BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja
2.1.1 Pengertian kinerja
Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang pegawai
diartikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Mangkunegara
(2009:67) mengemukakan Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.Sedarmayanti (2011:260)
mengemukakan Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti
hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara
keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara
konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).
Menurut Harsuko (2011 : 213), kinerja adalah sejauh mana seseorang telah
memainkan baginya dalam melaksanakan strategi organisasi, baik dalam
mencapai sasaran khusus yang berhubungan dengan peran perorangan dan atau
dengan memperlihatkan kompetensi yang dinyatakan relevan bagi organisasi.
Kinerja adalah suatu konsep yang multi dimensional mencakup tiga aspek yaitu
sikap (attitude), kemampuan (ability) dan prestasi (accomplishment).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa
kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai sesuai dengan
standar dan kriteria yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu.Mutu kerja
kontribusi karyawan yang optimal, manajemen harus memahami secara
mendalam strategi untuk mengelola, mengukur dan meningkatkan kinerja, yang
dimulai terlebih dahulu dengan menentukan tolak ukur kinerja.
Ada beberapa syarat tolak ukur kinerja yang baik yaitu:
1. Tolak ukur yang baik, haruslah mampu dikukur dengan cara yang dapat
dipercaya.
2. Tolak ukur yang baik, harus mampu membedakan individu-individu sesuai
dengan kinerja mereka.
3. Tolak ukur yang baik, harus sensitif terhadap masukan dan tindakan-tindakan
dari pemegang jabatan.
4. Tolak ukur yang baik, harus dapat diterima oleh individu yang mengetahui
kinerjanya sedang dinilai.
2.1.2 Indikator Kinerja
Menurut Mangkunegara (2010:18) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan
yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :
a. Aspek kuantitatif yaitu :
1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,
2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan,
3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
4. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja
b. Aspek kualitatif yaitu :
1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan,
2. Tingkat kemampuan dalam bekerja,
3. Kemampuan menganalisis data atau informasi,
4. Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat)
5. Kemampuan berkomunikasi dengan pelanggan
2.1.3 Faktor-Faktor Kinerja
Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja menurut Armstrong dan Baron
(1998) dalam buku Wibowo (2009) Konsep kinerja merupakan singkatan dari
kinetika energi kinerja yang padanannya dalam bahasa inggris adalah
performance. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau
indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu, yaitu
sebagai berikut:
1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.
2. Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.
3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.
4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.
Menurut Mathis dan Jackson (2009) terdapat tiga faktor utama yang
mempengaruhi kinerja seorang karyawan :
1. Kemauan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut
2. Tingkat usaha yang dicurahkan
3. Dukungan organisasi
Hubungan ketiga faktor ini di akui secara luas dalam literature manajemen sebagai
berikut :
Kinerja =Kemampuan (Ability) x Usaha (Effort) x Dukungan (Support)
Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen tersebut
ada dalam diri karyawan.Akan tetapi, kinerja berkurang apabila salah satu faktor
di kurangi atau tidak ada.
2.1.4 Kriteria-Kriteria Kinerja
Kriteria kinerja adalah dimensi-dimensi pengevaluasian kinerja seseorang
pemegang jabatan, suatu tim, dan suatu unit kerja. Secara bersama-sama dimensi
itu merupakan harapan kinerja yang berusaha dipenuhi individu dan tim guna
mencapai strategi organisasi.
Menurut Jackson (2011) bahwa ada 3 jenis dasar kriteria kinerja yaitu:
1. Kriteria berdasarkan sifat memusatkan diri pada karakteristik pribadi
seseorang karyawan. Loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan
keterampilan memimpin merupakan sifat-sifat yang sering dinilai selama
proses penilaian. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang,
2. Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bgaimana pekerjaan dilaksanakan.
Kriteria semacam ini penting sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan
hubungan antar personal. Sebagai contoh apakah SDM-nya ramah atau
menyenangkan.
3. Kriteria berdasarkan hasil, kriteria ini semakin populer dengan makin
ditekanya produktivitas dan daya saing internasional. Kreteria ini berfokus
pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu
dicapai atau dihasilkan.
Menurut Bernandin & Russell 2001 dalam Riani( 2011 : 135 ) kriteria
yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan adalah sebagai berikut:
1. Quantity of Work (kuantitas kerja): jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.
2. Quality of Work (kualitas kerja): kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan ditentukan.
3. Job Knowledge (pengetahuan pekerjaan): luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.
4. Creativeness (kreativitas): keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
5. Cooperation (kerja sama): kesedian untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi.
7. Initiative (inisiatif): semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.
8. Personal Qualities (kualitas personal): menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi.
2.1.5 Penilaian Kinerja
Pada prinsipnya penilaian kinerja adalah merupakan cara pengukuran
kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap
organisasi. Nilai penting dari penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan
tingkat kontribusi individu atau kinerja yang diekspresikan dalam penyelesaian
tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Penilaian kinerja intinya adalah
untuk mengetauhi seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa
berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga
karyawan, organisasi dan masyarakat memperoleh manfaat.
Tujuan dan pentingnya penilaian kinerja berdasarkan sebuah studi yang
dilakukan akhir-akhir ini mengidentifikasikan dua puluh macam tujuan informasi
kinerja yang berbeda-beda, yang dikelompokkan dalam 4 kategori yaitu:
1. Evaluasi yang menekankan perbandingan antar orang,
2. Pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang
dengan berjalannya waktu,
3. Pemeliharan sistem,
4. Dokumentasi keputusan-keputusan sumber daya manusia.
Menurut George dan Jones 2002 dalam Harsuko( 2011 : 125 ) bahwa
daya manusia dan level dari pelayanan pelanggan. Kuantitas kerja yang dimaksud
adalah jumlah pekerjaan yang terselesaikan, sedangkan kualitas kerja yang
dimaksud adalah mutu dari pekerjaan. Robbins 1994 dalam Harsuko ( 2011 : 127)
menyatakan bahwa ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu
yaitu:
1. Tugas individu
2. Perilaku individu, dan
3. Ciri individu.
2.1.6 Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan penilaian kinerja menurut Riani (2013) terdapat pendekatan ganda
terhadap tujuan penilaian prestasi kerja sebagai berikut:
1. Tujuan Evaluasi
Hasil-hasil penilaian prestasi kerja digunakan sebagai dasar bagi evaluasi
reguler terhadap prestasi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
a. Telaah Gaji. Keputusan-keputusan kompensasi yang mencakup kenaikan
merit-pay, bonus dan kenaikan gaji lainnya merupakan salah satu tujuan utama penilaian prestasi kerja.
b. Kesempatan Promosi. Keputusan-keputusan penyusunan pegawai (staffing)
yang berkenaan dengan promosi, demosi, transfer dan pemberhentian
karyawan merupakan tujuan kedua dari penilaian prestasi kerja.
2. Tujuan Pengembangan
a. Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilai dan prestasi kerja dapat
b. Mengukuhkan dan Menopang Prestasi Kerja. Umpan balik prestasi kerja
(performance feedback) merupakan kebutuhan pengembangan yang utama karena hampir semua karyawan ingin mengetahui hasil penilaian yang
dilakukan.
c. Meningkatkan Prestasi Kerja. Tujuan penilaian prestasi kerja juga untuk
memberikan pedoman kepada karyawan bagi peningkatan prestasi kerja di
masa yang akan datang.
d. Menentukan Tujuan-Tujuan Progresi Karir. Penilaian prestasi kerja juga akan
memberikan informasi kepada karyawan yang dapat digunakan sebagai dasar
pembahasan tujuan dan rencana karir jangka panjang.
e. Menentukan Kebutuhan-Kebutuhan Pelatihan. Penilaian prestasi kerja
individu dapat memaparkan kumpulan data untuk digunakan sebagai sumber
analisis dan identifikasi kebutuhan pelatihan.
2 .2 Lingkungan Kerja
2.2.1 Pengertian Lingkungan Kerja
Seorang karyawan mampu bekerja secara optimal apabila didukung
oleh suatu kondisi lingkungan kerja yang baik. Suatu kondisi lingkungan kerja
dikatakan baik apabila manusia dapat melakukan kegiatannya secara optimal,
sehat, aman, dan nyaman. Sedangkan lingkungan kerja yang tidak baik dapat
memberikan akibat dalam waktu panjang. Lingkungan Kerja menurut
Sedarmayanti (2007:17) “keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,
lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta
Pengertian lain menurut Nitisemito (dalam Nadira, 2015:15) lingkungan
kerja adalah “segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja dan yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan”.
Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja, bukan
berasal dari internal karyawan. Lingkungan yang kotor, suhu udara yang terlalu
lembab dan panas, ruang kerja yang kotor dan tidak tertata rapi, serta tidak
adanya keamanan disekitar tempat kerja, mempengaruhi kenyamanan karyawan
dalam bekerja dan akan mempengaruhi konsentrasinya dalam bekerja.
2.2.2 Jenis-Jenis Lingkungan Kerja
Secara garis besar jenis lingkungan kerja terbagi dua menurut
Sedarmayanti (2007:21) yaitu:
1.Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang
terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara
langsung maupun secara tidak langsung dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori yaitu:
a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan pegawai seperti pusat
kerja, kursi, meja dan sebagainya.
b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum yang dapat disebut juga
lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi kerja manusia ialah segala
sesuatu yang berada di sekitar para pekerja yang meliputi cahaya, warna,
10. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang
berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun
hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan.Membina
hubungan yang baik antara sesama rekan kerja, bawahan maupun atasan harus
dilakukan karena kita saling membutuhkan.Hubungan kerja yang terbentuk
sangat mempengaruhi psikologiskaryawan.
Menurut Mangkunegara(2009:94)untuk menciptakan hubungan yang
harmonis dan efektif, pimpinan perlu:
c. Meluangkan waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosi pegawai
dan bagaimana mereka berhubungan dengan tim kerja
d. Menciptakan suasana yang meningkatkan kreativitas.
Lingkungan kerja fisik dan non fisik tidak dapat dipisahkan begitu saja karena
sama-sama mempengaruhi karyawan saat bekerja pada waktu yang sama. Jika
keduanya diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik maka akan memberikan
hasil yang maksimal.
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Kondisi dan suasana lingkungan kerja yang baik akan dapat tercipta
dengan adanya penyusunan tata letak yang baik dan benar sebagaimana yang
dikatakan oleh Sedarmayanti (2007:21) bahwa faktor yang dapat
mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan
1. Penerangan atau Cahaya di Tempat Kerja
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna
mendapat keselamatan dan kelancaran kerja.
2. Temperatur di Tempat Kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur
berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan
normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh.
3. Kelembapan di Tempat Kerja
Kelembapan ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan
secara bersama-sama antara temperatur, kelembapan, kecepatan udara
bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan
tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya.
4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja
Dalam sirkulasi udara yang bagus akan membantu memberikan rasa sejuk
pada para pekerja sehingga pekerja dapat bekerja tanpa adanya gangguan
udara. Sirkulasi udara yang bagus juga meningkatkan kadar oksigen untuk
pekerja sehingga dapat berpikir dengan baik.
4. Kebisingan di Tempat Kerja
Pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya
dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien
sehingga produktivitas kerja meningkat. Jika suara bising berada disekitar
aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukantingkat
gangguan terhadap manusia yaitu:
a. Lamanya kebisingan
b. Intensitas kebisingan
c. Frekuensi kebisingan
5. Getaran Mekanis di Tempat Kerja
Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila
frekuensi alam ini beresonansi dengan frekuensi dari getaran mekanis.
Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal:
a. Konsentrasi bekerja
b. Datangnya kelelahan
c. Tumbuhnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan
terhadapmata, syaraf, peredaran darah, obat, tulang, dan lain-lain.
6. Bau-bauan di Tempat Kerja
Adanya bau-bauan di tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran,
karena dapat mengganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi
terus-menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman.
7. Tata Warna di Tempat Kerja
Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan
dekorasi. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa
senang, sedih, dan lain-lain karena warna dapat merangsang perasaan
8. Dekorasi di Tempat Kerja
Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi
tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang saja tetapi berkaitan juga dengan
cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.
9. Musik di Tempat Kerja
Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana,
waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk
bekerja.
10. Keamanan di Tempat Kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan
aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya
untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan
Petugas Keamanan
2.3 Stres Kerja
2.3.1 Pengertian Stres Kerja
Dalam kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia
akancenderung mengalami ―stres‖ apabila ia kurang mampu mengadaptasi
keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang ada, baik kenyataan yang
ada di dalam maupun di luar dirinya. Secara sederhana ―stres‖ sebenarnya
merupakan suatu bentuk tanggapan suatu perubahan di lingkungannya yang
dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Seorang ahli
menyebut tanggapan tersebut dengan istilah ―fight or flight response”. Jadi
maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan
mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. (Anoraga, 2009 : 107).
Menurut Robbin (2009 : 671) stres diartikan sebagai suatu kondisi yang
menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana
untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan
apabila pengertian stres dikaitkan dalam penelitian ini maka stres itu sendiri
adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang
karena adanya tekanan dari dalam maupun dari luar diri seseorang yang dapat
mengganggu pelaksanaan kerja seseorang.
Menurut Rivai (2009 : 1008) bahwa stres sebagai istilah payung yang
merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panic, perasaan
gemuruh, anxiety, kemurungan dan hilang daya. Stres kerja adalah suatu
kondisiketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan
psikis, yangmempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang karyawan.
2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja
Faktor-faktor penyebab setres karyawan dikemukakan oleh Fathoni
(2006:130), yaitu:
1. Beban kerja yang sulit dan berlebihan
2. Tekanan dan sikap yang kurang adil dan wajar
3. Waktu dan peralatan kerja yang kurang adil dan wajar
4. Konflik antar pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja
5. Balas jasa yang terlalu rendah
Dilain pihak, setres karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah
yang terjadi di luar organisasi. Penyebab-penyebab setres ‗off the job’ misalnya: 1. Kekhawatiran financial
2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak
3. Masalah-masalah fisik
4. Masalah-masalah perkawinan (misal, perceraian)
5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal
6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudar
Menurut Robbin (2009 : 676) ada tiga sumber utama yang
mengakibatkantimbulnya stres, yaitu :
1. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan
pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan.
Dalamfaktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menyebabkan stres
bagikaryawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat
cepatkarena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang
mengalami ancaman terkena stres.
2. Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan
stres, yaitu :
a. Role Demand
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu
memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi
tersebut.
b. Interpersonal Demand
Mendefenisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam
organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu
dengan karyawan lainnya akan dapat menyebabkan komunikasi yang tidak
sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang
berkaitan dengan kehidupan sosial akan membuat akan menghambat
perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan
karyawan lainnya.
c. Organizational structure
Mendefenisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan
tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak kejelasan dalam struktur pembuatan
keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang
karyawan dalam organisasi.
d. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang diakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu
organisasi.
3. Faktor Individu
Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam
keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi keturunan. Hubungan
pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada
pekerjaan seeorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung bagaimana
seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan
keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya.
Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat
menimbulkan stres terletak pada watak dasar alami yang dimiliki seseorang
tersebut. Sehingga untuk itu gejala stres yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan
harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.
2.3.3 Indikator Stres Kerja
Menurut Robbins (2007 : 375) indikator dari setres kerja adalah
sebagaiberikut:
a. Gejala fisiologis Stres menciptakan penyakit-penyakit dalam tubuh yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah, sakit kepala, jantung berdebar,
bahkan hingga sakit jantung.
b. Gejala psikologis. Gejala yang ditunjukkan adalah ketegangan, kecemasan,
mudah marah, kebosanan, suka menunda dan lain sebagainya. Keadaan stres
seperti ini dapat memacu ketidakpuasan.
c. Gejala perilaku Stres yang dikaitkan dengan perilaku dapat mencakup dalam perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan. Dampak
lain yang ditimbulkan adalah perubahan dalam kebiasaan sehari-hari seperti
2.3.4 Pendekatan Stres Kerja
Terdapat dua pendekatan stres kerja, yaitu pendekatan individu dan
perusahaan. Bagi individu penting dilakukan pendekatan karena stres dapat
mempengaruhi kehidupan, kesehatan, produktivitas, dan penghasilan. Bagi
perusahaan bukan saja karena alasan kemanusiaan, tetapi juga karena
pengaruhnya terhadap prestasi semua aspek dan efektivitas dari perusahaan secara
keseluruhan. Perbedaan pendekatan individu dengan pendekatan organisasi tidak
dibedakan secara tegas, pengurangan stres dapat dilakukan pada tingkat individu,
organisasi maupun keduanya.
a. Pendekatan individu meliputi:
1. Meningkatkan keimanan
2. Melakukan meditasi dan pernafasan
3. Melakukan kegiatan olahraga
4. Melakukan relaksasi
5. Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga
6. Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan
7. Pendekatan perusahaan meliputi:
8. Melakukan perbaikan iklim organisasi
9. Melakukan perbaikan terhadap lingkungan kerja
10. Menyediakan sarana olahraga
11. Melakukan analisis dan kejelasan tugas
12. Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan
2.5. Konflik Peran Ganda
2.5.1 Pengertian Konflik Peran Ganda
Anoraga (2009 : 102) mengatakan bahwa konflik merupakan bagian dari
dinamika kehidupan manusia. Konflik terjadi karena seseorang memiliki
kebutuhan keinginan dan kepentingan yang harus dipuaskan dan hal tersebut
terancam karena adanya tindakan, ucapan atau keputusan orang lain. Rivai (2009 :
1000) juga berpendapat konflik ialah suasana batin yang berisi kegelisahan dan
pertentangan antara dua motif atau lebih mendorong seseorang untuk melakukan
dua atau lebih kegiatan yang saling bertentangan.
Menurut Robbins dan Judge (2007 : 362) konflik peran (role conflict)
adalah sebuah situasi di mana seorang individu dihadapkan dengan
ekspektasi-ekspektasi peran yang berlainan. Konflik ini muncul ketika seorang individu
menemukan bahwa untuk memenuhi syarat satu peran dapat membuatnya lebih
sulit untuk memenuhi peran lain. Sedangkan menurut Luthans (2007 : 453)
terdapat 3 jenis konflik peran. Jenis yang pertama adalah konflik antara orang
danperan. Mungkin terdapat konflik antara kepribadian orang dan harapan peran.Jenis yang kedua adalah konflik antarperan yang dihasilkan oleh harapan
yang berlawanan mengenai bagaimana memainkan peran. Terakhir adalah konflik
peran kerja dan tidak kerja.
Greenhaus dan Beutell (dalam Laksmi, 2012) yang mengatakan bahwa
konflik peran ganda (work family conflict) didefenisikan sebagai suatu bentuk
konflik peran dalam diri seseorang yang muncul karena adanya tekanan peran dari
peran ganda bisa terjadi akibat lamanya jam kerja seseorang, sehingga waktu
bersama keluarga menjadi kurang. Individu menjalankan dua peran secara
bersamaan, yakni dalam pekerjaan dan dalam keluarga sehingga faktor emosi
dalam satu wilayah mengganggu wilayah lainnya.
2.5.2 Jenis Konflik Peran Ganda
Konflik peran ganda muncul apabila wanita merasa ketegangan antara
peran pekerjaan dengan peran keluarga. Bentuk konflik peran dikemukakan oleh
Yavas dkk (2008 : 8) yaitu konflik pekerjaan dan konflik keluarga.
a. Konflik pekerjaan
Konflik pekerjaan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran
pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.
Sementara Netemeyer (dalam Yavas dkk, 2008 : 10) mendefenisikan konflik
pekerjaan dimana tuntutan umum, waktu serta ketegangan yang berasal dari
pekerjaan mengganggu tanggung jawabkaryawan terhadap keluarga
MenurutBoles (dalam Indriyani,2009), indikator-indikator konflik
pekerjaan keluarga adalah :
1.Tuntutan tugas
2.Sibuk dengan pekerjaan
3.Waktu untuk keluarga
4.Tanggung jawab terhadap keluarga
b. Konflik keluarga
Adapun konflik keluarga mengacu pada suatu bentuk konflik peran yang
oleh keluarga mengganggu tanggung jawab karyawan terhadap pekerjaan
(Netemayer, dalam Yavas dkk., 2008 : 10).Menurut Frone (dalam Indriyani,
2009) indikator indikator konflik keluarga-pekerjaan adalah :
a. Tekanan sebagai ibu
Tekanan sebagai ibu merupakan beban kerja sebagai orang tua dalam
keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban pekerjaan rumah tangga
karena anak tidak dapat membantu dan kenakalan anak.
b. Tekanan sebagai istri
Tekanan sebagai istri merupakan beban sebagai istri didalam keluarga. Beban
yang ditanggung bisa berupa pekerjaan rumah tangga Karena suami tidak dapat
membantu, tidak adanya dukungan suami dan sikap suami yang mengambil
keputusan tisak secara bersama-sama.
c. Keterlibatan sebagai istri
Keterlibatan sebagai istri mengukur tingkat seseorang dalam memihak
secarapsikologis dalam perannya sebagai pasangan istri Keterlibatan
sebagai istri bisa berupa kesediaan sebagai istri untukmenemani suami dan
sewaktu dibutuhkan suami.
d. Keterlibatan pekerjaan
Keterlibatan pekerjaan menilai derajat dimana pekerjaan seseorang
mencampuri kehidupan keluarganya. Keterlibatan pekerjaan dapat berupa
2.5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konflik Peran Ganda
Bellavia & Frone (2005:123) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi
mendefinisikan Konflik Peran Ganda (Work Family Conflict) menjadi tiga
faktor,yaitu :
1. Dalam Diri Individu (General Intra Individual Predictors)
Ciri demografis (jenis kelamin, status keluarga, usia anak terkecil) dapat
menjadi faktor resiko; kepribadian (seperti negative affectivity, daya tahan,
ketelitian) dapat membentengi dari potensi konflik peran. contohnya adalah
wanita lebih berpotensi mengalami konflik peran karena tugas-tugas dalam
rumah lebih dipandang sebagai tanggung jawab terbesar wanita dari pada
laki-laki
2. Peran Keluarga (Family Role Predictors)
Pembagian waktu untuk pekerjaan di keluarga (pengasuhan dan tugas rumah
tangga), stresor dari keluarga (dikritik, terbebani oleh anggota keluarga,
konflik peran dalam keluarga, ambiguitas peran dalam keluarga).
3. Peran Pekerjaan (Work Role Predictors)
Pembagian waktu, terkena stressor kerja (tuntutan pekerjaan atau overload,
konflik peran kerja, ambiguitas peran kerja, atau ketidakpuasan), karakteristik
pekerjaan (kerjasama, rasa aman dalam kerja), dukungan sosial dari atasan dan
rekan, karakteristik tempat kerja. Jumlah tugas yang terlalu banyak akan
membuat karyawan harus kerja lembur, atau banyaknya tugas keluar kota
membuat karyawan akan menghabiskan lebih banyak waktunya untuk
2.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Independen Dependen Ruslina
(2014)
Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja di PT. Jamu Air
hubungan positif antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja. Berdasarkan hasil analisis Product moment diperoleh nilai koefisien kolerasi rxy sebesar = 0,622 dengan p = 0,000; p ≤ 0,01, yang menunjukkan ada kolerasi positif yang sangat signifikan antara konflik peran ganda dengan stres kerja. Evi Kerja, dan Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. TIKI Jalur Nugraha
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa motivasi kerja, lingkungan kerja, dan stres kerja secara langsung berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Motivasi kerja dan lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, sementara stres kerja memberi pengaruh negatif terhadap kinerja karyawan PT. JNE JEMBER
Mariskha Z
( 2011)
Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Surat Kabar Harian Di Kota Palembang.
Secara parsial stres kerja dan kepuasan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan surat kabar lokal kota Palembang namun secara simultan berpengaruh signifikan, akan tetapi pengaruhnya Lemah
Dwi Septianto
2010
Pengaruh Lingkungan kerja dan stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Studi pada PT Pataya Raya Semarang.
baik dan akan memperburuk karyawan jika dalam tempo waktu yang sangat lama dan berlebihan Indriyani
(2009)
Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stress Kerja terhadap Kinerja Perawat Wanita Rumah Sakit
Konflik
Konflik peran ganda berpengaruh signifikan positif terhadap stress kerja dan Stress kerja berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja
Aminah Ahmad. 2008
Direct and Indirect Effects of Work-Family Conflict on Job Performance
Konflik peran ganda
Kinerja perawat
1. Konflik pekerjaan-keluarga memiliki efek langsung dan tidak langsung terhadap prestasi kerja. 2. Konflik pekerjaan-keluarga cenderung meningkatkan kelelahan emosional Karyawan yang akan menurunkan kinerja.
3. Konflik pekerjaan-keluarga mengurangi kepuasan kerja yang akhirnya akan menurunkan kinerja.
Yunanda (2007)
Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan
Lingkungan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
Rozikin (2006)
Pengaruh Konflik Peran Dan Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Bank Pemerintah di Kota Malang
pengaruhnya signifikan positif terhadap stress kerja, konflik peran pengaruhnya
2.6 Kerangka Konseptual
Dalam hal ini kerangka konseptual atau kerangka pemikiran adalah suatu
model yang menerangkan hubungan antara satu teori dengan teori
lainnya.Sehingga masalah yang diteliti menjadi jelas penyelesaiannya.Kerangka
konseptual merupakan fondasi penelitian, dimana hubungan antar variabel
dijelaskan, disusun dan didelaborasi secara logis dan relevan.(Situmoranng,
2008:97).Berikut adalah kerangka konseptualnya :
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.7 Hipotesis
Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2003) adalah jawaban sementara
terhadap rumusan penelitian di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pernyataan.sedangkan penolakan atau penerimaan suatu
hipotesis tersebut tergantung dari hasil penellitian terhadap faktor yang
dikumpulkan, kemudian diambil kesimpulan. Hipotesis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
Kinerja Karyawan
(Y)
Lingkungan Kerja(X1)Stres Kerja (X2)
1. H1 : Ada pengaruh signifikan antara lingkungan kerja yang dialami Terhadap
kinerja karyawan
2. H2 : Ada pengaruh signifikan antara stres kerja yang dialami Terhadap
kinerja karyawan.
3. H3 : Ada pengaruh signifikan antara kepuasan kerja yang dialami karyawan
Terhadapkinerja karyawan
4. H4 :Ada pengaruh signifikan antara konflik peran ganda yang dialami