• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan (Above Ground Biomass) Pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan (Above Ground Biomass) Pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Medan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Biomassa dan Perubahan Iklim

Biomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme

(tumbuhan) per satuan unit area pada suatu saat. Biomassa bisa dinyatakan dalam

ukuran berat seperti berat kering dalam satuan gram atau dalam kalori. Oleh

karena kandungan air yang berbeda di setiap tumbuhan maka biomassa diukur

berdasarkan berat kering. Unit satuan biomassa adalah gr per m2 atau ton per ha

(Brown, 1997). Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90 % biomassa

yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar, sampah

hutan (serasah), hewan dan jasad renik (Arief, 2005). Biomassa ini merupakan

tempat penyimpanan karbon dan disebut rosot karbon (carbon sink). Namun,

pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan

yang luas di berbagai benua di bumi, telah mengganggu proses penyimpanan

karbon tersebut. Akibat dari itu, karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan

terlepas ke dalam atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara

melalui fotosintesis hutan berkurang. Selain akibat tersebut, intensitas Efek

Rumah Kaca (ERK) akan ikut naik dan meyebabkan naiknya suhu permukaan

bumi. Hal inilah yang memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan tropik telah

menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001).

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena

terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan

tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau

(2)

mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem

(Hairiah dan Rahayu, 2007)

Upaya Penanggulangan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim

yang terjadi saat ini adalah dengan cara meningkatkan penyerapan karbon

(Sedjo dan Salomon, 1988 dalam Rahayu et al. (2006) dan menurunkan emisi

karbon (Lasco, 2004 dalam Rahayu et al. (2006). Penurunan emisi karbon dapat

dilakukan dengan mempertahankan cadangan karbon yang telah ada (mengelola

hutan lindung, mengendalikan deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang

baik, mencegah degradasi lahan gambut dan memperbaiki pengelolaan cadangan

bahan organik tanah), meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman

tanaman berkayu dan mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat

diperbarui secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomassa, aliran air),

radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi.

Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan

meningkatkan pertumbuhan biomassa hutan secara alami, menambah cadangan

kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan

kayu dan mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh

(Sedjo dan Salomon, 1988 dalam Rahayu et al. (2006). Karbon yang diserap oleh

tanaman disimpan dalam bentuk biomassa kayu, sehingga cara yang paling mudah

untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara

(3)

Peranan Hutan

Pohon memegang peranan yang sangat penting dalam komunitas hutan

dan berfungsi sebagai penyangga kehidupan, baik dalam mencegah erosi, dan

menjaga stabilitas iklim global. Tumbuhan memerlukan sinar matahari, gas asam

arang (CO2) yang diserap dari udara serta air dan hara yang diserap dari dalam

tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintasis, CO2 di udara

diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke

seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun,

batang, ranting, bunga dan buah. Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman

hidup dinamakan proses sekuestrasi (Csequestration). Dengan demikian

mengukur jumlah karbon (C) yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup

(biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfir

yang diserap oleh tanaman. Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda,

tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya

serta cara pengelolaannya. Penyimpanan C pada suatu lahan menjadi lebih besar

bila kondisi kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di

atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di

dalam tanah (bahan organik tanah, BOT) (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Peranan hutan sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan pada saat

bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, berupa kecenderungan

peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Penyebab

terjadinya pemanasan global ini adalah adanya peningkatan konsentrasi Gas

(4)

kesetimbangan radiasi berubah dan suhu bumi menjadi lebih panas

(Adinugroho et al. 2010).

Secara umum hutan dengan ”net growth” (terutama dari pohon-pohon

yang sedang berada pada fase pertumbuhan) mampu menyerap lebih banyak CO2,

sedangkan hutan dewasa dengan pertumbuhan yang kecil hanya menyimpan

stock karbon tetapi tidak dapat menyerap CO2 berlebih/ekstra (Kyrklund, 1990).

Dengan adanya hutan yang lestari maka jumlah karbon (C) yang disimpan akan

semakin banyak dan semakin lama. Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi

pada lahan yang kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu

menyerap kelebihan CO2 di atmosfer.

Cadangan Karbon

Cadangan karbon adalah kandungan karbon yang tersimpan baik itu pada

permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati

(nekromassa) maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah. Perubahan wujud

karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian

besar unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terkait dengan O2 (oksigen)

dan menjadi CO2 (karbondioksida). Menurut Hairiah dan Rahayu (2007)

konsentrasi karbon (C) dalam bahan organik biasanya sekitar 46 %, oleh karena

itu estimasi jumlah C tersimpan per komponen dapat dihitung dengan mengalikan

total berat massanya dengan konsentrasi C. Palm et al (1999) mengemukakan

bahwa pohon hutan menyimpan 50-80% karbon namun akumulasinya dipengaruhi

oleh jenis, tanah, iklim dan manajemen. Biomassa di atas tanah adalah jumlah

(5)

fungsi sistem produktivitas, umur, tegakan dan alokasi bahan organik serta

strategi pemidahan (Citron dan Navelli, 1984). Pendugaan cadangan karbon diatas

permukaan terlebih dahulu diduga jumlah biomassa vegetasi. Pendugaan

biomassa vegetasi ini menggunakan persamaan allometrik : BK=0,11ρ D2.62

(Kettering, 2001 dalam Hairiah 2007)

keterangan :

BK = Biomassa pohon (kg)

D = Diameter setinggi dada (cm)

ρ = Berat jenis kayu

Total cadangan karbon di atas permukaan tanah diperoleh dari biomassa

total dikali 0,46 yaitu nilai rata-rata kandungan karbon dari biomassa vegetasi.

Wibowo (2010) menyebutkan terdapat lima sumber karbon (carbon pools), yaitu

1. Karbon di atas permukaan tanah

a. Biomassa pohon. Karbon pohon merupakan salah satu sumber karbon yang

sangat penting pada ekosistem hutan karena sebagian besar karbon hutan

berasal dari biomassa pohon. Pohon merupakan proporsi terbesar dalam

penyimpanan C di daratan.

b. Biomassa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar

yang berdiameter batang <5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau

gulma.

2. Karbon di dalam tanah

Biomassa akar. Akar mentransfer C dalam jumlah besar langsung ke dalam

(6)

3. Nekromassa

Merupakan batang pohon mati baik yang masih tegak atau yang telah tumbang

dan tergeletak di permukaan tanah yang merupakan komponen penting dari C.

4. Serasah

Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan

ranting-ranting yang terletak dipermukaan tanah.

5. Bahan organik tanah

Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah,

dimana sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisme tanah sehingga

melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah.

Sejalan dengan perkembangan isu yang terkait dengan biomassa hutan

maka penelitian atau pengukuran hutan mengharuskan pengukuran biomassa dari

seluruh komponen hutan. Dalam perkembangannya, pengukuran biomassa hutan

mencakup seluruh biomassa hidup yang ada di atas dan di bawah permukaan dari

pepohonan, semak, palem, anakan pohon dan tumbuhan bawah lainnya, dan

ditambah dengan biomassa dari tumbuhan mati seperti kayu dan serasah

(Sutaryo, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2011) di Taman Kota I Bumi

Serpong Damai (BSD) yang bertujuan untuk mengetahui biomassa dan simpanan

karbon, memberikan hasil bahwa nilai karbon tersimpan pada taman kota yang

memiliki 20 jenis pohon, termasuk dalam 13 famili dengan jumlah tegakan

sebanyak 279 induvidu dan luas 2,5 Ha adalah 115,1 Ton/Ha. Nugraha (2011)

(7)

diameter tegakan tersebut, dan pada suatu kawasan nilai karbon tersimpan

dipengaruhi oleh jumlah dan kerapatan dari vegetasi penyusunnya.

Setiawan (2007) melakukan penelitian dibeberapa RTH di Bandar

Lampung. Pada RTH hutan kota diperoleh cadangan karbon sebesar

840,62 Ton/Ha pada 34 jenis pohon. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Isdiyantoro (2007) pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kodya Jakarta Timur

(vegetasi taman dan jalur hijau) dengan pengambilan data pada tahun 1986, 1992,

2001, dan 2005 memperoleh cadangan karbon secara berturut turtut

188,975 Ton/Ha, 162,050 Ton/Ha.

Penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningsih dan Suhesti (2010) di Hutan

Kota Pekanbaru memiliki potensi kandungan karbon pada hutan kota berbentuk

jalur yaitu 56,15 Ton/Ha dan pada hutan kota berbentuk gerombol yaitu

69,47 Ton/Ha. Perbedaan kandungan karbon disebabkan adanya perbedaan

kerapatan, diameter, tinggi, dan faktor lingkungan. Dimana semua faktor ini

berkolerasi positif dengan potensi karbon tegakan per hektar.

Hasil panelitian yang dilakukan oleh Sitorus (2013) dengan tujuan untuk

mengetahui cadangan karbon Above Ground Biomass (AGB) di Taman Olah Raga

dan Rekreasi Gadjah Mada memberikan hasil berturut-turut sebesar

30,38908 Ton/Ha yang memiliki 22 jenis pohon, 19 jenis perdu, 1 jenis bambu

dan 2 jenis rumput dan semak, 104, di Hutan Kota Taman Beringin memberikan

hasil 104,21975 Ton/Ha yang memiliki 39 jenis pohon, 34 jenis perdu, 2 jenis

bambu dan 2 jenis rumput dan semak, di Taman Kota Ahmad Yani diperoleh nilai

karbon tersimpan sebesar 61,48555 Ton/Ha dengan jenis pohon yang terdapat

(8)

Penggunaan Metode

Chapman (1976) membagi dua kelompok metode pendugaan biomassa di

atas tanah, yaitu:

(1) Metode pemanenan, yang terdiri dari: metode pemanenan individu tanaman,

metode pemanenan kuadrat dan metode pemanenan individu pohon yang

mempunyai luas bidang dasar rata-rata dan

(2) Metode pendugaan tidak langsung, yaitu metode yang terdiri dari metode

alometrik dan metode cropmeter.

Banyak studi menggunakan model allometrik dalam pendugaan biomassa

di atas permukaan tanah (Above Ground Biomass/ AGB) karena pemanenan

pohon bersifat merusak dan membutuhkan biaya yang besar (Rakhmawati, 2012).

Menurut Eong et.al. (1983), biomassa pohon dapat diduga oleh peubah-peubah

bebas seperti Diameter at Breast Height (DBH) yang berhubungan dengan

biomassa total pohon. Menurut Dharmawan et al. (2010), dalam pengukuran

jumlah biomassa di atas permukaan tanah diperlukan pemilihan rumus allometrik

yang tepat. Pengukuran biomassa biasanya terdiri dari informasi mengenai

diameter pohon (DBH), tinggi pohon, dan berat jenis kayu. Dalam beberapa

penelitian diantaranya Baker et al. (2004) telah menunjukkan bahwa perhitungan

dengan mengabaikan berat jenis kayu akan menghasilkan pendugaan biomassa di

atas permukaan tanah yang kurang akurat.

Ruang Terbuka Hijau

Menurut Pasal 1 butir 31 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang

(9)

jalur dan/ atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat

tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja

ditanam. Dalam Ruang Terbuka Hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian

hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman

seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.

Besaran luas RTH yang ideal di suatu kota berdasarkan UU No. 26 tahun

2007 Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi proporsi Ruang Terbuka Hijau pada wilayah

kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Proporsi 30

(tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan

ekosistem kota maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan

ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat

meningkatkan nilai estetika kota.

Berdasarkan Inmendagri No. 14/1988 dapat disebutkan tujuh Ruang

Terbuka Hijau ditinjau dari segi tujuan, yaitu:

(1) Ruang Terbuka Hijau yang berlokasi pasti karena ada tujuan konservasi.

(2) Ruang Terbuka Hijau untuk keindahan kota.

(3) Ruang Terbuka Hijau karena adanya tujuan tuntutan fungsi kegiatan tertentu,

misalnya untuk lingkungan sekitar pusat kegiatan olah raga yang dibiarkan

hijau.

(4) Ruang Terbuka Hijau untuk pengaturan lalu lintas.

(5) Ruang Terbuka Hijau sebagai sarana olahraga bagi kepentingan lingkungan

perumahan.

(6) Ruang Terbuka Hijau untuk kepentingan flora dan fauna seperti kebun

(10)

(7) Ruang Terbuka Hijau untuk halaman bangunan.

Manusia yang tinggal di lingkungan perkotaan membutuhkan suatu

lingkungan yang sehat dan bebas polusi untuk hidup dengan nyaman. Peran RTH

untuk memenuhi kebutuhan ini adalah sebagai penyumbang ruang bernafas yang

segar, keindahan visual, sebagai paru-paru kota, sumber air dalam tanah,

mencegah erosi, keindahan dan kehidupan satwa, dan sebagai unsur pendidikan

(Simonds, 1983). Karena keterikatannya dengan alam, manusia juga

membutuhkan kehadiran lingkungan hijau di tengah-tengah lingkungan tempat

tinggalnya. Oleh karena itu manfaat RTH di sini menurut

Carpenter, Walker dan Lanphear (1975) adalah sebagai pelembut suasana keras

dari struktur fisik, menolong manusia mengatasi tekanan-tekanan dari kebisingan,

udara panas dan polusi di sekitarnya serta sebagai pembentuk kesatuan ruang.

Salah satu penjabaran fungsi dan manfaat penghijauan pada RTH adalah

sebagai berikut:

1. Estetika, penghijauan melalui penanaman tanaman/pohon sebagai elemen

keindahan kota.

2. Ekologi, penghijauan sebagai penyangga lingkungan kota dalam hal

pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna.

3 Produksi, penghijauan melalui penanaman pohon produktif sebagai upaya

peningkatan budidaya pertanian.

4. Pelayanan umum, penghijauan sebagai upaya memberikan kenyamanan dan

keteduhan bagi masyarakat dalam melakukan kegiatannya atau

berinteraksi atau berekreasi pada areal-areal RTH fasilitas umum seperti

(11)

5. Konservasi, kegiatan penghijauan untuk perlindungan terhadap

daerah-daerah hutan lindung, pesisir pantai dan pulau-pulau.

6. Edukasi, Penghijauan untuk menumbuhkan kesadaran berlingkungan dan

membangun berwawasan lingkungan.

Manfaat dari tumbuhan yang merupakan komponen utama Ruang Terbuka

Hijau dalam Simond (1983) adalah:

a. Produsen utama dalam rantai makanan karena tumbuhan melalui proses

fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari bisa merubah CO2 dan air ke

karbohidrat dan O2;

b. Melalui proses transpirasi tumbuhan melakukan menyejukkan udara dengan

dikeluarkannya uap air melalui daun-daun;

c. Menjaga iklim mikro khususnya suhu dan kelembaban udara kawasan

perkotaan;

d. Menjaga peyimpanan air tanah, mengurangi aliran permukaan, dan mencegah

erosi;

e. Menjaga kesuburan tanah dan memperbaiki struktur hara tanah.

Hutan Kota dan Taman Kota

Menurut PP No. 63 tahun 2002 Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan

yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah

perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai

hutan kota oleh pejabat yang berwenang dengan tujuan untuk kelestarian,

keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur

(12)

wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat dengan luas

minimal sebesar 0,25 ha. Dalam Bab I Pasal 3 disebutkan bahwa fungsi hutan

kota adalah memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, meresapkan

air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota dan

mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Hutan kota juga dapat

dimanfaatkan untuk keperluan : (a) pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga,

(b) penelitian dan pengembangan, (c) pendidikan, (d) pelestarian plasma nutfah

dan atau (e) budidaya hasil hutan bukan kayu. Keberadaan hutan kota dan taman

kota di kawasan perkotaan memberikan manfaat yang tidak dapat dinilai dengan

materi. Pepohonan yang tumbuh di ruang kota dapat menjadi pelindung kota dari

bahaya polusi udara, tanah dan air.

Menurut Irwan (2007) bentuk hutan kota tergantung kepada bentuk lahan

yang tersedia untuk hutan kota. Bentuk hutan kota dapat dibagi menjadi:

1. Berbentuk bergerombol atau menumpuk adalah hutan kota dengan komunitas

tumbuhannya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah

tumbuh-tumbuhannya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan.

2. Berbentuk menyebar yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu,

dengan komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh menyebar terpencar-pencar

dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil.

3. Berbentuk jalur yaitu komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh pada lahan

yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan,

(13)

Struktur hutan kota diklasifikasikan menjadi :

a. Berstrata dua, yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota hanya terdiri dari

pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya.

b. Berstrata banyak, yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota selain terdiri

dari pepohonan dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi

banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanan rapat tidak beraturan dengan

strata, serta komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh-tumbuhan hutan

alam.

Dalam memilih jenis tanaman untuk pembangunan hutan kota,

direkomendasikan dipilih jenis tanaman pohon hutan, serta disesuaikan dengan

bentuk dan tipe penghijauan kota. Secara umum, faktor-faktor yang perlu

diperhatikan dalam memilih pohon untuk penghijauan kota antara lain :

a. Mempunyai perakaran yang dalam, kuat, tidak mudah tumbang dan tidak

mudah menggugurkan ranting dan daun.

b. Mampu tumbuh di tempat terbuka di berbagai jenis tanah.

c. Pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap gangguan fisik.

d. Tidak memerlukan perawatan yang intensif.

e. Berumur panjang.

f. Tahan terhadap kekurangan air.

g. Pohon-pohon langka dan unggulan setempat.

h. Pohon-pohon penghasil bunga/buah/biji yang bernilai ekonomis.

i. Pohon-pohon yang teduh, indah, penghasil buah yang disenangi burung,

(14)

j. Pohon-pohon yang mempunyai evapotranspirasi rendah untuk daerah yang

bermasalah dengan menipisnya air tanah dan intrusi air laut.

k. Pohon-pohon yang dapat berfungsi mengurangi abrasi untuk daerah pantai.

Berikut merupakan daftar tanaman yang mempunyai daya serap

karbondioksida yang tinggi berdasarkan hasil riset Endes N. Dahlan : Trembesi

(Samanea saman) 28.488,39 kg/tahun, Cassia (Cassia sp.) 5.295,47 kg/tahun,

Kenanga (Cananga odorata) 756,59 kg/tahun, Pingku (Dyxoxylum excelsum)

720,49 kg/tahun, Beringin (Ficus benyamina) 535,90 kg/tahun, Kiara payung

(Felicium decipiens) 404,83 kg/tahun, Matoa (Pometia pinnata) 329,76 kg/tahun,

Mahoni (Swetiana mahagoni) 295,73 kg/tahun, Saga (Adenanthera pavoniana)

221,18 kg/tahun, Bungur (Lagerstroemia speciosa) 160,14 kg/tahun, Jati

(Tectona grandis) 135,27 kg/tahun, Nangka (Arthocarpus heterophyllus)

126,51 kg/tahun, Johar (Cassia grandis) 116,25 kg/tahun, Sirsak

(Annona muricata) 75,29 kg/tahun, Puspa (Schima wallichii) 63,31 kg/tahun,

Akasia (Acacia auriculiformis) 48,68 kg/tahun, Flamboyan (Delonix regia)

42,20 kg/tahun, Maniilkara kauki) 36,19 kg/tahun, Tanjung

(Mimusops elengi) 34,29 kg/tahun, Bunga merak (Caesalpinia pulcherrima)

30,95 kg/tahun, Sempur (Dilenia retusa) 24,24 kg/tahun, Khaya

(Khaya anthotheca) 21,90 kg/tahun, Merbau pantai (Intsia bijuga) 19,25 kg/tahun,

Akasia (Acacia mangium) 15,19 kg/tahun, Angsana (Ptherocarphus indicus)

11,12 kg/tahun, Asam kranji (Pithecelobium dulce) 8,48 kg/tahun, Saputangan

(Maniltoa grandiflora) 8,26 kg/tahun, Dadap merah (Erythrina cristagalli)

4,55 kg/tahun, Rambutan (Nephelium lappaceum) 2,19 kg/tahun, Asam

(15)

Berdasarkan Permendagri no. 1 tahun 2007, Taman kota merupakan ruang

di dalam kota yang ditata untuk menciptakan keindahan, kenyamanan, keamanan,

dan kesehatan bagi penggunanya. Selain itu, taman kota di fungsikan sebagai

paru-paru kota, pengendali iklim mikro, konservasi tanah dan air, dan habitat

berbagai flora dan fauna. Sebagai ruang terbuka, taman kota dipahami sebagai

ruang yang berisi unsur-unsur alam dan pemandangan yang ditimbulkan oleh

keragaman vegetasi, aktivitas dan unsur-unsur yang disediakan sebagai fasilitas

sosial dan rekreasi, serta sebagai sumber pernafasan kota (Oktorina, 2004).

Menurut Menteri Pekerjaan Umum No.5 tahun 2008 tentang Pedoman

penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan perkotaan, luas minimal taman

adalah 144.000 m2. Pepohonan yang ada dalam taman kota dapat memberikan

manfaat keindahan, penangkal angin, dan penyaring cahaya matahari. Taman kota

berperan sebagai sarana pengembangan budaya kota, pendidikan, dan pusat

kegiatan kemasyarakatan. Menurut Karyono (2005), Taman kota harus nyaman

secara spasial atau keruangan, dimana warga kota dapat menggunakannya untuk

Referensi

Dokumen terkait

Pihak lain yang bukan Direktur Utama/ Pimpinan Perusahan/Pengurus Koperasi yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian/anggaran dasar, sepanjang pihak lain tersebut adalah

Bagi masyarakat, agar tetap melestarikan tradisi tilik wong loro ini, karena dukungan yang diberikan kepada pasien dapat berpengaruh terhadap motivasi sembuh. pasien,

Fungsi keanggotaan (membership function), Sudradjat adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik input data kedalam nilai keanggotaanya (sering juga

Dalam penelitian ini, yang menjadi fase (A1) atau baseline yaitu adalah kemampuan awal anak kesulitan belajar X dalam kemampuan mengenal konsep angka sebelum menggunakan

Merrian, M.B. An Expended Sourcebook : Qualitative Data Analysis. London, Thousand Oaks: Sage. Language and Society. Cambridge: Cambridge University Press. Making Sense Of

Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu. ( Ir. AMIRULLAH, MA

A model for recurrent networks of bistable neurons, each with random noise input, was ex- amined to address possible mechanisms for neural coding of temporal duration.. We have

18 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung, KPK dan FPB Menentukan hasil penyelesaian soal cerita yang berkaitan KPK dari 3 bilangan 20. 19 Pengukuran