• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Rasio Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Rasio Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi Daerah

Menurut UU No. 37 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi

daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom, selanjutnya

disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas

wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan

pengertian ini, dapat diketahui bahwa otonomi daerah adalah kebijakan yang

mengisyaratkan pentingnya kesadaran masyarakat lokal dalam proses

pembangunan. Proses pembangunan daerah melalui sistem otonomi daerah

menjadi tanggung jawab seluruh komponen, mulai dari pemerintah dan setiap

perangkat daerah hingga seluruh masyarakat lokal tiap-tiap daerah.

Otonomi merupakan penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah

daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan.

Otonomi daerah dilaksanakan dengan tujuan agar masyarakat dapat merasakan

pertumbuhan pembangunan daerah. Kebijakan ini dilakukan untuk mencapai

(2)

menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu melaksanakan otonomi,

yaitu

1. Kemampuan Keuangan Daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan

dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan

menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahannya.

2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan

terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar.

Otonomi memungkinkan suatu daerah memperoleh lebih banyak bantuan

dana dari pusat. Bantuan dana tersebut bertujuan untuk mensejahterakan

masyarakat dengan meningkatkan kinerja pemerintah daerah menjadi lebih baik.

Pembangunan daerah melalui otonomi juga bertujuan untuk memberdayakan

masyarakat lokal sehingga memperluas pilihan-pilihan yang dapat dilakukan

masyarakat lokal dalam meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik, maju,

dan tenteram.

Ida (2000) menyatakan bahwa terdapat tiga esensi dari otonomi daerah.

Pertama, pengelolaan kekuasaan berpusat pada tingkat lokal yang berbasis pada

rakyat. Kedua, dimensi ekonomi. Artinya, dengan otonomi daerah, maka setiap

daerah diharapkan mampu menggali dan mengembangkan sumber-sumber

ekonomi yang ada di daerahnya. Kemampuan suatu daerah membiayai dirinya

(3)

Ketiga, dimensi budaya. Artinya, dengan otonomi daerah masyarakat lokal

diberikan kebebasan untuk mengekspresikan pengembangan kebudayaan lokal.

2.1.1.1 Asas dan Prinsip Otonomi Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah sebagai implementasi pemberdayaan daerah

dengan kewenangan yang luas, nyata dan memiliki tanggung jawab, terutama

dalam hal mengatur, memanfaatkan dan menggali berbagai sumber potensi yang

terdapat di setiap daerah. Hakikat otonomi daerah adalah peningkatan pelayanan

dan kesejahteraan masyarakat. Dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah yaitu:

1. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 mengenai Penyelenggaraan

Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, serta Pemanfaatan Sumber Daya

Nasional yang Berkeadilan, dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 mengenai Rekomendasi

Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

4. UU No.32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah

5. UU No.33 Tahun 2004 mengenai Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

1. Asas

Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas

UmumPenyelenggaraan Negara, yang terdiri atas:

(4)

b. asas tertib penyelenggara negara

c. asas kepentingan umum

d. asas keterbukaan

e. asas proporsionalitas

f. asas profesionalitas

g. asas akuntabilitas

h. asas efisiensi

i. asas efektivitas

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah daerah

menggunakanAsas Desentralisasi (otonomi), Asas Tugas Pembantuan, dan Asas

Dekosentrasi sesuai denganperaturan perundang-undangan.

a. Asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah dan kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

b. Asas Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah

serta desa dan dari daerah ke desa guna melaksanakan berbagai tugas

tertentu yang disertai dengan pembiayaan, sarana, serta prasarana dan

sumber daya manusia dengan kewajiban dalam melaporkan pelaksanaannya

dan dapat mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan tugas

tersebut.

c. Asas Dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada

Gubernur yang dijadikan sebagai wakil pemerintah atau perangkat pusat

(5)

2. Prinsip

Kebebasan otonomi yang diberikan terhadap pemerintah daerah merupakan

kewenangan otonomi yang luas, nyata, dan dapat bertanggung jawab. Dalam

pelaksanaannya, otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi yang nyata,

prinsip otonomi yang seluas-luasnya, serta berprinsip otonomi yang dapat

bertanggung jawab. Adapun prinsip otonomi daerah yaitu sebagai berikut:

a. Prinsip Otonomi Seluas-luasnya

Daerah diberikan kebebasan dalam mengurus serta mengatur berbagai

urusaan pemerintah yang mencakup kewenangan pada semua bidang politik

luar negeri, agama, keamanan, moneter, peradilan, serta fiskal nasional.

b. Prinsip Otonomi Nyata

Daerah diberikan kebebasan dalam menangani berbagai urusan

pemerintahan dengan berdasarkan tugas, wewenang, serta kewajiban yang

senjatanya telah ada dan berpotensi dapat tumbuh, hidup, berkembang, dan

sesuai dengan potensi yang ada dan ciri khas daerah.

c. Prinsip Otonomi yang Bertanggung Jawab

Prinsip otonomi yang ada dalam sistem penyelenggaraannya harus sejalan

dengan tujuan yang ada dan maksud dari pemberian otonomi, yang berdasar

untuk memberdayakan daerahnya masing-masing termasuk dalam

meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2.1.1.2 Fungsi dan Tujuan Otonomi Daerah

Secara konseptual, otonomi daerah dilandasi 3 (tiga) tujuan utama, yaitu:

(6)

otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka mewujudkan demokratisasi politik

melalui partai politik dan DPRD. Melalui tujuan administratif, otonomi daerah

dilaksanakan agar adanya pembagian antara urusan pemerintahan pusat dengan

pemerintah daerah, termasuk sumber keuangan, pembaharuan manajemen

birokrasi pemerintahan daerah. Sedangkan tujuan ekonomi adalah terwujudnya

peningkatan indeks pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Adapun tujuan otonomi daerah adalah: peningkatan

terhadap pelayanan masyarakat yang semakin lebih baik, pengembangan

kehidupan yang lebih demokrasi, keadilan nasional, dan pemerataan wilayah

daerah. Selain itu, otonomi daerah bertujuan untuk pemeliharaan hubungan antara

pusat dengan daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, mendorong pemberdayaan masyarakat, mengembangkan

peran serta fungsi dari DPRD.

2.1.2 Anggaran Pendapatan Bumi Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD

adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan

disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, APBD didefinisIkan sebagai rencana

operasional keuangan pemerintah daerah, dimana satu pihak menggambarkan

perkiraan pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek

daerah dalam satu tahun anggaran tertentu dan dipihak lain menggambarkan

(7)

pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud. PP No. 71 tahun 2010 menyatakan

bahwa anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan

pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang

diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara

sistematis untuk satu periode. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah adalah rencana keuangan tahunan

pemerintah yang dibahas dan disetujui oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan

ditetapkan dengan peraturan daerah.

Berdasarkan Undang-Undang No 17 Tahun 2003 dan Standar Akuntansi

Pemerintahan, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :

1. Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah

dan diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu tahun

anggaran dan tak perlu dibayar lagi oleh pemerintah. Pendapatan daerah

menurut UU No.17 Tahun 2003 Pasal 20 ayat 1 huruf a terdiri dari :

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

b. Dana Perimbangan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

2. Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah atau kewajiban yang

diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode satu tahun

anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh

pemerintah. Kelompok belanja terdiri atas:

(8)

b. Belanja Barang dan Jasa

c. Belanja modal

d. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan

e. Bunga

f. Subsidi

g. Hibah

h. Bantuan sosial

i. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan

j. Belanja tidak terduga

3. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada pada tahun anggaran

yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, yang

dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk untuk

menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Pembiayaan daerah

terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Penerimaan pembiayaan mencakup hal-hal berikut ini :

a. SILPA tahun anggaran sebelumnya

b. Pencairan dana cadangan

c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan

d. Penerimaan pinjaman

e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman

Sedangkan, pengeluaran pembiayaan mencakup:

(9)

b. Penyertaan modal pemerintah daerah, termasuk investasi nirlaba

pemerintah daerah

c. Pemberian pinjaman

Perubahan APBD dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun

ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD mempunyai fungsi otorisasi,

perencanaan, pengawasan, alokasi, dan distribusi. Semua Penerimaan dan

Pengeluaran Daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan

dalam APBD. Surplus APBD dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran

Daerah tahun anggaran berikutnya. Penggunaan surplus APBD dimanfaatkan

untuk membentuk Dana Cadangan atau penyertaan dalam Perusahaan Daerah

harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPRD.

2.1.3 Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Keuangan daerah merupakan bagian integral dalam pengalokasian

sumber-sumber ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas

ekonomi guna stabilitas sosial politik. Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat

pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan

bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat

untuk masyarakat. Peran keuangan daerah menjadi semakin penting dikarenakan

keterbatasan dana yang dapat dialihkan dalam bentuk subsidi dan bantuan.

Peranan keuangan daerah dapat meningkatkan kesiapan daerah untuk mendorong

terwujudnya otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggungjawab.

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, tujuan

(10)

daerah guna pembiayaan pembangunan daerah, pengembangan pengelolaan

keuangan daerah yang memenuhi prinsip, norma, asas dan standar akuntansi serta

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah secara kreatif melalui penggalian potensi,

intensifikasi dan ekstensifikasi. Pemerintah sebagai pelaku utama pelaksanaan

good governance ini dituntut untuk memberikan pertanggungjawaban yang lebih transparan dan lebih akurat terhadap keuangan daerah. Unsur-unsur pokok upaya

perwujudan good governance ini adalah transparency, fairness, responsibility dan accountability. Hal ini semakin penting dilakukan melalui pemberdayaan peran lembaga-lembaga kontrol sebagai pengimbang kekuasaan pemerintah.

Pengertian kinerja keuangan pemerintah daerah dalam penelitian ini adalah

tingkat pencapaian hasil kerja pemerintah dalam bidang keuangan daerah dengan

menggunakan indikator keuangan yang telah ditetapkan melalui suatu kebijakan

atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk dari

pengukuran kinerja tersebut berupa pengukuran dalam rasio keuangan daerah.

Pemerintah daerah sebagai pihak yang menjalankan roda pemerintahan,

pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan

pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah

berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Pemerintah harus dapat

membuat suatu pelaporan pengukuran kinerja (performance measurement) berkaitan dalam proses pengelolaan pencapaian. Pertanggungjawaban keuangan

pemerintah daerah adalah diantaranya: pertanggungjawaban pembiayaan

pelaksanaan dekonsentrasi, pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan

(11)

(APBD). Sedangkan, pertanggungjawaban keuangan pemerintah pusat tetap

dalam bentuk pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN).

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah(PAD)

Pendapatan Daerah adalah hak dan kewajiban dalam rangka

penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk

didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban

daerah tersebut (PP RI No. 58 Tahun 2005). Menurut Halim (2004 : 67, sumber

pendapatan daerah yaitu:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari:

a. Pajak Daerah

b. Retribusi Daerah

c. Hasil perusahaan dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

2. Dana Perimbangan

Dana Perimbangan merupakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk

membiayai kebutuhan daerah. Jenis-jenis Dana Perimbangan ini terdiri dari:

a. Bagi Hasil Pajak / Buka Pajak, yang meliputi:

1) Bagi Hasil Pajak

2) Bagi Hasil Bukan Pajak / Sumber Daya Alam

b. Dana Alokasi Umum

(12)

1) Dana Alokasi Khusus Reboisasi

2) Dana Alokasi Khusus Non Reboisasi

d. Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan dari Propinsi untuk

Kabupaten/Kota

e. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, terdiri dari:

1) Bantuan Dana Kontijensi / Penyeimbang dari Pemerintah

2) Dana Darurat

Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang

diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada

pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan

potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.PAD bersumber dari:

1. Pajak Daerah

2. Retribusi Daerah

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

4. Lain-Lain PAD yang Sah.

Dalam upaya meningkatkan PAD, daerah dilarang menetapkan Peraturan

Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan

menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas

penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor.

2.1.4.1 Pajak Daerah

Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dalam Undang-Undang yang

(13)

Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara

untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public investment. Semua jenis pajak diatur sesuai kewenangan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota masing-masing. Setiap daerah juga diberi kebebasan untuk

menciptakan pajak daerah lainnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Sedangkan objek retribusi bergantung pada banyaknya pelayanan yang diberikan

pemerintah daerah pada masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah, pajak daerah terbagi menjadi dua jenis, yaitu pajak provinsi

dan pajak kabupaten/kota. Adapun yang termasuk jenis pajak daerah yaitu:

1. Jenis pajak daerah Provinsi terdiri dari:

a. Pajak kenderaan bermotor

b. Bea balik nama kenderaan bermotor

c. Pajak bahan bakar kenderaan bermotor

d. Pajak air permukaan

e. Pajak rokok

2. Jenis pajak daerah Kabupaten/Kota terdiri dari :

a. Pajak hotel dan restoran

b. Pajak hiburan

c. Pajak reklame

d. Pajak sarang burung walet

e. Pajak penerangan jalan

(14)

g. Pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB P2)

h. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)

i. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan

2.1.4.2 Retribusi Daerah

Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada

mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai

pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik

daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pemerintah daerah melakukan setiap pungutan

berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga

keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat.

Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan

pemerintah kepada yang membutuhkan. Adapun jenis-jenis retribusi terdiri dari:

1. Jenis retribusi daerah untuk Provinsi terdiri dari:

a. Retribusi Pelayanan Kesehatan

b. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

d. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan

2. Jenis retribusi daerah untuk Kabupaten/Kota terdiri dari:

a. Retribusi Pelayanan Kesehatan

b. Retribusi Pelayan Persamapahan/Kebersihan

c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP

(15)

e. Retribusi Pelayanan Pemakaman

f. Retribusi Pelayanan Pengabuan Mayat

g. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi jalan Umum

h. Retribusi Pelayanan Pasar

i. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

j. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran

k. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

l. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan

m. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

n. Retribusi Jasa Usaha Pasar Grosir atau Pertokoan

o. Retribusi Jasa Usaha Tempat Pelelangan

p. Retribusi Jasa Usaha Terminal

q. Retribusi Jasa Usaha Tempat Khusus Parkir

r. Retribusi Jasa Usaha Tempat Penginapan/Persanggrahan/Villa

s. Retribusi Jasa Usaha Penyedotan Kakus

t. Retribusi Jasa Usaha Rumah Potong Hewan

u. Retribusi Jasa Usaha Pelayanan Pelabuhan Kapal

v. Retribusi Jasa Usaha Tempat Rekreasi dan Olahraga

w. Retribusi Jasa Usaha Penyeberangan di atas Air

x. Retribusi Jasa Usaha Pengolahan Limbah Cair

y. Retribusi Jasa Usaha Penjualan Produksi Usaha Daerah

z. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

(16)

bb. Retribusi Izin Gangguan

cc. Retribusi Izin Trayek

2.1.4.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Hasil perusahaan dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yaitu

penerimaan dari laba badan usaha milik pemerintah daerah dimana pemerintah

tersebut bertindak sebagai salah satu pemliknya. Jenis pendapatan ini meliputi:

1. Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah

2. Bagian Laba Lembaga Keuangan Bank

3. Bagian Laba Lembaga Keuangan Non Bank

4. Bagian Laba atas Penyertaan Modal / Investasi

2.1.4.4 Lain-Lain PAD Yang Sah

Pendapatan ini merupakan pendapatan daerah yang berasal bukan dari pajak

daerah dan retribusi daerah. Jenis-jenis lain-lain pendapatan yang sah yaitu

meliputi:

1. Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan

2. Penerimaan Jasa Giro

3. Penerimaan Bunga Deposito

4. Denda Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan

5. Penerimaan Ganti Rugi Atas Kerugian / Kehilangan Kekayaan Daerah

(TP-TGR)

(17)

Analisis keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan

berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Dalam mengadakan analisis

keuangan memerlukan ukuran tertentu. Ukuran yang sering digunakan adalah

rasio. Erich Helfert (2000:49) mengartikan rasio adalah suatu angka yang

menunjukkan hubungan suatu unsur dengan unsur lainnya dalam laporan

keuangan. Analisis rasio pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil

yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga

dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat pula

dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki

suatu pemerintah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat

maupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi rasio

keuangan Pemerintah Daerah tersebut terhadap Pemerintah Daerah lainnya.

Adapun hasil rasio keuangan ini akan digunakan sebagai tolak ukur dalam:

1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membangun penyelenggaraan

otonomi daerah.

2. Mengukur efektifitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.

3. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan

pendapatan daerahnya.

4. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam

pembentukan pendapatan daerah.

5. Melihat pertumbuhan atau perkiraan perolehan pendapatan dan pengelolaan

(18)

Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan

pengawasan keuangan daerah. Menurut Halim (2004:24) kinerja keuangan daerah

atau kemampuan daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan

untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Didalam

penilaian indikator kinerja, ada empat tolak ukur penilaian kinerja keuangan

pemerintah daerah yaitu:

1. Penyimpangan antara realisasi anggaran dengan target yang ditetapkan

dalam APBD

2. Efisiensi Biaya

3. Efektivitas Program

4. Pemerataan dan Keadilan

Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 13 Tahun 20013 pasal 3 meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan

daerah, asas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan

APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki

DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan

keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan

APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian

daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD. Pengelolaan keuangan daerah harus

dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien,

ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas

(19)

digunakan untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah adalah Rasio

Kemandirian, Rasio Upaya Fiskal, Rasio Desentralisasi Fiskal, Rasio Efektifitas

Pendapatan Asli Daerah, dan Rasio Pertumbuhan.

2.1.5.1 Rasio Kemandirian

Rasio Kemandirian keuangan daerah, atau disebut juga otonomi fiskal,

adalah rasio yang menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam

membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada

masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan

yang diperlukan daerah.Rasio ini juga menggambarkan ketergantungan

pemerintah daerah terhadap sumber dana eksternal. Rasio Kemandirian dapat

dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli Daerah

Bantuan Pemerintah Pusat atau Provinsi dan Pinjaman

Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah

menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi

(Halim, 2007:233).Rasio kemandirian dapat dilihat dari besarnya pendapatan asli

daerah bila dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain

(pihak ekstern) (Widodo, 2001 : 262). Adapun pendapatan daerah yang berasal

dari sumber lain, yaitu:

1. Bagi hasil pajak

2. Bagi hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam

3. Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus

(20)

Tabel 2.1 Ukuran Rasio Kemandirian

Sumber: Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Halim 2001:168

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber

dana ekstern. Semakin tinggi resiko kemandirian mengandung arti bahwa tingkat

ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern semakin rendah dan

demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat

partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio

kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan

retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah.

Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan

bahwa timgkat kesejahteraan masyarakat semakin tinggi.

2.1.5.2. Rasio Upaya Fiskal

Rasio upaya fiskal yaitu ukuran yang menunjukkan tingkat kemampuan

daerah dalam mencapai target pendapatan asli daerah. Rasio Upaya Fiskal dapat

dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

Rasio Upaya Fiskal = Total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Total Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian (%) Pola Hubungan

Rendah Sekali 0-25 Instruktif

Rendah >25-50 Konsultatif

Sedang >50-75 Partisipatif

(21)

Total Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan target besarnya

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ingin dicapai dalam 1 (satu) tahun anggaran

dan ditetapkan berdasarkan kemampuan rasional yang ingin dicapai. Rasio Upaya

Fiskal ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan pemerintah daerah

dalam mencapai target pendapatan dalam 1 (satu) tahun. Semakin tinggi hasil

rasionya, akan semakin terlihat bahwa upaya pemerintah daerahsemakin lebih

baik dan adanya perencanaan yang baik dalam mengelola pendapatan.

2.1.5.3 Rasio Desentralisasi Fiskal

Rasio Desentralisasi Fiskal adalah kemampuan pemerintah daerah

dalamrangka meningkatkan Pendapatan Asli daerah guna membiayai

pembangunan. Desentralisasi fiskal merupakan pemberian kewenangan kepada

daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatan, hak untuk menerima transfer

dari pemerintah yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutin dan investasi

(Halim, 2007). Rasio Desentralisasi Fiskal dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

Rasio Desentralisasi Fiskal = !"#$% &'()$*$#$( +,%- .$'/$0

!"#$% &'('/-1$$( &+. x100%

Desentralisasi juga terkait dengan masalah sentralisasi dalam

penyele-nggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Sentralisasi dan

desentralisasi di dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan

pelayanan publik, pada dasarnya berkenaan dengan “delegation of authority” yang

dapat diukur dari sejauh mana unit-unit bawahan memiliki wewenang dan

tanggung jawab di dalam proses pengambilan keputusan (Widodo, 2001). Derajat

(22)

Pendapatan Daerah, menggunakan skala interval (Anita W, 2001:22) dapat dilihat

dalam tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Ukuran Rasio Desentralisasi Fiskal

Skala Interval Rasio Desentralisasi

Fiskal (%) Kemampuan Keuangan Daerah

0,00-10,00 Sangat Kurang

10,01-20,00 Kurang

20,01-30,00 Cukup

30,01-40,00 Sedang

40,01-50,00 Baik

>50,00 Sangat Baik

Sumber : Wulandari (2001: 22)

2.1.5.4 Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah

Rasio Efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam

merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang

ditetapkan berdasarkan potensi rill daerah (Halim 2007:234). Menurut Mahsun

(2006: 187), rasio efektivitas diukur dengan:

RasioEfekti8itas = RealisasiPenerimaanPAD

TargetPenerimaanPADberdasarkanpotensiRiilDaerah

Dengan melakukan pengukuran rasio efektifitas, dapat diketahui apakah

kinerja pemerintah dalam merealisasikan PAD sudah baik atau belum. Semakin

besar hasil rasio, maka dapat dikatakan bahwa pemerintah semakin mampu

merealisasikan PAD secara efektif. Sebaliknya, bila semakin rendah hasil rasio

maka dapat dikatakan bahwa kinerja pemerintah dalam merealisasikan PAD yang

direncanakan belum efektif. Berikut adalah tabel pengukuran efektifitas keuangan

(23)

Tabel 2.3 Efektivitas Keuangan Daerah

Efektivitas Keuangan Daerah Otonom

dan Kemampuan Keuangan Rasio Efektifitas (%)

Tidak Efektif X < 100%

Efektif Berimbang X = 100%

Efektif X > 100%

Sumber: Moh.Mahsun, 2006

2.1.5.5 Rasio Pertumbuhan

Menurut Ihyaul Ulum(2009:33), rasio pertumbuhan(Growth ratio) adalah ukuran yang menggambarkan seberapa besar kemampuan pemerintah daerah

dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang dicapai dari periode

ke periode lainnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing

komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan untuk

mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapat perhatian (Halim,

2007:241). Rasio Pertumbuhan dapat dinyatakan ke dalam rumus sebagai berikut:

Rasio Pertumbuhan Total Pendapatan =Realisasi penerimaan total pendapatan Xn − Xn − 1 Realisasi penerimaan total pendapatan Xn − 1

Apabila semakin tinggi nilai PAD, Total Pendapatan Daerah dan Belanja

Pembangunan yang diikuti oleh semakin rendahnya Belanja Rutin, maka

pertumbuhannya adalah positif. Artinya bahwa daerah tersebut telah mampu

mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya dari periode satu ke periode

yang berikutnya.Selanjutnya jika semakin tinggi nilai PAD, Total Pendapatan

Daerah dan Belanja Rutin yang diikuti oleh semakin rendahnya Belanja

(24)

bersangkutan belum mampu mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya

dari periode yang satu ke periode yang berikutnya.

Untuk mengetahui pengaruh PAD terhadap kinerja keuangan pemerintahan

daerah, kita juga perlu mengetahui berapa kontribusi masing-masing komponen

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah.

Kontribusi ini bisa ukur juga dalam bentuk rasio-rasio. Besar kecilnya kontribusi

masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini untuk setiap

tahunnya berbeda-beda. Pemerintah daerah juga sangat perlu dalam

memperkirakan hal ini. Dengan mengetahui pertumbuhan etiap komponen PAD,

pemerintah daerah dapat merencanakan strategi-strategi apa saja yang bisa

dilakukan untuk mengantisipasi hal ini. Kontribusi yang dihasilkan oleh

masing-masing komponen tersebut dapat diketahui dengan melakukan perhitungan

dibawah ini:

1. Kontribusi Pajak Daerah terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung dengan:

Total Realisasi Pajak Daerah

Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2. Kontribusi Retribusi Daerah terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung

dengan:

Total Realisasi Retribusi Daerah

Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

3. Kontribusi Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung dengan:

Total Realisasi Laba BUMD

(25)

4. Rasio penerimaan lain-lain yang sah terhadap PAD, dapat dihitung dengan:

Total Realisasi Penerimaan Lain − lain yang Sah Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian yang digunakan sebagai referensi pada penelitian ini

antara lain:

1. Joko Pramono (2014)

Penelitian yang dilakukan oleh Pramono diberi judul “Analisis Rasio

Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi

Kasus Pada Pemerintah Kota Surakarta)”. Variabel yang digunakan adalah

Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah

yang Dipisahkan, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sebagai

variabel independen, dan Kinerja Keuangan sebagai variabel dependen.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis statistik. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa rasio kemandirian memiliki pengaruh

sebesar 22,44 terhadap kinerja keuangan pemerintah. Rasio belanja

memiliki pengaruh terhadap APBD sebesar 86,90%, sedangkan rasio

belanja modal terhadap APBD sebesar 13,07%. Rasio efektivitas sebesar

102,79%, dan rasio efisiensinya 14,15% terhadap kinerja keuangan.

Pertumbuhan PAD sebesar 58,93%, pendapatan naik 19,92%. Belanja

operasi naik 14,58% dan belanja modal naik 61,03%. Kemampuan

pemerintah daerah dalam hal melunasi pinjaman masih mencukupi karena

(26)

2. Indah Yuliani Mone,H. Rahardjo Adisasmita, dan Mediaty (2014)

Penelitian yang dilakukan oleh Mone, Adisasmita, dan Mediaty diberi judul

“Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja Ekonomi

Daerah di Kabupaten Pangkep”. Variabel yang digunakan adalah

Pendapatan Daerah, Belanja dan Pembiayaan Daerah sebagai variabel

independen, dan Kinerja Keuangan sebagai variabel dependen. Metode

analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil

penelitian yang diperoleh adalah bahwa pendapatan daerah, belanja daerah

dan pembiayaan daerah secara simultan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja ekonomi daerah Kabupaten Pangkep. Akan tetapi, secara

parsial pendapatan daerah berpengaruh positif dan signifikan, belanja daerah

berpengaruh positif dan tidak signifikan, serta pembiayaan daerah

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja keuangan daerah.

3. Fidelius (2013)

Penelitian yang dilakukan oleh Fidelius diberi judul “Analisis Rasio untuk

Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Manado”. Variabel

yang digunakan adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,

Pendapatan Asli Daerah, dan Rasio Keuangan Daerah sebagai variabel

independen, dan Kinerja Keuangan sebagai variabel dependen. Metode

analisis yang digunakan adalah Analisis rasio keuangan. Hasil penelitian ini

adalah Rasio kemandirian sangat rendah terhadap kinerja keuangan daerah,

sedangkan rasio efektiftivitas cukup efektif, dan rasio aktivitas pemerintah

(27)

sudah sangat baik yaitu melebihi 100%, disertai dengan pendapatan

pemerintah daerah yang mengalami pertumbuhan setiap tahunnya, dan rasio

pertumbuhan belanja operasi masih sangat tinggi bila dibandingkan rasio

pertumbuhan belanja modal.

4. Cherrya Dhia Wenny (2012)

Penelitian yang dilakukan oleh Wenny diberi judul “Analisis Pengaruh

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Kinerja Keuangan Pada

Pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Selatan. Variabel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah,

Hasil Perusahaan Dan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, Lain-lain

Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebagai variabel independen, dan Kinerja

Keuangan sebagai variabel dependen. Metode analisis yang digunakan

adalah Model regresi berganda. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara simultan memiliki pengaruh terhadap

kinerja keuangan, Lain-lain PAD dominan mempengaruhi kinerja keuangan,

Pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil perusahaan dan kekayaan daerah

tidak dominan mempengaruhi kinerja keuangan.

5. Mentari Yosephen Sijabat, Choirul Saleh, Abdul Wachid (2012)

Penelitian yang dilakukan Sijabat, Saleh, dan Wachid diberi judul “Analisis

Kinerja Keuangan Serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam

Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah Dan

Badan Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah Kota Malang Tahun Anggaran

(28)

Daerah, Hasil Perusahaan Dan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan,

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebagai variabel independen, dan

Kinerja Keuangan sebagai variabel dependen. Metode analisis yang

digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian ini adalah kemampuan

keuangan daerah cenderung positif namun masih berada dalam kategori

kurang mampu dengan rata-rata rasio DOF 13,67% dan IKR 18,01%.

Tingkat kemandirian keuangan 16,43%, efektifitas PAD 107,7%, prioritas

alokasi belanja masih pada belanja rutin, pertumbuhan rasio PAD,

Pendapatan dan belanja mengalami pertumbuhan yang fluktuatif dan SILPA

setiap tahun semakin meningkat.

6. Dian (2008)

Penelitian yang dilakukan oleh Dian diberi judul “Pengaruh Pendapatan Asli

Daerah (PAD) Terhadap Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten

Dan Kota Di Propinsi Sumatera Utara”. Variabel yang digunakan adalah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pendapatan Asli Daerah, Belanja

Modal, dan Pinjaman Daerah sebagai variabel independen, dan Kinerja

Keuangan sebagai variabel dependen. Metode analisis yang digunakan

adalah metode analisis statistik. Hasil penelitian ini adalah Pajak daerah,

retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan

terhadap kinerja keuangan. Hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang

dipisahkan, tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.

(29)

Penelitian yang dilakukan Florida diberi judul “Analisa Pengaruh

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah

Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara”. Variabel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Laba BUMD,

dan Lain-lain Pendapatan yang Sah sebagai variabel independen, dan kinerja

keuangan sebagai variabel dependen. Metode analisis yang digunakan

adalah metode regresi berganda. Hasil penelitian ini adalah PAD

berpengaruh secara simultan terhadap kinerja keuangan pemerintah Provinsi

Sumatera Utara, pajak daerah dan retribusi daerah mempengaruhi kinerja

keuangan daerah, dan pembagian laba BUMD dan penerimaan lain-lain

yang sah tidak mempengaruhi kinerja keuangan daerah.

(30)
(31)

Lanjutan Tabel 2.4

(32)

Lanjutan Tabel 2.4 N

o

Peneliti/ Tahun

Judul Penelitian Variabel Penelitian 2. Hasil perusahaan

(33)

2.3 Kerangka Konseptual

Kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan keuangan daerah

melalui penggalian kekayaan asli daerah atau PAD mencerminkan kinerja

keuangan daerah tersebut. Kinerja keuangan harus terus dipacu pertumbuhannya

karena kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini akan sangat berpengaruh pada

kinerja pemerintah daerah. Kinerja ini dapat dilihat melalui sasaran yang telah

tercapai dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat

melalui pemanfaatan PAD (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil perusahaan dan

kekayaan daerah, dan Lain-Lain Pendapatan yang sah).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari beberapa komponen, diantaranya

adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah

yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Setiap

komponen memiliki besar sumbangsih yang berbeda terhadap kinerja keuangan

suatu daerah. Hal ini disebabkan perbedaan kebijakan peraturan daerah oleh

masing-masing daerah dalam mengupayakan peningkatan pendapatan di

daerahnya masing-masing melalui Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil

Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan

Asli Daerah yang Sah. Hubbungan antara pajak daerah, retribusi daerah, hasil

perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli

daerah yang sah terhadap kinerja keuangan dapat digambarkan dalam kerangka

(34)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dipaparkan, maka hipotesis

pada penelitian ini adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil perusahaan dan

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, Lain-lain pendapatan daerah yang

sah, baik secara parisal maupun simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja

keuangan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara. Pajak Daerah (X1)

Retribusi Daerah (X2)

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (X4)

Hasil Perusahaan dan Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang

Dipisahkan (X3)

Gambar

Tabel 2.1 Ukuran Rasio Kemandirian
Tabel 2.2 Ukuran Rasio Desentralisasi Fiskal
Tabel 2.3 Efektivitas Keuangan Daerah
Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu
+2

Referensi

Dokumen terkait

meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot adalah latihan beban dengan circuit weight

MA pada MAN Model Kota Jambi, maka sesuai dengan tahapan evaluasi Pelelangan Pemilihan Langsung pascakualifikasi, Pokja melakukan Pembuktian Kualifikasi/Klarifikasi

Sehubungan dengan Proses Pelelangan Pemilihan Langsung Pascakualifikasi untuk Pekerjaan REHABILITASI RUANG KELAS MI ( REHAB RINGAN ) 3 RUANG pada MIN Kota Jambi, maka

[r]

Multimedia yang digunakan adalah Flash 5.0 yang merupakan salah satu software multimedia keluaran Macromedia yang dapat menggabungkan suara, animasi grafik, dan video, sehingga

Pembuatan Aplikasi Permainan CastleQuest ini menggunakan Java 2 Micro Edition (J2ME) yang merupakan bagian dari Java 2, dan telah di uji cobakan pada emulator yang disediakan oleh

Laporan Pelaksanaan Tugas Tahun 2014 Kantor Kesatuan Bangsa1.

IRIANI SETYAWATI Hibah Bersaing Belum selesai 1 IRYANTI EKA SUPRIHATIN Hibah Bersaing Belum selesai 1 KADEK TRESNA ADHI Hibah Bersaing Belum selesai 1 KHAMDAN KHALIMI Hibah