• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ibu Hamil dalam Pengambilan Keputusan Untuk Rencana Pemanfaatan Persalinan Seksio Sesarea di RSU Full Bethesda Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ibu Hamil dalam Pengambilan Keputusan Untuk Rencana Pemanfaatan Persalinan Seksio Sesarea di RSU Full Bethesda Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Seksio Sesarea 2.1.1. Pengertian

Caesar adalah jalan alternatif menyambut kelahiran seorang bayi melalui

operasi praktis. Pembedahan dilakukan pada perut dan rahim ibu. Seksio sesarea berasal dari bahasa latin caedo yang berarti “memotong”. Seksio sesarea juga di defenisikan sebagai suatu kelahiran janin melalui insisi transabdomen pada uterus

(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 1995/2005). Menurut Pillitteri (2003) seksio sesarea adalah kelahiran bayi melalui insisi abdomen ke uterus. Seksio sesarea merupakan

suatu metode alternatif pertolongan persalinan ketika persalinan melalui vagina sudah dianggap tidak efektif atau tidak mungkin dilakukan lagi. Saat ini terjadi peningkatan angka seksio sesarea secara signifikan hampir di seluruh dunia. Caesar dilakukan

sebagai tindakan penyelamatan terhadap kasus-kasus persalinan normal yang berbahaya. Oleh karena itu metode ini hanya dilakukan ketika proses persalinan

alamiah melalui vagina tidak memungkinkan karena risiko medis tertentu.

Seksio sesarea merupakan suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih

utuh. Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh

(2)

Berdasarkan uraian di atas, maka persalinan seksio sesarea merupakan sesuatu prosedur pembedahan yang melahirkan fetus melalui insisi pada dinding

abdominal dan uterus, baik yang direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat). Suatu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kelahiran seorang anak bukan melalui per vaginam. Baik direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat),

kehilangan pengalaman melahirkan anak secara tradisional dapat memberi efek negatif pada konsep diri wanita. Suatu upaya dilakukan untuk mempertahakan fokus

pada kelahiran seorang anak lebih daripada prosedur operasi itu melahirkan melalui abdomen, bukan per vaginam.

2.1.2. Jenis-Jenis Seksio Sesarea

Seksio sesarea dibagi menjadi dua jenis yaitu seksio sesarea elektif dan seksio sesarea darurat. Seksio sesarea elektif adalah suatu keadaandimana seksio sesarea

yang dilakukan sudah dibuat pada saat kehamilan dan sebelum melakukan persalinan. Seksio sesarea elktif disebut juga seksio sesarea terjadwal. Seksio sesarea elektif dilakukan bukan tanpa indikasi medis. Seksio sesarea elektif dilakukan bukan tanpa

indikasi medis. Indikasi medis yang dilakukan seksio sesarea elektif adalah disporposi sepalopelvik, plasenta previa, malpresentasi janin, herpes genetalia aktif

dan mengurangi penularan HIV dari ibu ke janin (Pilliterri, 2003).

Seksio sesarea darurat atau emergency merupakan seksio sesarea yang dilakukan apabila ada masalah pada saat proses persalinan normal. Indikasi seksio

(3)

saat persalinan, gagal untuk berprogres pada saat tahap pertama maupun kedua persalinan, dan gawat janin (Pilliteri, 2003).

2.1.3. Indikasi Seksio Sesarea 1. Indikasi Mutlak

a. Ibu :

a) Panggu l Sempit Absolut

Pengertian yang sederhana ini berarti bahwa bayi anda terlalu besar atau

pelvik (panggul) ibu terlalu kecil sehingga tidak dapat menjadi jalan ke luar yang aman. Ukuran relatif kepala bayi dan jalan keluar pelvik dapat di ukur selama minggu-minggu terakhir kehamilan. Ukuran bayi dapat diperkirakan dengan

menggunakan skan suara ultra. Lingkar serta berat perut ibu di ukur, sementara pengukuran panggul dilakukan dengan sinar-X. Panggul ibu juga bisa di ukur dengan

pelvimeter sebelum hamil untuk memperkirakan apakah ibu memerlukan bedah sesar. Jika garis tengah kepala bayi lebih besar daripada jalan masuk pelvik, maka diketahui bahwa tidak dapat lewat keluar walaupun kepala bayi masih lembut dan berubah

bentuk sampai batas tertentu. b) Plasenta Previa

Plasenta previa terjadi jika plasenta melekat pada ujung bawah uterus (rahim) sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, atau jika plasenta terletak di bawah bagian presentasi bayi. Ketika serviks membuka selama persalinan

(4)

walaupun perdarahan itu sendiri bisa ringan atau berat. Perdarahan terjadi pada trimester dua dan tiga kehamilan.

c) Disfungsi Uterus

Disfungsi uterus didefinisikan atau tidak terkoordinasinya kontraksi uterus, ketidakmampuan untuk dilatasi servik, dan juga melahirkan yang lama. Disfungsi

uterus ditandai dengan kontraksi intensitas rendah dan jarang serta lambatnya kemajuan persalinan. Disfungsi uterus sering terjadi pada disproporsi sepalopelvik

(Leveno et al, 2003/2009).

d) Stenosis serviks atau vagina e) Ruptur uteri membakat

b. Janin :

a) Kelainan letak

b) Gawat janin c) Prolapsus plasenta

d) Perkembangan bayi yang terhambat

e) Mencegah hipoksia janin 2. Indikasi Relatif

a) Riwayat Seksio Sesarea Sebelumnya

Ibu yang pernah mengalami seksio sesarea sebelumnya memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami ruptur uterin. Jika ibu pernah mendapatkan

(5)

yang potensial. Pada persalinan berikutnya, terdapat kemungkinan kurang dari satu persen pecahnya uterus. Bila terjadi maka akibatnya bisa fatal.

b) Virus Herpes yang Menginfeksi Saluran Genitalia

Herpes genitalia merupakan salah satu penyakit kelamin yang disebabkan oleh Herpes Siplex Virus (HSV). HSV menginfeksi melalui kontak langsung kulit atau

membran mukus dengan lesi yang aktif. Lesi herpes yang terdapat pada jalan lahir secara aktif dapat menulari bayi pada saat proses melahirkan pervaginam. Penyebaran

virus herpes dari ibu ke janin terjadi pada saat melahirkan, ketika janin kontak dengan agen infeksius yang terdapat pada genital ibu (Murray & McKinnet, 2007). Oleh sebab itu, agar bayi tidak terinfeksi virus herpes genitalia harus dilakukan seksio

sesarea.

1) Distosia

2) Fetal distress 3) Pre eklampsia berat

4) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu

5) Gamelli

3. Indikasi Sosial/Non Medis

Permintaaan ibu untuk melakukan seksio sesarea sebenarnya bukanlah suatu indikasi untuk dilakukan seksio sesarea. Alasan yang spesifik dan rasional harus dieksplorasi dan didiskusikan. Ketika seorang ibu meminta untuk dilakukan seksio

(6)

seorang ibu meminta seksio sesarea dikarenakan takut akan proses persalinan, maka ia harus dinasehati dengan diberi pengertian untuk mengalihkan dan mengurangi rasa

takutnya sehingga mempermudah proses persalinan. Adapun alasan –alasan ibu untuk seksio sesarea tanpa indikasi medis adalah :

a) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya

b) Wanita yang ingin seksio sesarea elektif karena takut bayinya mengalami cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi kerusakan dasar

panggul.

c) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality image setelah melahirkan

Seorang tenaga medis dibenarkan untuk menolak permintaan seksio sesarea apabila tidak ada indikasi yang jelas untuk dilakukannya operasi. Namun, keputusan

pasien harus tetap dihargai dan perlu ditawari pilihan cara melahirkan yang lainnya. 2.1.4. Kontraindikasi

a) Janin mati

b) Syok

c) Anemia berat

d) Kelainan kongenital bera

e) Minimnya fasilitas operasi seksio sesarea

2.1.5. Teknik Pembedahan Seksio Sesarea

(7)

karena dapat menyebabkan kehilangan darah yang jauh lebih banyak. Teknik seksio sesarea segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertikal atau insisi transversal.

Insisi transversal lebih popular karena lebih mudah dilakukan dan juga kehilangan darah yang jauh lebih sedikit dan infeksi pasca operasi yang jauh lebih kecil dan kumungkinan ruptur pada kehamilan berikutnya lebih kecil (Bobak, Lowdermilk &

Jensen, 1995/2005).

2.1.6. Anastesi

Ada beberapa anastesi atau penghilang rasa sakit yang bisa dipilih untuk operasi seksio sesarea, baik spinal maupun general. Pada anastesi spinal atau epidural yang lebih umum digunakan saat ini, sang ibu tetap sadar kala operasi

berlangsung, Anastesi general bekerja secara jauh lebih cepat, dan mungkin diberikan jika diperlukan proses persalinan yang cepat (Gallagther, 2000).

a. Anastesi General

Anastesi general biasanya diberikan jika anastesi spinal atau epidural tidak mungkin diberikan, baik karena alasan teksin maupun karena dianggap tidak aman.

Pada prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui masker wajah selama tiga sampai empat menit sebelum obat diberikan melalui penetesan intravena.

Dalam waktu 20 sampai 30 detik, maka pasien akan terlelap. Saat pasien tidak sadar akan diselipkan sebuah selang ke dalam tenggorokan pasien untuk membantu pasien bernafas dan mencegah muntah. Pasien yang menggunakan anastesi general harus

(8)

b. Anastesi Spinal

Dalam operasi seksio, pasien diberi penawaran untuk menggunakan anastesi

spinal atau epidural. Anastesi ini dari pertengahan ke bawah tubuh pasien mati rasa, tetapi pasien akan tetap terjaga dan menyadari apa yang sedang terjadi. Hal ini berarti pasien akan tetap merasakan kelahiran tanpa merasa sakit dan pasangan juga bisa

mendampingi untuk memberikan dorongan dan semangat.

2.1.7. Manajemen Pra Operasi 1. Pemeriksaan Pra Operasi

Pemeriksaan pra operasi merupakan hal yang mutlak dalam setiap operasi. Hal-hal yang perlu diperiksa sebelum operasi dilakukan :

a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui permasalahan

yang ada dan yang diperkirakan dapat muncul selama operasi, maka kepada pasien perlu ditanyakan :

(a). Subjektif

(b). Alergi (c). Medikasi

(d). Riwayat (e). Makanan

Untuk operasi elektif, keadaan pasien sudah berbeda dengan saat pertama kali

(9)

Tabel 2.1. Jenis dan Indikasi Pemeriksaan Pra Operasi Urinalisis Semua pasien : pemeriksaan glukosa,

hematuria, protein

EKG Usia > 50 tahun

Riwayat penyakit jantung, hipertensi atau penyakit paru menahun

Hitung darah lengkap Usia > 40 tahun Semua wanita

Semua pembedahan mayor Bila dicurigai anemia Kreatinin dan elektrolit Usia > 60 tahun

Semua pembedahan mayor Obat diuretik

Suspek penyakit ginjal

Glukosa darah Pasien diabetes

Glikosuria

Tes sel sabit Bila ada indikasi

X Foto thoraks Penyakit jantung atau paru akut Risiko TBC paru

Penyakit keganasan Golongan darah Antisipasi transfusi darah

b. Menilai sistem kardivaskuler dan respirasi pasien

c. Konsultasi dengan ahli anestesi untuk mendiskusikan persiapan yang akan

dilakukan. 2. Informed Consent

Setiap tindakan medis memerlukan persetujuan atas penjelasan (PaP) baik secara lisan dan tulisan. Untuk tindakan darurat yang bertujuan menyelamatkan jiwa pasien, PaP tidak perlu dibuat terlebih dahulu. Informed berarti pasien telah diberikan

penjelasan, sedangkan consent berarti persetujuan pasien, sehingga informed consent berarti persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter atas penjelasan tentang

(10)

Menurut UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat 3, informasi yang diberikan harus mencakup : diagnosis dan tata cara tindakan medis;

tujuan tindakan medis yang dilakukan; alternatif tindakan lain dan risikonya; risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Yang berhak memberikan informasi adalah dokter yang melakukan tindakan

medis tertentu, bila berhalangan dapat diwakili oleh dokter lain dengan sepengetahuannya.

Yang berhak memberikan PaP :

a. Pasien sendiri, usia >21 tahun atau telah menikah b. Bagi pasien usia < 21 tahun, urutan hak :

(a). Ayah/ibu kandung

(b). Saudara-saudara kandung

(c). Induk semang

c. Bagi pasien dengan gangguan jiwa: (a). Ayah/ibu

(b). Wali yang sah

(c). Saudara-saudara kandung

d. Bagi pasien dewasa sudah menikah atau tua : (a). Suami

(b). Ayah/ ibu kandung

(11)

Dokter yang melakukan tindakan medis tanpa PaP akan dikenakan hukuman administratif berupa pencabutan ijin praktek. Pelaksanaan seksio sesarea atas

permintaan pasien meski tidak didasari indikasi medis mengundang banyak kontroversi. Pedoman etik obstetri dan ginekologi pasal 7 mencantumkan bahwa tindakan seksio sesarea atas permintaan pasien tanpa didasari indikasi medis adalah

tidak etis, kecuali jika telah melalui konseling. Pasien memiliki hak otonomi untuk meminta dilakukannya seksio sesarea. Dokter yang menangani pasien tersebut harus

memberikan konseling yang jujur, ikhlas dan profesional bahwa pada saat itu masih mungkin dilakukan persalinan per vaginam dan perlu pula dijelaskan risiko operasi baik terhadap ibu maupun bayi. Bila pasien dengan sadar dan tanpa tekanan

memutuskan untuk tetap meminta dilakukan seksio sesarea, surat permintaan tindakan medis harus ditandatangani oleh pasien, saksi dari keluarga pasien, dokter

dan saksi dari kalangan medis. 3. Puasa

Puasa termasuk salah satu persiapan operasi. Pasien yang akan menjalani

seksio sesarea selalu memiliki risiko untuk aspirasi cairan lambung. Hal ini disebabkan oleh perubahan anatomi yang muncul selama kehamilan. Oleh karena itu,

semua pasien hamil yang akan menjalani seksio sesarea dianggap memiliki lambung yang penuh tanpa memperdulikan kapan makan minum terakhir.

2.1.8. Komplikasi dan Efek Samping Seksio Sesarea

(12)

komplikasi persalinan. PIH ditandai dengan hipertensi, oedema, dan proteinuria yang mungkin memerlukan kelahiran bayi dengan cepat sebelum waktunya.Komplikasi

utama persalinan seksio sesarea adalah kerusakan organ-organ seperti vesika urinaria dan uterus saat dilangsungkannya operasi, komplikasi anestesi, perdarahan, infeksi dan tromboemboli. Takipneu sesaat pada bayi baru lahir lebih sering terjadi pada

persalinan seksio sesarea, dan kejadian trauma persalinan (Rasjidi, 2009).

Seksio sesarea memberikan risiko yang cukup besar, bukan hanya untuk ibu

tetapi juga untuk janin. Ibu yang melahirkan seksio sesarea memiliki risiko kematian lebih besar daripada persalinan pervaginam. Risiko seksio sesarea bagi ibu adalah infeksi, perdarahan, trauma pada saluran urin, tromboplebitis, komplikasi anestesi.

(Murray & McKinney, 2007).

Cidera organ terdekat pada kasus operasi seksio sesarea meningkat bila

operasi dilakukan dalam keadaan inpartu sehingga untuk menurunkan risiko tersebut, sebaiknya operasi dilakukan sebelum pasien memasuki masa inpartu. Bila operasi dilaksanakan dalam keadaan inparu, risiko cidera organ terdekat dapat terjadi pada

yaitu cidera ureter, cidera kandung kencing, cidera usus, laserasi uterus dan atonia uteri. Adapun rangkuman komplikasi dan efek yang ditimbulkan dalam persalinan

(13)

Tabel 2.2. Rangkuman Efek Seksio Sesarea Dibanding Persalinan Pervaginam

Nyeri abdomen Perdarahan Nyeri perineum

Perlukaan vesika urinaria Infeksi Inkontinensia uri Perlukaan uterus Perlukaan organ genitalia Prolaps uterovaginal Kebutuhan operasi pada

persalinan selanjutnya

Nyeri punggung

Histerektomi Nyeri saat senggama Perawatan intensif Mortalitas neonatus Penyakit tromboemboli Perdarahan intrakranial Lama rawat inap Perlukaan pleksus

brachialis Ruptur uterus Cerebral palsy Morbiditas pernafasan

pada neonatus Kematian maternal

2.1.9. Keuntungan Seksio Sesarea

a.

b.

Lebih aman bagi kesehatan ibu dan bayi, misalnya posisi bayi yang sungang, jika

dilahirkan secara normal, dikhawatirkan bayi akan berhenti di jalan lahir sehingga

jalan nafasnya terjepit, bila lebih dari 7 menit dapat menyebabkan bayi mengalami

gangguan pernapasan.

c.

Ibu tidak akan merasa cemas oleh rasa nyeri saat kontraksi sebelum dan selama

proses bersalin.

Ibu maupun ayah bisa memilih kapan jam dan tanggal bayi mau dilahirkan.

2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Perilaku dan pelayanan kesehatan merupakan faktor yang dapat

(14)

(demand) perseorangan, keluarga,kelompok dan atau masyarakat terhadap kesehatan dapat terpenuhi.kebutuhan dan tuntutan ini adalah sesuatu yang terdapat pada pihak

pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer).

Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan kesehatan akan meningkatkan penerimaan

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pelanggan yang puas akan membuka peluang hubungan yang harmonis antara pemberi jasa dan konsumen, memberikan

dasar yang baik bagi kunjungan ulang, loyalitas pelanggan dan membentuk rekomendasi promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan pemberi jasa (Peter dan Olson, 2000).

Keputusan konsumen untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor

yang merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan Teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), yang dibedakan dalam tiga faktor yaitu :

a) Faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap,

keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak.

(15)

Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor

pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan.

c) Faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan

memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Model penggunaan pelayanan kesehatan yang sering dipakai adalah Health Belief Model dicetuskan oleh Becker (1974) dalam Notoatmodjo (2012), yaitu model

kepercayaan kesehatan menjelaskan kesiapan individu dalam memahami perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan. Ada 4 (empat) variabel yang terlibat dalam tindakan tersebut yaitu :

a. Perceived seriousness (keseriusan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap keseriusan dari penyakit yang didasarkan pada penilaian terhadap

kerusakan yang ditimbulkan penyakit tertentu.

b. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan), yaitu kepekaan seseorang terhadap penyakit, agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah

(16)

c. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap manfaat yang diperoleh apabila mengambil tindakan untuk mengobati atau

mencegah penyakit.

d. Perceived barriers (hambatan-hambatan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap hambatan-hambatan dalam bertindak untuk mengobati atau

mencegah penyakit, dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan atau rasa sakit yang ditimbulkan pada perawatan. Disamping itu hambatan dapat berupa

biaya baik bersifat monetary cost yaitu biaya pengobatan ataupun time cost (waktu menunggu diruang tunggu, atau waktu yang digunakan selama perawatan, dan waktu yang digunakan ke tempat pelayanan kesehatan), serta kualitas

pelayanan yang diberikan.

Faktor-faktor yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan

kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan harus diperhatikan. Hal-hal yang

menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang

tersedia. Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan terhadap gangguan serta akibat-akibat penyakit tersebut. Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang

(17)

struktur sosial, dan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Seksio Sesarea

Keputusan konsumen untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor

yang merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan Teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012), yaitu

2.3.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra

manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2012), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

(18)

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan

perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat

langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,

yakni (Notoatmodjo, 2012): 1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

(19)

yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap

objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat

dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

(20)

Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.3.2 Sikap

Menurut Berkowitz dalam Azwar (2011) pernah mendaftarkan lebih dari tiga puluh definisi tentang sikap, namun secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga

kelompok pemikiran, yaitu:

1). Kelompok pertama yang diwakili oleh Louis Thurstone (1928), Rensis Likert

(1932), Charles Osgood (1975), mengatakan bahwa “sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, baik perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung dan tidak memihak (unfavorable)

terhadap objek sikap tertentu”.

2). Kelompok kedua yang diwakili oleh Chave (1928), Bogardus (1931), LaPiere

(1934), Mead (1934) dan Girdon Allport (1935), mengatakan bahwa “sikap adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki

(21)

3). Kelompok ketiga adalah yang mengatakan bahwa “sikap merupakan konstalasi komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif”. Termasuk dalam kelompok

ini Secord dan Backman (1964) mengatakan bahwa sikap adalah sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan

sekitarnya.

Menurut Fishbein dalam Azwar (2011) Sikap terjadi karena adanya

rangsangan sebagai objek sikap yang harus diberi respon, baik responnya positif atau pun negatif, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap mempunyai dua kemungkinan, yaitu sikap

positif dan sikap negatif terhadap suatu objek sikap. Sikap akan menunjukkan apakah seseorang menyetujui, mendukung, memihak (favorable) atau tidak menyetujui, tidak

mendukung atau tidak memihak (unfavorable) suatu objek sikap. Bila seseorang mempunyai sikap mendukung objek sikap, berarti mempunyai sikap positif terhadap objek tersebut. Sebaliknya jika seseorang tidak mendukung terhadap objek sikap,

berarti mempunyai sikap yang arahnya negatif terhadap objek yang bersangkutan.

2.3.3 Persepsi

Pengertian persepsi adalah akal manusia yang sadar meliputi proses fisik, fisiologis dan psikologis yang mengolah bermacam-macam input sebagai penggambaran lingkungan. Persepsi merupakan perlakuan melibatkan penafsiran

(22)

(Koentjaraningrat, 1981). Menurut Sarwono (1992), persepsi merupakan makna hasil pengamatan yang dilakukan oleh individu terhadap suatu objek yang mendefinisikan

pengenalan objek melalui penginderaan yang disatukan dan dikoordinasikan dalam saraf yang lebih tinggi.

Persepsi adalah suatu proses seorang individu memilih, mengorganisasi, dan

menafsirkan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang bermakna. Persepsi seorang dapat berbeda satu sama lainnya, meskipun dihadapkan pada suatu situasi

dan kondisi yang sama. Hal ini dipandang dari suatu gagasan bahwa kita semua menerima suatu objek rangsangan melalui penginderaan, penglihatan, pendengaran, pembauan, dan perasaan (Robbins, 2006).

Robbins (2006) menyatakan terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi, yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu

memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi itu. Karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi adalah sikap, kepribadian,

motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan harapan.

Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi terdiri atas dua faktor, yaitu faktor

eksternal atau dari luar yakni concreteness yaitu gagasan yang abstrak yang sulit dibandingkan dengan yang objektif, novelty atau hal baru, biasanya lebih menarik untuk dipersepsikan daripada hal-hal lama, velocity atau percepatan, misalnya

(23)

dikondisikan. Sedangkan faktor internal adalah motivasi, yaitu dorongan untuk merespon sesuatu, interest dimana hal-hal yang menarik lebih diperhatikan daripada

yang tidak menarik, need adalah kebutuhan akan hal-hal tertentu dan terakhir asumptions yakni persepsi seseorang dipengaruhi dari pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain.

Robbins (2006), menjelaskan faktor yang memengaruhi persepsi Dengan melihat satu obyek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda,

karena persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a) Faktor perilaku persepsi, bila seseorang memandang suatu obyek dan mencoba maka penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi dari orang

yang dipersepsikan yang mencakup sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan pengharapan.

b) Faktor obyek, karakteristik–karakteristik dari target yang diamati dapat memengaruhi apa yang dipersepsikan karena target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi. Namun obyek yang berdekatan akan cenderung dipersepsikan

bersama-sama. Faktor target mencakup hal yang baru yaitu gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang dan kedekatan.

(24)

2.3.4 Tindakan

Tindakan merupakan aturan yang dilakukan, melakukan/mengadakan aturan

atau mengatasi sesuatu atau perbuatan. Adanya hubungan yang erat antara sikap dan tindakan didukung oleh pengetahuan. Sikap yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecendrungan untuk bertindak dan nampak jadi lebih konsisten, serasi,

sesuai dengan sikap. Bila sikap individu sama dengan sikap sekelompok dimana ia berada adalah bagian atau anggotanya (Notoatmodjo, 2012).

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan dia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau

disikapinnya (dinilai baik). Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga mencakup hal – hal tersebut di atas, yakni :

a. Tindakan sehubungan dengan penyakit

b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan c. Tindakan kesehatan lingkungan

2.3.5. Pendapatan

Cara pembayaran juga berpengaruh pada keputusan tindakan seksio sesarea.

Pada tahun 1986 dari data klaim asuransi diketahui bahwa ahli kebidanan akan dibayar 68% lebih mahal jika melakukan seksio sesarea daripada persalinan pervaginam (Stafford 1991, Masyttoh, 2005). Persalinan dengan seksio sesarea akan

(25)

keadaan ini turut memberikan konsekuensi pada besarnya biaya pelayanan kesehatan yang lebih tinggi dan terkait dengan tingkat pendapatan.

2.3.6. Kesepakatan Suami Istri

Pemilihan proses persalinan tidak dapat dipilih sendiri oleh istri tanpa adanya kesepakatan dengan suami. Keadaan yang paling ideal adalah bahwa suami dan istri

harus :

a. Memilih proses persalinan yang paling baik

b. Saling berkomunikasi dalam pemilihan c. Membiayai pengeluaran untuk persalinan

d. Memperhatikan tanda-tanda bahaya dari proses persalinan

2.3.7. Sumber Informasi

Media informasi seperti medeia massa, elektronik, masyarakat disekitar

responden tinggal seperti orang tua, teman, tetangga, sahabat yang nantinya mempengaruhi sikap ibu hamil dalam memilih persalinan sectio cesarea.

2.4. Landasan Teori

Berdasarkan teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012), tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prilaku dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti keputusan memilih proses persalinan, maka dapat dibuat suatu kerangka teori

yang dapat menggambarkan setiap komponen yang berpengaruh terhadap perilaku tersebut, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), meliputi pengetahuan, sikap,

(26)

Faktor pemungkin (enabling factors), adalah lingkungan fisik, dan fasilitas/sarana pelayanan kesehatan. Faktor penguat (reinforcing factors), merupakan

faktor penyerta yang datang sesudah prilaku, yaitu sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain serta dukungan keluarga.

Gambar 2.1 Landasan Teori Faktor Pendorong

a.Lingkungan fisik b.Fasilitas/sarana

pelayanan kesehatan

Faktor Penguat a. Sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lain

b. Dukungan keluarga

Perilaku Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan Faktor Predisposisi

a. Pengetahuan b. Sikap

(27)

2.5. Kerangka Konsep

Dari kerangka teori diatas, maka dapat dikembangkan kerangka konsep seperti

yang terlihat pada skema di bawah ini

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Penguat

Dukungan suami

Rencana Pemanfaatan Seksio Sesarea Faktor Predisposisi

d.Pengetahuan e. Sikap f. Persepsi

(a) Nyeri persalinan (b) Kosmetik seks (c)Trend

Gambar

Tabel 2.1. Jenis dan Indikasi Pemeriksaan Pra Operasi
Tabel 2.2. Rangkuman Efek Seksio Sesarea Dibanding Persalinan Pervaginam
Gambar 2.1  Landasan Teori
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

akademik IKIP Padang dalam rangka meningkatkan mutu baik.. sebagai staf akademik maupun

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal berjudul “ Pengaruh Penyuluhan

Penyusun mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul :

Bab 3 merupakan pembahasan data-data yang telah dikumpulkan agar dapat dianalisis, untuk mengimplementasi enterprise architecture untuk Perusahaan X, dalam melakukan

[r]

[r]

[r]

[r]