BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Al-Quran terdiri dari 114 surah termasuk didalamnya surat Al-Wᾱqi’ah.
Surat Al-Wᾱqi’ah terdiri atas 96 ayat dan termasuk golongan surat-surat
Makkiyah, diturunkan sesudah surah ﻪﻁ/tha ha/. Dinamakan dengan Al-Wᾱqi’ah
“Hari Kiamat”, diambil dari perkataan Al-Wᾱqi’ah yang terdapat pada ayat
pertama surat ini, ( Naf’an, 2007:880). Al-Wᾱqi’ah adalah salah satu nama hari
kiamat. Disebutkan demikian karena hari kiamat itu pasti terjadi dan pasti ada,
sebagaimana yang difirmankan oleh Allah:
ﺔﻌﻗﺍﻮﻟﺍ ﺖﻌﻗﻭ ﺬﺌﻣ ﻮﻴﻓ
/Fayaumaiẕinwaqaatil-wāqi’ah/ 'maka pada hari itu terjadilah Al-Wᾱqi’ah” hari Kiamat'' ( QS.
Al-Haqqah:15).
Surat Al-Wᾱqi’ah juga menjelaskan tentang alam kubur, surat ini
menjelaskan bagaimana kejadian-kejadian setelah memasuki alam kubur, manfaat
dari surat ini merupakan utama untuk menarik kekayaan dan juga berbagai
kemampuan supranatural dari makhluk yg memiliki ruh, namun tidak banyak
yang mengetahui apa makna dan inti dari surat ini sehingga mereka mengatakan
surat ini adalah sebagai surat yang mampu menjauhkan pengamalnya dari
kemiskinan, sedangkan tidak satupun dari ayatnya menyebutkan kekayaan. Tidak
ditemui satupun terjemahan dan tafsiran dari surat tersebut yang menceritakan
kekayaan, oleh karna itu muncullah pertanyaan, mengapa surat ini bisa
perlukan pengetahuan tentang inti dari surat ini
februari 2015).
Strategi penerjemahan merupakan bagian dari proses penerjemahan.
Strategi penerjemahan diterapkan pada saat proses penerjemahan berlangsung,
baik pada tahap analisis teks bahasa sumber maupun pada tahap pengalihan pesan.
Lorscer (2005) mendefenisikan strategi penerjemahan sebagai prosedur yang
digunakan penerjemahan dalam memecahkan permasalahan penerjemahan.
Lorscer membagi strategi penerjemahan menjadi tiga: (1) struktur
dasar (2) struktur perluasan (3) struktur kompleks.
Penerjemahan merupakan suatu proses pergantian atau mempertukarkan
sebuah teks ataupun kalimat dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain.
Dalam kajian terjemahan, bahasa asli disebut bahasa sumber (BSu) sedangkan
bahasa kedua disebut bahasa sasaran (BSa). Larson (1984: 3) menyatakan bahwa
terjemahan terdiri atas pentransferan makna bahasa sumber (BSu) ke dalam
bentuk bahasa sasaran (BSa) dengan memperhatikan struktur semantiknya.
Menurut Nida (1964: 12) yang disebutkan dalam Silalahi (2012: 11)
menerjemahkan berarti menghasilkan pesan yang paling dekat, sepadan dan wajar
dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, baik dalam hal makna maupun gaya. Jika
kita menerjemahkan, yang diterjemahkan itu bisa terdiri atas kata, rangkaian kata
(frasa), kalimat, alinea, tulisan yang terdiri atas beberapa alinea, atau tulisan yang
lebih panjang lagi. Sementara, Beekman dan Callow (1974: 19) mengatakan
bahwa penerjemahan adalah mengkomuni-kasikan satu pesan dari satu bahasa ke
Adapun Newmark (1981) bahwa penerjemahan adalah pengalihan pesan
tulis dari teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran. Larson (1984: 17)
memandang penerjemahan sebagai proses pengalihan amanat dari teks bahasa
sumber ke dalam teks bahasa sasaran dengan menggunakan bentuk gramatikal dan
leksikal bahasa sasaran yang wajar. De Groot (1997) mendefenisikan
penerjemahan sebagai kegiatan merumuskan kembali teks tulis bahasa sumber
dalam teks tulis bahasa sasaran.
Seterusnya Simatupang (1993: 48) kewajaran dalam penerjemahan
berkaitan erat dan dapat dicapai dengan penguasaan seseorang penerjemah
terhadap bahasa sumber dan bahasa sasaran, yaitu dalam hal penguasaan
gramatika dan kosa kata bahasa tersebut. Kridalaksana (1993: 128) terjemahan
harus memeperlihatkan bahwa penerjemahnya mempunyai kemampuan yang
tinggi dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran, pengetahuan yang cukup tentang
materi yang diterjemahkannya, tentang konteks sosio-kultural bahasa sumber dan
bahasa sasaran, dan menguasai metode dan teknik penerjemahan.
Selanjutnya Silalahi (2000) menyimpulkan bahwa penerjemahan adalah
mengalihkan pesan tulis yang ada dalam bahasa sumber ke bahasa sasaran yang
berbeda, sesuai dengan isi pesan bahasa sumber, dan dengan menggunakan
cara-cara pengungkapan atau pengekspresian yang wajar pada bahasa sasaran. Astika
(1993: 66) pendefenisisan penerjemahan adalah prinsip dasar penerjemahan
bahwa masalah makna merupakan hal pokok yang harus dipertimbangkan.
Nida (1964) Proses penerjemahan yang dimaksudkan merujuk pada a
mengalihkan pesan teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran , dan diwujudkan
ke dalam tiga tahapan, yaitu: (1) tahap analisis teks bahasa sumber, dalam rangka
memahami pesannya, (2) tahap pengalihan pesan, dan (3) tahap restrukturisasi.
Bell (1991: 45-60) proses penerjemahan bersifat siklus, yang dapat diulang-ulang
hingga penerjemah yakin bahwa dia sudah berhasil menemukan padanan teks
bahasa sumber dalam bahasa sasaran.
Menurut Zabalbeascoa (2000) dalam pengertian luas, proses penerjemahan
terdiri atas tiga tahapan utama, yaitu: (1) perencanaan dan penjadwalan, (2)
penerjemahan dan pengujian, dan (3) pemroduksian dan pendistribusian. Tahap
perencanaan menyangkut penemuan tim penerjemah, penentuan calon pembaca,
penentuan pedoman penerjemah dan pengembangan daftar kosa kata bagi
penerjemah. Sementara itu tahap penjadwalan terkait dengan penetapan batas
waktu terjemahan harus diselesaikan dan pengujian calon penerjemah. Seringkali
pengujian kualitas terjemahan dilakukan dengan menerapkan teknik terjemahan
balik (back-translation). Tahap terakhir adalah pemroduksian dan pendistribusian.
Pada tahap pemroduksian ditentukan ukuran kertas, jenis dan ukuran huruf,
sedangkan pada tahap pendistribusian diputuskan apakah terjemahan dikirimkan
melalui jaringan internet atau dikirimkan langsung ke klien dengan bantuan jasa
pengiriman. (Silalahi, 2012: 11-14).
Adapun Gutt (1991) menjelaskan bahwa penerjemahan merupakan
kegiatan penafsiran teks dan mengalihkannya ke dalam media lain dalam bentuk
yang paling berkaitan dengan situasi. Sementara (Hadi: 1999: 23) mengatakan
asalnya, untuk dialihbahasakan kedalam teks penerjemah, tidak hanya
memindahkan makna hakiki atau majazi suatu lafazh.
Sebuah kata bisa dimengerti ketika berada dalam susunan kalimat. Oleh
karena itu syarat penerjemah ialah mengerti dua bahasa untuk bisa
mengartikulasikan secara mendetail maksud dari kalimat yang dialihbahasakan
dengan sempurna. Ringkasnya naskah hasil terjemahan harus mencerminkan
naskah aslinya secara sempurna agar tidak terjadi kekurangan sedikit pun.
Kegiatan penerjemahan mempunyai peranan penting dalam berbagai
bidang kehidupan seperti bidang agama, sosial politik, ekonomi, dan budaya.
Kegiatan tersebut memberikan andil yang cukup besar dalam alih teknologi,
penyebaran informasi, dan peningkatan sumber manusia. Proses penerjemahan me
libatkan berbagai aspek akademik yang perlu dipenuhi agar terjemahan tercapai tu
juannya. Begitu pula dengan kegiatan penerjemahan pada ayat-ayat surat Wᾱqi’ah
, seorang penerjemah dituntut melibatkan aspek akademik yang perlu dipenuhi ag
ar sebuah terjemahan mencapai fungsinya. Aspek tersebut diantaranya metode
penerjemahan, penguasaan dua bahasa atau lebih oleh penerjemah, penguasaan
disiplin ilmu yang diterjemahkan, dan hal lain yang berkaitan dengannya.
Dalam surat Al-Wᾱqi’ah terdapat kata-kata muḍᾱ’af yakni kata-kata
al-asham (keras) sebab bertasdid seperti kata
ﺪﻣ
/madda/'memanjangkan'. (Anwarﺮﻓﻭ ﺪﻤﻛ ﺪﺣﺍﻭ ﺲﻨﺟ ﻦﻣ ﻪﻣﻻﻭ ﻪﻨﻴﻋ ﺖﻧﺎﻛ ﺎﻣﻭ ﺎﻔﻌﻀﻣ
faara. Muḍᾱ’af yaitu apabila ‘ain fi’l dan lam fi’il suatu kalimat
terdiri dari satu jenis seperti contoh
ﱠﺪﻣ
/madda/ 'memanjangkan',ﱠﺭﻓ
/farra/ 'lari'.(Dayab: 1997:44).
Selanjutnyan contoh ini mengatakan, muḍᾱ’af dari ṡulāṡi mujarrad adalah
apabila huruf kedua dan huruf ketiga sama, seperti
ﱠﺪﻣ
/madda/ 'memanjangkan'danﱠﺭﻓ
/farra/ 'lari'. Muḍᾱ’af ruba’i adalah apabila fa fi’il dan lam fi’il yang pertamaterdiri dari huruf yang sama sedangkan ‘ain fi’il dan lam fi’il yang kedua juga
terdiri dari huruf yang sama, contoh
ﻞﺯﻟﺯ
/zalzala/ 'menggoncangkan' danﺲﻭﺳﻭ
/waswasa/ 'menghasut', (Dayab: 1997: 45).
Dalam surat Al-Wᾱqi’ah terdapat kata-kata muḍᾱ’af yang kadang-kadang
diterjemahkan tidak sesuai dengan makna kamus akan tetapi diterjemahkan
dengan makna konteks. Salah satu contoh adalah firman Allah dalam surat
Al-Wᾱqi’ah ayat 30 yang berbunyi:
/waẓillim mamdūdin/. 'Dan naungan yang terbentang luas' (Depag RI 2005: 535).
Kalimat
ٍﺩﻭُﺪْﻤﱠﻣ
/mamdūdin/ merupakan isim maf’ul dari kataﺍّﺪﻣ
-
-
ّﺪﻤﻳ
-
ّﺪﻣ
/madda-yamuddu-maddan/ mengikuti wazan
ﻝﻮﻌﻔﻣ
/maf’ūlun/ dan tidak ada disejenis, (Anwar, 2014: 62). Arti kamus dari kalimat
ٍﺩﻭُﺪْﻤﱠﻣ
-
ﺍّﺪﻣ
-
ّﺪﻤﻳ
-
ّﺪﻣ
/madda-yamuddu-maddan-mamdūdin adalah memanjangkan, (Munawir, 2002: 1318).
Akan tetapi dalam penerjemahan kalimat
ٍﺩﻭُﺪْﻤﱠﻣ
/
mamdūdin/ menggunakan maknakonteks yaitu terbentang luas, unsur yang mempengaruhi perbedaan makna
kata
ٍﺩﻭُﺪْﻤﱠﻣ
/mamdūdin/ dengan makna kamus dalam firman Allah di atas adalahkata
ﱟﻞِﻅ
/ẓillin/ yang di artikan naungan.Kata muḍᾱ’af dalam ayat-ayat surat Al-Wᾱqi’ah juga kadang-kadang
datang dengan mengulang kata yang sama walau dari sigat yang berbeda. Seperti
contoh Al-Wᾱqi’ah ayat 4 yang berbunyi:
ﺎًّﺟَﺭ ُﺽْﺭﻷﺍ ِﺖﱠﺟُﺭ ﺍَﺫِﺇ
/
Iżᾱ rujjatil-arḍu rajjᾱ/ 'apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya'.Kata muḍᾱ’af yang terdapat pada data ini adalah
ّﺝﺭ
/rujjᾱ/ 'tergoyang,terguncang' (Yunus. 1990: 138), kata ini merupakan fi’il madhi mabni majhul
yang berasal dari lafazh
ﺎّﺟﺭ
-
ّﺝﺮﻳ
-
ّﺝﺭ
/rajja-yarujju-rajjan/ danﺎﺟﺮ
/rajjan/'bergoyang, berayun-ayun,bergerak/ merupakan masdar dari lafazh
ﺝﺮ
/rajja/
(Munawir. 2002: 474).
Ayat tersebut menjelaskan tentang kejadian hari kiamat. Pada hari
kiamat manusia terbagi kepada tiga golongan, yaitu: golongan kanan (para
penghuni surga), golongan kiri (para penghuni neraka), dan golongan orang-orang
SAW). Ketika terjadi hari kiamat, bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya dan
gunng-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya seperti debu yang
beterbangan, ketika kiamat terjadi, orang-orang yang mendustakannya akan
tertunduk tak berdaya, serta mengakui kebenarannya, namun sudah terlambat.
Kata ini diterjemahkan dengan bergoyang, berayun-ayun dan bergerak,
sedangkan dalam penerjemahan keseluruhan ayat kata itu bermakna
digoncangkan. Pada data hasil penerjemahan menurut kamus berbeda dengan
hasil penerjemahan keseluruhan tetapi masih memiliki keterkaitan makna yaitu
menggetarkan atau menggoyangkan dan digoncangkan merupakan suatu peristiwa
yang sama-sama bergerak, bergetar, bergoyang ataupun bergoncang. Oleh karena
itu maka strategi penerjemahan yang diaplikasikan pada data di atas merupakan
strategi produksi asosiasi spontan dan reformulasi (merupakan padanan makna
yang dilakukan penerjemah dalam mencari makna yang sesuai antara BSu kepada
BSa) karena penerjemah dianggap hanya mencari padanan kata yang sepadan
dengan konteks dari teks sumber sehingga makna yang terkandung pada teks
dapat disampaikan dengan baik. Pada contoh ini tidak terjadi pergeseran makna
kalimat, karena makna yang terdapat di dalam kamus sama dengan makna yang
diterjemahkan. Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, penelitian ini akan
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini terkait dengan analisis
penerjemahan muḍᾱ’af dalam Al-Quran padasurat Al-Wᾱqi’ah, maka fokus
penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Strategi penerjemahan apa yang digunakan dalam penerjemahan kata
muḍᾱ’af pada Al-Qur’an surat Al-Wᾱqi’ah?
2. Bagiamanakah pergeseran makna yang terjadi pada penerjemahan kata
muḍᾱ’af pada Al-Qur’an surat Al-Wᾱqi’ah?
1.3. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan masalah penelitian, tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui strategi penerjemahan kata muḍᾱ’af dalam surat
Al-Wᾱqi’ah.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya pergeseran penerjemahan kata
muḍᾱ’af pada surat Al-Wᾱqi’ah.
1.4. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang termasuk dalam jenis penelitian
kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap fakta, keadaan,
fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan
menyuguhkan apa adanya. Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan
menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap
hubungan antara variabel, perbedaan antara fakta, pengaruh terhadap suatu
kondisi, dan lain-lain. Masalah yang diteliti dan diselidiki oleh penelitian
deskriptif kualitatif mengacu pada studi kuantitatif, studi komparatif, serta dapat
juga menjadi sebuah studi korelasional 1 unsur bersama unsur lainnya. Biasanya
kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan data, menganalisis data,
meginterprestasi data, dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengacu pada
penganalisisan data tersebut, (http://www.Informasipendidikan.Com/2013/08/pen
elitian-deskriptif-kualitatif.html
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan strategi penerjemahan dalam
surat Al-Wᾱqi’ah dan untuk mengetahui makna muḍᾱ’af menurut konteks, yaitu
kata-kata muḍᾱ’af dicatat satu persatu mulai awal sampai akhir, kemudian
dibandingkan makna kamus dengan makna konteks setelah itu baru dianalisis.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library reseach). Data
bersumber dari terjemahan surat Al-Wᾱqi’ah (Depag RI 2005: 534) berjumlah 9
kata muḍᾱ’af .
).
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Mengumpulkan data dengan cara mengumpulkan kata muḍᾱ’af dalam
terjemahan surat Al-Wᾱqi’ah
2. Mengklasifikasikan kata-kata yang mengandung muḍᾱ’af dalam
terjemahan tersebut
3. Menganalisis dengan membandingkan makna kata muḍᾱ’af yang
4. Menganalisis strategi yang digunakan dalam menerjemahkan muḍᾱ’af
dalam terjemahan surat Al-Wᾱqi’ah
5. Menganalisis penerjemahan makna muḍᾱ’af dalam terjemahan surat
Al-Wᾱqi’ah
6. Setelah analisis dilaksanakan maka selanjutnya dibuat laporan dalam
bentuk skripsi
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Diketahui strategi penerjemahan makna muḍᾱ’af yang terdapat pada
surat Al-Wᾱqi’ah.
2. Diketahui penyebab pergeseran makna muḍᾱ’af pada surat Al-Wᾱqi’ah.
3. Menambah pengetahuan dan memberikan sumbangan pemikiran kepada
pembaca agar mengetahui penerjemahan makna muḍᾱ’af pada surat