BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kualitas Pelayanan
2.1.1. Pengertian Pelayanan
Pelayanan menurut Lovelock (2002), didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi
yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi pasien pada waktu dan tempat
tertentu, sebagai hasil dan tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam
diri atau atas nama penerima jasa tersebut. Sedangkan pengertian pelayanan menurut
Kotler (2002), yaitu setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu
pihak kepada pihak lain pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun. Jadi pelayanan dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kinerja
yang menciptakan manfaat bagi pasien dengan mewujudkan perubahan yang
diinginkan dalam diri atau atas nama penerima.
Menurut Munir (1991), pelayanan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang
atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan
metode tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan orang lain sesuai dengan haknya.
Hal ini menjelaskan bahwa pelayanan adalah suatu bentuk sistem, prosedur atau
metode tertentu yang diberikan kepada orang lain dalam hal ini pasien agar
kebutuhan pasien tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan harapan mereka.
Sedangkan menurut Siagian (1998), pelayanan secara umum adalah rasa
menyenangkan yang diberikan kepada orang lain disertai kemudahan-kemudahan dan
memberikan kesenangan-kesenangan kepada pasien dengan adanya
kemudahan-kemudahan agar pasien dapat memenuhi kebutuhannya. Payne (2000), menyatakan
kualitas jasa berkaitan dengan kemampuan sebuah organisasi untuk memenuhi atau
melebihi harapan pasien.
Soegito (2007), mengemukakan bahwa pelayanan (service) adalah setiap
kegiatan atau manfaat yang dapat diberikan suatu pihak kepada pihak lainnya yang
pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat pemilikan sesuatu dan
produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk fisik.
Barata (2004), mengemukakan bahwa pelayanan adalah daya tarik yang besar
bagi para pasien, sehingga korporat bisnis sering kali menggunakannya sebagai alat
promosi untuk menarik minat pasien.
Dari seluruh defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan
sebagai sebuah tingkat kemampuan (ability) dari sebuah rumah sakit dalam
memberikan segala yang menjadi harapan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
2.1.2. Pengertian Kualitas Pelayanan
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan
(Tjiptono, 2001). Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan dan keinginan pasien serta ketepatan penyampaiannya dalam
mengimbangi harapan pasien (Tjiptono, 2007). Kualitas pelayanan (service quality)
yang nyata-nyata mereka terima/peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya
mereka harapkan/inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu rumah sakit. Jika
jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan,
maka
melampaui harapan pasien, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik dan
berkualitas. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang
diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.
Kualitas pelayanan (service quality) sangat bergantung pada 3 (tiga) hal,
yaitu: sistem, teknologi dan manusia. Faktor manusia memegang kontribusi terbesar
sehingga kualitas layanan lebih sulit ditiru dibandingkan dengan kualitas produk dan
harga.
Menurut Parasuraman dalam buku Rambat Lupiyoadi (2001), mengemukakan
bahwa kualitas layanan (service quality) adalah seberapa jauh perbedaan antara
kenyataan dan harapan pasien atas layanan yang mereka terima/peroleh.
Dari definisi-definisi tentang kualitas pelayanan tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan
oleh rumah sakit guna memenuhi harapan pasien. Pelayanan dalam hal ini diartikan
sebagai jasa atau service yang disampaikan oleh pemilik jasa yang berupa
kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan dan keramahtamahan yang ditujukan
melalui sikap dan sifat dalam memberikan pelayanan untuk kepuasan pasien.
Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara
terima/peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan terhadap
pelayanan rumah sakit. Menurut Kotler (1997), mengungkapkan bahwa kualitas
pelayanan adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang
berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
yang tersirat.
Kualitas pelayanan yang baik sering dikatakan sebagai salah satu faktor yang
sangat penting dalam keberhasilan suatu bisnis karena dapat memberikan beberapa
manfaat. Berdasarkan hasil sintesis terhadap berbagai riset di dalam Tjiptono (2005),
mengemukakan enam kriteria kualitas pelayanan yang dipersepsikan baik, yakni
sebagai berikut:
1. Professionalism and Skills
Pasien mendapati bahwa penyedia jasa, karyawan, sistem operasional dan
sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah mereka secara professional (outcome-related criteria).
2. Attitudes and Behavior
Pasien merasa bahwa karyawan jasa (customer contact personnel) menaruh
perhatian besar pada mereka dan berusaha membantu memecahkan masalah mereka
secara spontan dan ramah (process-related criteria).
3. Accessibility and Flexibility
Pasien merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam operasi, karyawan dan sistem
operasionalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pasien dapat
agar dapat menyesuaikan permintaan dan keinginan pasien secara luwes
(process-related criteria).
4.
Pasien memahami bahwa apa pun yang terjadi atau telah disepakati, mereka
bisa mengandalkan penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya dalam memenuhi
janji dan melakukan segala sesuatu dengan mengutamakan kepentingan pasien
(process-related criteria)
5. Recovery
Pasien menyadari bahwa bila terjadi kesalahan atau sesuatu yang tidak
diharapkan dan tidak dapat diprediksi, maka penyedia jasa akan segera mengambil
tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari solusi yang tepat (process-related
criteria).
6. Reputation and Credibility
Pasien meyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan
memberikan nilai/imbalan yang sepadan dengan biaya yang dikeluarkan
(image-related criteria).
Menurut Gronroos dalam Tjiptono (1999), mengemukakan bahwa terdapat 4
(empat) faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu :
1. Menjaga dan memperhatikan, bahwa pasien akan merasakan karyawan dan
sistem opersional yang ada dapat menyelesaikan masalah mereka.
2. Spontanitas, dimana karyawan menunjukkan keinginan untuk menyelesaikan
3. Penyelesaian masalah, karyawan yang berhubungan langsung dengan pasien
harus memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas berdasarkan standar yang
ada, termasuk pelatihan yang diberikan untuk dapat memberikan pelayanan yang
lebih baik.
4. Perbaikan, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan harus mempunyai
personil yang dapat menyiapkan usaha-usaha khusus untuk mengatasi kondisi
tersebut.
Menurut Zeithaml dan Bitner (2003), kualitas pelayanan (jasa), adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pasien. Dengan demikian ada 2 (dua) faktor utama yang
mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu : expected service dan perceived service.
Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan
yang diharapkan (expected service), maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan
memuaskan. Jika pelayanan yang diterima melampsaui harapan pasien, maka kualitas
pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika pelayanan yang
diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan
dipersepsikan buruk. Maka, baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada
penyedia pelayanan dalam memenuhi harapan pasiennya secara konsisten.
2.1.3. Dimensi Kualitas Pelayanan
Sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas kepuasan pasien (jasa) yang
dikembangkan pertama kali pada tahun 1985 oleh Parasuraman dalam Tjiptono
1. Tangibles: keberadaan fisik pemberi pelayanan, meliputi tempat parkir, fasilitas
gedung, tata letak dan tampilan barang, kenyamanan fasilitas fisik, peralatan dan
perlengkapan modern.
2. Reliability: mencakup 2 hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan
kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti rumah sakit
memberikan pelayanannya (jasa) secara tepat sejak saat pertama (right in the firts
time). Selain itu juga berarti bahwa rumah sakit yang bersangkutan memenuhi
janjinya.
3. Responsiveness: pelayanan yang baik harus disertai dengan tingkat keikutsertaan/
keterlibatan dan daya adaptasi yang tinggi, yaitu membantu dengan segera
memecahkan masalah.
4. Competence: pelayanan yang baik harus didasarkan kepada kecakapan/
keterampilan yang tinggi.
5. Access: meliputi memberikan/menyediakan keinginan pasien dan pelayanan
yang mudah dihubungi.
6. Courtesy: pelayananyang baik harus disertai dengan sikap keramahan, kesopanan
kepada pihak yang dilayani.
7. Communication: pelayanan yang baik harus didasarkan kepada kemampuan
berkomunikasi yang baik dengan pihak yang dilayani.
8. Credibility: pelayanan yang baik harus dapat memberikan rasa kepercayaan yang
9. Security: pelayanan yang baik harus memberikan rasa aman kepada pihak yang
dilayani dan membebaskan dari segala resiko atau keragu-raguan pasien.
10. Understanding The Customer: pelayanan yang baik harus didasarkan kepada
kemampuan menanggapi atau rasa pengertian kepada keinginan pihak yang
dilayani.
Dalam pengembangan selanjutnya pada tahun 1990, kualitas pelayanan (jasa)
dikelompokkan ke dalam 5 (lima) dimensi oleh Parasuraman dalam Tjiptono (1999),
yaitu :
1. Bukti Langsung (Tangible), yaitu sebagai fasilitas yang dapat dilihat dan
digunakan rumah sakit dalam upaya memenuhi kepuasan pasien, seperti gedung
kantor, peralatan kantor, penampilan karyawan dan lain lain.
2. Kehandalan (Reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan kepada
pasien sesuai dengan yang diharapkan, seperti kemampuan dalam menempati
janji, kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan untuk meminimumkan
kesalahan.
3. Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu sebagai sikap tanggap, mau
mendengarkan dan merespon pasien dalam upaya memuaskan pasien, misalnya :
mampu memberikan informasi secara benar dan tepat, tidak menunjukan sikap
sok sibuk dan mampu memberikan pertolongan dengan segera.
4. Jaminan (Assurance), yaitu kemampuan karyawan dalam menimbulkan
kepercayaan dan keyakinan pasien melalui pengetahuan, kesopanan serta
5. Kepedulian/Empati (Emphaty), yaitu kemampuan atau kesediaan karyawan
memberikan perhatian yang bersifat pribadi, seperti bersikap ramah, memahami
kebutuhan dan peduli kepada pasiennya.
Dalam 5 (lima) dimensi kualitas pelayanan yang baru ini, dimensi
Competence, Credibility dan Security dikelompokkan ke dalam dimensi Assurance,
sedangkan dimensi Access, Courtesy, Communication dan Understanding
dikelompokkan ke dalam dimensi Emphaty.
Sedangkan Zeithaml (2003), menjelaskan bahwa kualitas pelayanan berfokus
terhadap evaluasi yang mencerminkan persepsi pasien dari dimensi yang spesifik
tentang pelayanan. Dan juga bahwa kualitas pelayanan merupakan komponen
daripada kepuasan pasien. Dalam hal ini bahwa kualitas pelayanan merupakan faktor
yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien.
Rangkuti (2002), menandaskan bahwa kualitas pelayanan merupakan salah
satu faktor yang dapat menentukan kepuasan pasien. Lebih lanjut Irawan (2002),
menjelaskan bahwa kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor yang dapat
mendorong kepuasan pasien.
Jadi dari beberapa teori yang ada kesimpulannya bahwa kualitas pelayanan
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien. Teori ini
digunakan dalam penelitian karena mampu mengakomodasi dan mewakili
obyek-obyek kualitas produk dan kualitas pelayanan dari produk yang diteliti. Pada
variabel-variabel ini kemudian diuraikan menjadi dimensi-dimensi dan
indikator-indikatornya.
2.2. Kepuasan Pasien
2.2.1. Pengertian Kepuasan
Kepuasan pasien atau pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana
bisnis. Pelanggan merupakan fokus utama dalam pembahasan mengenai kepuasan
dan kualitas jasa. Oleh karena itu, pelanggan memegang peranan cukup penting
dalam mengukur kepuasan terhadap produk maupun pelayanan yang diberikan
perusahaan.
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin “satis”, yang artinya
cukup baik dan memadai, sementara “facio” berarti melakukan atau membuat.
Rambat Lupiyoadi (2001), mengutip Kotler (1997), yang mengungkapkan bahwa
kepuasan dideskripsikan sebagai: “tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan
hasil perbandingan atas kinerja produk atau jasa yang diterima dan yang diharapkan”.
Sementara menurut Webster’s (1928), Dictionary, seperti yang dikutip oleh
Lupiyoadi (2001), pelanggan adalah: “seseorang yang beberapa kali datang ke tempat
yang sama untuk membeli suatu barang atau peralatan”. Jadi dengan kata lain,
pelanggan adalah seseorang yang secara kontinu datang ke suatu tempat yang sama
untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk (barang) atau
Menurut Tse dan Wilton, seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan
Gregorius Chandra (2005), menguraikan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon
konsumen pada evaluasi persepsi terhadap perbedaan antara ekspektasi awal atau
standar kinerja tertentu dan kinerja aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah
konsumsi produk.
Berdasarkan definisi tersebut adalah bahwa bila kinerja produk, baik barang
atau pun jasa, jauh lebih rendah dibandingkan dengan harapan pelanggan, pembeli
dapat dikatakan tidak puas. Sebaliknya, bila kinerja sesuai dengan harapan atau
bahkan melebihi harapan, maka pembeli akan merasa puas atau sangat gembira.
Selanjutnya, Tjiptono dan Diana (2001), juga mengutip pendapat lain dari
Wilkie (1990), yang mengungkapkan bahwa Kepuasan Pelanggan (Customer
Satisfaction) adalah suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman
konsumsi suatu produk atau jasa.
Kedua definisi tersebut memperlihatkan bahwa pelanggan akan melihat secara
keseluruhan apa yang telah mereka rasakan setelah membeli dan mengkonsumsi
suatu produk, baik barang maupun jasa. Pelanggan sangat kritis terhadap produk yang
mereka konsumsi. Mereka akan menilai berdasarkan apa yang mereka harapkan dan
apa yang mereka peroleh dari pengorbanan mereka pada kenyataannya. Tingkat
kepuasan pelanggan itu sendiri amat subyektif dimana ukuran kepuasan satu
2.2.2. Kepuasan Pasien
Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah
bagaimana untuk memenuhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang
sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian
terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan
memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman
buruknya
Menurut Tjiptono (1999), kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa hal yaitu
:
a. Kinerja (performance), pendapat pasien terhadap karakteristik operasi dari
pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang
dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan
kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama
keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam
memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan
memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatanrumahsakit.
b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan karakteristik
sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya
: kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system, dan
sebagainya.
c. Keandalan (reliability), sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami
diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat
didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan dan
pengalaman yang baik terhadap memberikan pelayanan keperawatan dirumah
sakit.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu sejauh mana
karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan
sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan
pengobatan.
e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut
digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam
penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi,
dan sebagainya.
f. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang
memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan
penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien
sewaktu-waktu.
g. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca
indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang lengkap dan
modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar, kenyamanan ruang
tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya.
h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi rumah sakit
terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit
daripada rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah sakit selama proses
penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam
keadaan sehat.
Lupyoadi (2001), menyatakan dalam menentukan
(lima) faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan antara lain:
1. Kualitas produk, yaitu pelanggan akan merasa puas bila hasil mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2. Kualitas pelayanan atau jasa, yaitu pelanggan akan merasa puas bila mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.
3. Emosi, yaitu pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa
orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek
tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi sosial atau self
esteem yang membuat pelanggan merasa puas terhadap merek tertentu.
4. Harga, yaitu produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan
harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
pelanggan.
5. Biaya, yaitu pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak
perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung
Selanjutnya menurut Irawan (2004), faktor-faktor yang pendorong kepuasan
pelanggan adalah sebagai berikut:
1. Kualitas produk, pelanggan puas kalau setelah membeli dan menggunakan produk
tersebut ternyata kualitas produknya baik.
2. Harga, untuk pelanggan yang sensitif, biasanya harga murah adalah sumber
kepuasan yang penting karena pelanggan akan mendapatkan value for money
yang tinggi.
3. Service quality, kepuasan terhadap kualitas pelayanan biasanya sulit ditiru.
Kualitas pelayanan merupakan driver yang mempunyai banyak dimensi, salah
satunya yang popular adalah SERVQUAL.
4. Emotional Factor, pelanggan akan merasa puas (bangga) karena adanya
emosional value yang diberikan oleh brand dari produk tersebut.
5. Biaya dan kemudahan, pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah,
nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.
Selanjutnya menurut Muninjaya (2012), kepuasan pengguna jasa pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya.
Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting
2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan.
Sikap ini akan menyentuh emosi pasien dan factor ini akan berpengaruh pada
3. Biaya (cost)
Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazard bagi
pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli pasien dan keluarganya “yang
penting sembuh” menyebabkan mereka menerima saja jenis pelayanan yang
diberikan dari teknologi kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan yang
pada akhirnya biaya perawatan akan menjadi sumber keluhan pasien.
4. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan
ruangan.
5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan
Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada faktor
ini.
6. Keandalan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memberikan perawatan.
7. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap pasien.
2.2.3. Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Pengukuran terhadap kepuasan pelanggan merupakan hal yang penting bagi
perusahaan, karena dengan mengetahui tingkat kepuasan pelanggan, perusahaan
memperoleh umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan
implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan selanjutnya.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan setiap perusahaan untuk
mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelanggan perusahaan
pesaing). Menurut Kotler dalam Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2001),
1. Sistem Keluhan dan Saran
Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu
menyediakan kesempatan seluas-luasnya serta akses yang mudah dan nyaman
bagi pelanggannya guna menyampaikan saran, pendapat, kritik dan keluhan
mereka. Contohnya melalui penyediaan sarana seperti kotak saran, saluran
telepon khusus bebas pulsa maupun websites.
2. Ghost Shopping (Mystery Shopping)
Perusahaan dapat mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan
atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing.
Mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk
perusahaan. Mereka kemudian diminta melaporkan temuan-temuannya berkaitan
dengan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. Biasanya para
ghost shoppers diminta mengamati secara seksama dan menilai cara perusahaan
dan pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan,
dan menangani setiap keluhan.
3. Lost Customer Analysis
Perusahaan berusaha menghubungi pelanggan yang telah berhenti membeli atau
beralih, untuk memperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut karena
dapat dikatakan bahwa perusahaan telah gagal dalam memuaskan pelanggannya.
Ini juga dilakukan agar perusahaan dapat menganalisanya sebagai pelajaran dan
4. Survei Kepuasan Pelanggan
Metode survei baik melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi merupakan
metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan.
Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara
langsung dari pelanggan dan sekaligus memberikan tanda positif bahwa
perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran
kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara,
seperti:
a. Directly reported satisfaction
Pengukuran secara langsung menggunakan item-item spesifik yang
menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan.
b. Derived satisfaction
Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni mengenai
tingkat harapan atau ekspektasi pelanggan terhadap kinerja produk pada
atribut-atribut tertentu yang relevan, serta persepsi pelanggan terhadap
kinerja aktual.
c. Problem analysis
Responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah
yang mereka hadapi berkaitan dengan produk yang ditawarkan oleh
d. Importance-performance analysis
Responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan berbagai atribut
relevan dan tingkat kinerja perusahaan pada masing-masing atribut tersebut.
Kemudian nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dan kinerja perusahaan
akan dianalisis dengan Importance-Performance Matrix. Matrix ini sangat
bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan sumber daya
perusahaan yang terbatas pada bidang-bidang spesifik dimana perbaikan
kinerja bisa berdampak besar pada kepuasan pelanggan total.
2.2.4. Hubungan Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Pasien
Sejalan dengan kemajuan peradaban, selera pasar pun semakin maju.
Konsumen semakin hari semakin kritis. Mereka menuntut kualitas layanan,
kecepatan, flexibilitas dan harga bersaing, sehingga produsen dewasa ini cenderung
lebih memperhatikan kepentingan pelanggan dalam hal memasarkan produk yang
dihasilkan guna menciptakan kepuasan pelanggan, karena kepuasan pelanggan
merupakan sasaran dari semua kegiatan pemasaran yang dilakukan dengan sukses.
Kualitas layanan, terutama bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa,
berhubungan sangat erat dengan kepuasan pelanggan. Seperti yang dikemukakan oleh
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2001), kualitas layanan yang unggul dan
konsisten dapat menumbuhkan kepuasan pelanggan yang akan memberi berbagai
manfaat bagi perusahaan, seperti:
a. Hubungan perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis.
c. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan.
d. Membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi
perusahaan.
e. Reputasi perusahaan menjadi baik dimata pelanggan.
f. Laba yang diperoleh perusahaan akan meningkat.
Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin suatu
ikatan yang harmonis dan kuat dengan perusahaan yang tentu saja akan menjadi dasar
bagi pembelian dan pemakaian ulang. Dalam jangka panjang, ikatan ini akan
memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan lebih seksama kebutuhan serta
harapan pelanggan. Dengan demikian, perusahaan akan dapat meningkatkan
kepuasan pelanggan dengan memaksimalkan pengalaman yang menyenangkan dan
meminimalkan bahkan meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang
menyenangkan yang pada gilirannya, kepuasan pelanggan dapat menciptakan
loyalitas pelanggan kepada perusahaan.
Jika perusahaan memiliki pelanggan yang loyal, reputasi perusahaan tentu
menjadi semakin baik dimata pelanggan. Dengan tingginya atmosfir kompetisi di
antara banyaknya perusahaan-perusahaan jasa saat ini, tidak jarang membuat
konsumen bingung untuk memilih sehingga sering kali mereka meminta pendapat
orang lain sebelum memutuskan untuk memilih satu penyedia jasa. Reputasi
perusahaan yang baik di antara para pelanggan otomatis dapat membentuk
perusahaan karena akan berimplikasi terhadap meningkatkannya laba yang diperoleh
perusahaan.
Kualitas pelayanan dan kepuasan, menurut Tjiptono (2002), mempunyai
hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu
dorongan kepada pelanggan untuk menjalin hubungan yang kuat dengan perusahaan.
Pada jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami
harapan serta kebutuhan pelanggan. Dengan demikian perusahaan dapat
meningkatkan kepuasan pelanggan dimana perusahaan memaksimalkan pengalaman
pelanggan yang menyenangkan dan meminimalkan pengalaman pelanggan yang
kurang menyenangkan.
2.3. Rumah Sakit
2.3.1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit menurut Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat
dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus
tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Selanjutnya menurut American Hospital Association dalam Azwar (1996),
bahwa rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga profesional yang
kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan
penyakit yang diderita oleh pasien.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Fungsi Rumah
Sakit adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit;
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;
2.3.2. Kualitas Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
Kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pasien, dimana
kualitas memberikan dorongan kepada pasien untuk menjalin ikatan hubungan yang
lebih kuat dengan rumah sakit dan pada gilirannya kepuasan pasien dapat
menciptakan kesetiaan atau loyalitas pasien kepada rumah sakit yang memberikan
kualitas memuaskan (Tjiptono, 2004).
Pasien akan merasa puas jika kebutuhan mereka dapat diekspresikan dan
terpenuhi. Pasien yang puas pelayanan rumahsakit akan semakin kooperatif dan
pelayanan yang lebih baik. Keluhan adalah tanda ketidakpuasan. Ketidakpuasan
pasien tidak selalu berhubungan dengan mutu pelayanan yang buruk. Keluhan dapat
muncul karena standar mutu yang berbeda antara pasien dan pemberi layanan
kesehatan. Menurut Azwar (1996), dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi. Ada 2
(dua) macam dimensi kepuasan pasien yaitu :
1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan dan standar kode etik profesi.
Yaitu bahwa ukuran ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu
pada penerapan standar dan kode etik profesi yang baik saja, mencakup penilaian
terhadap kepuasan pasien mengenai :
a. Hubungan dokter-pasien
Hubungan dokter dan pasien yang baik adalah salah satu kewajiban etik.
Dokter diharapkan dapat dan bersedia memberikan perhatian yang cukup
kepada pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua
keluhan, serta menjawab dan memerikan keterangan yang sejelas jelasnya
tentang segala hal yang ingin diketahui pasiennya.
b. Kenyamanan pelayanan (Amenities)
Kenyamanan yang dimaksud disini adalah yang menyangkut fasilitas yang
disediakan, tetapi yang terpenting adalah yang menyangkut sikap serta
tindakan para pelaksana ketika memberikan pelayanan.
c. Kebebasan melakukan pilihan (Choice)
Pasien bebas memilih pelayanan yang diinginkannya dan rumah sakit
d. Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientific Knowledge and Technical
Skill)
Makin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi tehnis tersebut maka mutu
pelayanan kesehatanpun akan menjadi tinggi pula.
e. Efektivitas pelayanan (Effectivess)
Efektivitas merupakan prinsip pokok penerapan standar profesi.
f. Keamanan tindakan (Safety)
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek
keamanan harus diperhatikan. Pelayanan kesehatan yang membahayakan
pasien bukanlah pelayanan kesehatan yang baik dan tidak boleh dilakukan.
2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan pelayanan kesehatan.
Ukuran ukuran yang mengacu pada penerapan pelayanan kesehatan meliputi:
a. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan (Available)
Yaitu apabila pelayanan kesehatan itu tersedia di masyarakat.
b. Kewajaran Pelayanan Kesehatan (Appropriate)
Artinya bahwa pelayanannya bersifat wajar dan dapat mengatasi masalah
kesehatan yang dihadapi.
c. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan (Acceptabel)
Dapat diterima atau tidaknya pelayanan kesehatan sangat menentukan puas
dan tidaknya pasien terhadap pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari tempat tinggal tentu
tidak mudah dicapai sehingga tidak memuaskan pasien.
e. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan (Affordable)
Pelayanan kesehatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh
masyarakat sebagai pengguna jasa maka akan membuat pasien enggan
kembali sehingga pasien tidak akan meras puas.
f. Efisiensi Pelayanan Kesehatan (Efficient)
Efisiensi pelayanan telah diketahui mempunyai hubungan yang erat dengan
kepuasan pemakai jasa pelayanan. Dengan demikian untuk dapat
menimbulkan kepuasan tersebut perlu diupayakan peningkatan efisiensi
pelayanan.
g. Mutu Pelayanan Kesehatan (Quality)
Mutu pelayanan kesehatan yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada
kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan.
2.3.3. Kualitas Pelayanan Rawat Inap
Rawat inap merupakan salah satu jenis perawatan yang pasiennya dirawat di
rumah sakit untuk jangka waktu tertentu dan pasien tinggal di rumah sakit untuk
mendapat perawatan. Pasien sejak masuk ruang perawatan hingga pasien dinyatakan
boleh pulang pasien mendapat pelayanan antara lain:
1. Pelayanan penerimaan atau administrasi,
2. Pelayanan dokter,
4. Pelayanan makanan dan gizi,
5. Pelayanan penunjang medik dan non medik.
Menurut Revas dalam Anjaryani (2009), bahwa pasien yang masuk pada
pelayanan rawat inap mengalami tingkat proses tranformasi yaitu:
1. Tahap admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan dirawat
tinggal di rumah sakit.
2. Tahap diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.
3. Tahap treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam program
perawatan dan terapi.
4. Tahap inspection, yaitu secara terus menerus diobservasi dan dibandingkan
pengaruh serta respon pasien atas pengobatan.
5. Tahap control, yaitu setelah dianalisa kondisinya, pasien dipulangkan.
Jacobalis dalam Anjaryani (2009), menyampaikan bahwa kualitas pelayanan
kesehatan di ruang rawat inap dapat diuraikan dari beberapa aspek, yaitu:
1. Penampilan keprofesian atau aspek klinis
Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap, perilaku dokter, perawat dan tenaga
profesi lainnya.
2. Efisiensi dan efektivitas
Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar
dapat berdaya guna dan berhasil guna.
3. Keselamatan pasien
4. Kepuasan pasien
Aspek ini menyangkut kepuasan pisik, mental dan sosial terhadap lingkungan
rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan,
perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.
Selanjutnya Muslihuddin dalam Anjaryani (2009), mutu asuhan pelayanan
rawat inap dikatakan baik, apabila :
1. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit.
2. Menyediakan pelayanan yang benar-benar professional dari setiap strata
pengelola rumah sakit. Pelayanan bermula sejak masuknya pasien ke rumah sakit
sampai pulangnya pasien.
2.4. Kerangka Konsep
Untuk mempermudah dalam pembuatan penelitian ini digambarkan kerangka
konsep sebagai berikut :
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Kualitas Pelayanan:
1. Bukti Langsung
2. Kehandalan
3. Daya Tanggap
4. Jaminan
5. Kepedulian
Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dijelaskan bahwa kualitas
pelayanan yang terdiri dari bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan dan
kepedulian berpengaruh terhadap kepuasan pasien.
2.5. Hipotesis Penelitian
Kualitas pelayanan rumah sakit (bukti langsung, keandalan, daya tanggap,
jaminan dan kepedulian) berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien rawat inap