• Tidak ada hasil yang ditemukan

Glanzmann’s Thrombasthenia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Glanzmann’s Thrombasthenia"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

GLANZMANN’S THROMBASTHENIA

Senior Tawarta, Andri Iskandar, Suhartono,

Henny Syahrini, Savita Handayani, Dairion Gatot, Muhammad Fauzi

Divisi Hematologi Onkologi Medik – Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP Haji Adam Malik

PENDAHULUAN

Platelet merupakan komponen sentral dari segala proses restoratif fisiologis, termasuk

didalamnya hemostasis. Dalam keadaan hemostasis, subendotelium yang rusak akan

mengeluarkan protein adhesif (mis. Kolagen dan tromboplastin) dan fibrinogen, yang akan

mengikat platelet teragregasi ke daerah injury, sehingga membentuk sumbatan platelet.

Kemudian platelet akan membentuk permukaan dan sumber fosfolipid untuk tempat

menempelnya kofaktor koagulasi. Aktivasi yang berlanjut dari jalur koagulasi akan

menyebabkan fibrin melekat kepada platelet yang teraktivasi, dan membentuk trombus.

Adanya gangguan terhadap fungsi platelet, apakah itu didapat atau diturunkan, akan

menyebabkan perdarahan.

Gangguan platelet yang didapat lebih sering dijumpai pada praktik klinik

dibandingkan gangguan platelet yang diturunkan, dan sering sekali merupakan akibat dari

medikasi atau dari keadaan medis yang mendasarinya. Dengan kata lain, gangguan platelet

yang diturunkan sangat jarang, dan hingga kini, hal tersebut kurang diamati dengan teliti.

Salah satu gangguan hemostasis abnormal yang diturunkan telah dikenal dan teliti adalah Glanzmann’s thrombasthenia (GT), sebuah penyakit yang telah membantu membuka jalan bagi penemuan penelitian kunci di bidang hematologi.

Eduard Glanzmann merupakan seorang dokter spesialis anak dari Swiss yang pertama

(2)

tersebut tidak disebabkan oleh jumlah platelet yang abnormal, melainkan karena kegagalan

dari retraksi bekuan darah.

Gambar 1. Skema Molekul Adhesif pada Platelet dan gangguannya.

Glanzmann menemukan seorang pasien, perempuan berusia 7 tahun dengan

perdarahan berulang, dan dilakukan penelitian penyakit tersebut ke keluarganya. Dengan

ditemukannya pola familial dan gejala tersebut bermanifestasi pada anak-anak, Glanzmann

menyatakan adanya kemungkinan hal tersebut merupakan suatu komponen yang diturunkan.

Penyakit tersebut kemudian ditetapkan sebagai gangguan platelet sekunder yang diturunkan

akibat dari disfungsi kompleks GPIIb/IIIa. (Gambar 1)

Saat ini, GT sudah mulai banyak dikenali, dan merupakan penyakit pertama yang

menjelaskan bahwa terdapat molekul GPIIb/IIIa pada platelet, yang merupakan reseptor

platelet untuk molekul adhesif (Seperti VWF dan fibrinogen). Penyakit tersebut juga

merupakan cikal bakal untuk mengetahui dan memahami proses dari agregasi platelet dan

(3)

PATHOGENESIS

GT merupakan gangguan autosomal resesif reseptor permukaan platelet dari

GPIIb/IIIa (Integrin αIIbβ3), baik secara kuantitatif maupun kualitatif, yang akan menyebabkan kegagalan agregasi platelet dan menurunnya retraksi koagulasi.

GPIIb/IIIa atau Integrin αIIbβ3 merupakan reseptor sel transmembran heterodimer berukuran besar yang terdiri dari subunit αIIb berukuran besar dan subunit β3 berukuran kecil. Subunit ini berikatan secara non-kovalen, yang dapat memberikan sinyal ganda antara

membran sel dan matriks ekstraseluler, yang juga membentuk jalur sinyal intraseluler.

Gambaran mikroskop elektron dari heterodimer menunjukkan sebuah kepala noduler

berukuran 8 x 12 nm dan dua buah ekor berukuran 18 nm.12 Ekor tersebut tertanam dan

menembus kedalam sel, dan mengandung domain sitoplasma dan transmembran yang

berfungsi sebagai titik ikatan untuk sinyal intraseluler dari molekul dan protein, dimana

kepala noduler yang membengkok mengandung lokasi tempat ligand berikatan.12 Subunit β3 terdiri dari domain- epidermal growth factor (EGF) disulfida berukuran besar yang

bertanggung jawab terhadap aktivasi dari Integrin αIIbβ3 secara keseluruhan. Lokasi berikatannya kalsium terlibat dalam formasi kompleks dan berikatan platelet berlokasikan

(4)

Gambar 2. GPIIb/IIIa atau Integrin αIIbβ3

100.000 kopi dari reseptor GPIIb/IIIa diekspresikan sepanjang permukaan platelet,

dan dapat berbeda hingga dua kali lipat pada setiap individu.6,23 Gen ITGA2B berlokasi di

kromosom 17q21.31, yang merupakan kode untuk GPαIIb pada platelet, sementara gen ITGB3 mengkode untuk glikoprotein subunit IIIa yang berada pada kromosom 17q21.32.

Mutasi telah ditemukan lebih sering pada gen ITGA2B, yang mungkin akibat dari banyak

jumlah exon dibandingkan gen ITGB3 (30 exon dibanding 15 exon)6,10 Delesi, insersi,

frameshift, nonsense dan missense mutasi telah sering dikenali. Mutasi missense telah

dipelajari lebih lanjut, dan menunjukkan adanya maturasi yang terhambat pada integrin

(5)

dengan proses transport dan distribusi dari berbagai jaringan.10 Kedua subunit tersebut

terhimpun dari prekursor retikulum endoplasmik, dengan proses yang lebih lanjut pada

aparatus golgi. Reseptor αvβ3 akan menjadi berlimpah pada platelet dengan mutasi pada ITGA2B. Kedua subunit αIIbβ3 dan αvβ3 akan hilang saat terjadi mutasi dengan mencegah sintesis β3, akan tetapi mutasi missense dari β3 dapat memiliki efek yang berbeda. Sebagai contoh, mutasi pada β3 Leu262Pro dan Ser162Leu telah menunjukkan memiliki efek residual terhadap kompleks platelet αIIbβ3 dengan kemampuan untuk mengikat fibrin dan melengketkan bekuan, akan tetapi saat terjadi stimulasi tidak memiliki kemampuan

memfungsikan fibrinogen. Secara garis besar, mutasi pada β3 Leu196Pro memiliki kemampuan retraksi bekuan secara parsial.2,6 Sebuah makalah oleh Nurden dkk menceritakan

tentang pemeriksaan mutasi β-propeller ectodomain pada subunit αIIb. Nurden et al, berkesimpulan bahwa banyaknya mutasi mempengaruhi β-propeller domain yang mengganggu pengikatan kalsium dan banyaknya jumlah efek delesi pada ekspresi dan fungsi αIIbβ3, menghasilkan tipe yang berbeda dari GT.5 Mutasi pada subunit αIIb yang memungkinkan untuk pembentukan kompleks parsial ditemukan berhubungan antara αIIb dan β3, yang menunjukkan varian dari bentuk GT. Efek yang berbeda ditemukan pada mutasi yang terjadi pada subunit αIIbβ3 dan antara αIIbβ3 dan αvβ3, namun αvβ3 lebih mudah berubah dibanding kan αIIbβ3. Beberapa mutasi dari αIIbβ3 tidak akan menjadi GT. Sebagai contoh, Kashiwagi et al beberapa waktu ini merumuskan 3 buah mutasi fungsi, ITGA2B

p.Gly991Cys, ITGA2B p.Phe993del, dan ITGB3 p.(Asp621_Glu660del), yang mengarah ke

pembentukan αIIbβ3 yang teraktivasi secara tinggi dan fosforilasi tyrosine spontan dari FAK di sel yang bertransformasi. Mutasi ini menghasilkan abnormalitas dari kedua morfologi dan

jumlah platelet, dengan gangguan ekspresi permukaan αIIbβ3, akan tetapi tidak menjadi GT.9

Mutasi homozigot atau heterozigot ditemukan pada kedua lokus gen yang

menentukan keparahan abnormalitas pada GT. Mutasi dapat menghentikan pembentukan

(6)

dengan keparahan perdarahan.10 Namun, Fiore et al menunjukkan perdarahan fenotipe lebih

dipengaruhi oleh mutasi pada gen ITGB3.6

GT yang didapat lebih sering merupakan akibat dari serangan autoantibody pada αIIbβ3 platelet, atau isoantibodi yang mengganggu fungsi yang seharusnya. Produksi dari autoantibodi berhubungan dengan transfusi platelet, seiring dengan jumlah kondisi

hematologis, meliputi immune thrombocytopenic purpura, non-Hodgkin’s lymphoma, multiple myeloma, myelodysplastic syndrome, hairy cell leukemia, dan acute lymphoblastic

leukemia. Pada sebuah laporan kasus yang dilaporkan oleh Blickstein et al, seorang pasien

dengan systemic lupus erythematosus pada masa dewasa dengan perdarahan mukokutaneus

sekunder akibat produksi antibodi terhadap GPIIb/IIIa.5 Pada keadaan beberapa penggunaan

anti-trombotik αIIbβ3 antagonis, seperti abciximab, eptifibatide, dan tirofiban, untuk pengobatan kejadian koroner akut, dapat mencetuskan keadaan transien seperti GT.10

INSIDENSI DAN PREVALENSI

Di estimasikan bahwa 1 dari 1.000.000 individu memiliki GT, akan tetapi angka

pastinya belum diketahui.14 Beberapa studi menunjukkan adanya sedikit dominasi pada

perempuan dibandingkan laki-laki (58% vs 42%), konsisten dengan adanya faktor yang

diturunkan.7 GT dapat ditemukan pada setiap individu seluruh dunia, namun lebih sering

ditemukan pada kelumpok etnis yang menunjukkan tingginya insidensi hubungan dari

keturunan darah yang sama, seperti Yahudi Iraq, Populasi arab selektif (Palestina), dan Gypsi

Perancis. Menurut dari sebuah studi, penyakit tersebut memiliki prevalensi tinggi pada

komunitas Gypsi Perancis Manouche, dengan sekitar 150 kasus dari 300 orang. Banyaknya

jumlah pada populasi tersebut menggambarkan adanya efek yang diturunkan.2

GAMBARAN KLINIS

GT dapat bermanifestasi segera setelah lahir, yang diawali dengan purpura pada

neonatus, dan diikuti dengan episode perdarahan mukokutaneus dan perdarahan spontan.

Mayoritas pasien terdiagnosa sebelum usia 5 tahun, dengan episode epistaksis dan perdarahan

ginggival yang rekuren merupakan manifestasi yang paling sering. Pada sebuah studi di

(7)

sering dari epistaksis pada anak-anak adalah karena manipulasi tangan (korek hidung);

namun, pada pasien dengan GT, perdarahan berat dapat terjadi pada daerah yang

hipervaskular tersebut, dan dapat berakibat fatal. Perdarahan yang fatal dapat terjadi kapan

saja selama hidup dengan pasein GT, akan tetapi prevalensi perdarahan berat berkurang

seiring bertambahnya usia.7

Terdapat sedikit bukti yang mendukung adanya korelasi antara defek gen pada GT

dengan tingkat keparahan perdarahan, dimana diketahui setiap individu menunjukkan

perbedaan kecenderungan perdarahan, bahkan pada yang satu keluarga atau kelompok etnis.10

Pada beberapa kasus, keadaan perdarahan berat yang terjadi setelah trauma minor atau

operasi minor mungkin menjadi suatu gejala yang bisa diketahui untuk penyakit GT.

Perdarahan berlebihan setelah tingakan sirkumsisi telah dinyatakan dan sering dijadikan

alasan untuk melakukan investigasi dan diagnosis terhadap GT pada laki-laki. Pada beberapa

kasus, wanita sering tidak terdiagnosis hingga menstruasi, dimana terjadi kehilangan darah

yang banyak akibat menorrhagia yang membutuhkan transfusi, seperti yang dilaporkan oleh

studi dari George et al. Kehamilan dan melahirkan merupakan keadaan khusus, dimana

wanita menjadi beresiko tinggi untuk terjadinya perdarahan yang berat atau fatal pada saat

ini.7

DIAGNOSIS

Diagnosis dari GT terkadang tidak disadari, karena kondisi tersebut mirip dengan

keadaan klinis dan laboratorium dari gangguan platelet didapat lainnya. Satu hal yang harus

diingat untuk memasukkan GT dalam diagnosis banding adalah dengan cara hati-hati

menganalisa riwayat medis (seperti, menanyakan apakah ada riwayat terjadi perdarahan

spontan, atau episode perdarahan hebat setelah trauma minor), riwayat keluarga (seperti,

menanyakan tentang kemungkinan perkawinan sedarah), dan gambaran klinis (seperti,

pemeriksaan adanya purpura dan ekimosis)

Saat ingin menyatakan diagnosis GT, memilih pemeriksaan laboratorium sangat

penting. Sebagai contoh, jumlah normal platelet pada pemeriksaan darah yang rutin tidak

dapat serta merta menyingkirkan diagnosis GT, dimana pasien dengan GT biasanya

(8)

normal, atau hanya menunjukkan gambaran defisiensi besi. Prothrombin time dan activated

partial thromboplastin time juga dapat normal. Namun, bleeding time akan memanjang,

dimana menunjukkan untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Light transmission aggregometry (LTA) secara luas telah diterima sebagai alat

diagnostik gold standard untuk menilai fungsi platelet. Sampel plasma kaya akan platelet

yang disentrifugasi dimonitor pada saat sebelum dan setelah penambahan agonis (ADP,

collagen, epinephrine, arachidonic acid, ristocetin, thrombin receptor activating peptide, and

thromboxane A2 mimetic), menilai perubahan bentuk, fase lag, persentase agregasi,

lengkungan agregasi, dan deagregasi. Pemeriksaan ini sangat spesifik dalam menilai GT,

dimana agregasi platelet gagal terjadi dengan adanya agonis, kecuali ristocetin, dimana reaksi

tersebut tidak terjadi. Walaupun pemeriksaan ini menghasilkan data yang spesifik,

pemeriksaan LTA sangat membutuhkan waktu yang lama dan personel dependen,

membutuhkan ahli laboratoriun yang berpengalaman. Jauh lebih susah dalam mendapatkan

platelet-rich plasma pada pasien dengan trombositopenia dan pada pasien pediatrik.

Platelet function analyzer (PFA) merupakan pemeriksaan yang tinggi sensitivitasnya

dalam mendeteksi GT. Pemeriksaan PFA menggunakan collagen+ADP- dan

collagen+epinephrine-embedded cartridges untuk menirukan kerusakan endotelium vaskular.

Whole blood yang mengandung citrat dialirkan dengan shear stress yang tinggi melalui

cartridges tersebut, platelet berikatan, akan menjadi sumbatan platelet. Pemeriksaan PFA

akan memanjang pada pasien dengan GT.6

Flow cytometri dapat bermanfaat, hal ini dikarenakan pada GT didapati defisiensi

dan/atau disfungsi reseptor glikoprotein. Flow cytometri akan mengukur perbedaan densitas

reseptor platelet menggunakan variasi dari antibodi monoklonal untuk reseptor tersebut,

menentukan defisiensi αIIbβ3. Dalam analisa flow cytometri, kadar CD41 dan CD61 berkurang atau absen, sementara kadar CD42 dalam batas normal, dan indentifikasi dari

defisiensi dan non-fungsional αIIbβ3 dapat diekspresikan, sesuai dengan diagnosis dari GT.10

Cara terbaik dalam mendiagnosis GT adalah dengan cara analisa mutasi yang

(9)

potongan lokasi dari gen ITGB3 dan ITGA2B, hal tersebut harus diinvestigasi, dan

ditentukan mutasinya sesuai dengan konfirmasi dari analisa DNA kedua.

Secara garis besar, diagnosis dari GT meliputi jumlah platelet yang normal (biasanya

dalam batas bawah normal), pemanjangan waktu perdarahan, dan pemanjangan waktu PFA.

Platelet gagal mengalami kegagalan agregasi dalam penilaian dari LTA, dimana secara unik

yang mengindikasikan terjadinya GT.

PENGOBATAN

Semua pasien dengan GT memerlukan penanganan oleh seorang spesialis, dan harus

teregistrasi dalam 24 jam untuk mencapai penetapan diagnosis dan pengobatan.5,6 Pasien

dengan GT tidak memerlukan terapi dalam keadaan yang normal, akan tetapi selalu

memerlukan terapi pengobatan saat akan melakukan prosedur bedah, pengendalian

perdarahan setelah injury, dan selama terjadinya episode perdarahan spontan.

Edukasi Pasien

Semua pasien setidaknya pernah mendapatkan satu kali transfusi dari salah satu

produk darah selama hidupnya, semua pasien seharusnya mendapatkan imunisasi dari

hepatitis B. pasien juga seharusnya disarankan untuk menghindari olah raga berat, begitu

juga dengan penggunaan aspirin dan obat anti inflamasi non steroid.6 Dalam hal untuk

mencegah terjadinya resiko perdarahan di gusi, pasien sebaiknya mempertahankan oral

hygiene dan melakukan kunjungan rutin ke dokter gigi. Wanita membutuhkan monitoring

defisiensi besi dikarenakan adanya resiko terjadi menorrhagia, dan sebaiknya diberikan

suplementasi zat besi jika dibutuhkan. Pasien sebaiknya diperiksakan HLA nya pada saat

mendiagnosis, dan dimonitoring untuk HLA dan antibodi anti-platelet secara reguler.6 Pasien

sebaiknya dikonseling bahwa perdarahan pada luka kecil, gusi, atau dari hidung dapat

dihentikan dengan memberikan penekanan, dan/atau dengan mendapatkan antifibrinolitik

oral, akan tetapi diharuskan mencari pengobatan medis apabila perdarahan tetap terjadi.

(10)

Terapi standard saat ini dari pengobatan episode perdarahan pada pasien GT adalah

dengan memberikan penekanan lokal pada lokasi luka, atau dengan tambahan obat

antifibrinolitik oral dahulu, yang diikuti dengan transfusi platelet, dan rFVIIa jika perdarahan

tetap berlanjut.7 Pengobatan lokal meliputi tindakan kompresi, pelapis fibrin, dan thrombin

topikal.3 Apabila memungkinkan, platelet konsentrat sebaiknya dihasilkan dari single-donor

dan cocok HLA dengan adanya resiko terbentuknya alloantibodi terhadap glikoprotein

platelet, αIIbβ3, atau αIIbβ3, dan/atau terhadap antigen HLA pada transfusi berulang. Apabila platelet yang cocok HLA tidak tersedia, pasien sebaiknya mendapatkan platelet sedikit

leukosit (leukocyte-reduced platelets), dimana hal ini telah menunjukkan penurunan tingkat

dari imunisasi HLA. Pasien dengan episode perdarahan berat sebaiknya diberikan transfusi

platelet dalam 48 jam setelah penghentian perdarahan, dan hingga penyembuhan luka pada

pasien yang menjalani pembedahan. Penilaian waktu PFA akan normal dengan transfusi yang

adekuat.2

Penatalaksanaan Perdarahan Minor Hingga Moderat

Untuk episode perdarahan minor hingga moderat, penanganan lokal, dan/atau obat

antifibrinolitik dapat menghentikan perdarahan. Obat antifibrinolitik oral dapat bekerja

dengan baik pada perdarahan mukokutaneus, dan telah menunjukkan keberhasilan

menurunkan perdarahan selama prosedur gigi, dalam kombinasi dengan penanganan lokal.

Penanganan lokal meliputi kompresi, spons gelatin, pelapis fibrin, dan thrombin topical.6

Agen antifibrinolitik meliputi asam traneksamat dan asam aminocaproic epsilon. Obat

tersebut, digunakan sebagai terapi tunggal atau sebagai terapi tambahan yang digunakan

bersamaan dengan rFVIIa, dan telah terbukti bermanfaat dan aman dalam meminimalkan atau

menghentikan perdarahan pada pasien dengan GT. Kedua obat tersebut dapat diberikan

secara oral atau intravena, dan telah digunakan dengan baik dalam menangani epistaksis,

perdarahan gusi, dan menorrhagia, dan juga sebagai profilaksis pada tindakan ekstraksi gigi

dan prosedur bedah minor lainnya. Penggunaan antifibrinolitik dalam kasus hematuria harus

dihindarkan mengingat terjadinya resiko pembentukan clot pada saluran kencing, dan

sebaiknya digunakan dalam penuh perhatian pada pasien yang akan menjalani prosedur

dengan resiko tinggi terjadinya trombus.6

(11)

Epistaksis merupakan satu dari manifestasi yang paling umum terjadinya pada pasien

GT.1,2,5 Pasien mungkin respon terhadap kompresi, trombin topikal, antifibrinolitik, tampon

nasal, atau kombinasi dari ini semua, akan tetapi metode tersebut tidak selalu sepenuhnya

efektif.12 Sebuah studi retrospektif membandingkan metode yang metode yang berbeda dalam

mengontrol perdarahan nasal lokal pasien GT pada anak-anak, dan ditemukan penggunaan

hanya tampon anterior dan posterior, tanpa pemberian tambahan agen protrombin paling

sedikit efektifitasnya dibandingkan dengan penggunaan agen protrombin. Jika metode

konvensional gagal dalam mengendalikan perdarahan, penanganan lebih lanjut dengan

transfusi platelet dan/atau rFVIIa perlu dipertimbangkan.12 Menariknya, tampon nasal yang

terbuat dari bahan babi yang diasinkan telah menunjukkan keberhasilan dalam

mengendalikan perdarahan nasal yang mengancam jiwa pada pasien GT anak-anak dengan

hemodinamik yang tidak stabil, setelah pemberian antifibrinolitik, rFVIIa, kauter nasal, dan

tampon nasal dari bahan sintetik telah gagal dalam menangani perdarahan.11

Penanganan Menorrhagia

Agen antifibirinolitik merupakan terapi lini pertama dalam mengendalikan

menorrhagia. Jika obat tersebut gagal, suplementasi hormon dengan progesteron tunggal

ataupun progesteron dan estrogen dapat digunakan. Pemberian terus menerus dari regimen

agen kontraseptik estrogen-progestin oral atau pemberian depot medroxyprogesterone acetate

intramuskular dapat diberikan 3 bulan sekali, dan menunjukkan keberhasilan dalam pasien

GT wanita. Terapi hormonal intrauterin juga dapat digunakan untuk menurunkan perdarahan,

dengan atau tanpa penggunaan antifibrinolitik.3

Menorrhagia berat, yang dapat menyerang semua wanita dengan GT dan dapat

dialami pada saat menstruasi, dapat diterapi dengan pemberian estrogen konjugat dosis tinggi

secara intravena selama 24-48 jam, diikuti dengan kombinasi estrogen-progestin oral dosis

tinggi. Namun, perdarahan menstruasi yang intensif tidak selalu respon terhadap terapi yang

tipikal. rFVIIa telah dinyatakan sukses dalam GT saat antifibrinolitik dan transfusi platelet

tidak dapat mengendalikan perdarahan yang berlebih.4 Terapi bedah seperti histerektomi atau

ablasi endometrial juga merupakan pilihan terapi untuk menorrhagia berat, tetapi sebaiknya

(12)

Penanganan Perdarahan Postpartum

Kehamilan pada pasien GT berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya

perdarahan postpartum primer dan sekunder, seiring dengan peningkatan resiko terjadinya

perdarahan fetal.5 Guideline telah menyarankan penggunaan transfusi platelet atau rFVIIa

dengan kombinasi dengan antifibrinolitik, sebagai profilaksis dari partus pervaginam. Sebuah

sistematik review dari penanganan dan keberhasilan dari 35 wanita hamil dengan GT

menunjukkan perdarahan selama atau setelah melahirkan umum terjadi dan berat, dan terjadi

hingga 20 hari postpartum. Pasien yang tidak diberikan transfusi platelet sebagai profilaksis

lebih mengalami peradarahan postpartum dibandingkan pasien yang diberikan transfusi

platelet sebagai profilaksis (63% versus 38%). Penggunaan rFVIIa sebagai profilaksis telah

didokumentasikan pada 3 kasus kehamilan, apakah itu tunggal maupun kombinasi dengan

platelet, dan tidak dapat mencegah perdarahan pada kasus tersebut.5 Namun, keberhasilan

penggunaan rFVIIa pada perdarahan postpartum yang resisten telah dilaporkan pada literatur

lainnya.6 Alloantibodi platelet maternal telah didokumentasikan pada 16 kehamilan, dan

plasma exchange secara sukses dalam menurunkan alloantibodi titer pada satu kasus. 4 dari

16 kasus mengalami kematian neonatal, 3 mengalami perdarahan intrakranial antara masa

gestasi 24 dan 31 minggu. Semua wanita dengan GT sebaiknya dilakukan pemeriksaan

alloantibodi platelet saat sedang hamil.5

Penanganan Dengan Desmopressin

Desmopressin (DDAVP) akan menyebabkan pelepasan VWF, FVIII, dan t-PA

kedalam plasma. DDAVP tidak memiliki efek langsung terhadap platelet, dan sampel dari

pasien yang diterapi dengan DDAVP tidak menunjukkan efek yang signifikan dari deposisi

platelet pada kolagen secara ex vivo.1 Walaupun DDAVP berhasil dalam mengobati

gangguan platelet lainnya, masih terdapat sedikit data yang mendukung penggunaannya pada

GT.6 Pada sebuah seri kasus kecil, DDAVP berhasil dalam terapi tunggal untuk menangani 1

dari 9 pasien dengan GT.1

(13)

Transfusi platelet memberikan perbaikan parsial dari gangguan fungsional platelet

pada pasien GT dan dinyatakan sebagai terapi standar pada pasien dengan kegagalan

penanganan lokal dan/atau antifibrinolitik dalam pengendalian perdarahan.4 Transfusi platelet

juga sebagai standard profilaksis pada pasien GT yang akan menjalani bedah mayor.3 Tidak

lazim pasien dengan perdarahan berat setelah trauma atau melahirkan yang membutuhkan

transfusi platelet multipel dan/atau sel darah merah. Pemberian transfusi platelet berulang

berhubungan dengan pembentukan isoantibodi terhadap GPIIb/IIIa isotop dan/atau HLA

isotop, dan hal tersebut telah diestimasikan sekitar 30% dan 70% dari pasien akan

membentuk alloantibodi setelah transfusi platelet.2,3 Sebuah studi oleh Santoro et al yang

diikuti oleh 17 pasien GT selama 30 tahun, 16 pasien diantaranya yang telah ditransfusi

setidaknya satu kali dengan platelet dan/atau sel darah merah. Alloantibodi dibentuk pada

25% pasien yang ditransfusi; 2 pasien positif terhadap anti-HLA antibodi, 1 pasien positif

terhadap anti-ITG αIIbβ3, dan 1 pasien membentuk kedua tipe alloantibodi.5

Pada survey internasional yang dilakukan oleh Poon et al, sebuah prevalensi yang

mirip dari anti-HLA antibodi telah dilaporkan, dan 17 dari 23 pasien dengan platelet refrakter

dalam survey tersebut memiliki alloantibodi anti-platelet.7 Alloimunisasi platelet dapat

menyebabkan refrakter platelet yang relatif atau absolut, menghasilkan peningkatan

penghancuran platelet dan kegagalan transfusi platelet. Maka, platelet yang cocok HLA

direkomendasikan untuk menghindari kemungkinan alloimunisasi.5 Sebelum maraknya

penggunaan rFVIIa, refrakter absolut akibat alloantibodi platelet dapat diatasi dengan

plasmaferesis atau dengan IVIG, yang diikuti dengan transfusi platelet.2 rFVIIa sekarang

direkomendasikan untuk digunakan pada pasien yang tidak respon dengan transfusi platelet,

dengan atau tanpa adanya alloantibodi platelet.6

Alloantibodi platelet telah berhasil dalam dihilangkan pada pasien yang akan

menjalani pembedahan dengan imunoadsorpsi pada protein A Sepharose.4,5 Pada sebuah seri

kasus dari 3 pasien GT tipe I dengan alloantibodi, imunoadsorpsi pada protein A Sepharose

telah berhasil dalam membersihkan anti-GPIIb/IIIa antibodi pada 5 keadaan yang berbeda,

meliputi episode perdarahan mengancam jiwa. Namun, efek tersebut bersifat sementara;

(14)

Penggunaan prosedur tersebut memiliki keterbatasan karena membutuhkan akses vaskular

yang besar dan prosedur tersebut harus dilakukan pada sentra tertentu.4

rFVIIa

rFVIIa berhasil digunakan pertama kali dalam kasus perdarahan berat yang tak

terkendali pada seorang anak laki-laki 2 tahun dengan GT pada tahun 1996.1,2 Sejak itu,

penggunaannya diperluas ke seluruh dunia, dan walaupun berhasil dalam menangani

perdarahan pada kebanyakan pasien dengan GT, namun tidak efektif pada semua pasien.

NovoSeven RT merupakan salah satu FVII rekombinan yang teraktivasi digunakan

secara komersial yang tersedia di Ameriak Utara, Eropa, Australia, dan Jepang. Pertama kali

disetujui penggunaan nya di Amerika sebagai agen hemostatik pada pasien dengan hemofilia

A dan B, antibodi terhadap faktor VIII atau IX, dan defisiensi kongenital dari FVII. Pada

tahun 2014, FDA Amerika menyetujui NovoSeven RT dalam pengobatan episode perdarahan

dan penanganan perioperatif pada pasien dengan GT yang telah refrakter terhadap transfusi

platelet, dengan atau tanpa adanya alloantibodi anti-platelet.4

Mekanisme dari rFVIIa dalam mengendalikan perdarahan pada pasien GTT tidak

sepenuhnya digambarkan. Melalui mekanisme tissue factor-independent, pengikatan terhadap

permukaan platelet sangat lemah dan meningkatkan aktivasi dari faktor IX dan X, dengan

demikian meningkatkan pembentukan thrombin. Dosis 90 mcg/kgBB keatas telah

menunjukkan peningkatan pembentukan thrombin yang signifikan. Peningkatan jumlah

thrombin meningkatkan adhesi platelet dan mencetuskan agregasi platelet, termasuk yang

kekurangan GPIIb/IIIa.3 hal tersebut telah didemonstrasikan pada model perfusi, dimana

rFVIIa meningkatkan pembentukan thrombin dan deposisi fibrin, dan secara parsial

mengembalikan agregasi platelet.7

Walaupun tidak 100% berhasil, tingginya keberhasilan dan rendahnya resiko

berhubungan dengan penggunaan rFVIIa sebagai pengobatan atau pencegahan dari

perdarahan pada pasien dengan GT telah terdokumentasikan, terutama pada mereka yang

refrakter terhadap transfusi platelet atau memiliki antibodi antiplatelet.1,5,7,13 Penggunaan

(15)

pembedahan mayor, termasuk seksio caesar. rFVIIa dapat digunakan untuk mencegah

transfusi platelet multipel, dimana akan mencegah terjadinya resiko alloimunisasi platelet,

pada kasus perdarahan yang tidak mengancam jiwa saat penanganan lokal dan antifibrinolitik

gagal.3 Keadaan ini dapat menjadi perhatian khusus pada wanita yang sedang hamil dimana

dapat mentransfer alloantibodi platelet kedalam sirkulasi fetal, yang menyebabkan fetal

trombositopenia, yang berhubungan dengan kematian intrauterin dan perdarahan

intrakranial.7

Dosis optimal yang digunakan pada pasien GT belum sepenuhnya ditetapkan, dan

hingga saat ini juga belum dicapai penetapan dosis optimal atau regimen dosis. Namun, dosis

yang direkomendasikan adalah 90 mcg/kgBB secara bolus intravena setiap 2 jam selama 3

dosis atau hingga perdarahan berhenti, yang diikuti dengan dosis satu atau lebih dosis

maintenans.3,6,7 Dosis pengulangan kadang dibutuhkan dikarenakan waktu paruh yang pendek

dari rFVIIa.

Hingga saat ini belum ada RCT yang menguji penggunaan rFVIIa pada pasien GT.

Namun, keamanan dan keberhasilan dari rFVIIa pada pasien GT telah terdokumentasikan.

Investigasi tunggal terbesar yang dipublikasikan dalam menginvestigasi keberhasilan rFVIIa

pada pasien GT dilaporkan oleh Poon et al melalui international survey. Survey tersebut

terdiri dari 59 pasien GT yang diberikan rFVIIa sebagai terapi perdarahan atau profilaksis

bedah. Keberhasilan rata-rata adalah 64% pada episode perdarahan, dan 94% pada prosedur

bedah. Tingkat keberhasilan lebih tinggi pada pasien yang menerima bolus 80 mcg/kgBB

atau lebih rFVIIa, diberikan secara intravena, tidak lebih dari 2,5 jam pemberian. 2 dari 59

pasien diberikan dosis tinggi rVIIa sebagai infus berkelanjutan, yang dikombinasi dengan

obat antifibrinolitik, selama prosedur bedah dan kejadian tromboemboli: emboli paru dengan

DVT, ureteric clot.7 pada pasien yang yang diberikan dosis bolus dari rFVIIa, tidak dijumpai

kejadian buruk atau tromboembolik yang dilaporkan.1,2 Pada sebuah studi open-label dengan

28 pasien GT, ditemukan sebanyak 93% pasien dengan episode perdarahan yang merespon

terhadap rFVIIa.4 Sebagai tambahan, sebanyak total 40 publikasi laporan kasus menunjukkan

69% pasien selama episode perdarahan dan 96% pasien yang akan menjalani prosedur

(16)

yang diterapi dengan rFVIIa tidak diketahui; studi uji klinik terkontrol diperlukan untuk

menilai resikonya.

rFVIIa sebaiknya diberikan sesegera mungkin pada kejadian perdarahan, sebuah

studi di Inggris menyatakan bahwa penggunaan rFVIIa berhasil 71% pada pasien yang

diterapi dalam 12 jam onset, tetapi hanya 18% yang respon terhadap rFVIIa setelah 12 jam

onset berlalu.1-3 Bedah minor pada pasien GT telah menunjukkan keberhasilannya tanpa

transfusi platelet apabila diberikan rFVIIa sebagai profilaksis, dan direkomendasikan oleh the United Kingdom Haemophilia Centre Doctors’ Organisation untuk profilaksis tindakan bedah minor termasuk pencabutan gigi.5

Rituximab

Rituximab (anti-CD20) merupakan antibodi monoclonal human-mouse chimeric yang

mentarget sel B CD20 antigen, dan telah digunakan sebagai pengobatan dari sitopenia imun

yang didapat dan juga pada gangguan hemostasis yang dimediasi antibodi.

Penggunaan kortikosteroid sistemik, kemoterapi, penggantian plasma, protein A

Sepharose immunoadsorption, IVIG, rFVIIa, dan rituximab telah dilaporkan sebagai terapi

yang sukses pada GT yang didapat.4,5,8 Banyak laporan kasus mendemonstrasikan

keberhasilan dari rituximab pada pasien GT yang didapat dan manifestasi perdarahan atau

ekimosis yang refrakter terhadap terapi kortikosteroid sistemik, siklofosfamid, azatioprin,

plasmaferesis, dan IVIG. Pemberian rituximab adalah 375 mg/m2/minggu selama 4 minggu

menunjukkan agregasi platelet yang normal dan penurunan gejala dari pasien.8

Bevacizumab

Bevacizumab (avastin) merupakan anti-VEGF antibodi yang telah digunakan sebagai

pengobatan kanker dalam tambahan kemoterapi.2 Penggunaan bevacizumab dapat sebagai

potensi pilihan pengobatan dari perdarahan gastrointestinal yang berat pada pasien GT

refrakter yang perlu penelitian lebih lanjut. Sebuah laporan kasus menyatakan penggunaan

bevacizumab pada pasien GT tipe I, yang mengalami perdarahan berat dan berulang akibat

angiodiplasia. Pasien tersebut refrakter terhadap transfusi platelet, asam traneksamat, dan

(17)

diberikan setiap 2 minggu sebagai terapi penyelamat, yang diikuti dengan setiap 4 minggu

sebagai maintenans, dan menghasilkan penurunan perdarahan.2

Transplantasi Stem Sel Hematopoetik

Hematopoietic stem cell transplantation (HSCT) menawarkan kesembuhan pada

pasien dengan perdarahan berat, berulang, dan/atau dengan alloantibodi platelet yang

refrakter terhadap transfusi platelet.4-6 Hingga saat ini masih belum jelas algoritme untuk

transplantasi pada GT, dan HSCT pada GT sangat langka. Transplantasi sumsum tulang

pertama kali berhasil pada GT terjadi pada tahun 1985, pada seorang laki-laki berusia 4 tahun

dengan anti-GPIIb/IIIa antibodi.6 Hingga saat ini, terdapat sedikitnya 19 pasien yang

dilaporkan pada pasien GT berat yang berhasil dalam transplantasi stem sel dari darah

umbilikal cord, saudara yang identik HLA-nya, donor lain yang cocok, atau donor keluarga

yang cocok.3,4 Kebanyakan pasien yang menerima stem sel dari saudara juga diberikan obat

busulfan dan siklofosfamid untuk menekan reaksi penolakan.4,5

Terapi Masa Depan

Pemahaman dalam patogenesis GT dan fungsi dari αIIbβ3 telah meningkatkan semua kemampuan sejak Glanzmann pertama kali menemukan penyakit tersebut; namun,

pengobatan GT masih belum sepenuhnya memuaskan. Kualitas hidup dari pasien GT tetap

terganggu oleh beberapa hal, episode perdarahan mukokutaneus spontan, dan resiko tinggi

dari perdarahan akibat pembedahan atau trauma. Terapi yang tersedia, selain dari

transplantasi stem sel allogenik yang mahal dan beresiko tinggi, pengobatan difokuskan pada

penanganan episode perdarahan, dan tidak satu pun dari semua itu yang dapat

menyembuhkan.

Terapi gen telah menyita banyak perhatian dalam dekade terakhir, dan konsep

tersebut telah dicobakan pada model binatang.11 Penggunaan αIIb promoter-driven murine leukemia retrovirus vectors sebagai pengirim transfer sel CD34+ untuk target ekspresi

transgen dalam pembentukan megakariosit telah dilakukan oleh Wilcox et al.11 Keberhasilan

transduksi sel CD34+ telah diuji secara in vitro dari 2 pasien GT menggunakan murine

(18)

Hal tersebut akan mengkoreksi keadaan GT. Defisiensi αIIb pada model anjing untuk GT, Fang et al menunjukkan perbaikan dalam hemostasis dan restorasi dari αIIbβ3 pada permukaan platelet oleh lentivirus transduksi untuk memobilisasi CD34+ stem sel.14 Pada

studi belakangan ini, Sullivan et al mengembangkan strategi untuk mencapai ekspresi protein

yang tinggi pada megakariosit manusia. Insersi hemizygous dari Gp1ba promotor-driven human αIIb complementary DNA ke dalam lokus AAVS1 yang diinduksi pada pluripoten stem sel menghasilkan kadar tinggi dari αIIb mesengger RNA dan ekspresi protein, dan menghasilkan koreksi dari αIIbβ3 pada megakariosit.5 Studi tersebut menjanjikan terapi kuratif pada pasien GT, dan akan membantu mengembalikan kualitas hidup pada pasien

tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Diz-Kucukkaya R. Inherited platelet disorders including Glanzmann thrombasthenia and Bernard-Soulier syndrome. Hematology Am Soc Hematol Educ Program. 2013;2013:268–275.

2. Stevens RF, Meyer S. Fanconi and Glanzmann: the men and their works. Br J Haematol. 2002;119(4):901–904.

3. Bennett JS. Structure and function of the platelet integrin alphaIIbbeta3. J Clin Invest. 2005;115(12):3363–3369.

4. Nurden AT, Pillois X, Wilcox DA. Glanzmann thrombasthenia: state of the art and future directions. Semin Thromb Hemost. 2013;39(6):642–655.

5. Nurden AT, Fiore M, Nurden P, Pillois X. Glanzmann thrombasthenia: a review of ITGA2B and ITGB3 defects with emphasis on variants, phenotypic variability, and mouse models. Blood. 2011;118(23): 5996–6005.

6. Fiore M, Nurden AT, Nurden P, Seligsohn U. Clinical utility gene card for: Glanzmann thrombasthenia. Eur J Hum Genet. 2012;20(10).

7. Nurden AT, Ruan J, Pasquet KM, et al. A novel 196Leu to Pro substitution in the beta3 subunit of the alphaIIbbeta3 integrin in a patient with a variant form of Glanzmann thrombasthenia. Platelets. 2002;13(2):101–111.

(19)

9. Kashiwagi H, Kunishima S, Kiyomizu K, et al. Demonstration of novel gain-of-function mutations of alphaIIbbeta3: association with macrothrombocytopenia and glanzmann thrombasthenia-like phenotype. Mol Genet Genomic Med. 2013;1(2):77–86.

10.George JN, Caen JP, Nurden AT. Glanzmann’s thrombasthenia: the spectrum of clinical disease. Blood. 1990;75(7):1383–1395.

11.Blickstein D, Dardik R, Rosenthal E, et al. Acquired thrombasthenia due to inhibitory effect of glycoprotein IIbIIIa autoantibodies. Isr Med Assoc J. 2014;16(5):307–310. 12.Levy JM, Mayer G, Sacrez R, et al. [Glanzmann-Naegeli thrombasthenia. Study of a

strongly endogamous ethnic group]. Ann Pediatr (Paris). 1971;18(2):129–137.

13.Cattaneo M, Cerletti C, Harrison P, et al. Recommendations for the Standardization of Light Transmission Aggregometry: A Consensus of the Working Party from the Platelet Physiology Subcommittee of SSC/ISTH. J Thromb Haemost. Epub April 10, 2013.

Gambar

Gambar 1. Skema Molekul Adhesif pada Platelet dan gangguannya.
Gambar 2. GPIIb/IIIa atau Integrin αIIbβ3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penulisan skripsi yang berjudul Analsis Kontrastif Kata Banding Superlative Degree dalam Kalimat Bahasa Mandarin dan Bahasa Indonesia adalah untuk melengkapi salah satu

No Nama Rumah Sakit Provinsi Kota Alamat Rumah Sakit No Telepon Fasilitas PPH, PPH Plus, PSS (Black Card).. HS,

1. Lintasan sirkuit yang diperuntukan khusus balap tidak boleh dilintasi oleh kendaraan selain kendaraan balap.. 2. Dari segi safety dengan melewati Iintasan pacu

11.1 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Bandung Barat, 2014 / Distribution Percentage of

Dalam grafik tersebut terlihat bahwa minat masyarakat Kecamatan Patianrowo Kabupaten Nganjuk untuk melakukan olahraga bersepeda di masa pandemi Covid-19 ada pada

KEPALA DINAS KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SEKRETARIS KEPALA SUB BAGIAN KEUANGAN KEPALA SUB BAGIAN UMUM KEPALA SUB BAGIAN PERENCANAA N KEPALA BIDANG PENGEMBANGAN

 Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus diberikan atau disediakan oleh pemerintah daerah

Account officer yang bertugas melakukan pengawasan tersebut, sehingga kecil kemungkinan nasabah tersebut melakukan kecurangan”.(wawancara, 23 Mei 2012, 18.00