi Pembimbing saya, dimana selama
masa kepemimpinannya telah menciptakan dan menjamin terlaksananya proses
belajar mengajar dengan baik dan membimbing saya dengan penuh perhatian
memberikan arahan, saran, kritik maupun motivasi sehingga tesis dapat
diselesaikan dengan baik.
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi
Magister Kenotariatan (MKn) sekaligus sebagai Dosen Penguji, yang telah
banyak memberikan arahan, saran dan kritik yang sangat membantu dalam
5. Dosen Bapak Prof. Dr. Suhaidi., SH, M.H selaku dosen Pembimbing yang telah
dengan penuh perhatian memberikan arahan, saran, kritik maupun motivasi
sehingga tesis dapat diselesaikan dengan baik.
6. Bapak Notaris Dr. H. Syahril Sofyan, SH, MKn selaku Dosen Penguji yang telah
banyak memberikan arahan, saran dan kritik yang sangat membantu dalam
penulisan tesis ini.
7. Orangtua Penulis, Almarhun Efendi Sianipar dan Rosmada Hutagaol yang
dengan perhatian penuh dan tidak pernah bosan memberikan motivasi, saran dan
doanya yang sangat membantu Penulis khususnya pada saat Penulis mengalami
kesulitan dan kebuntuan.
8. Abang penulis Afpin Prabowo Sianipar ST, kakak ipar Penulis Rila Sari Ginting
SH, adik Penulis Sri Maria Sianipar Amd dan Nadia Hartati Sianipar, serta teman
dekat wanita Penulis Ns.Rusmita Silaban, S.Kp. yang juga telah memberikan
dorongan semangat dan doa kepada Penulis.
9. Rekan-rekan Program Magister Kenotariatan sekalian, khususnya Stambuk 2011
yang telah bersama-sama dengan Penulis mengikuti pendidikan sejak awal,
kiranya hubungan baik yang sudah terjalin selama ini akan tetap terjalin untuk
selanjutnya.
10. Sahabat Penulis Tigor Sinambela SH, Rismanto Panjaitan SE, Simon Simbolon
SH dan Samson Marpaung yang memberikan semangat dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna dan memiliki
kekurangan, akan tetapi Penulis berharap penulisan tesis ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak.
Hormat saya,
Nama : Ruben Sianipar
Tempat/ Tanggal Lahir : Rantauprapat/25 mei 1987
Status : Belum Kawin
Alamat : Jl.Cempaka 12,Padang bulan Medan
II. ORANG TUA
Nama Ayah : Almarhum Efendi Sianipar
Nama Ibu : Rosmada Hutagaol
III. PENDIDIKAN
SD : SD Swasta Methodist 2 Rantauprapat Tamat Tahun 1999
SLTP : SLTP RK Bintang Timur Rantauprapat Tamat Tahun 2002
SMU : SMU Negeri I Rantauprapat Tamat Tahun 2005
S1 : Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Tamat Tahun 2010
S2 : Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU Tamat
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR ISTILAH ASING ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 15
E. Keaslian Penelitian ... 16
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16
1. Kerangka Teori ... 16
2. Konsepsi ... 23
G. Metode Penelitian ... 25
1. Spesifikasi Penelitian ... 25
2. Teknik Pengumpulan Data ... 25
3. Bahan Data ... 26
4. Alat Pengumpulan Data ... 27
5. Analisis Data ... 28
C. Konsekwensi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-V/2007 22/PUU-V/2007.Perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Terhadap
Undang-Undang Dasar... 57
BAB III PROSEDUR BERDIRINYA PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL SETELAH UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL ... 61
A. Pengertian Joint Venture pada Perusahaan Penanaman Modal ... 61
B. Tata Cara Penanaman Modal di Indonesia... 73
C. Prosedur Pendirian Perusahaan Penanaman Modal Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal ... 79
BAB IV KENDALA KENDALA YANG DIHADAPI PERUSAHAAN ASING PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007... 84
A. Kendala Dalam Penerapan Undang-Undang Penanaman Modal ... 84
B. Kendala Perizinan Penanaman Modal . ... 90
C. Kendala Dalam Kerjasama Penanaman Modal ... 94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...100
A. Kesimpulan ... 100
B. Saran ... 101
(inevitable)Tidak dapat dihindarkan
(law enforcement)Penegakan hukum
(investasi) Penanaman modal
(home work)Pekerjaan rumah
(differensiated welfare state)Negara kesejahteraan terdifereniasi
(integrated welfare state)Negara kesejahteraan yang terintergrasi
(corporatist welfare state)Negara kesejahteraan yang koorporatis
(welfare state modern)Negara kesejahteraan modern
(bestuurzorg)Kesejahteraan umum
(public service)Pelayanan publik
(library research)Penelitian kepustakaan
(friess ermessen doelmatige) Keputusan pemerintah dianggap paling baik
(rechtmatige) berdasarkan hukum
(bargaining position)Posisi tawar
(direct investment) Investasi secara langsung
(portofolio investment)Investasi portofolio
(law of contract) Hukum perjanjian
( choice of law)pilihan hukum
(skill)kemampuan
(joint venture company) Perusahaan patungan
(nachwalkerstaats)Penjaga malam
(fairness)Keadilan
(recent death coral)koral mati dari alam
(repatriasi)Pengiriman
(doelmatige)Sesuai dengan tujuan
(project proposal)Proposal proyek
(domestic countervailing power)Pembatasan kekuasaan pemodal dalam negeri
(capital gain)Surat berharga
2013 kepada Perusahaan Asing dalam bentuk joint venture setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Dimana pengujian Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 terhadap Undang Undang Dasar 1945 telah di uji di Mahkamah Konstitusi. Dalam pelaksanannya perusahaan asing yang menerima Hak Guna Usaha wajib berkerja sama dengan Penanam Modal Dalam Negeri dalam bentuk joint venture sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Penelitian ini bersifat Preskriptif, karena mengambarkan gejala-gejala, fakta, aspek aspek serta upaya hukum terhadap pemberian Hak Guna Usaha terhadap Perusahaan Asing dalam bentuk joint venture setelah Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal di Indonesia, dan pendekatan yuridis normatif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Prosedur Pemberian Hak Guna Usaha adalah atas permohonan pemohon untuk mengajukan atas Hak Guna Usaha kepada Pejabat yang berwenang Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional dengan tembusan kepada kepala daerah, sebelum melakukan permohonan Hak Guna Usaha investor asing harus berupa badan hukum Indonesia atau Perseroan Terbatas dimana investor asing wajib melakukan joint venture dengan Penanam Modal dalam Negeri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perusahaan asing sebagai pemohon terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan yang berisi tentang data diri pemohon dan Permohonan Hak Guna Usaha, setelah itu maka Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional melakukan proses pemberian/penerbitan surat keputusan Hak Guna Usaha dan setelah pemohon menerima kutipan surat keputusan Pemberian hak Guna Usaha tersebut, maka pemohon diwajibkan untuk segera memenuhi kewajiban berupa uang pemasukan kepada negara dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Disarankan kepada Kepala Badan pertanahan dan instansi instansi yang berkaitan dalam pemberian Hak Guna Usaha terhadap perusahaan asing harus melihat apakah pemberian Hak Guna Usaha memberikan kesejahteraan kepada Rakyat.
the form of joint venture after Law No. 25/2007, in which the examination of Law No. 25/2007 on the 1945 Constitution has been taken in the Constitutional Court. In its implementation, a foreign company which receives Leasehold is required to collaborate with Domestic Investment in the form of joint venture, according to the prevailing rules in Indonesia.
The research was prescriptive with judicial normative approach since it described phenomena, facts, legal aspects, and legal remedy in giving Leasehold to a foreign company in the form of joint venture after Law No. 25/.2007 on Capital Investment in Indonesia was enacted.
The result of the research showed that the procedure in giving Leasehold on the request by applicants to obtain Leasehold to Head of the National Land Board is regulated in the Regulation of Head of the National Land Board, with a copy to Regional Chief Executive. Before requesting Leasehold, a foreign investor is required to be an Indonesian legal entity or a Corporation in which it is required to perform joint venture with Domestic Investment according to the prevailing rules. A foreign company as an applicant is required to request in written form to Head of the Land Office by attaching his personal data and the Request for Leasehold. Head of the National Land Board then processes the issuance of the Decree of Leasehold and gives it to the applicant; after that, the applicant is required to immediately take a responsibility by paying an amount of money for State’s revenues and land and building acquisition fee.
It is recommended that Head of the National Land Board and the agencies concerned, in giving Leasehold to foreign companies, find out whether the giving of Leasehold had the benefit for the people.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara historis keberadaan penanaman modal asing di Indonesia sebenarnya
bukan merupakan fenomena yang baru, mengingat modal asing sudah hadir di
Indonesia sejak zaman kolonial dahulu. Namun tentunya kehadiran penanaman modal
asing pada masa kolonial berbeda dengan masa setelah merdeka, karena tujuan dari
penanaman modal asing dimasa pada masa kolonial tentu didedikasikan untuk
kepentingan pihak penjajah dan bukan untuk kesejahteran bangsa Indonesia.1
Sejarah penanaman modal asing di Indonesia tidak terlepas dari awal
dilakukan perdangangan internasional di Indonesia pada sekitar tahun 1511, dimana
pada saat itu para pedagangan komoditas rempah rempah yang mempunyai nilai
sangat strategis pada masa itu. Kegiatan perdagangan internasional tersebut
berkembang terus menjadi kegiatan yang bersifat kolonialisme di wilayah Indonesia,
bukan saja oleh bangsa Portugis, tetapi juga oleh bangsa-bangsa lainnya, yaitu
Belanda (tahun 1596-1795) selanjutnya tahun (1816-1942), Perancis (tahun
1795-1811), Inggris (tahun1811-1816) dan Jepang (tahun 1942-1945)2.
1
David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, Jakarta: Kencana, hlm. 1
2
Pada masa awal penjajah kehadiran multinational company seperti verenigde
Oost Indische Compagnie (VOC) dalam kegiataan perdagangan rempah-rempah di
Indonesia juga memiliki peran yang sangat penting, khususnya dalam
merepresentasikan kepentingan kerajaan belanda. Selanjutnya, kegiatan penanaman
modal asing di zaman kolonialisme juga semakin berkembang agresif sejak
diundangkan Agrarische wet pada tahun 1870 oleh pemerintah kolonial Hindia
Belanda, yang ditandai dengan berkembang usaha-usaha perkebunan besar di wilayah
Indonesia.
Peningkatan penanaman modal asing di Indonesia tidak datang dengan
sendirinya. Hal itu memerlukan kerja keras untuk dapat menciptakan ikilm investasi
yang kondusif. Salah satu isu klasik yang sangat signifikan dalam menciptakan iklim
investasi yang kodusif di Indonesia adalah masalah penegakan hukum (law
enforcement),disamping masalah masalah lainnya, seperti keterbatasan infrastruktur,
keamanan, dan stabilitas sosial politik. Dalam melakukan penegakan hukum terdapat
tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu: Kepastian Hukum, Kemanfaatan, dan
Keadilan, yang harus berjalan secara harmonis3
Apabila penegakan hukum hanya memperhatikan kepastian hukum semata,
maka pelaksanannya dapat mengabaikan keadilan serta kemanfaatannya dimasyarakat
begitu pula sebaiknya apabila salah satu unsur tersebut terlalu lalu diutamakan, maka
pelaksanannya dapat mengabaikan unsur-unsur lainnya.
3
Dengan luas lahan yang masih tersedia partisipasi modal dalam negeri belum
cukup memadai, jika tidak didukung modal asing. Potensi yang ada dalam negeri
masih memerlukan dukungan moral, tenaga dan skill dari luar negeri. Namun
demikian kebijaksanan pemanfaatan modal dari luar negeri harus tetap
memperhatikan batas batas yang tidak sampai bertentangan dengan tujuan
pembangunan itu sendiri.
Hak Guna Usaha (HGU) merupakan hak atas tanah yang bersifat primer yang
memiliki spesifikasi-spesifikasi tertentu.4 Spesifikasi hak guna usaha tidak besifat
terkuat dan terpenuh.
Hukum investasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hukum
agraria karena setiap investor, terutama investor asing, diberikan hak untuk
menggunakan hak atas tanah di Indonesia. Namun, dalam Pasal 22 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan jangka
waktu pengguna hak atas tanah. Hak atas tanah yang dapat digunakan investor,
seperti HGU, HGB, dan Hak Pakai, Hak Guna Usaha (HGU) dapat diberikan dengan
jumlah 95 tahun, dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus
selama 60 tahun dan dapat diperbaharui selama 35 tahun. Hak Guna Bangunan
(HGB) dapat diberikan dengan jumlah 80 tahun, dengan cara dapat diberikan dan di
perpanjang di muka sekaligus selama 50 tahun dan dapat diperbaharui selama 30
tahun. Hak Pakai (HP) dapat diberikan dengan jumlah 70 tahun. Dengan cara dapat
diberikan dan di perpanjang di muka sekaligus selama 45 tahun dan dapat
diperbaharui selama 25 tahun.5
Namun pada tanggal 17 Maret 2008 diputuskan dalam rapat permusyawaratan
hakim konstitusi dibatalkan disebabkan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,
sehingga Pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 dimaksud menjadi
berbunyi:
1. Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf (a) dapat diberikan dan diperpanjang dan dapat diperbaruhi kembali atas penanam modal.
2. Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diberikan dan diperpanjang untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain: a) Penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan
perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing;
b) Penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiataan penanaman modal yang dilakukan;
c) Penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas; d) Penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah Negara;
e) Penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum;
3. Hak atas tanah dapat diperbaruhi setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.
4. Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan dan yang dapat diperbaruhi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan dan dibatalkan oleh pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan.6
Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007 tidak mengatur
mengenai bentuk kerja sama penanaman modal asing. Namun, karena dalam
5
Dalam Pasal 22 UUPM 2007
6
kaitannya dengan penanaman modal asing dilakukan dalam bentuk-bentuk kerja sama
tertentu, pembahasan mengenai hal tersebut tidaklah dapat ditinggalkan Apalagi
dalam era globalisasi di mana di dalamnya terdapat liberalisasi perdagangan dan
investasi, kehadiran bentuk kerja sama dalam menjalankan usaha sangatlah
dibutuhkan demi kelangsungan usaha.7 Terutama dalam bidang penanaman modal
asing, di mana perkembangan kerjasama dengan pihak asing dengan Negara
Indonesia baik dengan pihak pemerintah maupun dengan pihak swasta sangatlah
penting terutama dalam kaitannya dengan alih teknologi dan alih keterampilan.
Bentuk kerjasama tersebut tidak terbatas kepada kerja sama dagang, tetapi
juga kerja sama dibidang penanaman modal, baik untuk sektor jasa, perdagangan,
maupun sektor industri.
Menurut Ismail Suny,8 bentuk kerja sama berdasarkan klasifikasi dan/atau
alasan-alasan tertentu, baik politas maupun ekonomis adalah sebagai berikut:
1) Kerja sama dalam bentuk joint venture. Dalam hal ini para pihak tidak membentuk suatu badan hukum yang baru (badan hukum Indonesia).
2) Kerja sama dalam bentuk joint enterprise. Di sini para pihak bersama-sama dengan modalnya (modal asing dan modal nasional) membentuk badan hukum baru, yakni badan hukum Indonesia.
3) Kerja sama dalam bentuk kontrak karya, serupa dengan perjanjian kerja sama dalam bidang pertambangan minyak dan gas bumi. Dalam bentuk kerja sama tersebut, pihak asing(investorasing) membentuk badan hukum Indonesia. Badan hukum Indonesia dengan modal asing inilah yang menjadi pihak pada perjanjian tersebut, sedangkan pihak lainnya adalah badan hukum Indonesia dengan modal nasional.
7
Ruchyat, Kedudukan Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal, Jakarta, Bina cipta, hlm. 20.
8
Penanaman modal asing harus sejalan dengan program pembangunan nasional
yang mengutamakan sektor-sektor produksi yang belum mencukupi kebutuhan dalam
negeri yang memperluas ekspor dengan tidak mengabaikan kepentingan rakyat dan
perkembangan perusahaan nasional. PMA harus benar benar memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan memberikan hak atas tanah kepada perusahaan, yang luasnya
cukup besar harus melibatkan beberapa instansi. Hal ini diperlukan untuk mencegah
timbulnya penggunaan dan penguasaan tanah yang tumpang tindih, demikian pula
perlu dihindari apa yang diharapkan dari PMA dengan apa yang terjadi dilapangan.
Seperti pemberian hak guna usaha bisa aja melibatkan Dinas Perkebunan, Pemerintah
Daerah, Badan Pertanahan Nasional, Departemen Kehutanan, Kependudukan dan
Lingkungan Hidup, dan sebagainya.
PMA yang melaksanakan usahanya di Indonesia dengan mempergunakan
tanah hak guna usaha, harus diberikan syarat syarat tertentu seperti9
1. Bentuk perusahaan 2. Lama perusahaan 3. Jumlah investasi
4. Pemanfaatan tenaga kerja 5. Daerah/tempat berusaha 6. Jenis usaha
7. Jangka waktu penggunaan tanah
8. Syarat-sayarat teknis dan juridis lainnya.
Pembangunan yang diinginkan bangsa Indonesia adalah pembangunan yang
berorintasi kepada kepentingan rakyat banyak. Pembanguna harus dapat
9
mengantarkan Rakyat Indonesia ketingkat yang lebih baik. Dalam pemanfaatan tanah
untuk usaha pertanian harus tetap dijaga keseimbangan produksi tanah dan
kelestarian alam dan lingkungan serta kelestarian dan keseimbangan secara
keseluruhan.
Kekayaan alam, baik yang ada dipermukaan ataupun yang terkandung
didalamnya yang merupakan kekuatan ekonomi potensial, terdapat banyak diseluruh
tanah air. Kekuatan ekonomi potensial ini masih banyak yang belum diolah untuk
dijadikan kekuatan ekonomi riil. Karena tidak tersedianya modal, keahlian,
pengalaman dan teknologi. Kebijaksanaan pemanfaatan modal asing, harus
mempertimbangkan segala aspek, terutama aspek sosialnya, agar jangan sampai
menimbulkan hal hal yang dapat merugikan Rakyat yang rata-rata masih termasuk
ekonomi lemah.
Dalam rangka meningkatkan gairah dan iklim investasi, pemerintah
memberikan fasilitas hak atas tanah kepada modal asing. Hal ini diatur dalan
Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1980 tentang Pemanfaatan Tanah Guna Usaha
dan Hak Guna Bangunan Untuk Usaha Patungan dalam Rangka Penanaman Modal
Asing. Keputusan ini menyebutkan bahwa, hak guna usaha dalam rangka penanaman
modal asing di pegang oleh peserta Indonesia atas nama badan hukum peserta
Indonesia dalam usaha patungan yang bersangkutan. Jika dalam usaha patungan
terdapat lebih dari satu peserta Indonesia, maka hak guna usaha diberikan atas nama
diajukan oleh peserta Indonesia yang dapat diperoleh dalam jangka waktu 35 tahun
dengan kemungkinan diperpanjang paling lama menjadi 60 tahun.
Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1980 dicabut dengan Keputusan Presiden
Nomor 34 Tahun 1992 tentang Pemanfaatan Tanah Hak Guna Usaha dan Hak Guna
Bangunan Untuk Usaha Patungan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam
Pasal 1 ayat (4) disebutkan bahwa, hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu
paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu
paling lama 25 (dua puluh lima) tahun sepanjang perusahaan yang bersangkutan
masih menjalankan usahanya dengan baik dan dapat diperbaharui.
Selanjutnya, Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha yang
dipegang oleh perusahaan patungan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani
hak tanggungan. Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa, dalam hal perusahaan
patungan memerlukan tanah untuk keperluan bangunan pabrik, gudang, perumahan
karyawan dan bangunan-bangunan lainnya, maka kepada usaha patungan tersebut
dapat diberikan hak guna bangunan atas tanah yang bersangkutan menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan ketentuan tanah yang dimohon
tersebut terletak di luar areal yang sudah ada Hak Guna Usahanya.
Pelaksanaan lebih lanjut mengenai hak guna usaha ini telah ada sejak
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah. Diketahui bahwa pemberian
hak atas tanah berkaitan dengan subjek dan objek serta proses yang terjadi dalam
diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, dinyatakan bahwa:
yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha adalah: (a) warga Negara Indonesia; (b)
badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
Berkaitan dengan ketentuan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996 di atas, Sudargo Gautama dan Ellyda T. Soetiarto10 mengatakan bahwa
di Indonesia diperlukan sistem inkorporasidan juga prinsip legal seat dan real seat
(tempat kedudukan menurut hukum atau menurut keadaan sebenarnya).
Menyangkut tanah yang dapat diberikan dengan HGU telah diatur dalam Pasal
4 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, sebagai berikut:
1) Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah tanah Negara.
2) Dalam hal tanah yang akan diberikan dengan HGU itu adalah tanah Negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian HGU dapat dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan.
3) Pemberian HGU atau tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku, pelaksanaan ketentuan HGU tersebut baru dapat dilaksanakan setelah pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Dalam hal diatas tanah yang akan diberikan dengan HGU itu terdapat tanaman dan/ atau bangunan milik pihak lain yang berkeberadaanya berdasarkan atas hak yang sah, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberi ganti kerugian yang dibebankan pada pemegang HGU baru.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti rugi sebagaiman dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Dalam pemberian HGU kepada perorangan dan badan hukum, maka hal ini
sangat berkaitan pula dengan luas tanah yang akan diberikan HGU tersebut.
10
Hal ini sesuai ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
dinyatakan sebagai berikut.
1) Luas minimum tanah yang dapat diberikan dengan HGU adalah 5 hektar.
2) Luas maksimum yang dapat diberikan dengan HGU kepada perorangan adalah 25 hektar.
3) Untuk penetapan luas tanah yang akan diberikan kepada badan hukum ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwewenang di bidang usaha yang bersangkutan dengan mengingat luas yang diperlukan untuk melaksanakan suatu usaha yang paling berdaya guna di bidang yang bersangkutan.
Dalam kenyataanya, HGU merupakan hak atas tanah yang mengalami
perkembangan pesat. Hai ini dipengaruhi oleh perkembangan dunia usaha (bisnis)
yang begitu pesat, seiring dengan adanya kebijakan pemerintanh yang memberi
rangsangan terhadap pengembangan usahaagrobisnisdanagroindustri.
Dalam hal mengembangkan usaha-usaha dalam sektor agrobisnis dan
agroindustri dimaksud, maka salah satu persyaratan yang harus tersedia adalah
adanya tanah luas yang mendukung lokasi usaha tersebut. Adanya pengaturan HGU
ini telah memberikan kemudahan kepada pemegang HGU untuk melakukan
perpanjangan apabila jangka waktu HGU telah (akan) berakhir.
Perlu diperhatikan bahwa, pemberian HGU atau HGB sekaligus antara
perpanjangan dengan pembaruannya, tidak berarti mengubah ketentuan dalam
UUPA, yang diberikan adalah jaminan Menyerahkan kembali tanah yang diberikan
dengan HGU kepada Negara sesudah HGU tersebut hapus untuk diperpanjang
dan/atau diperbaharui dan sebelum perpanjangan atau pembaruan itu diberikan, akan
Apabila syarat-syarat ternyata dipenuhi, maka tata cara perpanjangan atau perbaruan
hak disederhanakan, yaitu cukup dengan cara mencatat perpanjangan dan
pembahruan tersebut dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah.
Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007 tidak mengatur
mengenai bentuk kerja sama penanaman modal asing. Namun, karena dalam
kaitannya dengan penanaman modal asing dilakukan dalam bentuk-bentuk kerja sama
tertentu, pembahasan mengenai hal tersebut tidaklah dapat ditinggalkan Apalagi
dalam era globalisasi di mana di dalamnya terdapat liberalisasi perdagangan dan
investasi, kehadiran bentuk kerja sama dalam menjalankan usaha sangatlah
dibutuhkan demi kelangsungan usaha,11 Terutama dalam bidang penanaman modal
asing, di mana perkembangan kerjasama dengan pihak asing dengan Negara
Indonesia baik dengan pihak pemerintah maupun dengan pihak swasta sangatlah
penting terutama dalam kaitannya dengan alih teknologi dan alih keterampilan.
Bentuk kerjasama tersebut tidak terbatas kepada kerja sama dagang, tetapi juga
kerja sama dibidang penanaman modal, baik untuk sektor jasa, perdagangan, maupun
sektor industri.
Bentuk kerja sama dalam kaitannya dengan penanaman modal dilakukan dalam
bentuk joint venture, joint enterprise, kontrak production sharing, dan lain-lain,
dimana bentuk-bentuk kerjasama tersebut memiliki perbedaan, keunggulan, dan
kekurangan masing-masing.
Menurut Ismail Suny12, bentuk kerja sama berdasarkan klasifikasi dan/atau
alasan-alasan tertentu, baik politas maupun ekonomis adalah sebagai berikut:
1 Kerja sama dalam bentuk joint venture. Dalam hal ini para pihak tidak membentuk suatu badan hukum yang baru (badan hukum Indonesia).
2 Kerja sama dalam bentuk joint enterprise. Di sini para pihak bersama-sama dengan modalnya (modal asing dan modal nasional) membentuk badan hukum baru, yakni badan hukum Indonesia.
3 Kerja sama dalam bentuk kontrak karya, serupa dengan perjanjian kerja sama dalam bidang pertambangan minyak dan gas bumi. Dalam bentuk kerja sama tersebut, pihak asing (investor asing) membentuk badan hukum Indonesia. Badan hukum Indonesia dengan modal asing inilah yang menjadi pihak pada perjanjian tersebut, sedangkan pihak lainnya adalah badan hukum Indonesia dengan modal nasional.
Masalah pembenahan proses perizinan penanaman modal diIndonesia
merupakan pekerjaan rumah (home work) yang tampaknya tidak pernah selesai
dikerjakan dengan baik. Birokrasi perizinan usaha sering kali bahkan menimbulkan
biaya tinggi dalam dunia usaha, dikarenakan adanya biaya-biaya tidak resmi dalam
pengurusan perizinan usaha tersebut. Hal ini tentu sangatlah memengaruhi iklim
investasi di Indonesia, dimana sering kali survei-survei yang dilakukan menunjukkan
bahwa ternyata melakukan suatu kegiataan usaha yang proses pengurusannya dari
segi waktu serta biaya masih terbilang tidak efisien dan sangat birokratis.13
Bagi Indonesia, kegiatan penanaman modal/investasi langsung, baik dalam
bentukinvestasi asing maupun investasi dalam negeri mempunyai kontribusi secara
langsung bagi pembangunan. Penanaman modal akan semakin mendorong
pertumbuhan ekonomi, ahli teknologi dan pengetahuan, serta menciptakan lapangan
12
Ibid,hlm. 7
13
kerja baru untuk mengurangi angka pengangguran dan mampu meningkatkan daya
beli masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang hanya mampu pada konsumsi akan
berjalan lambat pada akhirnya akan memunculkan persoalan peningkatan angka
pengangguran yang tentunya akan berimbas pada meningkatnya jumlah mayarakat
miskin dan berimbas pada terciptanya in-stabilitas politik dan keamanan.
Atas dasar hal tersebut, hal yang menjadi suatu keharusan yang tidak dapat
dipungkiri dan dihindari adalah upaya untuk mendorong investasi harus dilakukan.
Hanya dengan mendoronginvestasi, maka pertumbuhan ekonomi dapat terus dipacu
yang pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, mengurangi
pengangguran, dan mengentaskan kemiskinan.14
berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat di ambil sebuah kesimpulan
bahwa kegiataan yang menyangkut Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap perusahaan
Asing Dalam BentukJoint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal, sehingga perlu pengembangan yang lebih mendalam
yang terkait dengan bagaimana mengetahui kebutuhan kebutuhan dan masalah
masalah yang ada di Indonesia sehingga investor melakukan penanaman modal. Oleh
karena hal tersebutlah yang menjadi dasar pemikiran untuk melakukan analisisi
yuridis lebih lanjut mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan Pemberian Hak
Guna Usaha Terhadap Perusahaan asing yang dilakukan oleh pemerintah serta
14
dampak dampaknya yang dirasakan oleh masyarakat, terutama oleh orang asing yang
melakukan penanaman modal asing di Indonesia.
Dan karenanya, dalam hal ini sangat menarik sekali untuk melakukan penelitian
mengenai bentuk, “Analisis Yuridis Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap
Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal “
Isu hukum inilah yang menjadi fokus penelitian ini dan itulah sebabnya perlu
dilakukan penelitian terhadap Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap perusahaan
Asing Dalam BentukJoint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1 Apakah Prosedur Pemberian Hak Guna Usaha terhadap Perusahaan Asing di
Indonesia setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 telah memberikan
kepastian hukum terhadap Perusahaan Asing di Indonesia?
2 Bagaimanakah Prosedur berdirinya Perusahaan Penanaman Modal setelah
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal?
3 Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi Perusahaan Asing di Indonesia Pasca
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penulisan tesis ini adalah ;
1. Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur Pemberian Hak Guna Usaha
kepada Perusahaan Penanaman Modal di Indonesia setelah Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis Prosedur berdirinya suatu Perusahaan
Penanaman Modal setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala kendala yang dihadapi
perusahaan asing di Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis, yaitu :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para
akademisi maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna
menambah khasanah ilmu hukum dan hukum bisnis secara khusus juga
diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan Undang Undang
nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
a) Sebagai pedoman masukan bagi pemerintah dalam menetukan kebijakan
maupun regulasi dalam menyusun peraturan pelaksana lebih lanjut terkait
pelaksanaan Penanaman Modal asing.
b) Sebagai informasi bagi praktisi bisnis (para pelaku usaha, pemegang saham
dan komisaris) dan investor untuk memahami peraturan penanaman modal
dan pelaksanaannya.
c) Memberikan pemahaman yang dianggap tepat bagi masyarakat agar
memahami perusahaan asing dan penanaman modal di Indonesia.
d) Sebagai bahan kajian bagi para akademisi untuk pengembangan lebih lanjut
mengenai hal hal tentang penanaman modal di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya dilingkungan universitas
sumatera utara umumnya dan kepustakaan kenotariatan universitas sumatera utara,
penelitian mengenai “Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing
Dalam BentukJoint Venture setelah Undang Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal” belum pernah dilakukan penelitian.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
sipembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin ia setuju
ataupun tidak disetujuinya. Ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti15.
Teori itu sendiri adalah serangkaian proposisi atau keterangan yang saling
berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu
penjelasan atau suatu gejala.16
Sementara itu teori menurut Kerlinger adalah “A set of interrelated constructs
(concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena
by specifying relations among variables, with the purpose of explaining predicting
the phenomena”17 (Jadi teori adalah seperangkat proposisi yang berisi konstruksi
(konsep abstrak) ataupun konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan
antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang
digambarkan oleh satu variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana
hubungan antara variabel tersebut).
Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistematiskan
penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan
dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan
“mengapa? Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesusaian
dengan objek empiris untuk dapat dinyatakan benar. Didalam formulasi Radbruch,
15
M.Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm. 80
16
Duane R. monette, Thomas J.Sullivan, Cornell R. Deyong, Applied Social Research, New York, Cicago, Sanfrancisco: Holt, Rinehart and Winston, Inc. 1986, hlm. 2
17
tugas teori hukum adalah untuk membuat jelas nilai-nilai hukum dan
postulat-postulatnya sehingga sampai pada dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.18
Berdasarkan pengertian teori dan fungsi serta daya kerja teori tersebut diatas
dihubungkan dengan judul penelitian ini tentang Pemberian Hak Guna Usaha
Terhadap Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang
Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, maka teori yang dipergunakan 3
(tiga) teori , yaitu
1,1 Teori Kesejahteraan Negara
Pada hakikatnya, Negara yang menganut paham kesejahteraan modern(welfare
state modern)juga merupakan Negara hukum modern atau Negara hukum dalam arti
materil yang selanjutnya dikenal dengan Negara kesejahteraan modern. Negara
kesejahteraan ini lahir sebagai reaksi terhadap gagalnya konsep Negara hukum liberal
dalam mewujudkan kesejahteraan warganya. Ajaran Negara hukum liberal
berpandangan bahwa, fungsi Negara harus dibatasi secara minimal, sehingga
kebebasan penguasa untuk melakukan tindakan sewenang-wenang.
Konsep Negara kesejahteraan, selain mengharuskan setiap tindakan Negara
berdasarkan hukum juga Negara diberikan tugas dan tanggung jawab untuk
mensejahterakan masyarakat. Ciri-ciri Negara kesejahteraan adalah sebagai berikut.19
18
W. Friedmann, Legal Teory: Teori dan Filsafat Hukum Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum, Susunan I,Terjemahan: Mohamad Arifin, Jakarta: CV. Rajawali. 1984 ,hlm. 2
19
a) Dalam Negara kesejahteraan yang diutamakan adalah terjaminnya hak-hak asasi sosial ekonomi rakyat.
b) Pertimbangan-pertimbangan efisiensi dan manajemen lebih diutamakan daripada pembagian kekuasaan yang berorientasi politis, sehingga peranan eksekutif lebih besar daripada legislatif
c) Hak milik tidak bersifat mutlak
d) Negara tidak hanya menjaga ketertiban dan keamanan atau sekedar penjaga malam, melainkan Negara turut serta dalam usaha-usaha sosial dan ekonomi
e) Peranan hukum publik condong mendesak hukum privat, sebagai konsekuensi semakin luasnya peranan Negara
f) Lebih bersifat Negara hukum materil yang mengutamakan keadilan yang materil pula.
Konsep Negara kesejahteraan dalam perkembangannya dibedakan antara
Negara kesejahteraan terdifereniasi (differensiated welfare state) biasanya disebut
sebagai Negara kesejahteraan (welfare state) saja dan Negara kesejahteraan yang
terintegrasi(integrated welfare state) dikenal dengan Negara koorporatis (corporatist
welfare state) sebagai pengembangan yang pertama.20
Dalam koorporasi, pemerintah bekerjasama dengan komunitas bisnis dan
serikat pekerja dalam mengatur ekonomi dan mengintegrasikan kesejahteraan sosial
ke dalam kebijakan ekonomi dan sosial yang menyeluruh.21 Idealnya Indonesia
masuk dalam kategori Negara kesejahteraan yang koorporasi, karena didasarkan pada
tujuan Negara yang terdapat dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang
menekankan pada tanggung jawab Negara terhadap kesejahteraan rakyatnya.
20
Rames Mishra,The Welfare State in Crisis, Helfelster Wheatsheaf, 1984, hlm. 180
21
Secara kontemporer, konsep Negara hukum yang banyak diterapkan adalah
Negara kesejahteraan(welfare state, welvaarstaat)atausosiale rechsstaat.22
Dalam konsep Negara hukum modern, kapasitas tugas dan fungsi pemerintahan
bukan lagi hanya sebagai penjaga malam (nachwalkerstaats), melainkan lebih luas
dari itu. Pemerintah dalam hal ini diserahi tugas dan tanggung jawab untuk
menyelenggarakan kesejahteraan umum (bestuurzorg).23 Tugas Negara yang di
lapangan adalah penyelanggaraan kesejahteraan umum untuk mencapai masyarakat
yang adil dan makmur, baik secara materil maupun secara spiritual dan dilakukan
melalui public service (pelayanan publik). Pelayanan umum yang demikian luasya
mencakup pelayanan dalam bidang pertanahan, termasuk pengaturan (Regulasi),
pelaksanaan kewewenangan aparat pertanahan sampai pada penegak hukum
pertanahan.
Esping-Andersen yang dikutip oleh Darmawan Triwibowo dan Sugeng
Bahgijo,24 memberikan ruang lingkup yang tegas tentang Negara kesejahteraan,
bahwa:
bukan hanya suatu mekanisme untuk melakukan intervensi terhadap atau
mengkoreksi, struktur ketidaksetaraan yang ada, namun merupakan suatu sistem
stratifikasi sosial yang khas. Negara kesejahteraan merupakan suatu kekuatan yang
dinamis dalam penataan ulang relasi sosial.
22
DHM. Meuwissen, Pengembanan Hukum, Jurnal Projustitia, tahun XII No. 1, Januari 1994, hlm. 48
23
SF. Marbun dan Moh. Mahfud M, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, Liberty, 2004. hlm. 45
24
Selanjutnya Sunaryati Hartono25 menegaskan, bahwa Negara kesejahteraan
adalah Negara hukum dalam arti materil, yaitu Negara hukum yang dapat membawa
keadilan sesuai dan berdasar nilai-nilai Pancasila.
1.2 Teori Kepastian Hukum
Kepastian hukum mengandung dua pengertian, pertama adanya aturan yang
bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak
boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari
kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu
individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh
Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam
undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim untuk kasus
serupa yang telah diputus.26
Kepastian hukum adalah merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan
sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu
yang diharapkan dalam keadaan tertentu.27 Menurut Scheltema, adanya unsur-unsur
dalam kepastian hukum, meliputi: 1) asas legalitas; 2) adanya undang-undang yang
mengatur tindakan yang berwenang sedemikian rupa, sehingga warga dapat
25
Nisa Istiani, “Teori Ketergantungan (Dependency Theory) dan Teori Liberal (LiberalTheory)”, dalam Modul Hukum Investasi, dikumpulkan oleh Ridwan Khairandy, Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2006), hlm 260
26
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2008, hlm 158
27
mengetahui apa yang diharapkan; 3) undang-undang tidak boleh berlaku surut; 4)
pengadilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan yang lain28.
1.3 Teori Keadilan
John Rawls berpendapat, keadilan sebagai fairness,29 yang subjek utamanya
adalah struktur dasar masyarakat, atau lebih tepatnya cara lembaga-lembaga sosial
utama mendistribusikan hak dan kewajiban fundamental serta menentukan pembagian
keuntungan dari kerja sama sosial. Dengan kata lain, keadilan sebagai fairness
mengandung asas-asas, bahwa orang-orang yang merdeka dan rasional yang
berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingannya, hendaknya
memperoleh suatu kedudukan yang sama pada saat akan memulainya, dan itu
merupakan syarat yang fundamental bagi mereka untuk memasuki perhimpunan yang
mereka kehendaki30 Disatu sisi keadilan merupakan nilai yang mengarahkan setiap
pihak untuk memberikan perlindungan atas hak-hak yang dijamin oleh hukum (unsur
hak), sedangkan di sisi lain, perlindungan ini pada akhirnya harus memberikan
manfaat kepada setiap individu (unsur manfaat).
Menurut Andre Ata Ujan, dalam membangun teori keadilan ini diharapkan
mampu menjamin distribusi yang adil antara hak dan kewajiban dalam suatu
masyarakat yang teratur. Kondisi ini dapat dicapai atau dirumuskan apabila ada
28
Ida Bagus Putu Kumara Adi Adnyana, Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, Malang: Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitar Brawijaya, 2010, hlm. 95
29
Jhon Rawls,A Theory of Justice,Cambridge, Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University Press, 1971, hlm. 3
30
kondisi awal yang menjamin berlangsungnya suatu proses yang fair yang disebut
“posisi asali”, yaitu yang ditandai oleh prinsip kebebasan, rasionalitas dan kesamaan,
atau yang disebut rasional dan sama-sama netral. Dengan kata lain posisi asali
sebagai status quo awal yang menegaskan, bahwa kesepakatan fundamental dicapai
secara fair.31 Dengan demikian kadilan berkaitan dengan hak. Hanya saja dalam
konseptual keadilan, hak ini tidak dapat dipisahkan dengan pasangan antinominya,
yaitu kewajiban. Seperti Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, dengan tegas
mengamanatkan keserasian antara hak dan kewajiban sebagai manusia yang hidup
dalam masyarakat. Keadilan hanya dapat tegak dalam masyarakat yang beradab, atau
sebaliknya, hanya dalam masyarakat yang beradab keadilan dihargai. Jadi keadilan
yang dimaksud adalah dalam konteks keseimbangan dari nilai-nilai antinomi yang
ada yang meliputi semua bidang, baik dalam bidang ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Hanya dengan demikian akan dapat
dipenuhi tujuan nasional, menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam
kemakmuran dan makmur dalam keadilan.32
2. Konsepsi
Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan, maka perlu dikemukakan
definisi secara operasional untuk menghindarkan adanya penafsiran yang berbeda
dalam pelaksanaan penelitian ini, definisi istilah atau konsep berfungsi untuk
31
Andre Ata Ujan,Keadilan dan Demokrasi, Telaah Filsafat Politik John Rawls,Yogyakarta: Kanisius, cetakan ke-5, 2005, hlm. 25-26
32
menyederhanakan arti kata atau pengertian tentang ide-ide, hal-hal dan kata
benda-benda maupun gejala sosial yang dipergunakan, agar orang lain yang membacanya
dapat segera memahami maksudnya sesuai dengan keinginan penulis yang memakai
konsep tersebut, dengan jelasnya pengutaraan konsep atau definisi tersebut akan
memperlancarkan komunikasi antara penulis dengan pembaca yang ingin mengetahui
isi tulisan atau penelitian tersebut, maka perlu dikemukakan definisi operasional
sebagai berikut :
a) Hak Guna Usaha merupakan hak atas tanah yang bersifat primer memiliki
spesifikasi-spesifikasi tertentu.spesifikasi hak guna usaha tidak bersifat terkuat
dan terpenuh dalam artian, hak guna usaha ini terbatas daya berlakunya,
walaupun dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
b) Perusahaan Asing merupakan suatu perseroan terbatas yang didirikan
berdasarkan Undang-Undang perseroan terbatas di Indonesia, dimana
didalamnya terdapat unsur modal asing, tanpa memerhatikan besarnya modal
asing tersebut dalam struktur permodalan suatu perseroan terbatas.33
c) Joint Ventureadalah suatu usaha kerja sama yang dilakukan antar penanaman
modal asing dengan modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian
atau kontrak belaka (kontrak), dalam arti ini pengertian joint venture
mengarah kepada pembentukan suatu badan hukum.
33
d) Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh
penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan
usaha diwilayah Republik Indonesia.
G. Metode Penelitian
1 Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Sifat penelitian ini adalah
Preskriptif analisis yuridis. Dikatakan Preskriptif karena penelitian ini menguraikan
atau mengambarkan secara sistematis, menyeluruh dan mendalam tentang landasan
pemikiran tentang norma yang ada dibalik ketentuan Undang-Undang penanaman
modal khususnya ketentuan mengenai pemberian hak guna usaha terhadap
perusahaan asing. Dikatakan analisis yuridis karena dalam penelitian ini akan
menguraikan, menjabarkan, dan menilai aspek hukum khususnya makna norma
hukum yang berkaitan dengan Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap perusahaan
Asing Dalam Bentuk joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal sehinnga dapat diketahui dasar pemberian hak guna usaha
terhadap perusahaan asing.
2. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dengan cara melakukan penelitian kepustakaan (library research) untuk
mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pemikiran konseptual dan penelitian yang
telah dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini dengan menelaah
3. Bahan Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder, yaitu
terdiri dari bahan sekunder, yaitu terdiri bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan hukum tertier.
a) Bahan hukum primer terdiri dari norma atau kaedah dasar sebagaimana yang
terdapat pada :
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria.
4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai
7. Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 2
Tahun 2013 Tentang pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah
dan kegiatan pendaftaran tanah.
8. Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 9
Tahun 1999 Tata Cara Pemberian hak atas tanah negara dan hak
9. Kepala badan koordinasi penanaman modal Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2009 Tentang pedoman dan tata cara permohonan penanaman
modal.
b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya,
bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang
relevan dan objek penelitian.
c) Bahan hukum tersier, bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus,majalah maupun internet.
4. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehinga apa
yang menjadi tujuan penelitian ini dapat terjadi. Untuk mendapatkan hasil penelitian
yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan
hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data. Alat
pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen.
Studi dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghimpun data
dengan melakukan penelaahan bahan-bahan kepustakan yang meliputi bahan hukum
5. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data kedalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja yang disarankan oleh data.34
Mengingat sifat penelitian maupun objek penelitian, maka semua data yang
diperoleh akan dianalisa secara kualitatif, dengan cara data yang telah terkumpul
dipisah-pisahkan menurut katagori masing-masing dan kemudian ditafsirkan dalam
usaha untuk mencari jawaban terhadap masalah penelitian. Dengan menggunakan
metode dedukatif ditarik suatu kesimpulan dari data yang telah selesai diolah tersebut
yang merupakan hasil penelitian.
34
BAB II
PROSEDUR PEMBERIAN HAK GUNA USAHA TERHADAP PERUSAHAAN ASING DI INDONESIA SETELAH UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN
2007 TELAH MEMBERIKAN KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN ASING DI INDONESIA
A. Tinjauan Umum tentang Penanaman Modal Di Indonesia dan Hak Guna Usaha
Sebelum penanaman modal khususnya penanaman modal asing
mengaplikasikan modalnya terlebih dahulu harus melalui beberapa prosedur dan tata
cara penanaman modal khususnya penanaman modal asing. Calon penanam modal
yang akan mengadakan usaha dalam rangka penanaman modal asing harus
mempelajari daftar bidang-bidang usaha yang tertutup. Selanjutnya penanam modal
khususnya penanam modal asing dapat mengajukan permohonan penanaman modal
kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan mengisi formulir yang
telah ditetapkan oleh BKPM.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 12 UU No. 25 Tahun 2007 yang
pada pokoknya menyatakan bahwa pemerintah telah menetapkan perincian
bidang-bidang usaha baik bidang-bidang usaha yang terbuka, bidang-bidang usaha yang tertutup, maupun
bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Adapun Daftar Negatif
Investasi (DNI) yang harus diperhatikan bagi penanam modal khususnya penanam
modal asing diatur dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 jo Peraturan
Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk
ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.35 Bidang
usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan
sebagai kegiatan penanaman modal.36Didalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang No.
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan daftar bidang usaha yang
tertutup bagi penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi
asing, yang meliputi:37
1. Produksi senjata 2. Mesiu
3. Alat peledak 4. Peralatan perang
5. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan Undang-undang.
Tentang Penanaman Modal telah dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 36
Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha
Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Dalam Lampiran I
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 telah diatur secara rinci tentang Daftar Bidang
Usaha yang Tertutup.
35
Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 54
36
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal
37
Ada dua puluh daftar bidang usaha yang tertutup, baik untuk investasi domestik
maupun investasi asing. Kedua puluh daftar bidang usaha yang tertutup untuk
investasi yaitu:38
1. Budidaya ganja
2. Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Spesies of wild Fauna and Flora (CITES) 3. Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan
bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati(recent death coral)dari alam
4. Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur dan minuman mengandung malt)
5. Industri pembuatchlor alkalidengan prosesmerkuri
6. Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan seperti: 1) Halondan lainnya
2) Penta chlorophenol, dichloro diphenyl trichloro elhane (DDT), dieldri, chlordane, carbon tetra, chloride, methyl chloroform, methyl bromide, chloro fluoro carbon (CFC) 7) industri bahan kimia schedule I konvensi senjata kimia(sarin, soman, tabun mustard, levisite, ricine, saxitoxin, VX, dll)
7. Penyediaan dan penyelenggaraan terminal darat 8. Penyelenggaraan dan pengoperasian jembatan timbang 9. Penyelenggaraan pengujian tipe kendaraan bermotor 10. Penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor 11. Telekomunikasi/sarana bantu navigasi pelayaran
12. Vassel Traffic Information System (VTIS) 13. Jasa pemandu lalu lintas udara
14. Manajemen dan Penyelenggaraan Stadion Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit
15. Museum pemerintah
16. Peninggalan sejarah dan purbakala (candi, keratin, prasasti, bangunan kuno, dsb)
17. Pemukiman/lingkungan adat 18. Monument
19. Perjudian/Kasino
38
Daftar bidang usaha yang tertutup dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010
ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan daftar bidang usaha yang dinyatakan
tertutup dalam Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007, dimana pada Peraturan
Presiden No. 111 Tahun 2007 terdapat 23 bidang usaha yang dinyatakan tertutup. Hal
ini dikarenakan terdapat tiga bidang usaha yang dikeluarkan dari daftar bidang usaha
yang tertutup, yakni:
1. Objek ziarah, seperti: tempat peribadahan, petilasan, dan makam
2. Lembaga penyiaran publik radio dan televisi;
3. Industri siklamat dan sakarin.
Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non
komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari
sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut.39
Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu
yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu,
yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah , dan
Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yanga
dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan
lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.40
39
Salim H. S. dan Budi Sutrisno,Op. Cit. hal. 56
40
Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini telah ditentukan
dalam Lampiran II Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang
Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman modal.
Adanya pengaturan dan penetapan bidang usaha bagi penanaman modal oleh
pemerintah, tentunya harapan dari pemerintah untuk mengarahkan penanaman modal
sesuai dengan rencana pembangunan nasional maupun dengan kebutuhan dan
perkembangan keadaan bangsa Indonesia. Untuk itu penentuan bidang usaha bagi
penanaman modal khususnya penanaman modal asing sangat wajar dan sesuai
dengan landasan dan dasar untuk mengundang penanaman modal khususnya
penanaman modal asing masuk ke Indonesia.
Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan
penanaman modal berupa:41
1. Melakukan peluasan usaha; atau
2. Melakukan penanaman modal baru
Adapun penanaman modal yang dilakukan tersebut harus memenuhi salah satu
kriteria sebagai berikut:42
1. Menyerap banyak tenaga kerja 2. Termasuk skala prioritas tinggi
3. Termasuk pembangunan infranstruktur 4. Melakukan alih teknologi
5. Melakukan industri pionir
41
Undang Undang Nomor 25 tahun 2007. Pasal 18 ayat (2)
42
6. Berada didaerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu
7. Menjaga kelestarian lingkungan hidup
8. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi
9. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi, atau industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.
Apabila salah satu kriteria itu telah di penuhi, maka dianggap cukup bagi
pemerintah untuk memberikan fasilitas atau kemudahan kepada investor. Ada
sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada investor, baik itu
investor domestik maupun investor asing. Kesepuluh fasilitas itu, disajikan sebagai
berikut ini:43
1. Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto.
2. Pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.
3. Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu.
4. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang modal.
5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat. 6. Keringanan PBB.
Selain fasilitas tersebut di atas, Pemerintah juga memberikan kemudahan
pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk
memperoleh:44
1. Hak atas tanah
2. Fasilitas pelayanan keimigrasian, dan
3. Fasilitas perizinan impor
43
Ibid, Pasal 18 ayat (4)
44
Fasilitas-fasilitas yang dimaksud di atas hanya diberikan terhadap penanaman
modal asing yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
Hak dan kewajiban penanam modal, khususnya penanam modal asing telah
ditentukan dalam Pasal 8, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 18 Undang-Undang
No. 25 Tahun 2007 tantang Penanaman Modal. Hakinvestor asing, disajikan berikut
ini:
1. Mengalihkan asset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkannya
2. Melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing.
Hak transfer merupakan suatu perangsang untuk menarik penanam modal asing.
Repatriasi (pengiriman) dengan bebas dalam bentuk valuta asing, tanpa ada
penundaan yang didasarkan pada perlakuan non diskriminasi, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak transfer dan repatrisiasi ini,
meliputi:45
a. Modal
b. Keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lainnya c. Dana-dana yang diperlukan, untuk:
1. Pembelian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi atau barang jadi: atau
2. Penggantian barang modal dalam rangka untuk melindungi kelangsungan hidup penanaman modal
d. Tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal e. Dana untuk pembayaran kembali pinjaman
f. Royalti atau biaya yang harus dibayar
g. Pendapatan dari perseorangan Warga Negara Asing yang bekerja dalam perusahaan dan penanaman modal
h. Hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal i. Kompensasi atas kerugian
j. Kompensasi atas pengambilalihan
45