BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh UNDP
(United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan
tahunan yang diberi judul “Human Development Report” mendefenisikan
pembangunan manusia sebagai “a process of enlarging people’s choices” atau
suatu proses yang meningkatkan aspek kehidupan masyarakat. Aspek terpenting
kehidupan ini dilihat dari umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan dan standar
hidup layak. Pendekatan pembangunan manusia tidak semata-mata menjadi
sebuah tujuan, tetapi sebuah proses. Secara spesifik, UNDP menetapkan empat
elemen utama dalam pembangunan manusia, yaitu pemerataan (equity),
produktivitas (productivity), pemberdayaan (empowerment) dan kesinambungan
(sustainability) (Ardiansyah dan Widyaningsih, 2014).
Pencapaian tujuan pembangunan manusia bukan hal yang baru bagi
Indonesia dan selalu ada penekanan pada pemenuhan tujuan tersebut yaitu
pemenuhan pendidikan universal, peningkatan kesehatan dan pemberantasan
kemiskinan. Hal ini sejalan strategi kebijakan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Sesungguhnya pembangunan manusia
di Indonesia sudah menganut konsep IPM yang dipublikasikan oleh UNDP yakni,
konsep pembangunan manusia seutuhnya yang menghendaki kualitas hidup
Untuk meningkatkan IPM tidak hanya bertumpu pada peningkatan
ekonomi semata, namun diperlukannya pembangunan dari segala aspek
(Ardiansyah dan Widiyaningsih, 2014). Agar pertumbuhan ekonomi sejalan
dengan pembangunan manusia, maka perlu disertai dengan pembangunan yang
merata. Dengan adanya pemerataan pembangunan maka adanya jaminan bahwa
semua penduduk merasakan hasil-hasil pembangunan tersebut.
Berdasarkan spending review, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) tidak terlepas dari desentralisasi ekonomi sebagai konsekuensi
diadopsinya sistem desentralisasi (otonomi daerah) menggantikan model
sentralisasi. Salah satu aspek yang sangat penting dalam desentralisasi ekonomi
adalah desentralisasi fiskal. (Lugastro dan Ananda, 2013).
Sejak bergulirnya era reformasi tahun 1999, dalam rangka pemerataan
pembangunan nasional khususnya untuk meningkatkan kualitas pembangunan
manusia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah mengindikasikan daerah diberikan
kewenangan atau otonomi untuk mengurus rumah tangganya sendiri, dan terakhir
diubah menjadi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan Kedua
atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, serta Undang-undang Nomor Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam undang- undang tersebut
penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terdiri dari : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah (BUMD) yang diperoleh dan lain-lain PAD yang sah, Dana
Perimbangan yang terdiri dari : Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum
(DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) serta Penerimaan Daerah dari lain-lain
pendapatan yang sah.
Upaya untuk meningkatkan IPM tidak terlepas dari kinerja pemerintah
daerah. Kinerja tersebut tercermin dari pengalokasian APBD. PAD dan Dana
Perimbangan merupakan salah satu instrumen-instrumen pendapatan dalam
APBD. PAD merupakan sumber penerimaan pendapatan dari suatu daerah yang
digunakan pemerintah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah dengan
potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi pada sektor-sektor yang dapat
meningkatkan IPM misalnya, pada bidang pendidikan, kesehatan maupun
kesejahteraan sosial. Penerimaan daerah selain untuk mendanai belanja rutin,
PAD diharapkan dapat meningkatkan investasi belanja modal pemerintah daerah
sehingga kualitas pelayanan publik semakin baik. Peningkatan kualitas pelayanan
publik tentunya berdampak semakin sejahteranya masyarakat dan akan
meningkatkan IPM.
Beda halnya dengan PAD, Dana Perimbangan merupakan dana yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan dialokasikan
kepada daerah untuk mendanai kebutuhan pelaksanaan desentralisasi. Dalam
yang selaras dengan penyelenggaran urusan pemerintah (Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004). Dana Perimbangan mencerminkan tingkat ketergantungan
daerah terhadap pusat. Maka dapat dikatakan apabila daerah dalam kondisi
keuangan yang baik maka pelaksanaan peningkatan layanan publik dapat
terwujud dengan optimal dan efektif sehingga akan meningkatkan IPM daerah.
Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah
penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010
jumlah penduduk provinsi Sumatera Utara berjumlah 12.982.204 jiwa. Tahun
2015 jumlah penduduk tersebut meningkat menjadi 13.937.797 jiwa. Ketika
jumlah penduduk meningkat maka kebutuhan masyarakat juga akan meningkat.
Hal ini berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat dan menyebabkan
menurunnya IPM. Oleh sebab itu, pemerintah provinsi Sumatera Utara harus
secara giat melakukan berbagai program mewujudkan kesejahteraan masyarakat
secara merata dan adil secara di berbagai daerah di Sumatera Utara. Pencapaian
dari berbagai program tersebut akan dapat terlihat melalui meningkatnya IPM
Provinsi Sumatera Utara secara konstan dari tahun ke tahun. Pada Gambar 1.1
menunjukkan perbandingan antara IPM provinsi Sumatera Utara dengan IPM
Sumber : BPS-Sumatera Utara, 2016 (data diolah) Keterangan : Metode Perhitungan Baru
Gambar 1.1
Perbandingan IPM Provinsi Sumatera Utara dengan IPM Indonesia secara Nasional Tahun 2011-2015
Dari gambar diatas terlihat jelas terjadi kecendrungan peningkatan IPM di
provinsi Sumatera Utara dan Indonesia dari tahun 2011 sampai tahun 2015.
Kecendrungan peningkatan IPM menunjukkan adanya kemajuan pembangunan di
Sumatera Utara. Peningkatan IPM tersebut tidak terlepas dari meningkatnya
Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Harapan Lama Sekolah (HLS), Angka
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Pengeluaran per kapita disesuaikan di provinsi
Sumatera Utara. HLS provinsi Sumatera Utara selama tahun 2011-2015 cendrung
meningkat. Hal ini menjadi sinyal positif bahwa semakin banyak penduduk yang
bersekolah. HLS tahun 2015 mencapai 12,82 tahun atau secara nasional rata-rata
memiliki peluang untuk menamatkan pendidikan hingga lulus SMA atau D1.
Demikian halnya RLS provinsi Sumatera Utara selama tahun 2011-2015 juga
manusia Sumatera Utara yang lebih baik. RLS tahun 2015 mencapai 9,03 tahun
atau secara nasional rata-rata telah mengenyam pendidikan hingga kelas IX
(SMP kelas III).
Tetapi permasalahan yang dihadapi provinsi Sumatera Utara saat ini
adalah pencapaian kesejahteraan masyarakat pada bidang kesehatan dan ekonomi
yang telihat secara nasional relatif belum baik. Tahun 2015, AHH provinsi
Sumatera utara 68,29, tentunya masih dibawah AHH nasional 70,78. Oleh sebab
itu, masih diperlukan peningkatan kualitas pelayanan serta fasilitas publik pada
bidang kesehatan. Demikian juga hal PPP Sumatera Utara tahun 2015 sebesar Rp
9.563.000,- pertahun yang masih dibawah PPP nasional sebesar Rp 10.150.000,-
pertahun. Tabel 1.1 menunjukkan perbandingan komponen IPM Provinsi
Sumatera Utara dan Indonesia dari tahun 2011-2015.
Tabel 1.1
Perbandingan Komponen IPM Provinsi Sumatera Utara dengan Komponen IPM Indonesia secara Nasional tahun 2011-2015
2011 2012 2013 2014 2015 2011 2012 2013 2014 2015 AHH (tahun) 67,63 67,81 67,94 68,04 68,29 70,01 70,2 70,4 70,59 70,78 HLS (tahun) 11,83 11,97 12,41 12,61 12,82 11,44 11,68 12,1 12,39 12,55 RLS (tahun) 8,61 8,72 8,79 8,93 9,03 7,52 7,59 7,61 7,73 7,84 PPP (Rp. 000) 9,231 9,266 9.309 9.391 9.563 9.647 9.815 9.858 9.903 10.150 IPM 67,34 67,74 68,36 68,87 69,51 67,09 67,7 68,31 68,9 69,55
KOMPONEN IPM
Sumatera Utara Indonesia
Sumber : BPS (data diolah)
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti penulis tertarik untuk
Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara”.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi
rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan
Manusia pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara?
b. Apakah Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan
Manusia pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara?
c. Apakah Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan berpengaruh secara
simultan terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintahan
Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi
Sumatera Utara.
b. Untuk mengetahui pengaruh Dana Perimbangan terhadap Indeks Pembangunan
c. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan
secara simultan terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintahan
Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara.
1.4.Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa manfaat penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti
dalam bidang Akuntansi Sektor Publik mengenai Indeks Pembangunan
Manusia yang dapat dilihat dari Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Perimbangan dalam pengambilan kebijakan.
b. Bagi Pemerintah Daerah
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi, bahan petunjuk, acuan dan
masukan untuk menentukan kebijakan dalam menjalankan perekonomian yang
dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia untuk mengembangkan
daerahnya.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi
kemajuan akademis dan dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi untuk