BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Rumah Sakit
Sesuai dengan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992, rumah sakit
adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayan kesehatan
serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian
(Depkes RI, 1995). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1204/MENKES/SK/X/2004 Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan,
tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat atau dapat menjadi tempat
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan
gangguan kesehatan ( Kepmenkes RI, 2004 ).
Sedangkan menurut WHO, Rumah Sakit adalah suatu badan usaha yang
menyediakan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan medic jangka pendek
dan jangka panjang yang terdiri dari tindakan observasi diagnostic terapetik dan
rehabilitatif untuk orang yang menderita sakit, terluka dan untuk mereka yang mau melahirkan. Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan
rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah
2.1.1. Rumah Sakit Tipe A
Rumah Sakit tipe A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah
ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau
disebut juga rumah sakit pusat.
2.1.2. Rumah Sakit Tipe B
Rumah sakit ini adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan rumah sakit tipe B
didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan
rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk
tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe B.
2.1.3. Rumah Sakit Tipe C
Rumah sakit ini merupakan rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini ada empat macam pelayanan spesialis
disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan
anak serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah sakit tipe C ini
akan didirikan di setiap ibukota kabupaten/kota (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari Puskesmas.
2.1.4. Rumah Sakit Tipe D
Rumah sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan
menjadi rumah sakit tipe C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D hanyalah
rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D ini juga menampung pelayanan yang berasal
dari Puskesmas.
2.1.5. Rumah Sakit Tipe E
Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang
menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini
banyak rumah sakit tipe E yang didirikan pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa,
rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung dan rumah sakit ibu dan
anak.
Dalam pelaksanaan tugas, rumah sakit berfungsi:
1. Menyelenggarakan pelayanan medis, baik bersifat medis dasar maupun medis
spesialistik yang meliputi upaya pelayanan untuk proses penyembuhan
penyakit yang diderita oleh pasien secara optimal melalui prosedur serta
tindakan profesi yang seoptimal mungkin.
2. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis yang merupakan pelayanan
professional yang mendukung diagnosa dan pengobatan yang diberikan oleh
dokter.
3. Menyelenggarakan asuhan keperawatan dengan memberikan pelayanan pada
pasien rawat inap dengan prosedur dan standar pelayanan asuhan keperawatan
yang berlaku dengan tetap memperhatikan dan menjaga mutu serta kualitas
4. Menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi dengan upaya pemulihan kecacatan
yang dilakukan secara serasi dan terpadu dalam upaya peningkatan kesehatan.
5. Menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi dengan upaya pemulihan kecacatan
yang dilakukan secara serasi dan terpadu dalam upaya peningkatan kesehatan.
6. Menyelenggarakan pelayanan non kesehatan di rumah sakit dengan
memberikan pelayanan untuk membantu rumah sakit dalam bidang pelayanan,
kegiatan ini diupayakan oleh unit gizi, laundry dan pemeliharaan sarana
rumah sakit.
7. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
8. Sebagai tempat pendidikan dan latihan sumber daya manusia kesehatan, baik
petugas medik maupun para medis dan non medis.
9. Menyelenggarakan kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang kesehatan.
2.2. Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang
sakit maupun orang sehat yang memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan,
gangguan kesehatan dan atau dapat menjadi tempat penularan penyakit. Untuk
menghindari risiko dan gangguan tersebut, diperlukan upaya penyehatan lingkungan
rumah sakit sesuai dengan persyaratan kesehatan yang diatur dalam Permenkes No.
2.2.1. Upaya penyehatan lingkungan rumah sakit meliputi :
1. Penyehatan Bangunan dan Ruangan termasuk
a. Pencahayaan
b. Ventilasi
c. Kebisingan
1. Penyehatan air termasuk kualitasnya
2. Penanganan sampah dan limbah
3. Penyehatan Makanan dan Minuman
4. Penyehatan serangga dan tikus
5. Sterilisasi desinfektan
6. Perlindungan radiasi
7. Penyuluhan kesehatan lingkungan.
2.2.2. Sanitasi Rumah Sakit
1. Lingkungan
a. Bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi
dengan pagar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang
peliharaan keluar masuk dengan bebas.
b. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir, apabila
berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi untuk
mengatasinya.
d. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan
intensitas cahaya yang cukup.
e. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek atau tidak
terdapat genangan air dan dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau
tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas
halaman.
f. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan
terpisah, masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi
pengolahan air limbah.
g. Tempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat-tempat tertentu yang
menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah.
h. Lingkungan, ruang dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan
bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang
memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai
tempat bersarang dan berkembangbiaknya serangga, binatang pengerat
dan binatang pengganggu lainnya.
2. Konstruksi Bangunan
a. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak
licin, warna terang, mudah dibersihkan dan mempunyai kemiringan yang cukup
b. Permukaan dinding harus kuat, rata, warna terang dan menggunakan cat yang
tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat.
c. Ventilasi yang cukup sehingga dapat menjamin aliran udara di dalam
kamar/ruang berjalan dengan baik.
d. Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan serangga,
tikus dan binatang pengganggu lainnya.
e. Langit-langit harus kuat, berwarna terang dan mudah dibersihkan.
f. Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar dan dapat mencegah masuknya
serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.
3. Ruang dan Bangunan
Penataan ruang bangunan dan penggunaanya harus sesuai dengan fungsi serta
memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan mengelompokkan ruangan
berdasarkan tingkat resiko terjadinya penularan penyakit sebagai berikut :
a. Zona resiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer, ruang
pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis dan ruang pendidikan/pelatihan.
b. Zona resiko sedang meliputi : ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat
jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu pasien.
c. Zona resiko tinggi meliputi : ruang isolasi, ruang perawatan intensif, laboratorium,
ruang penginderaan medis (medical imaging), ruang bedah mayat (autopsy) dan
d. Zona resiko sangat tinggi meliputi : ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang
perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin dan ruang patologi.
4. Lantai dan Dinding
Lantai dinding harus bersih, dengan tingkat kebersihan sebagai berikut :
a. Ruang operasi : 0-5 CFU/cm2 dan bebas patogen
dan gas gangren
b. Ruang perawatan : 5-10 CFU/cm2
c. Ruang isolasi : 0-5 CFU/cm2
d. Ruang Unit gawat darurat : 5-10 CFU/cm2
5. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit
a. Fasilitas penyediaan air minum dan air bersih
1) Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan
2) Tersedia air bersih minimum 500 lt/tempat tidur/hari.
3) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang
membutuhkan secara berkesinambungan.
4) Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan/kamar harus
menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.
6. Fasilitas toilet dan kamar mandi
2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang
dan mudah dibersihkan.
3) Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, peturasan dan kamar
karyawan harus tersedia kamar mandi.
4) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan
penahan bau (water seal).
5) Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur,
kamar operasi dan ruangan khusus lainnya
6) Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar.
7) Toilet dan kamar mandi harus terpisah antara pria dan wanita, unit rawat inap
dan karyawan, karyawan dan toilet pengunjung.
8) Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah dijangkau dan ada
petunjuk arah, dan toilet untuk pengunjung dengan perbandingan 1 (satu)
toilet untuk 1-20 pengunjung wanita, 1 (satu) toilet untuk 1-30 pengunjung
pria.
9) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara
kebersihan.
10) Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi
c. Fasilitas pembuangan sampah
1) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat dan kedap air.
2) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan.
3) Terdapat minimal satu buah untuk setiap kamar atau radius 10 m dan setiap
radius 20 m pada ruang tunggu terbuka.
d. Fasilitas pengendalian serangga dan tikus
1) Setiap lubang pada bangunan harus dipasang alat yang dapat mencegah
masuknya serangga dan tikus.
2) Setiap persilangan pipa dan dinding harus rapat.
3) Setiap sarana penampungan air harus bersih dan tertutup
e. Fasilitas sanitasi lainnya
1. Harus tersedia tempat penampungan tinja, air seni, muntahan dan lain-lain
yang terbuat dari logam tahan karat pada setiap unit perawatan.
2. Tersedia ruang khusus untuk penyimpanan perlengkapan kebersihan pada
setiap unit perawatan (Depkes, 2000).
2.2.3. Tata Laksana Pemeliharaan Ruang Bangunan
1. Pemeliharaan ruang bangunan
b. Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah
pembenahan/merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam kunjungan
dokter, kunjungan keluarga dan sewaktu-waktu bilamana diperlukan.
c. Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari.
d. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih
(pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang tepat.
e. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri.
f. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali
setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.
g. Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding harus segera
dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.
2. Pencahayaan
a. Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus
mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup berdasarkan fungsinya.
b. Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk
menyimpan barang/peralatan perlu diberikan penerangan.
c. Ruang pasien/bangsal harus disediakan penerangan umum dan penerangan
untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu masuk, saklar
individu ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau dan tidak
menimbulkan berisik.
a. Ventilasi yang cukup sehingga dapat menjamin aliran udara di dalam
kamar/ruang berjalan dengan baik
b. Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar.
c. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian yang
khusus.
4. Kebisingan
a. Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga kamar
dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari kebisingan.
b. Sumber-sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya agar
diupayakan untuk dikendalikan, misal dengan peredaman, penyekatan,
pemindahan dan pemeliharaan mesin-mesin yang menjadi sumber bising
(Kepmenkes RI, 2004).
2.2.4. Tata Cara Pembersihan Lantai
Menurut kamus besar Bahasa indonesia (Indonesia, Depdikbud, 1995), kuman
adalah mikroorganisme yang amat kecil yang dapat menyebabkan penyakit. Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor:1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit, menyebutkan bahwa untuk mengurangi dan
mengendalikan kuman pada lantai adalah membersihkan kotoran yang ada dengan
menyapunya, kemudian dipel dengan air atau dengan bahan pembersih lantai.
Berdasarkan penelitian Sidqi (2011), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr.
telah mengikuti standar Peraturan Menteri Kesehatan dalam hal pengendalian kuman
pada lantai. Pengendalian kuman pada lantai di ruang Kenanga RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto dilakukan oleh petugas kebersihan dengan alat pel serta bahan
desinfektan floor Cleaner yang mengandung bahan aktif Benzachronium chloride 1%.
Tenaga atau petugas kebersihan di ruang Kenanga terdiri dari 2 orang yang melakukan shift
pagi dan siang yaitu terdiri dari 2 shift, untuk shift yang pertama jam 07.00 WIB dan Shift
siang jam 14.00 WIB.
Metode pengepelan yang dilakukan petugas kebersihan di ruang Kenanga adalah
pengepelan dilakukan secara manual dengan cara horizontal maju mundur. Adapun cara
pengepelen di ruang Kenanga yaitu sebelum dipel lantai dibersihkan dengan
menggunakan sapu untuk menghilangkan debu kemudian dilakukan pengepelan dengan
menggunakan desinfektan.
2.3. Ruang Rawat Inap
Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh
tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien diinapkan di
suatu ruangan di rumah sakit . Ruang rawat inap adalah ruang tempat pasien dirawat.
Ruangan ini dulunya sering hanya berupa bangsal yang dihuni oleh banyak orang
sekaligus.( Surbakti, 2003 ).
Syarat ruang rawat inap adalah dinding terbuat dari tembok yang kokoh dan dicat
minimal 1,2 m dan tinggi minimal 2,5 m, lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap
air, mudah dibersihkan.
Suhu didalam ruang rawat inap diusahakan sekitar 22-240C dan kelembaban
50-60%, pencahayaan saat tidak tidur 100-200 Lux, saat tidur minimal 50 Lux serta
kebisingan yang diperbolehkan di ruang rawat inap adalah 45 dB pada saat tidur dan
40 Db saat tidur. ( Depkes RI, 1994 ).
2.3.1 Tipe Ruang Rawat Inap
Tipe Ruang Rawat Inap terdiri dari :
a. Ruang rawat inap 1 tempat tidur setia kamar (VIP)
b. Ruang rawat inap 2 tempat tidur setiap kamar (kelas 1)
c. Ruang rawat inap 4 tempat tidur setiap kamar (kelas 2)
d. Ruang rawat inap 6 tempat tidur atau lebih setiap kamar (kelas 3)
2.3.2 Jumlah Tempat Tidur
Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk kamar perawatan dan
kamar isolasi sebagai berikut :
a. Ruang Bayi
1) Ruang perawatan minimal 2 m2/tempat tidur
2) Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur
b. Ruang Dewasa
1) Ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur
2.4. Desinfektan
Desinfektan adalah substansi kimia yang dipakai untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme dengan menghalangi /merusaknya dan biasa digunakan
pada benda-benda mati (Depkes RI, 1996).
2.5. Ciri-ciri Desinfektan
Ciri-ciri desinfektan yang ideal yaitu :
a. Aktivitas anti microbial
Kemampuan substansi untuk mematikan berbagai macam mikroorganisme
b. Kelarutan
Substansi itu harus dapat larut dalam air atau pelarut-pelarut lain sampai
pada taraf yang diperlukan untuk dapat digunakan secara efektif.
c. Stabilitas
Perubahan yang terjadi pada substansi itu bila dibiarkan beberapa lama
harus seminimal mungkin dan tidak boleh menghilangkan sifat
antimikrobialnya.
d. Tidak bersifat racun bagi mahluk hidup.
Bahwa substansi tersebut harus bersifat letal bagi mikroorganisme dan
tidak berbahaya bagi manusia ataupun hewan lain.
e. Kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap.
Setidaknya desinfektan tersebut tidak berbau atau hendaknya
menimbulkan bau sedap.
Suatu desinfektan juga merupakan detergen yang efeknya juga sebagai
pembersih.
g. Ketersedian dan biaya
Desinfektan harus tersedia dalam jumlah besar dan dengan harga yang
pantas.
h. Keserbasamaan (homogenity)
Dalam penyiapan komposisinya harus sama.
i. Aktivitas antimikrobial pada suhu kamar dan suhu tubuh.
Aktivitas desinfektan digunakan pada suhu yang biasa dijumpai pada
lingkungan untuk penggunaan senyawa yang bersangkutan.
j. Kemampuan untuk menembus
Bila substansi dapat menembus permukaan, maka aksi anti mikrobialnya
hanya terbatas pada siklus aplikasinya saja.
k. Tidak menimbulkan karat dan warna
Maksudnya suatu desinfektan diupayakan tidak menimbulkan warna atau
merusak kain.
l. Tidak bergabung dengan bahan organik, karena apabila bergabung dengan bahan organik, maka sebagian besar desinfektan tersebut akan menjadi
2.6. Mekanisme kerja desinfektan
Didasarkan pada pendapat Tan & Kirana Cara kerja desinfektan berdasarkan
proses-prosesnya adalah sebagai berikut :
1. Kerusakan pada dinding sel
Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya
atau mengubahnya setelah selesai dibentuk.
2. Perubahan permeabilitas sel
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta
mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain. Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel.
3. Perubahan molekul protein dan asam nukleat
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein
dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu kondisi atau subtansi
mengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasikan protein dan asam-asam
nukleat dapat merusak sel tanpa diperbaiki kembali.
4. Penghambatan kerja enzim
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda yang ada di dalam sel
merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat. Banyak zat
kimia diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia. Penghambatan ini dapat
mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel.
DNA, RNA, dan protein memegang peranan amat penting di dalam proses
kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi
pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan
kerusakan total pada sel.
2.7. Faktor-faktor yang berpengaruh pada aktivitas desinfektan
1. Sifat bahan yang akan didesinfeksi
Permukaan benda yang paling mudah didesinfeksi adalah permukaan benda
yang sifatnya licin tanpa pori-pori dan mudah dibersihkan. Permukaan yang
berpori-pori sulit untuk didesinfeksi terutama bila mikroorganisme
terperangkap di dalam pori-pori tersebut bersamaan dengan bahan-bahan
organik.
2. Jumlah mikroorganisme yang terdapat pada benda yang akan didesinfeksi
Makin banyak jumlah mikroorganisme pada permukaan benda yang akan
didesinfeksi, makin panjang waktu pemaparan dengan desinfektan yang
dibutuhkan sebelum seluruh populasi mikroorganisme dapat dibunuh.
3. Sifat mikroorganisme itu sendiri
Sifat mikroorganisme mempengaruhi daya tahannya terhadap desinfektan.
Yang paling tahan terhadap desinfektan adalah spora bakteri.
4. Jumlah bahan organik yang mencemari alat yang akan didesinfeksi
Darah, lender atau feses yang mencemari alat/bahan yang akan didesinfeksi
dengan adanya bahan organik tersebut, mikroorganisme terlindung dari
aktifitas desinfektan.
5. Jenis dan konsentrasi desinfektan yang digunakan
Umumnya bila konsentrasi desinfektan dinaikkan, waktu pemaparan makin
pendek.
6. Lama dan suhu pemaparan
Secara umum, makin lama waktu pemaparan terhadap desinfektan, makin
besar daya bunuh kuman terjadi. Tetapi hal ini tidak berlaku terhadap
desinfektan tingkat rendah karena walau berapa lama pun pemaparan
dilakukan, hanya mampu membunuh mikroorganisme tertentu sesuai dengan
kemampuannya.
Makin tinggi suhu pemaparan, makin tinggi daya bunuh kuman dari
desinfektan tersebut (Depkes RI, 1996).
2.8. Jenis-jenis desinfektan yang biasa dipake di rumah sakit
a. Lysol mengandung bahan aktif lisol yang merupakan campuran kresol dan
sabun. Menurut Volk dan Wheeler ( 1989 ) lisol sangat efektif sebagai
bakterisid, dan kerjanya tidak banyak dirusak oleh adanya bahan organik.
b. Germisep mengandung Sodium Dikloroisocyanurate (NaDCC)
c. So klin lantai mengandung Benzalkonium Klorida 1,5%,
d. Rinso mengandung Natrium Alkilbenzena Sulfonat 22%, Natrium Fosfat 10%
dan Natrium Karbonat 30%
f. Karbol mengandung Pine Oil dan Creasylic Acid
g. Wipol mengandung bahan aktif minyak atsiri yaitu minyak cemara. Menurut
Lutony dan Rahmayati ( 2002 ), salah satu kegunaan minyak atsiri yaitu
pembunuh bakteri, sehingga dapat digunakan dalam membersihkan lantai
rumah sakit sebagai upaya mencegah infeksi nosokomial.
2.9. Pengertian Pine Oil 2.9.1. Pine Oil
Pine Oil ( Minyak Pinus ) adalah fenolik disinfektan yang antiseptik. Pine Oil relatif
murah dan tersedia luas. Pine Oil efektif terhadap Brevibacterium ammoniagenes , jamur Candida albicans , Enterobacter aerogenes , Escherichia coli , Gram-negatif
bakteri enterik , kuman rumah tangga, rumah tangga kuman Gram-negatif seperti
yang menyebabkan salmonellosis , herpes simplex tipe 1 dan 2, influenza tipe A ,
influenza Jenis virus A / Brazil, jenis virus influenza A2/Japan, bakteri usus,
Klebsiella pneumoniae, bakteri penyeba bau, jamur, jamur, Pseudomonas aeruginosa , Salmonella choleraesuis , Salmonella typhi , Salmonella typhosa , Serratia
marcescens , Shigella sonnei , Staphylococcus aureus , Streptococcus faecalis , Streptococcus pyogenes , dan Trichophyton mentagrophytes . Ini akan membunuh agen penyebab tipus , gastroenteritis ( beberapa agen ), rabies , demam enterik, kolera
, beberapa bentuk meningitis , batuk rejan , gonore dan beberapa jenis disentri. Hal
melawan virus non-menyelimuti seperti virus polio , rhinovirus , hepatitis Batau
hepatitis C.
( Connel, 1995 ).
2.9.2 Fungsi Pine Oil
1. Pembersih lantai sekaligus pembunuh kuman, bakteri maupun jamur, tidak
hanya cocok untuk kamar mandi saja, tetapi untuk semua ruangan dirumah,
perkantoran, rumah sakit, dll.
2. Mengatasi bau yang sangat membandel. ( Connel, 1995 ).
2.9.3 Komposisi Pembersih Lantai
Komposisi Pembersih Lantai terdiri dari CMC, Texapon, BKC,
Polysorbate, parfum, pewarna, air.
2.9.4 Kelebihan dan kekurangan Pine oil
Pine oil atau minyak pinus adalah salah satu jenis minyak nabati yang berasal
dari pengolahan bagian bagian pohon pinus dan memilki fungsi sebagai antiseptik
karena dapat membunuh berbagai jenis mikroorganisme,tetapi pine oil berbahaya jika
terkena kulit karna dapat mengiritasi. ( www.biopolish.com).
2.10. Desinfeksi
Desinfeksi adalah suatu cara untuk mematikan bakteri vegetative, virus dan
jamur tetapi tidak mematikan spora. Bahan yang biasa digunakan sebagai desinfektan
2.11 Sterilisai
Sterilisasi adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap alat dan bahan yang
digunakan dalam proses perawatan pasien sehingga pada akhir proses tidak dijumpai
mikroorganisme patogen, apatogen, beserta sporanya (Depkes RI, 2000).
a. Cara pemanasan fisika
1) flamberen/bakar
2) Rebus 1000C – 15 menit
3) Steam/uap bertekanan 1 atmosfir
b. Cara kimia/chemical
1) Tablet Formalin
2) Larutan antiseptic (bahan-bahan kimia)
c. Cara radiasi sinar (chemical)
1) Sinar ultraviolet
2) Sinar pengion
3) Laser, Nuklir
d. Cara penyaringan (filtrasi)
Menurut Depkes RI (2000), untuk mewujudkan dan mencapai kondisi yang
steril, seharusnya memperhatikan beberapa faktor yang saling menunjang, yang
mencakup dalam sistematika padu, sehingga terjadi proses yang dominan :
1) Disiplin/perilaku yang meliputi:
a. Dasar pendidikan
b. Karakter/sifat
c. Pola Pemimpin
d. Rasa tanggung jawab
e. Selektif terhadap resiko
2) Metode meliputi:
a. Acuan atau panduan
b. Program : planning, pengembangan
c. Pendeteksian
d. Evaluasi
3) Fasilitas/sarana
a. Bahan dan situasi
b. Nilai ekonomis
c. Alat sederhana, canggih, super
d. Efisiensi dan efektifitas
Apabila faktor-faktor di atas dapat terpenuhi dengan baik, maka akan tercapai
2.12. Infeksi
2.12.1 Pengertian Infeksi
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia yang rentan sehingga menimbulkan masalah kesehatan. ( Pelcjar, 1986 ).
2.12.2. Infeksi Nosokomial
Infeksi Nosokomial adalah suatu penyakit yang terjadi baik pada pasien,
pengunjung maupun petugas rumah sakit yang terjadi pada saat berada di lingkungan
rumah sakit. ( Mukono, 1955 ).Suatu infeksi didapat dirumah sakit apabila :
1. Pada saat masuk rumah sakit, tidak ada gejala / tanda atau tidak dalam
masa inkubasi infeksi tersebut.
2. Infeksi yang terjadi dalam 3 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah
sakit.
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme
yang berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau
mikroorganisme penyebab yang sama tetapi lokasi infeksi berbeda.(
Depkes RI, 1997 ).
2.12.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi
1. Adanya kuman pada tempat tersebut dan tergantung pada jenis, virulensi,
jumlah dan lamanya kontak.
2. Adanya sumber infeksi
3. Adanya perantara / pembawa kuman aktif menular
5. Daya tahan tubuh hospes baru dalam keadaan rendah. (Depkes RI, 1994)
2.12.4 Sumber infeksi
Sumber infeksi adalah suatu tempat bersarangnya kuman dimana kuman
penyebab infeksi itu keluar / dikeluarkan untuk mencapai hospes baru yang rentan.
Sumber infeksi nosokomial di rumah sakit dapat berasal dari :
A. Animate ( suatu yang bernyawa )
1. Manusia
a.) Carier : orang sehat yang mengandung kuman dimana ia tidak
menunjukkan gejala penyakit, contoh : Typus Abdominali.
b.) Penderita : penderita yang dalam tubuhnya mengandung kuman dan
dapat menular pada orang lain, contoh : TB Paru
2. Binatang
Binatang / hewan dapat menjadi sumber infeksi terutama dapat berperan
sebagai vektor, seperti golongan serangga.
B. Inanimate ( suatu yang tidak bernyawa )
Benda atau bahan mati yang bisa menjadi tempat tinggal sementara bagi
kuman antara lain :
1. Benda / bahan mati yang kering seperti : debu, udara dan permukaan
benda dapat menjadi tempat hidup kuman beberapa hari sampai bulanan.
2. Benda / bahan mati yang cair atau lembab seperti : air cuci tangan, kain
lap, handuk, sarung tangan juga bisa menjadi tempat hidup kuman selama
2.12.5 Orang-orang Yang Beresiko Tinggi Terserang Infeksi
Petugas kesehatan di rumah sakit harus mengenal pasien yang beresiko tinggi
terkena infeksi nosokomial. Salah satu faktor predisposisi utama dari pasien terhadap
infeksi nosokomial adalah tingkat kegawatan penyakit yang menjadi latar belakang.
Pasien rawat inap di rumah sakit yang menderita infeksi bisa menderita
infeksi yang lebih parah oleh mikroorganisme lain. Sering kali infeksi ini disebabkan
oleh mikroorganisme yang memiliki kemampuan menginfeksi lebih besar dan
resisten terhadap obat. Umpamanya seorang pasien dengan luka infeksi oleh
Stapilokokus aureus dapat dijangkiti lagi oleh Pseudomonas aeruginosa. Bila infeksi ini berlanjut ke aliran darah terjadilah bakteriemi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditimbulkan dari :
1. Infeksi yang sedang berjangkit
2. Proses penyakit yang menjadi latar belakang
3. kerusakan anatomi yang dapat menimbulkan sumbatan.
Sebagai contoh, seorang pria yang menderita hipertropi prostat jinak dan
menderita infeksi saluran kemih sekunder akibat obstruksi hipertropi prostat jinak
2.13. Mikroorganisme
2.13.1. Pengertian Mikroorganisme
Mikroorganisme merupakan jasad renik yang bentuknya sangat kecil,
sehingga akan kelihatan jelas apabila diamati dengan menggunakan mikroskop. (
Pelcjar, 1986 ).
2.13.2. Mikroorganisme Patogen
Mikroorganisme yang terdapat di lingkungan ruang rawat inap terdiri atas
kuman patogen dan non patogen. jenis kuman yang dapat menyebabkan infeksi
adalah jenis kuman patogen. Jenis kuman Patogen itu sendiri adalah Staphylococcus,
Streptococcus, dan Clostridium. ( Wheeler, 1989 ).
a. Staphylococcus
Staphylococcus adalah parasit manusia yang terdapat dimana-mana, sumber utama infeksi dapat diperoleh dari lesi-lesi manusia, benda-benda yang
terkontaminasi, saluran pernafasan dan kulit manusia ( Reddish George, 1957 ).
Ciri-ciri Staphylococcus a. Berbentuk bola/bulat
b. Gram positif
c. Dapat menghemolisi darah
d. Flora normal pada kulit dan selaput lendir
e. Tidak bergerak dan tidak membentu spora
f. Mudah tumbuh pada kebanyakan pembenihan bakterologik dalam keadaan
g. Tumbuh cepat pada suhu 370C dan dapat membentuk pigmen pada suhu
kamar ( 20-350 C )
h. Tahan terhadap pengeringan, terhadap panas 5000C selama 30 menit
b. Streptococcus
Streptococcus adalah mikroorganisme bulat tersusun secara khas dalam rantai dan tersebar luas dalam alam. Beberapa diantaranya adalah anggota flora
normal. Streptococcus berhubungan dengan penyakit - penyakit infeksi penting
pada manusia. Kuman ini dapat menghasilkan berbagai zat ekstraseluler dan
enzim-enzim ( Reddish George, 1957 ).
Ciri-ciri streptococcus
a. Kokus yang sendirian berbentuk bola/bulat
b. Mampu menghemolisis darah
c. Flora normal pada manusia
d. Tumbuh dalam media padat sebagai koloni
e. Tumbuh cepat pada media 370C
Streptococcus ini dapat menyebabkan penyakit pada benda pada bagian-bagian tubuh. Streptococcus ini dapat menyebar dari orang ke orang lain
melalui saluran pernafasan atau kulit.
c. Clostridium
Clostridium adalah batang, gram positif, yang berbentuk spora, dapat merusak protein atau membentuk toksin dan ada beberapa yang melakukan keduanya.
mencapai jaringan melalui kontaminasi pada daerah-daerah yang terbuka ( tanah,
feses ) atau saluran usus ( Reddish George, 1957 ).
Ciri-ciri clostridium a. Batang besar
b. Gram positif
c. Dapat menghasilkan spora
d. Hidup dalam keadaan anaerobik
e. Kebanyakan spesies tumbuh pada suhu 370C
2.13.3. Mikroorganisme patogen dan penyakitnya
Mikroorganisme parasit dan yang menyebabkan penyakit pada manusia
merupakan jenis mikroorganisme pathogen seperti bakteri, virus, jamur dan protozoa.
Mikroorganisme ada yang bermanfaat dalam tubuh manusia yang sehat, misalnya
usus yang membentuk vitamin K dan membantu absorbsi makanan dan ada juga yang
merugikan manusia. Mikroorganisme patogen antara lain dapat menimbulkan
penyakit pada saluran pencernaan, saluran pernapasan dan saluran air seni. Kelompok
mikroorganisme yang paling banyak menyebabkan penyakit adalah bakteri. ( Pelcjar,
1986 )
2.14. Angka kuman lantai
Menurut Kepmenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan
kesehtan lingkungan di rumah sakit, angka kuman yang distandarkan adalah 0-5
2.15. Cara pengepelan lantai
Menurut permenkes No.1204/Menkes/SK/X/2004, untuk mengurangi dan
mengendalikan kuman pada lantai dengan menyapunya, kemudian dipel dengan air
atau dengan bahan pembersih lantai.Pengendalian lantai dirumah sakit, juga harus
diperhatikan cara pelaksanaanya yaitu :
1. Kegitan pembersihan ruang sebaiknya dilakukan pagi dan sore hari.
2. Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah
pembenahan atau merapikan tempat tidur pasien, setelah jam makan,
setelah jam kunjungan dokter, setelah kunjungan keluarga dan
sewaktu-waktu bila diperlukan.
3. Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari.
4. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pel yang
memenuhi syarat dan bahan antiseptic.
5. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel sendiri.
6. Pembersihan lantai dimulai dari bagian ruang paling dalam dan bergerak
menuju kearah luar.
7. Sewaktu pembersihan lantai dengan perlengkapan pelsemua perabotan
ruangan seperti meja, kursi, tempat tidur dan lain-lain harus
diangkut/digesser, agar pembersihan lantai sempurna dengan baik, kamar
2.16 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep pada penelitian ini adalah :