• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lingkungan Kerja, Stres Kerja dan Konflik Peran Ganda Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Mill PT Toba Pulp Lestari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Lingkungan Kerja, Stres Kerja dan Konflik Peran Ganda Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Mill PT Toba Pulp Lestari"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja

2.1.1 Pengertian kinerja

Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang pegawai

diartikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Mangkunegara

(2009:67) mengemukakan Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya.Sedarmayanti (2011:260)

mengemukakan Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti

hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara

keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara

konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).

Menurut Harsuko (2011 : 213), kinerja adalah sejauh mana seseorang telah

memainkan baginya dalam melaksanakan strategi organisasi, baik dalam

mencapai sasaran khusus yang berhubungan dengan peran perorangan dan atau

dengan memperlihatkan kompetensi yang dinyatakan relevan bagi organisasi.

Kinerja adalah suatu konsep yang multi dimensional mencakup tiga aspek yaitu

sikap (attitude), kemampuan (ability) dan prestasi (accomplishment).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa

kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai sesuai dengan

standar dan kriteria yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu.Mutu kerja

(2)

kontribusi karyawan yang optimal, manajemen harus memahami secara

mendalam strategi untuk mengelola, mengukur dan meningkatkan kinerja, yang

dimulai terlebih dahulu dengan menentukan tolak ukur kinerja.

Ada beberapa syarat tolak ukur kinerja yang baik yaitu:

1. Tolak ukur yang baik, haruslah mampu dikukur dengan cara yang dapat

dipercaya.

2. Tolak ukur yang baik, harus mampu membedakan individu-individu sesuai

dengan kinerja mereka.

3. Tolak ukur yang baik, harus sensitif terhadap masukan dan tindakan-tindakan

dari pemegang jabatan.

4. Tolak ukur yang baik, harus dapat diterima oleh individu yang mengetahui

kinerjanya sedang dinilai.

2.1.2 Indikator Kinerja

Menurut Mangkunegara (2010:18) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan

yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :

a. Aspek kuantitatif yaitu :

1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,

2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan,

3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan

4. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja

(3)

b. Aspek kualitatif yaitu :

1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan,

2. Tingkat kemampuan dalam bekerja,

3. Kemampuan menganalisis data atau informasi,

4. Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat)

5. Kemampuan berkomunikasi dengan pelanggan

2.1.3 Faktor-Faktor Kinerja

Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja menurut Armstrong dan Baron

(1998) dalam buku Wibowo (2009) Konsep kinerja merupakan singkatan dari

kinetika energi kinerja yang padanannya dalam bahasa inggris adalah

performance. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau

indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu, yaitu

sebagai berikut:

1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

2. Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.

4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.

(4)

Menurut Mathis dan Jackson (2009) terdapat tiga faktor utama yang

mempengaruhi kinerja seorang karyawan :

1. Kemauan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut

2. Tingkat usaha yang dicurahkan

3. Dukungan organisasi

Hubungan ketiga faktor ini di akui secara luas dalam literature manajemen sebagai

berikut :

Kinerja =Kemampuan (Ability) x Usaha (Effort) x Dukungan (Support)

Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen tersebut

ada dalam diri karyawan.Akan tetapi, kinerja berkurang apabila salah satu faktor

di kurangi atau tidak ada.

2.1.4 Kriteria-Kriteria Kinerja

Kriteria kinerja adalah dimensi-dimensi pengevaluasian kinerja seseorang

pemegang jabatan, suatu tim, dan suatu unit kerja. Secara bersama-sama dimensi

itu merupakan harapan kinerja yang berusaha dipenuhi individu dan tim guna

mencapai strategi organisasi.

Menurut Jackson (2011) bahwa ada 3 jenis dasar kriteria kinerja yaitu:

1. Kriteria berdasarkan sifat memusatkan diri pada karakteristik pribadi

seseorang karyawan. Loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan

keterampilan memimpin merupakan sifat-sifat yang sering dinilai selama

proses penilaian. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang,

(5)

2. Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bgaimana pekerjaan dilaksanakan.

Kriteria semacam ini penting sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan

hubungan antar personal. Sebagai contoh apakah SDM-nya ramah atau

menyenangkan.

3. Kriteria berdasarkan hasil, kriteria ini semakin populer dengan makin

ditekanya produktivitas dan daya saing internasional. Kreteria ini berfokus

pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu

dicapai atau dihasilkan.

Menurut Bernandin & Russell 2001 dalam Riani( 2011 : 135 ) kriteria

yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan adalah sebagai berikut:

1. Quantity of Work (kuantitas kerja): jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.

2. Quality of Work (kualitas kerja): kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan ditentukan.

3. Job Knowledge (pengetahuan pekerjaan): luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

4. Creativeness (kreativitas): keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5. Cooperation (kerja sama): kesedian untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi.

(6)

7. Initiative (inisiatif): semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.

8. Personal Qualities (kualitas personal): menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi.

2.1.5 Penilaian Kinerja

Pada prinsipnya penilaian kinerja adalah merupakan cara pengukuran

kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap

organisasi. Nilai penting dari penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan

tingkat kontribusi individu atau kinerja yang diekspresikan dalam penyelesaian

tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Penilaian kinerja intinya adalah

untuk mengetauhi seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa

berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga

karyawan, organisasi dan masyarakat memperoleh manfaat.

Tujuan dan pentingnya penilaian kinerja berdasarkan sebuah studi yang

dilakukan akhir-akhir ini mengidentifikasikan dua puluh macam tujuan informasi

kinerja yang berbeda-beda, yang dikelompokkan dalam 4 kategori yaitu:

1. Evaluasi yang menekankan perbandingan antar orang,

2. Pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang

dengan berjalannya waktu,

3. Pemeliharan sistem,

4. Dokumentasi keputusan-keputusan sumber daya manusia.

Menurut George dan Jones 2002 dalam Harsuko( 2011 : 125 ) bahwa

(7)

daya manusia dan level dari pelayanan pelanggan. Kuantitas kerja yang dimaksud

adalah jumlah pekerjaan yang terselesaikan, sedangkan kualitas kerja yang

dimaksud adalah mutu dari pekerjaan. Robbins 1994 dalam Harsuko ( 2011 : 127)

menyatakan bahwa ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu

yaitu:

1. Tugas individu

2. Perilaku individu, dan

3. Ciri individu.

2.1.6 Tujuan Penilaian Kinerja

Tujuan penilaian kinerja menurut Riani (2013) terdapat pendekatan ganda

terhadap tujuan penilaian prestasi kerja sebagai berikut:

1. Tujuan Evaluasi

Hasil-hasil penilaian prestasi kerja digunakan sebagai dasar bagi evaluasi

reguler terhadap prestasi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:

a. Telaah Gaji. Keputusan-keputusan kompensasi yang mencakup kenaikan

merit-pay, bonus dan kenaikan gaji lainnya merupakan salah satu tujuan utama penilaian prestasi kerja.

b. Kesempatan Promosi. Keputusan-keputusan penyusunan pegawai (staffing)

yang berkenaan dengan promosi, demosi, transfer dan pemberhentian

karyawan merupakan tujuan kedua dari penilaian prestasi kerja.

2. Tujuan Pengembangan

a. Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilai dan prestasi kerja dapat

(8)

b. Mengukuhkan dan Menopang Prestasi Kerja. Umpan balik prestasi kerja

(performance feedback) merupakan kebutuhan pengembangan yang utama karena hampir semua karyawan ingin mengetahui hasil penilaian yang

dilakukan.

c. Meningkatkan Prestasi Kerja. Tujuan penilaian prestasi kerja juga untuk

memberikan pedoman kepada karyawan bagi peningkatan prestasi kerja di

masa yang akan datang.

d. Menentukan Tujuan-Tujuan Progresi Karir. Penilaian prestasi kerja juga akan

memberikan informasi kepada karyawan yang dapat digunakan sebagai dasar

pembahasan tujuan dan rencana karir jangka panjang.

e. Menentukan Kebutuhan-Kebutuhan Pelatihan. Penilaian prestasi kerja

individu dapat memaparkan kumpulan data untuk digunakan sebagai sumber

analisis dan identifikasi kebutuhan pelatihan.

2 .2 Lingkungan Kerja

2.2.1 Pengertian Lingkungan Kerja

Seorang karyawan mampu bekerja secara optimal apabila didukung

oleh suatu kondisi lingkungan kerja yang baik. Suatu kondisi lingkungan kerja

dikatakan baik apabila manusia dapat melakukan kegiatannya secara optimal,

sehat, aman, dan nyaman. Sedangkan lingkungan kerja yang tidak baik dapat

memberikan akibat dalam waktu panjang. Lingkungan Kerja menurut

Sedarmayanti (2007:17) “keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,

lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta

(9)

Pengertian lain menurut Nitisemito (dalam Nadira, 2015:15) lingkungan

kerja adalah “segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja dan yang dapat

mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan”.

Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja, bukan

berasal dari internal karyawan. Lingkungan yang kotor, suhu udara yang terlalu

lembab dan panas, ruang kerja yang kotor dan tidak tertata rapi, serta tidak

adanya keamanan disekitar tempat kerja, mempengaruhi kenyamanan karyawan

dalam bekerja dan akan mempengaruhi konsentrasinya dalam bekerja.

2.2.2 Jenis-Jenis Lingkungan Kerja

Secara garis besar jenis lingkungan kerja terbagi dua menurut

Sedarmayanti (2007:21) yaitu:

1.Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang

terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara

langsung maupun secara tidak langsung dalam menjalankan tugas-tugas yang

dibebankan. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori yaitu:

a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan pegawai seperti pusat

kerja, kursi, meja dan sebagainya.

b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum yang dapat disebut juga

lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi kerja manusia ialah segala

sesuatu yang berada di sekitar para pekerja yang meliputi cahaya, warna,

(10)

10. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang

berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun

hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan.Membina

hubungan yang baik antara sesama rekan kerja, bawahan maupun atasan harus

dilakukan karena kita saling membutuhkan.Hubungan kerja yang terbentuk

sangat mempengaruhi psikologiskaryawan.

Menurut Mangkunegara(2009:94)untuk menciptakan hubungan yang

harmonis dan efektif, pimpinan perlu:

c. Meluangkan waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosi pegawai

dan bagaimana mereka berhubungan dengan tim kerja

d. Menciptakan suasana yang meningkatkan kreativitas.

Lingkungan kerja fisik dan non fisik tidak dapat dipisahkan begitu saja karena

sama-sama mempengaruhi karyawan saat bekerja pada waktu yang sama. Jika

keduanya diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik maka akan memberikan

hasil yang maksimal.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

Kondisi dan suasana lingkungan kerja yang baik akan dapat tercipta

dengan adanya penyusunan tata letak yang baik dan benar sebagaimana yang

dikatakan oleh Sedarmayanti (2007:21) bahwa faktor yang dapat

mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan

(11)

1. Penerangan atau Cahaya di Tempat Kerja

Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna

mendapat keselamatan dan kelancaran kerja.

2. Temperatur di Tempat Kerja

Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur

berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan

normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat

menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh.

3. Kelembapan di Tempat Kerja

Kelembapan ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan

secara bersama-sama antara temperatur, kelembapan, kecepatan udara

bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan

tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya.

4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja

Dalam sirkulasi udara yang bagus akan membantu memberikan rasa sejuk

pada para pekerja sehingga pekerja dapat bekerja tanpa adanya gangguan

udara. Sirkulasi udara yang bagus juga meningkatkan kadar oksigen untuk

pekerja sehingga dapat berpikir dengan baik.

4. Kebisingan di Tempat Kerja

Pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya

dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien

sehingga produktivitas kerja meningkat. Jika suara bising berada disekitar

(12)

aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukantingkat

gangguan terhadap manusia yaitu:

a. Lamanya kebisingan

b. Intensitas kebisingan

c. Frekuensi kebisingan

5. Getaran Mekanis di Tempat Kerja

Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila

frekuensi alam ini beresonansi dengan frekuensi dari getaran mekanis.

Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal:

a. Konsentrasi bekerja

b. Datangnya kelelahan

c. Tumbuhnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan

terhadapmata, syaraf, peredaran darah, obat, tulang, dan lain-lain.

6. Bau-bauan di Tempat Kerja

Adanya bau-bauan di tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran,

karena dapat mengganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi

terus-menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman.

7. Tata Warna di Tempat Kerja

Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan

dekorasi. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa

senang, sedih, dan lain-lain karena warna dapat merangsang perasaan

(13)

8. Dekorasi di Tempat Kerja

Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi

tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang saja tetapi berkaitan juga dengan

cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.

9. Musik di Tempat Kerja

Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana,

waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk

bekerja.

10. Keamanan di Tempat Kerja

Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan

aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya

untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan

Petugas Keamanan

2.3 Stres Kerja

2.3.1 Pengertian Stres Kerja

Dalam kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia

akancenderung mengalami ―stres‖ apabila ia kurang mampu mengadaptasi

keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang ada, baik kenyataan yang

ada di dalam maupun di luar dirinya. Secara sederhana ―stres‖ sebenarnya

merupakan suatu bentuk tanggapan suatu perubahan di lingkungannya yang

dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Seorang ahli

menyebut tanggapan tersebut dengan istilah ―fight or flight response”. Jadi

(14)

maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan

mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. (Anoraga, 2009 : 107).

Menurut Robbin (2009 : 671) stres diartikan sebagai suatu kondisi yang

menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana

untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan

apabila pengertian stres dikaitkan dalam penelitian ini maka stres itu sendiri

adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang

karena adanya tekanan dari dalam maupun dari luar diri seseorang yang dapat

mengganggu pelaksanaan kerja seseorang.

Menurut Rivai (2009 : 1008) bahwa stres sebagai istilah payung yang

merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panic, perasaan

gemuruh, anxiety, kemurungan dan hilang daya. Stres kerja adalah suatu

kondisiketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan

psikis, yangmempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang karyawan.

2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja

Faktor-faktor penyebab setres karyawan dikemukakan oleh Fathoni

(2006:130), yaitu:

1. Beban kerja yang sulit dan berlebihan

2. Tekanan dan sikap yang kurang adil dan wajar

3. Waktu dan peralatan kerja yang kurang adil dan wajar

4. Konflik antar pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja

5. Balas jasa yang terlalu rendah

(15)

Dilain pihak, setres karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah

yang terjadi di luar organisasi. Penyebab-penyebab setres ‗off the job’ misalnya: 1. Kekhawatiran financial

2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak

3. Masalah-masalah fisik

4. Masalah-masalah perkawinan (misal, perceraian)

5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal

6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudar

Menurut Robbin (2009 : 676) ada tiga sumber utama yang

mengakibatkantimbulnya stres, yaitu :

1. Faktor Lingkungan

Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan

pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan.

Dalamfaktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menyebabkan stres

bagikaryawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat

cepatkarena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang

mengalami ancaman terkena stres.

2. Faktor Organisasi

Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan

stres, yaitu :

a. Role Demand

Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu

(16)

memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi

tersebut.

b. Interpersonal Demand

Mendefenisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam

organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu

dengan karyawan lainnya akan dapat menyebabkan komunikasi yang tidak

sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang

berkaitan dengan kehidupan sosial akan membuat akan menghambat

perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan

karyawan lainnya.

c. Organizational structure

Mendefenisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan

tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak kejelasan dalam struktur pembuatan

keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang

karyawan dalam organisasi.

d. Organizational Leadership

Berkaitan dengan peran yang diakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu

organisasi.

3. Faktor Individu

Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam

keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi keturunan. Hubungan

pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada

(17)

pekerjaan seeorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung bagaimana

seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan

keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya.

Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat

menimbulkan stres terletak pada watak dasar alami yang dimiliki seseorang

tersebut. Sehingga untuk itu gejala stres yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan

harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.

2.3.3 Indikator Stres Kerja

Menurut Robbins (2007 : 375) indikator dari setres kerja adalah

sebagaiberikut:

a. Gejala fisiologis Stres menciptakan penyakit-penyakit dalam tubuh yang

ditandai dengan peningkatan tekanan darah, sakit kepala, jantung berdebar,

bahkan hingga sakit jantung.

b. Gejala psikologis. Gejala yang ditunjukkan adalah ketegangan, kecemasan,

mudah marah, kebosanan, suka menunda dan lain sebagainya. Keadaan stres

seperti ini dapat memacu ketidakpuasan.

c. Gejala perilaku Stres yang dikaitkan dengan perilaku dapat mencakup dalam perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan. Dampak

lain yang ditimbulkan adalah perubahan dalam kebiasaan sehari-hari seperti

(18)

2.3.4 Pendekatan Stres Kerja

Terdapat dua pendekatan stres kerja, yaitu pendekatan individu dan

perusahaan. Bagi individu penting dilakukan pendekatan karena stres dapat

mempengaruhi kehidupan, kesehatan, produktivitas, dan penghasilan. Bagi

perusahaan bukan saja karena alasan kemanusiaan, tetapi juga karena

pengaruhnya terhadap prestasi semua aspek dan efektivitas dari perusahaan secara

keseluruhan. Perbedaan pendekatan individu dengan pendekatan organisasi tidak

dibedakan secara tegas, pengurangan stres dapat dilakukan pada tingkat individu,

organisasi maupun keduanya.

a. Pendekatan individu meliputi:

1. Meningkatkan keimanan

2. Melakukan meditasi dan pernafasan

3. Melakukan kegiatan olahraga

4. Melakukan relaksasi

5. Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga

6. Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan

7. Pendekatan perusahaan meliputi:

8. Melakukan perbaikan iklim organisasi

9. Melakukan perbaikan terhadap lingkungan kerja

10. Menyediakan sarana olahraga

11. Melakukan analisis dan kejelasan tugas

12. Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan

(19)

2.5. Konflik Peran Ganda

2.5.1 Pengertian Konflik Peran Ganda

Anoraga (2009 : 102) mengatakan bahwa konflik merupakan bagian dari

dinamika kehidupan manusia. Konflik terjadi karena seseorang memiliki

kebutuhan keinginan dan kepentingan yang harus dipuaskan dan hal tersebut

terancam karena adanya tindakan, ucapan atau keputusan orang lain. Rivai (2009 :

1000) juga berpendapat konflik ialah suasana batin yang berisi kegelisahan dan

pertentangan antara dua motif atau lebih mendorong seseorang untuk melakukan

dua atau lebih kegiatan yang saling bertentangan.

Menurut Robbins dan Judge (2007 : 362) konflik peran (role conflict)

adalah sebuah situasi di mana seorang individu dihadapkan dengan

ekspektasi-ekspektasi peran yang berlainan. Konflik ini muncul ketika seorang individu

menemukan bahwa untuk memenuhi syarat satu peran dapat membuatnya lebih

sulit untuk memenuhi peran lain. Sedangkan menurut Luthans (2007 : 453)

terdapat 3 jenis konflik peran. Jenis yang pertama adalah konflik antara orang

danperan. Mungkin terdapat konflik antara kepribadian orang dan harapan peran.Jenis yang kedua adalah konflik antarperan yang dihasilkan oleh harapan

yang berlawanan mengenai bagaimana memainkan peran. Terakhir adalah konflik

peran kerja dan tidak kerja.

Greenhaus dan Beutell (dalam Laksmi, 2012) yang mengatakan bahwa

konflik peran ganda (work family conflict) didefenisikan sebagai suatu bentuk

konflik peran dalam diri seseorang yang muncul karena adanya tekanan peran dari

(20)

peran ganda bisa terjadi akibat lamanya jam kerja seseorang, sehingga waktu

bersama keluarga menjadi kurang. Individu menjalankan dua peran secara

bersamaan, yakni dalam pekerjaan dan dalam keluarga sehingga faktor emosi

dalam satu wilayah mengganggu wilayah lainnya.

2.5.2 Jenis Konflik Peran Ganda

Konflik peran ganda muncul apabila wanita merasa ketegangan antara

peran pekerjaan dengan peran keluarga. Bentuk konflik peran dikemukakan oleh

Yavas dkk (2008 : 8) yaitu konflik pekerjaan dan konflik keluarga.

a. Konflik pekerjaan

Konflik pekerjaan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran

pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.

Sementara Netemeyer (dalam Yavas dkk, 2008 : 10) mendefenisikan konflik

pekerjaan dimana tuntutan umum, waktu serta ketegangan yang berasal dari

pekerjaan mengganggu tanggung jawabkaryawan terhadap keluarga

MenurutBoles (dalam Indriyani,2009), indikator-indikator konflik

pekerjaan keluarga adalah :

1.Tuntutan tugas

2.Sibuk dengan pekerjaan

3.Waktu untuk keluarga

4.Tanggung jawab terhadap keluarga

b. Konflik keluarga

Adapun konflik keluarga mengacu pada suatu bentuk konflik peran yang

(21)

oleh keluarga mengganggu tanggung jawab karyawan terhadap pekerjaan

(Netemayer, dalam Yavas dkk., 2008 : 10).Menurut Frone (dalam Indriyani,

2009) indikator indikator konflik keluarga-pekerjaan adalah :

a. Tekanan sebagai ibu

Tekanan sebagai ibu merupakan beban kerja sebagai orang tua dalam

keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban pekerjaan rumah tangga

karena anak tidak dapat membantu dan kenakalan anak.

b. Tekanan sebagai istri

Tekanan sebagai istri merupakan beban sebagai istri didalam keluarga. Beban

yang ditanggung bisa berupa pekerjaan rumah tangga Karena suami tidak dapat

membantu, tidak adanya dukungan suami dan sikap suami yang mengambil

keputusan tisak secara bersama-sama.

c. Keterlibatan sebagai istri

Keterlibatan sebagai istri mengukur tingkat seseorang dalam memihak

secarapsikologis dalam perannya sebagai pasangan istri Keterlibatan

sebagai istri bisa berupa kesediaan sebagai istri untukmenemani suami dan

sewaktu dibutuhkan suami.

d. Keterlibatan pekerjaan

Keterlibatan pekerjaan menilai derajat dimana pekerjaan seseorang

mencampuri kehidupan keluarganya. Keterlibatan pekerjaan dapat berupa

(22)

2.5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konflik Peran Ganda

Bellavia & Frone (2005:123) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi

mendefinisikan Konflik Peran Ganda (Work Family Conflict) menjadi tiga

faktor,yaitu :

1. Dalam Diri Individu (General Intra Individual Predictors)

Ciri demografis (jenis kelamin, status keluarga, usia anak terkecil) dapat

menjadi faktor resiko; kepribadian (seperti negative affectivity, daya tahan,

ketelitian) dapat membentengi dari potensi konflik peran. contohnya adalah

wanita lebih berpotensi mengalami konflik peran karena tugas-tugas dalam

rumah lebih dipandang sebagai tanggung jawab terbesar wanita dari pada

laki-laki

2. Peran Keluarga (Family Role Predictors)

Pembagian waktu untuk pekerjaan di keluarga (pengasuhan dan tugas rumah

tangga), stresor dari keluarga (dikritik, terbebani oleh anggota keluarga,

konflik peran dalam keluarga, ambiguitas peran dalam keluarga).

3. Peran Pekerjaan (Work Role Predictors)

Pembagian waktu, terkena stressor kerja (tuntutan pekerjaan atau overload,

konflik peran kerja, ambiguitas peran kerja, atau ketidakpuasan), karakteristik

pekerjaan (kerjasama, rasa aman dalam kerja), dukungan sosial dari atasan dan

rekan, karakteristik tempat kerja. Jumlah tugas yang terlalu banyak akan

membuat karyawan harus kerja lembur, atau banyaknya tugas keluar kota

membuat karyawan akan menghabiskan lebih banyak waktunya untuk

(23)

2.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

Independen Dependen Ruslina

(2014)

Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja di PT. Jamu Air

hubungan positif antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja. Berdasarkan hasil analisis Product moment diperoleh nilai koefisien kolerasi rxy sebesar = 0,622 dengan p = 0,000; p ≤ 0,01, yang menunjukkan ada kolerasi positif yang sangat signifikan antara konflik peran ganda dengan stres kerja. Evi Kerja, dan Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. TIKI Jalur Nugraha

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa motivasi kerja, lingkungan kerja, dan stres kerja secara langsung berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Motivasi kerja dan lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, sementara stres kerja memberi pengaruh negatif terhadap kinerja karyawan PT. JNE JEMBER

Mariskha Z

( 2011)

Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Surat Kabar Harian Di Kota Palembang.

Secara parsial stres kerja dan kepuasan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan surat kabar lokal kota Palembang namun secara simultan berpengaruh signifikan, akan tetapi pengaruhnya Lemah

Dwi Septianto

2010

Pengaruh Lingkungan kerja dan stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Studi pada PT Pataya Raya Semarang.

(24)

baik dan akan memperburuk karyawan jika dalam tempo waktu yang sangat lama dan berlebihan Indriyani

(2009)

Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stress Kerja terhadap Kinerja Perawat Wanita Rumah Sakit

Konflik

Konflik peran ganda berpengaruh signifikan positif terhadap stress kerja dan Stress kerja berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja

Aminah Ahmad. 2008

Direct and Indirect Effects of Work-Family Conflict on Job Performance

Konflik peran ganda

Kinerja perawat

1. Konflik pekerjaan-keluarga memiliki efek langsung dan tidak langsung terhadap prestasi kerja. 2. Konflik pekerjaan-keluarga cenderung meningkatkan kelelahan emosional Karyawan yang akan menurunkan kinerja.

3. Konflik pekerjaan-keluarga mengurangi kepuasan kerja yang akhirnya akan menurunkan kinerja.

Yunanda (2007)

Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan

Lingkungan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Rozikin (2006)

Pengaruh Konflik Peran Dan Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Bank Pemerintah di Kota Malang

pengaruhnya signifikan positif terhadap stress kerja, konflik peran pengaruhnya

(25)

2.6 Kerangka Konseptual

Dalam hal ini kerangka konseptual atau kerangka pemikiran adalah suatu

model yang menerangkan hubungan antara satu teori dengan teori

lainnya.Sehingga masalah yang diteliti menjadi jelas penyelesaiannya.Kerangka

konseptual merupakan fondasi penelitian, dimana hubungan antar variabel

dijelaskan, disusun dan didelaborasi secara logis dan relevan.(Situmoranng,

2008:97).Berikut adalah kerangka konseptualnya :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.7 Hipotesis

Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2003) adalah jawaban sementara

terhadap rumusan penelitian di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan

dalam bentuk kalimat pernyataan.sedangkan penolakan atau penerimaan suatu

hipotesis tersebut tergantung dari hasil penellitian terhadap faktor yang

dikumpulkan, kemudian diambil kesimpulan. Hipotesis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

Kinerja Karyawan

(Y)

Lingkungan Kerja(X1)

Stres Kerja (X2)

(26)

1. H1 : Ada pengaruh signifikan antara lingkungan kerja yang dialami Terhadap

kinerja karyawan

2. H2 : Ada pengaruh signifikan antara stres kerja yang dialami Terhadap

kinerja karyawan.

3. H3 : Ada pengaruh signifikan antara kepuasan kerja yang dialami karyawan

Terhadapkinerja karyawan

4. H4 :Ada pengaruh signifikan antara konflik peran ganda yang dialami

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

• Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 %

Referensi persona dibagi menjadi 1 pronomina orang pertama tunggal, 1 pronomina orang pertama jamak, 4 pronomina orang ketiga tunggal, dan 1 pronomina orang ketiga jamak; (2)

Content analysis is adopted to investigate some elements of the syllabus that are the needs analysis, objectives, language learning philosophy, methodology, materials used

• Pengaturan pegawai puskes utk mengisi struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) puskesmas disertai pembagian tugas,.. tanggung jwb & tupoksi SERTA pengaturan &

Kebiasaan memberikan makanan selain AS1 yang terlalu awal (dua minggu), selain merupakan pemborosan sumber daya, karena kebutuhan zat gizi bayi masih bisa dipenuhi hanya dari

Dalam konteks bisnis Islam, manajemen merupakan sebuah keharusan sebagai counter dari sistem manajemen konvensional yang terbukti gagal dalam menciptakan manusia

Pencelupan serat gelas sukar dilakukan karena tidak menyerap zat air. Pemberian warna serat gelas dapat dilakukan dengan cara-cara khusus. Serat gelas terutama digunakan untuk

Masukan dari suatu proses yang dapat diubah -ubah atau dimanipulasi agar process variable besarnya sesuai dengan set point (sinyal yang diumpankan pada suatu sistem kendali yang