• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSEDUR PEMBERIAN HAK GUNA USAHA TERHADAP PERUSAHAAN ASING DI INDONESIA SETELAH UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN

2007 TELAH MEMBERIKAN KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN ASING DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum tentang Penanaman Modal Di Indonesia dan Hak Guna Usaha

Sebelum penanaman modal khususnya penanaman modal asing mengaplikasikan modalnya terlebih dahulu harus melalui beberapa prosedur dan tata cara penanaman modal khususnya penanaman modal asing. Calon penanam modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka penanaman modal asing harus mempelajari daftar bidang-bidang usaha yang tertutup. Selanjutnya penanam modal khususnya penanam modal asing dapat mengajukan permohonan penanaman modal kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan mengisi formulir yang telah ditetapkan oleh BKPM.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 12 UU No. 25 Tahun 2007 yang pada pokoknya menyatakan bahwa pemerintah telah menetapkan perincian bidang- bidang usaha baik bidang usaha yang terbuka, bidang usaha yang tertutup, maupun bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Adapun Daftar Negatif Investasi (DNI) yang harus diperhatikan bagi penanam modal khususnya penanam modal asing diatur dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 jo Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 jo Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 Tentang

Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.35 Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.36Didalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing, yang meliputi:37

1. Produksi senjata 2. Mesiu

3. Alat peledak 4. Peralatan perang

5. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan Undang-undang.

Tentang Penanaman Modal telah dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Dalam Lampiran I Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 telah diatur secara rinci tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup.

35

Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 54

36

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal

37

Ada dua puluh daftar bidang usaha yang tertutup, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing. Kedua puluh daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi yaitu:38

1. Budidaya ganja

2. Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Spesies of wild Fauna and Flora (CITES) 3. Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan

bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati(recent death coral)dari alam

4. Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur dan minuman mengandung malt)

5. Industri pembuatchlor alkalidengan prosesmerkuri

6. Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan seperti: 1) Halondan lainnya

2) Penta chlorophenol, dichloro diphenyl trichloro elhane (DDT), dieldri, chlordane, carbon tetra, chloride, methyl chloroform, methyl bromide, chloro fluoro carbon (CFC) 7) industri bahan kimia schedule I konvensi senjata kimia(sarin, soman, tabun mustard, levisite, ricine, saxitoxin, VX, dll)

7. Penyediaan dan penyelenggaraan terminal darat 8. Penyelenggaraan dan pengoperasian jembatan timbang 9. Penyelenggaraan pengujian tipe kendaraan bermotor 10. Penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor 11. Telekomunikasi/sarana bantu navigasi pelayaran

12. Vassel Traffic Information System (VTIS) 13. Jasa pemandu lalu lintas udara

14. Manajemen dan Penyelenggaraan Stadion Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit

15. Museum pemerintah

16. Peninggalan sejarah dan purbakala (candi, keratin, prasasti, bangunan kuno, dsb)

17. Pemukiman/lingkungan adat 18. Monument

19. Perjudian/Kasino

38

Lampiran I Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010, tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Daftar bidang usaha yang tertutup dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan daftar bidang usaha yang dinyatakan tertutup dalam Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007, dimana pada Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 terdapat 23 bidang usaha yang dinyatakan tertutup. Hal ini dikarenakan terdapat tiga bidang usaha yang dikeluarkan dari daftar bidang usaha yang tertutup, yakni:

1. Objek ziarah, seperti: tempat peribadahan, petilasan, dan makam 2. Lembaga penyiaran publik radio dan televisi;

3. Industri siklamat dan sakarin.

Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut.39

Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah , dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yanga dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.40

39

Salim H. S. dan Budi Sutrisno,Op. Cit. hal. 56

40

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini telah ditentukan dalam Lampiran II Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman modal.

Adanya pengaturan dan penetapan bidang usaha bagi penanaman modal oleh pemerintah, tentunya harapan dari pemerintah untuk mengarahkan penanaman modal sesuai dengan rencana pembangunan nasional maupun dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan bangsa Indonesia. Untuk itu penentuan bidang usaha bagi penanaman modal khususnya penanaman modal asing sangat wajar dan sesuai dengan landasan dan dasar untuk mengundang penanaman modal khususnya penanaman modal asing masuk ke Indonesia.

Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal berupa:41

1. Melakukan peluasan usaha; atau 2. Melakukan penanaman modal baru

Adapun penanaman modal yang dilakukan tersebut harus memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:42

1. Menyerap banyak tenaga kerja 2. Termasuk skala prioritas tinggi

3. Termasuk pembangunan infranstruktur 4. Melakukan alih teknologi

5. Melakukan industri pionir

41

Undang Undang Nomor 25 tahun 2007. Pasal 18 ayat (2)

42

6. Berada didaerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu

7. Menjaga kelestarian lingkungan hidup

8. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi

9. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi, atau industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.

Apabila salah satu kriteria itu telah di penuhi, maka dianggap cukup bagi pemerintah untuk memberikan fasilitas atau kemudahan kepada investor. Ada sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada investor, baik itu investor domestik maupun investor asing. Kesepuluh fasilitas itu, disajikan sebagai berikut ini:43

1. Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto.

2. Pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.

3. Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu.

4. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang modal.

5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat. 6. Keringanan PBB.

Selain fasilitas tersebut di atas, Pemerintah juga memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh:44

1. Hak atas tanah

2. Fasilitas pelayanan keimigrasian, dan 3. Fasilitas perizinan impor

43

Ibid, Pasal 18 ayat (4)

44

Fasilitas-fasilitas yang dimaksud di atas hanya diberikan terhadap penanaman modal asing yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).

Hak dan kewajiban penanam modal, khususnya penanam modal asing telah ditentukan dalam Pasal 8, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 18 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tantang Penanaman Modal. Hakinvestor asing, disajikan berikut ini:

1. Mengalihkan asset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkannya 2. Melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing.

Hak transfer merupakan suatu perangsang untuk menarik penanam modal asing. Repatriasi (pengiriman) dengan bebas dalam bentuk valuta asing, tanpa ada penundaan yang didasarkan pada perlakuan non diskriminasi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak transfer dan repatrisiasi ini, meliputi:45

a. Modal

b. Keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lainnya c. Dana-dana yang diperlukan, untuk:

1. Pembelian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi atau barang jadi: atau

2. Penggantian barang modal dalam rangka untuk melindungi kelangsungan hidup penanaman modal

d. Tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal e. Dana untuk pembayaran kembali pinjaman

f. Royalti atau biaya yang harus dibayar

g. Pendapatan dari perseorangan Warga Negara Asing yang bekerja dalam perusahaan dan penanaman modal

h. Hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal i. Kompensasi atas kerugian

j. Kompensasi atas pengambilalihan

45

k. Pembayaran yang dilakukan dalam rangka bantuan teknis biaya yang harus dibayar untuk jasa teknik dan manajemen pembayaran yang dilakukan dibawah kontrak proyek, dan pembayaran hak atas kekayaan intelektual; dan

l. Hasil penjualan asset sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Kewajiban penanaman modal, khususnyainvestorasing telah ditentukan dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Kewajiban itu, meliputi:

1. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik

Sistem tata kelola organisasi perusahaan yang baik ini menuntut dibangunnya dan dijalankannya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan (GCG) dalam proses manajerial perusahaan. Dengan mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini diharapkan perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi parastakeholder-nya.

2. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan

Tanggung jawab sosial perusahaan corporate sosial responsibility (untuk selanjutnya disebut CSR) mungkin masih kurang popular dikalangan pelaku usaha nasional. Namun, tidak berlaku bagi pelaku usaha asing. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah bisa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional ratusan tahun yang lalu. Penjelasan Pasal 15 huruf (b) UU Penanaman Modal menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

Pelaksanaan CSR yang baik dan benar sesuai dengan aturan hukum yang berlaku akan berimplikasi pada iklim penanaman modal yang kondusif. Untuk bisa mewujudkan CSR setiap pelaku usaha(investor)baik dalam maupun asing yang melakukan kegiatan di wilayah RI wajib melaksanakan aturan dan tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia, sebaliknya pemerintah sebagai regulator wajib dan secara konsisten menerapkan aturan dan sanksi apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak melaksanakan CSR sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

3. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal:

Dalam penerapan prinsip akuntabilitas menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, setiap penanaman modal berkewajiban menerapkan prinsip akuntabilitas sebagai salah satu prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dengan membuat laporan kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman modal.

Pelaksanaan prinsip akuntabilitas kaitannya dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, direksi dan komisaris mempunyai tanggung jawab hukum yang sama dengan direksi atas laporan keuangan yang menyesatkan yang menyebabkan kerugian bagi pihak lainnya.

4. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal, dan

Hal ini berarti bahwa sebelum perusahaan patungan didirikan harus didahului dengan sosialisasi kepada masyarakat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. Dengan demikian perencanaan penanaman modal ke depan merupakan perencanaan yang harus melibatkan semua stakeholder baik unsur Pemerintah, unsur swasta maupun Masyarakat.

5. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan

Undang-Undang tentang Penanaman Modal didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif dan mengatur hal-hal yang dinilai penting, antara lain yang terkait dengan cakupan undang-undang, kebijakan dasar penanaman modal, bentuk bahan usaha, perlakuan terhadap penanaman modal, bidang usaha, serta keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal, serta fasilitas penanaman modal, pengesahan dan perizinan, koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal yang di dalamnya mengatur mengenai kelembagaan, penyelenggaraan urusan penanaman modal, dan ketentuan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa.

Oleh karena hal tersebut di atas, agar tercipta pelaksanaan penanaman modal asing yang kondusif, maka segala aspek penanaman modal harus patuh pada peraturan perundang-undangan yang ada.

Di samping hak dan kewajiban itu harus ditaati oleh penanaman modal, khususnya penanam modal asing, penanam modal juga mempunyai tanggung jawab lainnya. Tanggung jawab adalah suatu keadaan menanggung segala sesuatu yang berkaitan dengan penanaman modal. Tanggung jawab itu telah ditentukan dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Ada enam tanggung jawab penanam modal, khususnya penanam modal asing, yaitu:

1. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

2. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan

3. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencagah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan Negara.

4. Menjaga kelestarian lingkungan hidup.

5. Menciptakan keselamatan, kesehataan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan

6. Mematuhi semua peraturan perundang-undangan.

Hak guna usaha adalah untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh Negara dalam jangka waktu tertentu. Tujuan penggunaan tanah yang dipunyai dengan Hak Guna Usaha dibebankan pada tanah yang dikuasai Negara.

Hak Guna Usaha termasuk hak atas tanah yang bukan bersumber pada hukum adat, melainkan atas tanah yang baru yang diadakan untuk memenuhi keperluan masyarakat modren. Berhubungan jangka waktu itu paling lama, maka Hak Guna Usaha tidak dimungkinkan pemberian oleh pemilik tanah. Alasannya adalah pemilik tanah akan terlalu lama terpisah dengan tanahnya. Lagi pula, pada tanah milik yang dikuasai oleh pihak lain itu berlaku kadaluarsa. Oleh karena itu, Hak Guna Usaha hanya dimungkinkan atas tanah yang dikuasai Negara.46

Sering sesuatu pemberian hak atas tanah hanya dilihat dari segi hukum administrasi saja atas tanah yang menurut ketentuan termasuk objek Undang-undang No. 3 Tahun 1960 Jo. Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961, atau objek nasionalisasi (UU No. 86 Tahun 1958) atau Peraturan Presidium Kabinet No. 5

46

Tahun 1965 jo. Peraturan Direktur Jenderal Agraria No. 3 Tahun 1968 atau Peraturan Presidium Kabinet No. 2 Tahun 1965 mengenai proyek tanah Perusahaan Negara, penjualan rumah-rumah negeri Golongan III (Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1977) dan lain sebagainya.47

Demikian pula kebijaksanaan pemerintah dibidanglandrefromseperti dimulai dengan penghapusan tanah-tanah partikelir (UU No. 1 Tahun 1958) dan pengaturan batas pemilikan tanah pertanian (UU No. 56 Tahun 1960 jo Peraturan Pemerintah No.223 Tahun 1961) dimana pertimbangan-pertimbangan pemberian haknya adalah didasarkan pada prinsip prioritas, dimana penetuan hak terhadap prioritas hak atas ini adalah mutlak merupakan wewenang pemerintah dalam tindakannya dilapangan hukum administrasi.

Hasil tersebut sering disebut sebagai penetapan kebijaksanaan pemerintah yang mempunyai nilai friess ermessen (keputusan pemerintah dianggap paling baik) sesuai dengan tujuan (doelmatige) dan berdasarkan hukum (rechtmatige).48

Kewenangan pemerintah tersebut jika dilihat dari aspek lain, selain aspek hukum yang justru lebih ditonjolkan yaitu aspek sosial ekonomi, misalnya suatu tuntutan seorang pemilik tanah terhadap sekelompok warga masyarakat yang memiliki hak atas tanah sebagai hasil reditribusi49, yang apabila hanya segi hukumnya saja yang digunakan sebagai pertimbangan tentunya akibatnya akan

47

Husni Nasution, Perubahan Kebijakan Pemerintah Atas Jangka Waktu Hak Guna Usaha, Mkn, SPS USU, Medan, 2008, hlm. 8

48

Ibid, hlm. 9

menimbulkan hal-hal negatif terhadap warga masyarakat tersebut, yang tidak jarang akan menyebabkan krisis sosial dan mengganggu kewibawaan pemerintah.

Hak Guna Usaha dapat diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 (lima) hektar, Jika luas tanah 25 hektar atau lebih, harus menggunakan investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman (Pasal 28 ayat (2) UUPA). Maksud ketentuan ini adalah agar Hak Guna Usaha dimanfaatkan tidak hanya oleh perusahaan besar, melainkan juga oleh perusahaan yang tidak besar yang berusaha dibidang pertanian, perikanan atau peternakan.

Pasal 29 UUPA Memberikan batas waktu yaitu:

(1) Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.

(2) Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna-usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.

(3) Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) Pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun.

Menurut Pasal 5 PP No. 40 Tahun 1996 mengenai luasnya Hak Guna Usaha yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Luas minimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah lima hektar

2. Luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada perorangan adalah dua puluh lima hektar.

3. Luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada badan hukum ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang dibidang usaha yang bersangkutan, dengan mengingat luas yang diperlukan untuk pelaksanaan suatu usaha yang paling berdaya guna di bidang yang bersangkutan.

Dengan demikian dari uraian-uraian diatas dapat dipahami bahwa Pasal 5 dari Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 ini mengenai luas minimum tanah dan luas

maksimumnya yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha, luas minimum itu adalah 5 hektar (ayat 1) dan luas maksimum adalah 25 hektar (ayat 2) untuk perorangan. Ketentuan mengenai minimum dan maksimum ini adalah sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam Pasal 28 ayat (2) UUPA. Dinyatakan lebih lanjut bahwa soal penentuan dari pada minimum dan maksimum yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha ini harus disesuaikan dengan investasi modal yang layak dan teknik perusahan yang baik sesuai dengan investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman (ayat (2) Pasal 28 UUPA) dan dijelaskan pula dalam UUPA bahwa pemberian Hak Guna Usaha adalah dalam rangka penggunaan oleh perusahan pertanian, perikanan atau peternakan (Pasal 28 ayat (1) UUPA). Ditegaskan lebih lanjut didalam Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 bahwa luas maksimum tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada badan hukum ditetapkan oleh Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang dibidang usaha yang bersangkutan. Jadi inilah kiranya yang telah dirumuskan dalam UUPA sebagaimana harus memperhatikan juga perkembangan zaman dan investasi untuk tipe perusahaan yang diperlukan.

Selanjutnya mengenai jangka Waktu Hak Guna Usaha menurut Pasal 8 PP No. 40 Tahun 1996 bahwa Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Sesudah jangka waktu Hak Guna usaha dan perpanjangnya berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas yang sama.

Luas Hak Guna Usaha menurut Menteri Negara Agraria/KBPN Nomor 3 Tahun 1999 yaitu sesuai dengan Pasal 8 Bab III Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional propinsi memberi keputusan mengenai pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 hektar. Menurut Pasal 14 KBPN Nomor 3 Tahun 1999 diatas 200 hektar pemberian wewenang Hak Guna Usaha dari Kepala Badan Pertanahan Nasional. Selanjutnya hal ini diatur dalam PP No 40 Tahun 1996. Dengan kemudahannya karena dapat dimintakan sekaligus perpanjangan dan pembaruan haknya. Sehingga dimungkinkan Hak Guna Usaha itu 120 tahun.50

Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan pemerintah, sesuai dengan Pasal 31 UUPA. Selain itu, Hak Guna Usaha juga terjadi karena konversi51 hak dari Hak Erfpacht untuk perusahaan kebun besar yang masih berlaku pada tanggal 24 september 1960 dan konversi Hak Milik Adat dan hak-hak lain yang sejenis dimana tanah yang dimaksud adalah tanah pertanian, tanah perikanan, atau tanah peternakan, dimana yang memilikinya tidak memenuhi syarat umum yang dapat dimiliki tanah dengan hak milik yang ditetapkan dalam Pasal 21 UUPA.52

Selanjutnya pengaturan subjek Hak Guna Usaha dapat dilihat pada Pasal 30 UUPA yang menyatakan sebagai berikut:

1. Yang dapat menggunakan Hak Guna Usaha adalah a) Warga Negara Indonesia;

50

Muhammad Yamin,Jawaban Singkat Pertanyaan Dalam Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria,Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hlm. 26

51

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961

52

Marihot P Siahaan,Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Teori dan Praktek), Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm 137.

b) Badan hukum yang yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

2. Orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Usaha dan tidak lagi

Dokumen terkait