• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kadar Hemoglobin pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2011 antara IPK di Atas 3 dan IPK di Bawah 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Kadar Hemoglobin pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2011 antara IPK di Atas 3 dan IPK di Bawah 3"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hemoglobin 2.1.1 Definisi

Hemoglobin merupakan sejenis protein khusus yang terdapat dalam sel darah merah dan merupakan 90% dari bagian setiap sel tersebut. Setiap sel darah merah mengandung kira-kira 640 milyar molekul hemoglobin (Hoffbrand, 2006).

2.1.2 Sintesis Hemoglobin

Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dalam setiap molekul hemoglobin (Ganong, 2008).

Sintesis globin terjadi seperti protein umumnya, mRNA dari inti sel akan ditranslasi ribosom untuk merakit rantai asam amino untuk globin. Di sisi lain proses pembentukan heme relatif lebih kompleks, bahan dasar heme adalah asam amino glisin dan suksinil-KoA, hasil dari siklus asam sitrat. Pada awalnya proses ini terjadi di dalam mitokondria, kemudian setelah terbentuk δ–aminolevulinat (ALA) reaksi terjadi di sitoplasma sampai terbentuk coproporhyrinogen III, kemudian substrat akan masuk kembali ke dalam mitokondria untuk menyelesaikan serangkaian reaksi pembentukan heme yaitu pembentukan ferro ke cincin protoporhyrin (Murray, 2006).

(2)

2.1.3 Fungsi Hemoglobin

Hemoglobin merupakan komponen yang amat penting dalam mempertahankan keutuhan sistem sirkulasi tubuh. Fungsi hemoglobin menurut Harmening (2009) adalah transport oksigen ke seluruh tubuh. Enzim 2,3-diphosphoglycerate merupakan enzim kontrol dalam proses ini. Hemoglobin akan

mengikat oksigen dan menempel pada struktur Fe2+ di heme. Afinitas hemoglobin terhadap oksigen dipengaruhi oleh pH, suhu, dan konsentrasi 2,3-diphosphoglycerate. Ion H+ dan 2,3-diphosphoglycerate akan berkompetisi dengan oksigen untuk berikatan dengan hemoglobin deoksigenasi sehingga afinitas hemoglobin terhadap oksigen berkurang dengan bergesernya posisi empat rantai pepetida (Ganong, 2008). Hemoglobin juga turut berfungsi untuk mempertahankan bentuk normal sel darah merah (Hoffbrand, 2006).

2.2 Zat Besi

2.2.1 Definisi Zat Besi

Besi merupakan trace element vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim (Bakta, 2009). Besi merupakan critical element dalam fungsi seluruh sel, walaupun jumlah besi yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh bervariasi selama masa pertumbuhan (Adamson, 2008).

2.2.2 Fungsi Besi

Adapun fungsi besi antara lain (Almatsier, 2010): a. Metabolisme Energi

(3)

b. Kemampuan Belajar

Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama fungsi neurotransmitter (pengantar saraf). Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan kemampuan mengatur suhu tubuh menurun.

c. Sistem Kekebalan

Besi memegang peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Respon kekebalan sel oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya pembentukan sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sintesis DNA. Berkurangnya sintesis DNA ini disebabkan oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotida yang membutuhkan besi untuk dapat berfungsi.

d. Pelarut Obat-Obatan

Obat-obatan tidak larut air oleh enzim mengandung besi dapat dilarutkan hingga dapat dikeluarkan dari tubuh.

2.2.3 Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan

Usia Laki-Laki Perempuan Perempuan Menyusui 0-6 bulan

(4)

2.3 Anemia

2.3.1 Definisi dan Kriteria Anemia

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah eritrosit massa eritosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh kadar

hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit (Bakta,2009). Berikut ini nilai hemoglobin normal berdasarkan kelompok umur.

Tabel 2.2 Batas Normal Hemoglobin Darah

Kelompok Non-Anemia Ringan

Anemia

(5)

masalah global saat ini termasuk terutama di daerah negara berkembang diakibatkan oleh nutrisi yang inadekuat (Zlotkin, 2003).

2.3.3 Klasifikasi Anemia

Tabel 2.3 Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi

No Klasifikasi anemia

1 Anemia hipokromik mikrositer a. Anemia defisiensi besi b. Thalassemia mayor

c. Anemia akibat penyakit kronik d. Anemia sideroblastik

2 Anemia normokromik normositer a. Anemia pasca perdarahan akut b. Anemia aplastik

c. Anemia hemolitik didapat d. Anemia akibat penyakit kronik 3 Anemia makrositer

a. Bentuk megaloblastik : Anemia defisiensi asam folat,anemia defisiemsi B12

b. Bentuk non-megaloblastik : Anemia pada penyakit hati kronik, anemia pada hipotiroidisme

Sumber : Bakta (2009)

(6)

2.4 Anemia Defisiensi Besi 2.4.1 Definisi

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi yang kosong (iron depleted stores) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin yang berkurang (Bakta, 2009).

2.3.2 Etiologi

Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorbsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang. Kebutuhan besi dapat disebabkan (Raspati, 2010):

a. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis 1. Pertumbuhan

Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB meningkat.

2. Menstruasi

Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.

b. Kurangnya besi yang diserap

1. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat

Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan yang banyak mengandung besi. Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI diabsorpsi bayi, sedangkan dalam PASI hanya 10% besi yang dapat diabsorpsi.

2. Malabsorpsi besi

Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histologis dan fungsional.

c. Perdarahan

(7)

Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi.

d. Transfusi feto-maternal

Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.

e. Hemoglobinuria

Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melaui urin rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.

f. Iatrogenic blood loss

Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium beresiko untuk menderita ADB.

g. Idiopathic pulmonary hemosiderosis

Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga 1,5-3 g/dL dalam 24 jam.

h. Latihan yang berlebihan

Pada atlit yang berolahraga berat seperti olah raga lintas alam, sekitar 40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10 ug/dL.

2.3.3 Patogenesis

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance, ditandai oleh penurunan kadar feritin

(8)

terjadi, keadaan ini disebut iron deficient protoporphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding

capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik adalah

peningkatan reseptor transferim dalam serum. Apabila jumlah besi mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada

beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya (Bakta, 2009).

2.3.4 Gejala Klinis

Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar,yaitu gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, dan gejala penyakit dasar (Bakta, 2009).

a. Gejala Umum Anemia

Gejala umum anemia atau sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dL. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik.

Orang dengan anemia ringan sering tidak memberi gejala. Mereka mungkin mengeluh kelelahan demikian pula dispnea dan palpitasi, terutama setelah latihan jasmani. Gejala anemia yang berat meluas ke berbagai sistem organ lainnya. Pusing, nyeri kepala dan mengalami sinkop atau vertigo. Kebanyakan pasien gelisah dan sulit tidur atau berkonsentrasi. Karena aliran darah ke kulit menurun, pasien menjadi peka terhadap suhu rendah (Bunn, 1999).

b. Gejala Khas Defisiensi Besi

(9)

1. Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.

2. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

3. Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

4. Disfagia: nyeri menelan karena keruskan epitel hipofaring. 5. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

6. Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat,es lem dan lain-lain.

Sindrom Plummer Vision atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

c. Gejala Penyakit Dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemi defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang, dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker tersebut.

2.5 Indeks Prestasi Kumulatif 2.5.1 Definisi

Prestasi akademik adalah hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah atau pengukuran yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Indeks prestasi adalah adalah angka yang menunjukkan prestasi seseorang dalam belajar atau bekerja (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

(10)

angka yang menunjukkan prestasi atau kemajuan belajar mahasiswa secara kumulatif mulai dari semester pertama sampai dengan semester paling akhir yang telah ditempuh (Nadziruddin, 2007). Penilaian ini meliputi semua mata kuliahyang direncanakan mahasiswa daalam Kartu Rencana Studi (KRS). Perhitungan IP menggunakan rumus sebagai berikut :

IP = ∑ K

∑ KN

Dengan K adalah besarnya sks masing-masing mata kuliah, dan N adalah nilai-nilai masing-masing mata kuliah.

2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik

Menurut Hildayati (2002) dalam Daruyani (2013) tingkat keberhasilan mahasiswa dalam proses pendidikan dipengaruhi banyak faktor, secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat dibagi 2 yaitu:

a. Faktor intelektual adalah kemampuan seseorang yang diperlihatkan melalui kecerdasan dan kepandaiannya dalam berpikir dan berbuat. Seperti bakat, kapasitas belajar, kecerdasan dan hasil belajar yang telah dicapai.

b. Faktor non intelektual adalah segala kondisi dari dalam maupun luar dirinya atau lingkungan sekitar yang mempengaruhi kemampuan berpikir dan bertindak. Seperti masalah belajar, sosial, keuangan, keluarga, organisasi, sahabat, metode belajar serta lingkungan.

2.5.3 Hubungan Hemoglobin Dengan Prestasi Akademik

Hemoglobin dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh dan membawa karbon dioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen; menerima, menyimpan dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot sebanyak kurang lebih 80% besi tubuh berada di dalam hemoglobin. Selebihnya terdapat di dalam mioglobindan protein lain yang mengandung besi (Ganong, 2008).

(11)

terganggu, karena hal-hal ini maka penerimaan dan respon pelajaran berkurang, saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal memproses, mengelola, mengintrepetasi dan mengorganisasi bahan pelajaran melalui indranya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa anemia yang terjadi pada remaja, merupakan permasalahan kesehatan yang perlu mendapat perhatian, sebab remaja yang menderita anemia tidak akan memiliki semangat belajar yang tinggi karena sulit untuk berkonsentrasi sehingga dapat menurunkan prestasi belajar (Istiqomah, 2012).

Gambar

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan
Tabel 2.2 Batas Normal Hemoglobin Darah
Tabel 2.3 Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi

Referensi

Dokumen terkait

Terjadinya anemia gizi besi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kandungan zat besi dalam makanan sehari-hari, penyerapan zat besi dari makanan yang sangat

Ju dul Skripsi : Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Anemia Tingkat Konsumsi Protein, Zat Besi, Dan Vitamin C Dengan Kadar Hemoglobin Pada Siswa Sekolah Menengah Atas Di SMAN

Hal ini juga bisa menyebabkan ibu hamil mengalami anemia sehingga juga berpengaruh pada kesehatan janin (21). Pada penelitian ini diketahui bahwa kadar Hb dan lingkar lengan