BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi Daerah
Menurut UU No. 37 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom, selanjutnya
disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan
pengertian ini, dapat diketahui bahwa otonomi daerah adalah kebijakan yang
mengisyaratkan pentingnya kesadaran masyarakat lokal dalam proses
pembangunan. Proses pembangunan daerah melalui sistem otonomi daerah
menjadi tanggung jawab seluruh komponen, mulai dari pemerintah dan setiap
perangkat daerah hingga seluruh masyarakat lokal tiap-tiap daerah.
Otonomi merupakan penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah
daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan.
Otonomi daerah dilaksanakan dengan tujuan agar masyarakat dapat merasakan
pertumbuhan pembangunan daerah. Kebijakan ini dilakukan untuk mencapai
menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu melaksanakan otonomi,
yaitu
1. Kemampuan Keuangan Daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan
dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan
menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahannya.
2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan
terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar.
Otonomi memungkinkan suatu daerah memperoleh lebih banyak bantuan
dana dari pusat. Bantuan dana tersebut bertujuan untuk mensejahterakan
masyarakat dengan meningkatkan kinerja pemerintah daerah menjadi lebih baik.
Pembangunan daerah melalui otonomi juga bertujuan untuk memberdayakan
masyarakat lokal sehingga memperluas pilihan-pilihan yang dapat dilakukan
masyarakat lokal dalam meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik, maju,
dan tenteram.
Ida (2000) menyatakan bahwa terdapat tiga esensi dari otonomi daerah.
Pertama, pengelolaan kekuasaan berpusat pada tingkat lokal yang berbasis pada
rakyat. Kedua, dimensi ekonomi. Artinya, dengan otonomi daerah, maka setiap
daerah diharapkan mampu menggali dan mengembangkan sumber-sumber
ekonomi yang ada di daerahnya. Kemampuan suatu daerah membiayai dirinya
Ketiga, dimensi budaya. Artinya, dengan otonomi daerah masyarakat lokal
diberikan kebebasan untuk mengekspresikan pengembangan kebudayaan lokal.
2.1.1.1 Asas dan Prinsip Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah sebagai implementasi pemberdayaan daerah
dengan kewenangan yang luas, nyata dan memiliki tanggung jawab, terutama
dalam hal mengatur, memanfaatkan dan menggali berbagai sumber potensi yang
terdapat di setiap daerah. Hakikat otonomi daerah adalah peningkatan pelayanan
dan kesejahteraan masyarakat. Dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah yaitu:
1. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 mengenai Penyelenggaraan
Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, serta Pemanfaatan Sumber Daya
Nasional yang Berkeadilan, dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 mengenai Rekomendasi
Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
4. UU No.32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah
5. UU No.33 Tahun 2004 mengenai Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
1. Asas
Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas
UmumPenyelenggaraan Negara, yang terdiri atas:
b. asas tertib penyelenggara negara
c. asas kepentingan umum
d. asas keterbukaan
e. asas proporsionalitas
f. asas profesionalitas
g. asas akuntabilitas
h. asas efisiensi
i. asas efektivitas
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah daerah
menggunakanAsas Desentralisasi (otonomi), Asas Tugas Pembantuan, dan Asas
Dekosentrasi sesuai denganperaturan perundang-undangan.
a. Asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah dan kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
b. Asas Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah
serta desa dan dari daerah ke desa guna melaksanakan berbagai tugas
tertentu yang disertai dengan pembiayaan, sarana, serta prasarana dan
sumber daya manusia dengan kewajiban dalam melaporkan pelaksanaannya
dan dapat mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan tugas
tersebut.
c. Asas Dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada
Gubernur yang dijadikan sebagai wakil pemerintah atau perangkat pusat
2. Prinsip
Kebebasan otonomi yang diberikan terhadap pemerintah daerah merupakan
kewenangan otonomi yang luas, nyata, dan dapat bertanggung jawab. Dalam
pelaksanaannya, otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi yang nyata,
prinsip otonomi yang seluas-luasnya, serta berprinsip otonomi yang dapat
bertanggung jawab. Adapun prinsip otonomi daerah yaitu sebagai berikut:
a. Prinsip Otonomi Seluas-luasnya
Daerah diberikan kebebasan dalam mengurus serta mengatur berbagai
urusaan pemerintah yang mencakup kewenangan pada semua bidang politik
luar negeri, agama, keamanan, moneter, peradilan, serta fiskal nasional.
b. Prinsip Otonomi Nyata
Daerah diberikan kebebasan dalam menangani berbagai urusan
pemerintahan dengan berdasarkan tugas, wewenang, serta kewajiban yang
senjatanya telah ada dan berpotensi dapat tumbuh, hidup, berkembang, dan
sesuai dengan potensi yang ada dan ciri khas daerah.
c. Prinsip Otonomi yang Bertanggung Jawab
Prinsip otonomi yang ada dalam sistem penyelenggaraannya harus sejalan
dengan tujuan yang ada dan maksud dari pemberian otonomi, yang berdasar
untuk memberdayakan daerahnya masing-masing termasuk dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.1.1.2 Fungsi dan Tujuan Otonomi Daerah
Secara konseptual, otonomi daerah dilandasi 3 (tiga) tujuan utama, yaitu:
otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka mewujudkan demokratisasi politik
melalui partai politik dan DPRD. Melalui tujuan administratif, otonomi daerah
dilaksanakan agar adanya pembagian antara urusan pemerintahan pusat dengan
pemerintah daerah, termasuk sumber keuangan, pembaharuan manajemen
birokrasi pemerintahan daerah. Sedangkan tujuan ekonomi adalah terwujudnya
peningkatan indeks pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Adapun tujuan otonomi daerah adalah: peningkatan
terhadap pelayanan masyarakat yang semakin lebih baik, pengembangan
kehidupan yang lebih demokrasi, keadilan nasional, dan pemerataan wilayah
daerah. Selain itu, otonomi daerah bertujuan untuk pemeliharaan hubungan antara
pusat dengan daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, mendorong pemberdayaan masyarakat, mengembangkan
peran serta fungsi dari DPRD.
2.1.2 Anggaran Pendapatan Bumi Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD
adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, APBD didefinisIkan sebagai rencana
operasional keuangan pemerintah daerah, dimana satu pihak menggambarkan
perkiraan pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek
daerah dalam satu tahun anggaran tertentu dan dipihak lain menggambarkan
pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud. PP No. 71 tahun 2010 menyatakan
bahwa anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang
diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara
sistematis untuk satu periode. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah yang dibahas dan disetujui oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Berdasarkan Undang-Undang No 17 Tahun 2003 dan Standar Akuntansi
Pemerintahan, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :
1. Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah
dan diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu tahun
anggaran dan tak perlu dibayar lagi oleh pemerintah. Pendapatan daerah
menurut UU No.17 Tahun 2003 Pasal 20 ayat 1 huruf a terdiri dari :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
b. Dana Perimbangan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
2. Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah atau kewajiban yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode satu tahun
anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah. Kelompok belanja terdiri atas:
b. Belanja Barang dan Jasa
c. Belanja modal
d. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan
e. Bunga
f. Subsidi
g. Hibah
h. Bantuan sosial
i. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan
j. Belanja tidak terduga
3. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada pada tahun anggaran
yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk untuk
menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Pembiayaan daerah
terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan mencakup hal-hal berikut ini :
a. SILPA tahun anggaran sebelumnya
b. Pencairan dana cadangan
c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
d. Penerimaan pinjaman
e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman
Sedangkan, pengeluaran pembiayaan mencakup:
b. Penyertaan modal pemerintah daerah, termasuk investasi nirlaba
pemerintah daerah
c. Pemberian pinjaman
Perubahan APBD dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD mempunyai fungsi otorisasi,
perencanaan, pengawasan, alokasi, dan distribusi. Semua Penerimaan dan
Pengeluaran Daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan
dalam APBD. Surplus APBD dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran
Daerah tahun anggaran berikutnya. Penggunaan surplus APBD dimanfaatkan
untuk membentuk Dana Cadangan atau penyertaan dalam Perusahaan Daerah
harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPRD.
2.1.3 Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Keuangan daerah merupakan bagian integral dalam pengalokasian
sumber-sumber ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas
ekonomi guna stabilitas sosial politik. Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat
untuk masyarakat. Peran keuangan daerah menjadi semakin penting dikarenakan
keterbatasan dana yang dapat dialihkan dalam bentuk subsidi dan bantuan.
Peranan keuangan daerah dapat meningkatkan kesiapan daerah untuk mendorong
terwujudnya otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggungjawab.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, tujuan
daerah guna pembiayaan pembangunan daerah, pengembangan pengelolaan
keuangan daerah yang memenuhi prinsip, norma, asas dan standar akuntansi serta
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah secara kreatif melalui penggalian potensi,
intensifikasi dan ekstensifikasi. Pemerintah sebagai pelaku utama pelaksanaan
good governance ini dituntut untuk memberikan pertanggungjawaban yang lebih transparan dan lebih akurat terhadap keuangan daerah. Unsur-unsur pokok upaya
perwujudan good governance ini adalah transparency, fairness, responsibility dan accountability. Hal ini semakin penting dilakukan melalui pemberdayaan peran lembaga-lembaga kontrol sebagai pengimbang kekuasaan pemerintah.
Pengertian kinerja keuangan pemerintah daerah dalam penelitian ini adalah
tingkat pencapaian hasil kerja pemerintah dalam bidang keuangan daerah dengan
menggunakan indikator keuangan yang telah ditetapkan melalui suatu kebijakan
atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk dari
pengukuran kinerja tersebut berupa pengukuran dalam rasio keuangan daerah.
Pemerintah daerah sebagai pihak yang menjalankan roda pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan
pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah
berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Pemerintah harus dapat
membuat suatu pelaporan pengukuran kinerja (performance measurement) berkaitan dalam proses pengelolaan pencapaian. Pertanggungjawaban keuangan
pemerintah daerah adalah diantaranya: pertanggungjawaban pembiayaan
pelaksanaan dekonsentrasi, pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan
(APBD). Sedangkan, pertanggungjawaban keuangan pemerintah pusat tetap
dalam bentuk pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN).
2.1.4 Pendapatan Asli Daerah(PAD)
Pendapatan Daerah adalah hak dan kewajiban dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah tersebut (PP RI No. 58 Tahun 2005). Menurut Halim (2004 : 67, sumber
pendapatan daerah yaitu:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari:
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Hasil perusahaan dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
2. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan merupakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk
membiayai kebutuhan daerah. Jenis-jenis Dana Perimbangan ini terdiri dari:
a. Bagi Hasil Pajak / Buka Pajak, yang meliputi:
1) Bagi Hasil Pajak
2) Bagi Hasil Bukan Pajak / Sumber Daya Alam
b. Dana Alokasi Umum
1) Dana Alokasi Khusus Reboisasi
2) Dana Alokasi Khusus Non Reboisasi
d. Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan dari Propinsi untuk
Kabupaten/Kota
e. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, terdiri dari:
1) Bantuan Dana Kontijensi / Penyeimbang dari Pemerintah
2) Dana Darurat
Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan
potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.PAD bersumber dari:
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
4. Lain-Lain PAD yang Sah.
Dalam upaya meningkatkan PAD, daerah dilarang menetapkan Peraturan
Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan
menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas
penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor.
2.1.4.1 Pajak Daerah
Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dalam Undang-Undang yang
Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara
untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public investment. Semua jenis pajak diatur sesuai kewenangan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota masing-masing. Setiap daerah juga diberi kebebasan untuk
menciptakan pajak daerah lainnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Sedangkan objek retribusi bergantung pada banyaknya pelayanan yang diberikan
pemerintah daerah pada masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, pajak daerah terbagi menjadi dua jenis, yaitu pajak provinsi
dan pajak kabupaten/kota. Adapun yang termasuk jenis pajak daerah yaitu:
1. Jenis pajak daerah Provinsi terdiri dari:
a. Pajak kenderaan bermotor
b. Bea balik nama kenderaan bermotor
c. Pajak bahan bakar kenderaan bermotor
d. Pajak air permukaan
e. Pajak rokok
2. Jenis pajak daerah Kabupaten/Kota terdiri dari :
a. Pajak hotel dan restoran
b. Pajak hiburan
c. Pajak reklame
d. Pajak sarang burung walet
e. Pajak penerangan jalan
g. Pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB P2)
h. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
i. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan
2.1.4.2 Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada
mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai
pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik
daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pemerintah daerah melakukan setiap pungutan
berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga
keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat.
Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan
pemerintah kepada yang membutuhkan. Adapun jenis-jenis retribusi terdiri dari:
1. Jenis retribusi daerah untuk Provinsi terdiri dari:
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
b. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
d. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan
2. Jenis retribusi daerah untuk Kabupaten/Kota terdiri dari:
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
b. Retribusi Pelayan Persamapahan/Kebersihan
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP
e. Retribusi Pelayanan Pemakaman
f. Retribusi Pelayanan Pengabuan Mayat
g. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi jalan Umum
h. Retribusi Pelayanan Pasar
i. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
j. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
k. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
l. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan
m. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
n. Retribusi Jasa Usaha Pasar Grosir atau Pertokoan
o. Retribusi Jasa Usaha Tempat Pelelangan
p. Retribusi Jasa Usaha Terminal
q. Retribusi Jasa Usaha Tempat Khusus Parkir
r. Retribusi Jasa Usaha Tempat Penginapan/Persanggrahan/Villa
s. Retribusi Jasa Usaha Penyedotan Kakus
t. Retribusi Jasa Usaha Rumah Potong Hewan
u. Retribusi Jasa Usaha Pelayanan Pelabuhan Kapal
v. Retribusi Jasa Usaha Tempat Rekreasi dan Olahraga
w. Retribusi Jasa Usaha Penyeberangan di atas Air
x. Retribusi Jasa Usaha Pengolahan Limbah Cair
y. Retribusi Jasa Usaha Penjualan Produksi Usaha Daerah
z. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
bb. Retribusi Izin Gangguan
cc. Retribusi Izin Trayek
2.1.4.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
Hasil perusahaan dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yaitu
penerimaan dari laba badan usaha milik pemerintah daerah dimana pemerintah
tersebut bertindak sebagai salah satu pemliknya. Jenis pendapatan ini meliputi:
1. Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah
2. Bagian Laba Lembaga Keuangan Bank
3. Bagian Laba Lembaga Keuangan Non Bank
4. Bagian Laba atas Penyertaan Modal / Investasi
2.1.4.4 Lain-Lain PAD Yang Sah
Pendapatan ini merupakan pendapatan daerah yang berasal bukan dari pajak
daerah dan retribusi daerah. Jenis-jenis lain-lain pendapatan yang sah yaitu
meliputi:
1. Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan
2. Penerimaan Jasa Giro
3. Penerimaan Bunga Deposito
4. Denda Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan
5. Penerimaan Ganti Rugi Atas Kerugian / Kehilangan Kekayaan Daerah
(TP-TGR)
Analisis keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan
berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Dalam mengadakan analisis
keuangan memerlukan ukuran tertentu. Ukuran yang sering digunakan adalah
rasio. Erich Helfert (2000:49) mengartikan rasio adalah suatu angka yang
menunjukkan hubungan suatu unsur dengan unsur lainnya dalam laporan
keuangan. Analisis rasio pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil
yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga
dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat pula
dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki
suatu pemerintah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat
maupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi rasio
keuangan Pemerintah Daerah tersebut terhadap Pemerintah Daerah lainnya.
Adapun hasil rasio keuangan ini akan digunakan sebagai tolak ukur dalam:
1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membangun penyelenggaraan
otonomi daerah.
2. Mengukur efektifitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.
3. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan
pendapatan daerahnya.
4. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam
pembentukan pendapatan daerah.
5. Melihat pertumbuhan atau perkiraan perolehan pendapatan dan pengelolaan
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah. Menurut Halim (2004:24) kinerja keuangan daerah
atau kemampuan daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan
untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Didalam
penilaian indikator kinerja, ada empat tolak ukur penilaian kinerja keuangan
pemerintah daerah yaitu:
1. Penyimpangan antara realisasi anggaran dengan target yang ditetapkan
dalam APBD
2. Efisiensi Biaya
3. Efektivitas Program
4. Pemerataan dan Keadilan
Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 20013 pasal 3 meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah, asas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan
APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki
DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan
keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian
daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD. Pengelolaan keuangan daerah harus
dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien,
ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas
digunakan untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah adalah Rasio
Kemandirian, Rasio Upaya Fiskal, Rasio Desentralisasi Fiskal, Rasio Efektifitas
Pendapatan Asli Daerah, dan Rasio Pertumbuhan.
2.1.5.1 Rasio Kemandirian
Rasio Kemandirian keuangan daerah, atau disebut juga otonomi fiskal,
adalah rasio yang menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam
membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan
yang diperlukan daerah.Rasio ini juga menggambarkan ketergantungan
pemerintah daerah terhadap sumber dana eksternal. Rasio Kemandirian dapat
dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli Daerah
Bantuan Pemerintah Pusat atau Provinsi dan Pinjaman
Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah
menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi
(Halim, 2007:233).Rasio kemandirian dapat dilihat dari besarnya pendapatan asli
daerah bila dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain
(pihak ekstern) (Widodo, 2001 : 262). Adapun pendapatan daerah yang berasal
dari sumber lain, yaitu:
1. Bagi hasil pajak
2. Bagi hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam
3. Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
Tabel 2.1 Ukuran Rasio Kemandirian
Sumber: Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Halim 2001:168
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber
dana ekstern. Semakin tinggi resiko kemandirian mengandung arti bahwa tingkat
ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern semakin rendah dan
demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat
partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio
kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan
retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah.
Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan
bahwa timgkat kesejahteraan masyarakat semakin tinggi.
2.1.5.2. Rasio Upaya Fiskal
Rasio upaya fiskal yaitu ukuran yang menunjukkan tingkat kemampuan
daerah dalam mencapai target pendapatan asli daerah. Rasio Upaya Fiskal dapat
dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
Rasio Upaya Fiskal = Total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Total Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian (%) Pola Hubungan
Rendah Sekali 0-25 Instruktif
Rendah >25-50 Konsultatif
Sedang >50-75 Partisipatif
Total Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan target besarnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ingin dicapai dalam 1 (satu) tahun anggaran
dan ditetapkan berdasarkan kemampuan rasional yang ingin dicapai. Rasio Upaya
Fiskal ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan pemerintah daerah
dalam mencapai target pendapatan dalam 1 (satu) tahun. Semakin tinggi hasil
rasionya, akan semakin terlihat bahwa upaya pemerintah daerahsemakin lebih
baik dan adanya perencanaan yang baik dalam mengelola pendapatan.
2.1.5.3 Rasio Desentralisasi Fiskal
Rasio Desentralisasi Fiskal adalah kemampuan pemerintah daerah
dalamrangka meningkatkan Pendapatan Asli daerah guna membiayai
pembangunan. Desentralisasi fiskal merupakan pemberian kewenangan kepada
daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatan, hak untuk menerima transfer
dari pemerintah yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutin dan investasi
(Halim, 2007). Rasio Desentralisasi Fiskal dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Rasio Desentralisasi Fiskal = !"#$% &'()$*$#$( +,%- .$'/$0
!"#$% &'('/-1$$( &+. x100%
Desentralisasi juga terkait dengan masalah sentralisasi dalam
penyele-nggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Sentralisasi dan
desentralisasi di dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan publik, pada dasarnya berkenaan dengan “delegation of authority” yang
dapat diukur dari sejauh mana unit-unit bawahan memiliki wewenang dan
tanggung jawab di dalam proses pengambilan keputusan (Widodo, 2001). Derajat
Pendapatan Daerah, menggunakan skala interval (Anita W, 2001:22) dapat dilihat
dalam tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2 Ukuran Rasio Desentralisasi Fiskal
Skala Interval Rasio Desentralisasi
Fiskal (%) Kemampuan Keuangan Daerah
0,00-10,00 Sangat Kurang
10,01-20,00 Kurang
20,01-30,00 Cukup
30,01-40,00 Sedang
40,01-50,00 Baik
>50,00 Sangat Baik
Sumber : Wulandari (2001: 22)
2.1.5.4 Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah
Rasio Efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang
ditetapkan berdasarkan potensi rill daerah (Halim 2007:234). Menurut Mahsun
(2006: 187), rasio efektivitas diukur dengan:
RasioEfekti8itas = RealisasiPenerimaanPAD
TargetPenerimaanPADberdasarkanpotensiRiilDaerah
Dengan melakukan pengukuran rasio efektifitas, dapat diketahui apakah
kinerja pemerintah dalam merealisasikan PAD sudah baik atau belum. Semakin
besar hasil rasio, maka dapat dikatakan bahwa pemerintah semakin mampu
merealisasikan PAD secara efektif. Sebaliknya, bila semakin rendah hasil rasio
maka dapat dikatakan bahwa kinerja pemerintah dalam merealisasikan PAD yang
direncanakan belum efektif. Berikut adalah tabel pengukuran efektifitas keuangan
Tabel 2.3 Efektivitas Keuangan Daerah
Efektivitas Keuangan Daerah Otonom
dan Kemampuan Keuangan Rasio Efektifitas (%)
Tidak Efektif X < 100%
Efektif Berimbang X = 100%
Efektif X > 100%
Sumber: Moh.Mahsun, 2006
2.1.5.5 Rasio Pertumbuhan
Menurut Ihyaul Ulum(2009:33), rasio pertumbuhan(Growth ratio) adalah ukuran yang menggambarkan seberapa besar kemampuan pemerintah daerah
dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang dicapai dari periode
ke periode lainnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing
komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan untuk
mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapat perhatian (Halim,
2007:241). Rasio Pertumbuhan dapat dinyatakan ke dalam rumus sebagai berikut:
Rasio Pertumbuhan Total Pendapatan =Realisasi penerimaan total pendapatan Xn − Xn − 1 Realisasi penerimaan total pendapatan Xn − 1
Apabila semakin tinggi nilai PAD, Total Pendapatan Daerah dan Belanja
Pembangunan yang diikuti oleh semakin rendahnya Belanja Rutin, maka
pertumbuhannya adalah positif. Artinya bahwa daerah tersebut telah mampu
mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya dari periode satu ke periode
yang berikutnya.Selanjutnya jika semakin tinggi nilai PAD, Total Pendapatan
Daerah dan Belanja Rutin yang diikuti oleh semakin rendahnya Belanja
bersangkutan belum mampu mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya
dari periode yang satu ke periode yang berikutnya.
Untuk mengetahui pengaruh PAD terhadap kinerja keuangan pemerintahan
daerah, kita juga perlu mengetahui berapa kontribusi masing-masing komponen
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah.
Kontribusi ini bisa ukur juga dalam bentuk rasio-rasio. Besar kecilnya kontribusi
masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini untuk setiap
tahunnya berbeda-beda. Pemerintah daerah juga sangat perlu dalam
memperkirakan hal ini. Dengan mengetahui pertumbuhan etiap komponen PAD,
pemerintah daerah dapat merencanakan strategi-strategi apa saja yang bisa
dilakukan untuk mengantisipasi hal ini. Kontribusi yang dihasilkan oleh
masing-masing komponen tersebut dapat diketahui dengan melakukan perhitungan
dibawah ini:
1. Kontribusi Pajak Daerah terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung dengan:
Total Realisasi Pajak Daerah
Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2. Kontribusi Retribusi Daerah terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung
dengan:
Total Realisasi Retribusi Daerah
Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
3. Kontribusi Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung dengan:
Total Realisasi Laba BUMD
4. Rasio penerimaan lain-lain yang sah terhadap PAD, dapat dihitung dengan:
Total Realisasi Penerimaan Lain − lain yang Sah Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian yang digunakan sebagai referensi pada penelitian ini
antara lain:
1. Joko Pramono (2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Pramono diberi judul “Analisis Rasio
Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi
Kasus Pada Pemerintah Kota Surakarta)”. Variabel yang digunakan adalah
Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sebagai
variabel independen, dan Kinerja Keuangan sebagai variabel dependen.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis statistik. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa rasio kemandirian memiliki pengaruh
sebesar 22,44 terhadap kinerja keuangan pemerintah. Rasio belanja
memiliki pengaruh terhadap APBD sebesar 86,90%, sedangkan rasio
belanja modal terhadap APBD sebesar 13,07%. Rasio efektivitas sebesar
102,79%, dan rasio efisiensinya 14,15% terhadap kinerja keuangan.
Pertumbuhan PAD sebesar 58,93%, pendapatan naik 19,92%. Belanja
operasi naik 14,58% dan belanja modal naik 61,03%. Kemampuan
pemerintah daerah dalam hal melunasi pinjaman masih mencukupi karena
2. Indah Yuliani Mone,H. Rahardjo Adisasmita, dan Mediaty (2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Mone, Adisasmita, dan Mediaty diberi judul
“Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja Ekonomi
Daerah di Kabupaten Pangkep”. Variabel yang digunakan adalah
Pendapatan Daerah, Belanja dan Pembiayaan Daerah sebagai variabel
independen, dan Kinerja Keuangan sebagai variabel dependen. Metode
analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil
penelitian yang diperoleh adalah bahwa pendapatan daerah, belanja daerah
dan pembiayaan daerah secara simultan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja ekonomi daerah Kabupaten Pangkep. Akan tetapi, secara
parsial pendapatan daerah berpengaruh positif dan signifikan, belanja daerah
berpengaruh positif dan tidak signifikan, serta pembiayaan daerah
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja keuangan daerah.
3. Fidelius (2013)
Penelitian yang dilakukan oleh Fidelius diberi judul “Analisis Rasio untuk
Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Manado”. Variabel
yang digunakan adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Pendapatan Asli Daerah, dan Rasio Keuangan Daerah sebagai variabel
independen, dan Kinerja Keuangan sebagai variabel dependen. Metode
analisis yang digunakan adalah Analisis rasio keuangan. Hasil penelitian ini
adalah Rasio kemandirian sangat rendah terhadap kinerja keuangan daerah,
sedangkan rasio efektiftivitas cukup efektif, dan rasio aktivitas pemerintah
sudah sangat baik yaitu melebihi 100%, disertai dengan pendapatan
pemerintah daerah yang mengalami pertumbuhan setiap tahunnya, dan rasio
pertumbuhan belanja operasi masih sangat tinggi bila dibandingkan rasio
pertumbuhan belanja modal.
4. Cherrya Dhia Wenny (2012)
Penelitian yang dilakukan oleh Wenny diberi judul “Analisis Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Kinerja Keuangan Pada
Pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Selatan. Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Hasil Perusahaan Dan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, Lain-lain
Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebagai variabel independen, dan Kinerja
Keuangan sebagai variabel dependen. Metode analisis yang digunakan
adalah Model regresi berganda. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara simultan memiliki pengaruh terhadap
kinerja keuangan, Lain-lain PAD dominan mempengaruhi kinerja keuangan,
Pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil perusahaan dan kekayaan daerah
tidak dominan mempengaruhi kinerja keuangan.
5. Mentari Yosephen Sijabat, Choirul Saleh, Abdul Wachid (2012)
Penelitian yang dilakukan Sijabat, Saleh, dan Wachid diberi judul “Analisis
Kinerja Keuangan Serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah Dan
Badan Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah Kota Malang Tahun Anggaran
Daerah, Hasil Perusahaan Dan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan,
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebagai variabel independen, dan
Kinerja Keuangan sebagai variabel dependen. Metode analisis yang
digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian ini adalah kemampuan
keuangan daerah cenderung positif namun masih berada dalam kategori
kurang mampu dengan rata-rata rasio DOF 13,67% dan IKR 18,01%.
Tingkat kemandirian keuangan 16,43%, efektifitas PAD 107,7%, prioritas
alokasi belanja masih pada belanja rutin, pertumbuhan rasio PAD,
Pendapatan dan belanja mengalami pertumbuhan yang fluktuatif dan SILPA
setiap tahun semakin meningkat.
6. Dian (2008)
Penelitian yang dilakukan oleh Dian diberi judul “Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Terhadap Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten
Dan Kota Di Propinsi Sumatera Utara”. Variabel yang digunakan adalah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pendapatan Asli Daerah, Belanja
Modal, dan Pinjaman Daerah sebagai variabel independen, dan Kinerja
Keuangan sebagai variabel dependen. Metode analisis yang digunakan
adalah metode analisis statistik. Hasil penelitian ini adalah Pajak daerah,
retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan. Hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang
dipisahkan, tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.
Penelitian yang dilakukan Florida diberi judul “Analisa Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah
Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara”. Variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Laba BUMD,
dan Lain-lain Pendapatan yang Sah sebagai variabel independen, dan kinerja
keuangan sebagai variabel dependen. Metode analisis yang digunakan
adalah metode regresi berganda. Hasil penelitian ini adalah PAD
berpengaruh secara simultan terhadap kinerja keuangan pemerintah Provinsi
Sumatera Utara, pajak daerah dan retribusi daerah mempengaruhi kinerja
keuangan daerah, dan pembagian laba BUMD dan penerimaan lain-lain
yang sah tidak mempengaruhi kinerja keuangan daerah.
Lanjutan Tabel 2.4
Lanjutan Tabel 2.4 N
o
Peneliti/ Tahun
Judul Penelitian Variabel Penelitian 2. Hasil perusahaan
2.3 Kerangka Konseptual
Kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan keuangan daerah
melalui penggalian kekayaan asli daerah atau PAD mencerminkan kinerja
keuangan daerah tersebut. Kinerja keuangan harus terus dipacu pertumbuhannya
karena kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini akan sangat berpengaruh pada
kinerja pemerintah daerah. Kinerja ini dapat dilihat melalui sasaran yang telah
tercapai dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat
melalui pemanfaatan PAD (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil perusahaan dan
kekayaan daerah, dan Lain-Lain Pendapatan yang sah).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari beberapa komponen, diantaranya
adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Setiap
komponen memiliki besar sumbangsih yang berbeda terhadap kinerja keuangan
suatu daerah. Hal ini disebabkan perbedaan kebijakan peraturan daerah oleh
masing-masing daerah dalam mengupayakan peningkatan pendapatan di
daerahnya masing-masing melalui Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang Sah. Hubbungan antara pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah terhadap kinerja keuangan dapat digambarkan dalam kerangka
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dipaparkan, maka hipotesis
pada penelitian ini adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil perusahaan dan
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, Lain-lain pendapatan daerah yang
sah, baik secara parisal maupun simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara. Pajak Daerah (X1)
Retribusi Daerah (X2)
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (X4)
Hasil Perusahaan dan Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang
Dipisahkan (X3)