• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Pemberian Izin Travel Ibadah Haji Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosedur Pemberian Izin Travel Ibadah Haji Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah menetapkan perintah ibadah sebenarnya merupakan suatu

keutamaan yang besar kepada makhluknya, karena apabila direnungkan, hakikat

perintah beribadah itu berupa peringatan agar kita menunaikan kewajiban

terhadap Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya.1 Sama halnya dengan

ibadah haji maupun umrah. Ibadah yang mulia tersebut terdapat keutamaan yaitu

besarnya pahala yang telah Allah persiapkan bagi kaum muslimin yang

melaksanakannya. Ibadah ini dilakukan jika mampu, mampu dalam hal fisik dan

materi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Ibadah Haji, pembinaan terhadap jamaah haji mutlak dilakukan.

Hal ini untuk mewujudkan kemandirian jamaah haji dalam melaksanakan ibadah

haji sejak pendaftaran hingga pelaksanaan ibadah haji. Untuk membina dan

membimbing jamaah haji ini, penyelenggara haji dalam hal ini Departemen

Agama harus melibatkan unsur masyarakat. Dengan fenomena meningkatnya

jumlah Jemaah haji di Indonesia dan selalu menempati urutan paling atas

dibanding negara lain, yaitu lebih dari dua ratus ribu orang

pertahunnya.mengingat dengan begitu potensi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji

(selanjutnya disebut KBIH) dan travel agent yang demikian besar dan strategis

serta merupakan lembaga yang bergerak di bidang jasa. Dimana usaha jasa nini

1

(2)

2

yang ditanganinya adalah jasa penyelengaraan ibadah haji dalam upaya

meningkatkan pelayanan kepada jamaah.

Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh

setiap orang Islam yang memenuhi syarat istitaah, baik secara finansial, fisik,

maupun mental. Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan ibadah haji

sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), yang

menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan

kepercayaannnya itu.2

Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

beragama Islam terbesar di dunia, melakukan penyelenggaraan ibadah haji setiap

tahunnya. Saat ini dasar dan payung hukum pelaksanaan penyelenggaraan ibadah

haji berdasarkan pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang

Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Haji dan umrah merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan atas setiap

muslim yang mampu. Kewajiban ini merupakan rukun Islam yang kelima. karena

haji merupakan kewajiban, maka setiap orang yang mampu, apabila tidak

melakukannya, ia berdosa dan apabila dilakukan dia mendapat pahala. Haji dan

umrah hanya diwajibkan sekali seumur hidup. Ini berarti bahwa seseorang telah

2

(3)

3

melakukan haji yang pertama, maka selesailah kewajibannya. Haji yang

berikutnya, kedua, ketiga dan seterusnya, merupakan ibadah sunnah.3

Haji merupakan sarana dan media bagi ummat Islam untuk melaksanakan

ibadah ke Baitullah dan tanah suci setiap tahun. Setiap tahun sebagian kaum

muslimin dari seluruh dunia datang untuk menunaikan ibadah haji. Adapun

ibadah umrah pada hakikatnya menjadi sarana dan media bagi kaum muslimin

untuk beribadah ke tanah suci setiap saat dan waktu. Karena pada saat itu kaum

muslimin datang dan menziarahi Ka‟bah untuk melakukan ibadah dan

mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tidak hanya tahun pada saat haji, tetapi

juga pada setiap saat, ketika orang melakukan ibadah umrah.4 Haji merupakan

salah satu rukun Islam yang kelima yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada

orang-orang yang mampu menunaikannya, yakni memiliki kesanggupan biaya

serta sehat jasmani dan rohani untuk menunaikan perintah tersebut.5 Kewajiban

haji dan umrah hanya sekali dalam seumur hidup.6

Kegiatan ibadah haji dan umrah mempunyai dua sisi yang harus

diperhatikan dalam pelaksanaannya yaitu, standar pelaksanaannya saat masih

ditanah air dan di makkah. Pada standar pelayanan di tanah air banyak aspek

penting yang harus diperhatikan pembinaannya seperti dalam pelayanan jasa

pembayaran setoran Ongkos Naik Haji (selanjutnya disebut ONH) ke bank,

pengurusan dokumen haji dan umrah, pemeriksaan kesehatan calon jamaah),

3

Ahmad Thib Raya, Siti Musdah Mulia, Menyelami selut-beluk ibadah dalam islam, Jakarta : Prenada Media, 2003, hal 227 .

4 Ibid. 5

Departemen Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, Hikmah Ibadah Haji, Jakarta, 2003, hal 4

6

Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baaz, Haji, Umrah dan Ziarah berdasarkan tuntunan

(4)

4

bimbingan manasik, (materi bimbingan, metode dan waktu bimbingan),

penyediyaan perlengkapan, dan konsultas keagamaan. Sedangkan setandar

pelayanan ibadah haji dan umrah di tanah suci adalah pelayanan akomodasi,

transportasi, konsumsi, kesehatan, serta bimbingan ibadah haji dan umrah.

Pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji tiap tahun di Indonesia

ditentukan oleh kuota yang telah diberikan oleh pemerintah kerajaan Arab Saudi,

setelah pemerintah Republik Indonesia mempunyai pemberangkatan ibadah haji

maka kuota tersebut dibagi secara proposional dan adil sesuai dengan jumlah

propinsi dan banyaknya calon jemaah haji yang terdaftar dalam daftar tunggu

pemberangkatan haji. Warga negara Indonesia yang berkeinginan untuk

menunaikan ibadah haji, sebagai langkah awalnya harus melakukan pendaftaran

haji melalui Kementerian Agama atau perwakilannya di tiap kabupaten/kota

sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan. Setelah calon

jamaah haji melakukan pendaftaran untuk melaksanakan ibadah haji, maka calon

jamaah haji tersebut mendapatkan nomor urut pendaftaran pemberangkatan

ibadah haji.

Penyelenggaraan ibadah haji khusus adalah penyelenggaraan ibadah haji

khusus yang pelayanan, pengelolaan dan pembiayaannya bersifat khusus.

Pelayanan dan pelaksanaan ibadah haji khusus tersebut meliputi waktu

pelaksanaan, akomodasi, konsumsi, transportasi, kesehatan dan bimbingan ibadah

haji. Berbeda dengan penyelenggaraan ibadah haji reguler yang tanggung jawab

(5)

5

penyelenggaraan ibadah haji khusus ini yang menyelenggarakan adalah

Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).7

Penyelenggara ibadah haji khusus adalah biroperjalanan yang telah

mendapat izin menteri untuk menyelenggarakan ibadah haji khusus.8 Biro

perjalanan yang telah mendapatkan izin menteri terkait tersebut harus berbentuk

badan hukum baik berupa PT atau setidak-tidaknya CV. Biro perjalanan yang

telah berbentuk badan hukum tersebut selanjutnya melakukan pendaftaran sebagai

biro perjalanan dengan memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan

oleh Pemerintah. Untuk dapatnya menyelenggarakan ibadah haji khusus,

penyelenggara ibadah haji khusus harus memenuhi persyaratan/kriteria yang telah

ditentukan oleh Kementerian Agama sesuai dengan yang diamanatkan dalam

Pasal 35 ayat (4) PP Nomor 79 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, yaitu :

a. Telah memperoleh izin sebagai PPIU oleh menteri;

b. Telah menyelenggarakan ibadah umroh paling singkat selama 3 (tiga)

tahun dan memberangkatkan jamaah umroh paling sedikit 300 (tiga ratus)

orang;

c. Memiliki kemampuan teknis menyelenggarakan ibadah haji khusus yang

meliputi kemampuan sumber daya manusia,sarana dan prasarana dan

manajemen;

7

Pasal 3 PP Nomor 79 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

8

(6)

6

d. Memiliki kemampuan finasial untuk menyelenggarakan ibadah haji

khusus yang dibuktikan dengan jaminan bank; dan

e. Memiliki komitmen untuk menyelengarakan ibadah haji khusus sesuai

dengan peraturan perundang-undangan, standart pelayanan yang telah

ditetapkan oleh menteri dan ketentuan pemerintah kerajaan Arab Saudi;9

Seperti yang sudah diketahui, bahwa minat Ibadah Umroh jamaah asal

Indonesia adalah yang terbanyak di seluruh penjuru dunia. Hal inilah yang

menyebabkan banyak sekali penyelenggara Umroh atau travel baru bermunculan

menyambutnya. Tiap tahun bertambah puluhan Travel Umroh baru, baik itu yang

memiliki izin resmi maupun yang sifatnya konsorsium dengan Travel Umroh

lainnya.10 Karena sepanjang tahun animo umat Islam untuk berhaji tidak pernah

surut, peserta program dana talangan makin banyak bahkan pada bulan-bulan

Ramadhan-Syawal, banyak yang mendaftar Umroh. Tidak heran jika pada daerah

tertentu yang animo umat Islamnya untuk berhaji atau berumroh sangat tinggi,

antrian daftar tunggu haji sudah mencapai 12-13 tahun sehingga banyak jamaah

yang lebih memilih Haji Khusus atau Umroh yang mana mereka tidak perlu

menunggu terlalu lama.

Banyak permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji

akibat sosialisasi kebijakan pemerintah yang kurang baik, diantaranya kasus

terjadinya jama‟ah haji waiting list pada tahun 1995, dimana jama‟ah haji yang

terdaftar sebanyak 231.000 orang yang melebihi kuota yang diberikan sebanyak

195.000 orang. Kuota tersebut telah ditetapkan oleh Organisasi Konferensi Islam

9

Ibid, Pasal 1 angka 8 PP Nomor 79 tahun 2012.

10

(7)

7

(OKI) di Amman, Jordania tahun 1987 sebesar 1 per mil dari jumlah penduduk

muslim suatu negara. 11 Tingkat kenaikan yang sangat tinggi ini tidak terdeteksi

secara dini karena sistem pendataan, pelaporan dan monitoring masih

menggunakan sistem manual yang lambat dan konvensional, karenapada saat itu

dilakukan dengan telepon, faksimili, dan hard copy berupa daftar nominatif yang

dikirim secara berkala melalui pos atau kurir.12 Berbekal pengalaman tersebut,

pemerintah melakukan kaji ulang terhadap sistem penyelenggaraan haji secara

keseluruhan, baik dari aspek perencanaan, pendataan, operasional manajerial,

sumber daya manusia, dan perkembangan teknologi informasi.

Berdasarkan latar belakang diatas merasa tertarik memilih judul Prosedur

Pemberian Izin Travel Ibadah Haji Berdasarkan Peraturan Menteri Agama

Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

Khusus.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasa di atas maka, penulis membuat perumusan masalah

sebagai berikut:

1. Apa dasar hukum izin travel ibadah haji khusus Indonesia ?

2. Bagaimana persyaratan pemberian izin travel ibadah haji khusus ?

3. Apa kendala pemberian izin travel ibadah haji berdasarkan Peraturan

Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus?

11

Pola Penyuluhan Haji, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Departemen Agama RI, 2008, hal 91

12Ibid

(8)

8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan oleh penulis, maka

penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dasar hukum izin travel ibadah haji khusus Indonesia.

2. Untuk mengetahui persyaratan pemberian izin travel ibadah haji khusus.

3. Untuk mengetahui apa kendala pemberian izin travel ibadah haji

berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 15

Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.

Adapun manfaat penelitian skripsi yang akan penulisan lakukan antara lain:

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoritis berupa sumbangan bagi

pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya bidang perizinan.

2. Manfaat praktis

Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui prosedur

pemberian izin travel ibadah haji berdasarkan Peraturan Menteri Agama

Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan

Ibadah Haji Khusus.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh

(9)

9

Tidak menemukan judul tentang Prosedur Pemberian Izin Travel Ibadah Haji

berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012

Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.

Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, gagasan, pemikiran, dan usaha

penulis sendiri dengan adanya bantuan dan bimbingan dari dosen pembimbing

penulis, tanpa adanya penipuan, penjiplakan, atau hal-hal lainnya yang dapat

merugikan para pihak tertentu. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa

penelitian untuk skripsi ini adalah asli. Dan untuk itu penulis dapat bertanggung

jawab atas keaslian penulisan skripsi ini.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian perizinan

Izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan.

Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan,

memperbolehkan,

tidak melarang.13

Menurut Utrecht sebagaimana dikutip oleh Bachsan Mustafa : "Bilamana

pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga

mernperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk

masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan

perbuatan tersebut bersifat suatu izin (verguning).14

13

http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-perijinan/, diakses pada tanggal 29 Juni 2015.

14

(10)

10

Bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perrbuatan,

tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan

untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi negara yang

memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).15

2. Pengertian travel

Travel adalah pergerakan orang antara lokasi geografis yang relatif jauh,

dan dapat melibatkan perjalanan dengan berjalan kaki, sepeda, mobil, kereta api,

kapal, pesawat, atau cara lain, dengan atau tanpa bagasi, dan dapat menjadi salah

satu cara atau round trip. Travel juga dapat mencakup menginap yang relatif

singkat.16

Asal usul kata “travel” yang paling mungkin hilang dari sejarah. Istilah

“travel” mungkin berasal dari kata Prancis Lama “penderitaan”. Menurut kamus

Merriam Webster, penggunaan pertama yang diketahui dari perjalanan kata

berada di abad ke-14. Ini juga menyatakan bahwa kata berasal dari Inggris

Pertengahan travailen, travelen (yang berarti menyiksa, tenaga kerja, berusaha,

perjalanan) dan sebelumnya dari Old French travailler (yang berarti bekerja

keras, kerja keras).17

3. Ibadah

Ibadah dari segi bahasa adalah taat, tunduk, mengikut dan do‟a. hakekat

dari ibadah adalah menumbuhkan kesadaran diri manusia bahwa ia adalah

makhluk Allah SWT yang diciptakan sebagai insan yang mengabdi pada-Nya.

15

Adrain Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 167.

16

http://harmonitravel.com/pengertian-travel/ (diakses tanggal 29 Juni 2015)

17Ibid

(11)

11

Pada prinsipnya, ibadah merupakan sari ajaran Islam yang penyerahan diri secara

sempurna pada kehendak Allah SWT. Tujuannya adalah untuk mendapatkan

keridhoan Allah SWT yang telah menciptakannya dan memberi kehidupan kepada

manusia dan makhluk lainnya. Dengan demikian akan mewujudkan suatu sikap

dan perbuatan dalam bentuk-bentuk ibadah. pada kehendak Allah SWT.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT yang telah

menciptakannya dan memberi kehidupan kepada manusia dan makhluk lainnya.

Dengan demikian akan mewujudkan suatu sikap dan perbuatan dalam

bentuk-bentuk ibadah. Ibadah haji merupakan suatu bentuk-bentuk ketaatan dan kepatuhan

manusia (umat Islam) terhadap perintah Allah SWT yang dilaksanakan dengan

jasmani, rohani, dan harta yang dimiliki dengan do‟a, tata cara dan waktu yang

tertentu demi kesempurnaan ibadah tersebut serta untuk kepentingan pribadi dan

masyarakat.

Haji merupakan salah satu ibadah wajib yang dicantumkan dalam rukun

islam, dengan mengambil tempat (lokasi) tersendiri yang telah ditentukan oleh

Allah SWT dan Rasul-Nya yaitu dibeberapa tempat yang terletak di Tanah Arab.

Departemen Agama memberikan definisi ibadah haji adalah berkunjung ke

Baitullah (Ka‟bah) untuk melakukan beberapa amalan antara lain : wukuf, tawaf,

dan amalan-amalan lainnya pada masa tertentu demi memenuhi panggilan Allah

SWT dan mengharap Ridho-Nya.Haji (asal maknanya) adalah menyengaja

(12)

12

Ka‟bah (rumah suci) untuk melakukan beberapa amal ibadah, dengan

syarat-syarat tertentu.18

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ibadah haji merupakan

ibadah yang sengaja dilakukan dengan mengunjungi Ka‟bah dan tempat-tempat

lainnya untuk melaksanakan tawaf, wukuf, sa‟i , dan semua perbuatan yang ada

hubungannya dengan pelaksanaan manasik karena memenuhi panggilan Allah

SWT dan mencari ridho-Nya pada waktu tertentu dan niat yang tertentu pula.

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian hukum yuridis normatif, yaitu tipe

Penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau

norma-norma dalam hukum positif. Penelitian norma-normatif dapat diartikan sebagai penelitian

yang dilakukan dengan cara meneliti bahan ustaka atau data sekunder yang terdiri

dari bahan primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan

tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik kesimpulan dalam

hubungannya dengan masalah yang diteliti.

2. Pendekatan Masalah

Suatu penelitian yuridis normatif tentu harus menggunakan pendekatan

perundang-undangan (statute approach). Permasalahan yang telah teridentifikasi

kadang-kadang sifatnya masih umum, belum konkrit dan spesifik. Pendekatan

yang dilakukan secara Researchable yang nantinya hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberi kontribusi yang jelas dalam bidang profesi atau bidang ilmu yang

18

(13)

13

akan diteliti.19 Penelitian yang dilakukan akan di deskriftifkan yang mana

membutuhkan subyek penelitian untuk memperoleh data. Penelitian yang

dilakukan akan di deskriftifkan yang mana membutuhkan subyek penelitian untuk

memperoleh data.

3. Sumber Data

Penelitian ilmu hukum Yuridis, sumber utamanya adalah bahan hukum

bukan data atau fakta sosial karena dalam penelitian ilmu hukum yang dikaji

adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat kepustakaan (Library

research).20 Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari:

a. Bahan hukum primer:

Bahan hukum primer yang dimaksud adalah Undang-Dasar Dasar 1945,

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012

Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus dan Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

b. Bahan hukum sekunder:

Bahan hukum yang menjelaskan secara umum mengenai bahan hukum

primer, hal ini bisa berupa: Buku-buku ilmu hukum; Jurnal ilmu hukum

Internet dan bahan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas.

c. Bahan hukum tersier

Merupakan bahan hukum sebagai perangkap dari kedua bahan hukum

sebelumnya terdiri dari: Kamus hukum, ensiklopedia, Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI).

19

Bambang Sugono. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2006, hal 107.

20Ibid

(14)

14

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara

menganalisis Populasi dan sampel yang didalamnya merupakan keseluruhan atau

pun sebagian himpunan objek dengan ciri yang sama.21 Peraturan

Perundang-undangan dan masalah yang dibahas, kemudian dianalisis untuk

menginterpretasikan hukum yang berlaku.

5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah metode analisa deskriptif dengan

teknik induksi, hal ini dilakukan terhadap data yang sifatnya data sekunder yang

diperoleh melalui kajian kepustakaan. Teknik induksi digunakan untuk

menganalisis data primer maupun data sekunder yang berbentuk dokumen

perjanjian. Data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan yang selanjutnya

diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik editing yaitu memeriksa data

yang telah diperoleh untuk menjamin apakah dapat dipertanggung jawabkan.

G. Sistematika Penulisan

Didalam penulisan skripsi ini dikemukakan sistematika agar dapat

diperoleh suatu kesatuan pembahasan yang saling berhubungan erat bab satu

dengan bab yang lainnya. Adapun skripsi ini menggunakan sistematika sebagai

berikut:

21Ibid

(15)

15

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan bab pendahuluan, dalam hal ini memuat

sub-sub bab yaitu latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penulisan, manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka,

metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II DASAR HUKUM IZIN TRAVEL IBADAH HAJI KHUSUS

INDONESIA

Bab ini berisikan sejarah penyelenggaraan ibadah haji Indonesia,

pengertian izin dan travel. dasar hukum izin travel ibadah haji dan

ibadah haji khusus Indonesia.

BAB III PERSYARATAN PEMBERIAN IZIN TRAVEL IBADAH HAJI

KHUSUS

Bab ini berisikan mengerian prosedur pemberian izin travel ibadah

haji khususnya travel ibadah haji khusus, pengawasan pemberian

izin travel ibadah haji dan sanksi dalam pemberian izin travel

ibadah haji

BAB IV KENDALA PEMBERIAN IZIN TRAVEL IBADAH HAJI

KHUSUS BERDASARKAN PERATURAN MENTERI AGAMA

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012

Bab ini berisikan kendala pemberian izin travel ibadah haji

berdasarkan peraturan menteri agama republik indonesia nomor 15

tahun 2012 tentang penyelenggaraan ibadah haji khusus. Upaya

(16)

16

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 15 Tahun

2012 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan membahas kesimpulan merupakan intisari dari

pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam skripsi

ini, sedangkan saran yang ada diharapkan dapat menambah

pengetahuan bagi para pembacanya dan dapat berguna bagi

pihak-pihak yang terlibat prosedur pemberian izin travel ibadah haji

berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor

Referensi

Dokumen terkait

korelasi antar variabel terikat tersebut tinggi atau rendah. Karena, jika korelasi antar variabel terikat tinggi maka variabel terikat tidak dapat dipisahkan, sedangkan

Terdapat 4 jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat diferensiasi mereka menurut (Kotler, 2005:221-222), yaitu :.. a)

Di Indonesia Undang- Undang Pengesahan Perjanjian Paris yang merupakan ratifikasi Perjanjian Paris dalam penjelasannya menyatakan kontribusi yang ditetapkan

UU no.9 tahun 1990 tentang kepariwisataan menyebutkan bahwa objek dan daya tarik wisata adalah suatu yang menjadi sasaran wisata yang terdiri atas, obyek dan daya tarik

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lan honetan, FTLD multzoan sartzen diren gaixotasun familiar eta esporadi- koak dituzten gaixo serie baten analisi kliniko, molekular eta patologikoak aur- kezten ditugu, eta

Dokumen Penilaian Risiko yang terdiri dari Daftar Tujuan, Daftar Risiko dan Dokumen Rencana Tindak Pengendalian merupakan kelengkapan dari dokumen Rencana Kerja

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun