• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Jamur Pelarut Fospat dan Pupuk Fospat Untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Tanaman Kentang Pada Andisol Terdampak Erupsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Jamur Pelarut Fospat dan Pupuk Fospat Untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Tanaman Kentang Pada Andisol Terdampak Erupsi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Abu Vulkanik

Hasil dari erupsi gunung Sinabung tersebut mengeluarkan kabut asap yang tebal berwarna hitam disertai hujan pasir ,dan debu vukanik yang menutupi ribuan hektar tanaman para petani yang berjarak dibawah radius enam kilometer tertutup debu tersebut. Debu vulkanik mengakibatkan tanaman petani yang berada di lereng gunung banyak yang mati dan rusak. Diperkirakan seluas 15.341 hektar tanaman pertanian terancam gagal panen (Suryani, 2014)

Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh disekitar sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan hingga ribuan kilometer (Sudaryo dan Sucipto, 2009).

Peningkatan kesuburan tanah disebabkan oleh material-material yang dikeluarkan oleh gunung api tersebut. Kandungan dari material tersebut memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan sifat tanah. Dalam suatu aktivitas vulkanisme, material-material yang dikeluarkan berupa gas, cair, dan padat. Gas-gas yang keluar antara lain uap air, O2, N2, CO2, CO, SO2, H2S, NH3,

H2SO4, dan sebagainya. Materi cair yang dikeluarkan adalah magma yang keluar

(2)

Tanah Andisol

Andisol merupakan tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam dengan epipedon molitik atau umbrik atau ochrik atau kambik, bulk density (kerapatan lindak) kurang dari 0,85 gr/cm3, banyak mengandung bahan amorf, atau lebih dari 60% terdiri dari abu vulkanik vitrik, cindes atau bahan pyroklastik lain (Hardjowigeno, 2003).

Potensi kesuburan tanah yang tinggi pada Andisol sering tidak berbanding lurus dengan peningkatan produksi tanaman, karena sebagian besar unsur hara makro berada dalam keadaan terfiksasi di dalam tanah (Yunus, 2012).

Tanah Andisol dicirikan oleh warna yang hitam, sangat porous, mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan serta sedikit silika aluminia. Luas tanah kurang lebih 6,5 juta ha atau 3,4% seluruh daratan Indonesia yang tersebar di daerah-daerah volkan dan merupakan tanah pertanian yang penting, terutama bagi tanaman hortikultura seperti tanaman bunga,

sayur-sayuran, dan buah-buahan yang mendukung pertumbuhan ekonomi (Rahayu, 2003).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2005) dalam (Ketaren, 2008) mengatakan bahwa data analisis tanah Andisol dari berbagai wilayah, menunjukkan bahwa Andisol memiliki tekstur yang bervariasi dari berliat (30-65% liat) sampai berlempung kasar (10-20%). Reaksi tanah umumnya agak masam (5,6-6,5). Kandungan bahan organik lapisan atas sedang sampai tinggi dan lapisan bawahnya umumnya rendah, dengan nisbah C/N terolong rendah. Kandungan P dan K potensial bervariasi sedang sampai tinggi, umumnya kandungan lapisan atas lebih tinggi daripada lapisan bawahnya.

(3)

Tanah Andisol adalah tanah yang memiliki bahan andik dengan ketebalan sebesar 60% atau lebih bila : 1) terdapat dalam 60 cm dari permukaan mineral atau pada permukaan bahan organik dengan sifat andik yang lebih dangkal, jika tidak terdapat kontak densik, litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon petrokalsik pada kedalaman tersebut, atau 2) diantara permukaan tanah mineral

atau lapisan organik dengan sifat andik, yang lebih dangkal dan kontak

densik, litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon petroklasik (Soil Survey Staff , 2010).

Menurut Sanchez (1976), tanah yang mengandung alofan seperti Andosol merupakan pengerap fofat tertinggi, dengan besar erapan lebih dari 1000 ppm P. Kekahatan P merupakan kendala terpenting pada sebagian besar tanah mineral masam di Indonesia, kekahatan P tersebut berkaitan dengan daya erapan ion P yang mengakibatkan P menjadi tidak larut dan relatif tidak tersedia bagi tanaman.

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi erapan P dalam tanah menurut Tisdale, Nelson, dan Beaton (1990) ialah sebagai berikut: 1) sifat dan jumlah komponen-komponen tanah yang terdiri atas hidrus oksida logam dari besi dan aluminium, tipe liat, kadar liat, koloid-koloid amorf, dan kalsium karbonat, 2) pH, 3) kation, 4) anion, 5) kejenuhan kompleks jerapan, 6) bahan organik, 7) suhu, dan 8) waktu reaksi.

Mikroba Pelarut Fosfat

Mikroba pelarut fosfat hidup di sekitar perakaran tanaman, mulai permukaan tanah sampai kedalaman 25cm. Keberadaannya berkaitan dengan jumlah bahan organik yang akan mempengaruhi populasi serta aktivitasnya dalam tanah. Mikroba yang hidup dekat daerah perakaran secara fisiologis lebih aktif

(4)

dibanding mikroba yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikroba pelarut fosfat beragam dari satu tempat ke tempat lainnya karena perbedaan sifat biologis mikroba itu sendiri. Terdapat mikroba yang hidup pada kondisi masam dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik dan termofilik ada yang hidup aerob maupun anaerob (Ginting, 2006).

Mikroorganisme pelarut fosfat, selain dapat meningkatkan ketersediaan fosfat, juga mampu mengkolonisasi rizosfir dan menghasilkan zat pengatur tumbuh, antara lain P. fluorescens, P. putida, P.striata, dan Bacillus megaterium. Mikroba tersebut dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin (GA3) (Arshad dan Frenkenberger, 1993)

Jamur pelarut fosfat merupakan salah satu anggota mikroba tanah yang dapat meningkatkan ketersediaan dan pengambilan P oleh tumbuhan. Bentuk ikatan P yang umum ditemui pada kondisi masam adalah AlPO4 dan FePO4.

Jamur pelarut fosfat mampu melarutkan P dalam bentuk AlPO4 lebih baik

dibanding BPF pada kondisi masam. Penelitian Lestari dan Saraswati (1997) melaporkan bahwa jamur pelarut P mampu meningkatkan kadar fosfat terlarut sebesar 27-47% di tanah masam. Penelitian Goenadi (1994), menunjukkan JPF mampu melarutkan fosfat 12-162 ppm di media Pikovskaya dengan sumber P dari AlPO4 (Premono, 1998).

Proses utama terhadap pelarutan senyawa fosfat sukar larut adalah produksi asam organik oleh jamur, seperti asam format, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan asam suksinat. Asam organik ini menyebabkan pH rendah, dan beberapa hidroksi berinteraksi dengan kalsium, besi, kemudian akan

(5)

melarutkan fosfat. Asam organik seperti asam sitrat dan asam sulfat berperan dalam meningkatkan kelarutan fosfat dalam batuan fosfat (Rao, 1994).

Jamur pelarut fosfat memiliki 3 mekanisme dalam meningkatkan penyerapan P yaitu: (1) secara fisik dimana infeksi jamur pada akar tanaman dapat membantu pengambilan fosfor dengan memperluas permukaan sampai akar; (2) secara kimia jamur diduga mendorong perubahan pH perakaran. Jamur juga menghasilkan asam sitrat dan asam oksalat yang menggantikan posisi ion fosfat yang terfikasasi; (3) secara fisiologi, jamur menghasilkan hormon auksin, sitokinin dan giberelin yang mampu memperlambat proses penuaan akar sehingga memperpanjang masa penyerapan unsur hara (Premono, 1998).

Prinsip dasar isolasi mikroba pelarut fosfat ialah menyeleksi mikroba dalam media pertumbuhan spesifik yang mengandung sumber P terikat. Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat terikat dapat diketahui dengan mengembangkan biakan murni pada media Pikovskaya yang berwarna putih keruh, karena mengandung P tidak larut air seperti kalsium fosfat Ca3(PO4)2. Pertumbuhan mikroba pelarut fosfat dicirikan dengan zona bening

(holozone) di sekeliling koloni mikroba. Mikroba pelarut fosfat yang potensial

dapat diseleksi dengan melihat luas zona bening paling besar pada media padat. Pengukuran potensi pelarutan fosfat secara kualitatif ini menggunakan nilai indeks pelarutan (dissolving index), yaitu nisbah antara diameter zona jernih terhadap diameter koloni. Kemampuan pelarut fosfat terikat secara kuantitatif dapat diukur dengan membiakkan mikroba pada media Pikovskaya cair. Kandungan P terlarut dalam media cair tersebut diukur setelah masa inkubasi (Setiawati, 1997).

(6)

Mikroba pelarut fosfat salah satunya adalah fungi. Fungi yang dapat melarutkan fosfat umumnya berasal dari Ascomycetes seperti Aspergillus niger,

Penicillium digitatum, Fusarium dan sclerotium. Fungi pelarut fosfat yang

dominan di temukan di tanah masam indonesia adalah Aspergillus niger dan

Penicillium sp. (Goenandi et all, 1993; Wati, 2009).

Pemberian jamur pelarut fosfat dapat meningkatkan diameter tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar, serapan P serta bobot 100 biji tanaman kedelai dibandingkan tanpa pemberian jamur pelarut fosfat. Peningkatan pertumbuhan dan tersebut menunjukan kemampuan jamur pelarut fosfat dalam meningkatkan P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman melalui enzim fosfatase yang dihasilkanya yang dapat memutus fosfat yang mengikat senyawa-senyawa organik sehingga meningkatkan serapan P oleh tanaman

(Mardiana, 2014).

Pemberian fungi Aspergillus sp, Trichoderma sp, Penicillium sp,

Gliocladium sp, dan dosis pupuk P dapat meningkatkan komponen pertumbuhan

dan hasil tanaman kedelai padatanah masam, serta dapat meningkatkan bobot kering akar, bobot kering bagian atas tanaman, jumlah polong, bobot biji tanaman dan serapan P (Wati, 2009).

Unsur Hara Fosfat (P)

Ketersediaan hara P tanah untuk tanaman sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanahnya sendiri. Unsur hara P menjadi tidak tersedia dan tidak larut disebabkan oleh fiksasi mineral-mineral liat dan ion-ion logam seperti Al, Fe, maupun Ca yang banyak larut (Nyakpa et all, 1988).

(7)

Unsur hara P di dalam tanah terdapat dalam bentuk fosfat anorganik dan fosfat organik.Senyawa P-organik dalam tanah antara lain fosfolipida, asam suksinat, fitin dan inositol fosfat yang dapat didekomposisi dengan baik oleh mikroba tanah. Unsur P-anorganik mudah bersenyawa dengan berbagai ikatan seperti Al, Fe, Ca, dan Mn. Senyawa P-anorganik dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu besi fosfat (FePO4), aluminium fosfat (AlPO4), kalsium fosfat

(Ca3(PO4)2) danreductant soluble. Bentuk FePO4 dan AlPO4 dominan ditemukan

pada tanah masam (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Tanaman menyerap hara fosfor dalam bentuk ion orthofosfat yakni : H2PO4--, HPO4-2, dan PO4-3dimana jumlah dari masing-masing bentuk sangat

tergantung pada pH tanah. Pada tanah-tanah yang bereaksi masam lebih banyak dijumpai bentuk H2PO4-dan pada tanah alkalis adalah bentuk PO4-3

(Damanik et all, 2011).

Indranuda (1994) menjelaskan bahwa fosfor merupakan bagian integral tanaman di bagian penyimpanan (storage) dan pemin-dahan (transfer) energi. Fosfor terlibat pada penangkapan cahaya dari sebuah molekul klorofil. Begitu energi tersebut sudah tersim-pan dalam ADP (adenosine diphosphate) atau ATP (adenosine triphosphate), maka akan digunakan untuk menjalankan reaksi-reaksi yang memerlukan energi, seperti pembentukan sukrosa, tepung dan protein.

Pada tanaman, fosfor berperanan dalam transfer energi, bagian dari ATP (adenosin trifosfat), ADP (adenosin difosfat), penyusun protein, koenzim, asam nukleat, dan senyawa-senyawa metabolik yang lain. Karena keterlibatan unsur P yang begitu banyak, maka ketersediaannya bagi tanaman menjadi sangat penting (Anas dan Premono, 1993).

(8)

Ada hubungan yang erat antara konsentrasi fosfor di dalam larutan tanah dengan pertumbuhan tanaman yang baik. Defisiensi fosfor selalu timbul akibat dari terlalu rendahnya konsentrasi H2PO4- dan HPO4-2 di dalam larutan tanah.

Senyawa fosfor dalam bentuk larut yang dimasukkan ke dalam tanah untuk mengatasi defisiensi fosfor cepat sekali mengendap dan terikat oleh matriks tanah (Indranuda, 1994).

Tanaman Kentang

Produktivitas kentang yang rendah di Indonesia disebabkan oleh pemakain bibit yang bermutu rendah, produktivitasnya rendah, teknik bercocok tanam khususnya pemupukan kurang tepat, baik dosis maupun waktunya, dan keadaan lingkungan yang memang berbeda dengan daerah asal kentang. Untuk mendapatkan produksi yang maksimal selama pertumbuhan tanaman kentang menghendaki temperatur rata-rata Rekomendasi Teknologi Pertanian 2004 antara 15,5° C – 18,3° C dan tampaknya temperatur malam yang dingin lebih penting (BPTP, 2004).

Peningkatan Produktivitas Kentang sangat ditunjang oleh sistem pemupukan dan lingkungan tumbuh yang sesuai. Pemupukan sangat diperlukan untuk mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman dan memperbaiki kondisi tanah sehingga perakaran dapat tumbuh baik serta dapat menyerap unsur hara dalam jumlah cukup. Hal ini sangat di perlukan sehubungan dengan proses pembentukan umbi kentang. Unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman kentang dalam jumlah besar adalah hara makro primer yaitu Nitrogen (N), fosfor (P), Kalium (K). (Haris, 2010).

(9)

Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropika dan subtropika, dapat tumbuh pada ketinggian 500 sampai 3.000 m di atas permukaan laut, dan yang terbaik pada ketinggian 1.300 m di atas permukaan laut. Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang subur, mempunyai drainase yang baik, tanah liat yang gembur, debu atau debu berpasir. Tanaman kentang toleran terhadap pH pada selang yang cukup luas, yaitu 4,5 sampai 8,0, tetapi untuk pertumbuhan yang baik dan ketersediaan unsur hara, pH yang baik adalah 5,0 sampai 6,5 (BPTP, 2004).

Kentang juga merupakan sumber yang baik akan berbagai mineral, seperti kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe) dan kalium (K), masing-masing 26,0; 49,0; 1,1; dan 449 mg/100 g. Di lain pihak, kandungan natriumnya sangat rendah, yaitu 0,4 mg/100 g (BPTP, 2004).

Ada dua faktor yang mempengaruhi pembentukan umbi pada kentang yaitu faktor dalam dan faktor lingkungan. Faktor dalam terdiri atas hormontumbuh dan metabolisme karbohidrat, sedangkan faktor lingkungan terdiri atas panjang hari, suhu, kelembaban, dan hara. Hormon tumbuh merupakan faktor penting dalam pembentukan umbi. Sitokinin berperan karena memacupembelahan sel, menghambat pemanjangan sel, dan memacu pembesaran sel. Panjang hari sebagai salah satu faktor lingkungan sangat menentukan dalampembentukan umbi. Hari pendek diperlukan untuk merangsang pembentukan umbi, sedangkan hari panjang diperlukan untuk menghambat pembentukan umbi. Suhu tanah tidak hanya mempengaruhi hasil, tetapi juga mempengaruhi saat tumbuh, saat inisiasi, bentuk daun, jumlah daun, dan struktur percabangan. Faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi pembentukan umbi adalah kelembaban dan kesuburan tanah.

(10)

Jumlah umbi juga berkurang pada tanaman yang mengalami kekurangan air. Untuk pemberian hara, khususnya N, harus diimbangi dengan pengairan yang cukup karena pada tanah kering bisa menaikkan kadar nitrat umbi dan pada taraf tertentu kadar nitrat dalam umbi dapat beracun bagi konsumen (Ferela, 2008).

Referensi

Dokumen terkait

Keluaran Jumlah Pelaksanaan Sosialisasi Peningkatan Toleransi dan Kerukunan Dalam Kehidupan Beragama.

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W2, 2013 XXIV International CIPA Symposium, 2 – 6 September 2013,

Hasil Terselenggaranya Koordinasi Pemeliharaan Stabilitas Nasional di Daerah Untuk Menurunkan Konflik Sosial Dalam

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W2, 2013 XXIV International CIPA Symposium, 2 – 6 September 2013,

Keluaran Jumlah Pelaksanaan Survey dan Pendataan Organisasi Masyarakat dan LNL.

Keluaran Jumlah Verifikasi Dokumen Permintaan Bantuan Keuangan.

Experimental results show that various clusters not only discriminate building roofs from other image parts but also distinguish different roof types (e.g., pitched, flat)..

Penemuan interferon hasil dari bioteknologi modern untuk mengobati penyakit kanker sangatlah bermanfaat bagi para penderita, karena jaringan yang terkena kanker