BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skizofrenia
2.1.1 Definisi skizofrenia
Sebelum menjadi kata skizofrenia, Emil Kraepelin (1856 - 1926) menyebut dementia praecox yaitu sebuah istilah Yunani yang artinya kemunduran fungsi intelektual (dementia) di usia dini (praecox) yang ditandai dengan daya pikir yang makin lama makin memburuk dan disertai gejala berupa delusi (waham) dan halusinasi. Kata skizofrenia pertama kali diidentifikasi pada tahun 1911, oleh psikiater Swiss Eugen Bleuler yang mengganti nama dementia praecox menjadi skizofrenia. Ia memilih istilah ini untuk mengungkapkan adanya perpecahan antara pikiran, emosi, dan tingkah laku dengan gangguan pada pasien (Sadock and Sadock, 2007).
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi dan perilaku pikiran yang terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, presepsi dan perhatian yang keliru, afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang bizarre. Pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyatan, seringkali masuk dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi (David, 2006)
2.1.2 Epidemiologi skizofrenia
karena banyak gangguan mental lainnya, lebih umum diantaranya laki-laki (12.000.000), kemudian perempuan (9.000.000).
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya perjalanan penyakit pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa(Sadock dan Sadock, 2007).
2.1.3 Etiologi skizofrenia
a. Faktor genetik
Terdapat kontribusi genetik bagi sebagian atau mungkin semua orang pada skizofrenia dan proporsi yang tinggi dari varians cenderung untuk menjadi skizofrenia karena adanya pengaruh genetik tambahan. Misalnya, skizofrenia dan gangguan skizofrenia terkait (seperti: skizotipal, skizoid, dan gangguan kepribadian paranoid) terjadi pada laju yang meningkat di antara kerabat biologis pasien dengan skizofrenia. Kecenderungan orang yang mengalami skizofrenia berkaitan dengan eratnya hubungan terhadap keluarga yang terkena misalnya: keluarga tingkat pertama atau kedua yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Sadock and Sadock, 2007).
Tabel 2.1 Prevalensi skizofrenia di dalam populasi spesifik
Populasi Prevalensi (%)
Populasi umum
Saudara kandung menderita skizofrenia
Anak dengan salah satu orang tua menderita skizofrenia Kembar dizigotik menderita skizofrenia
Anak dengan kedua orang tua menderita skizofrenia Kembar monozigot menderita skizofrenia
b. Faktor biologik
Peran faktor genetik dalam skizofrenia menunjukkan bahwa faktor-faktor biokimia perlu diteliti karena melalui kimia tubuh dan proses-proses biologislah faktor keturunan tersebut dapat berpengaruh. Penelitian ini mengkaji beberapa neurotransmiter yang berbeda seperti norepineprin dan serotonin (David, dkk., 2006).
1. Hipotesis Dopamin
Formulasi sederhana dari hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia dihasilkan dari terlalu banyaknya aktifitas dopaminergik. Teori ini berasal dari dua pengamatan. Pertama efikasi dan potensi dari kebanyakkan obat antipsikotik berhubungan dengan kemampuan bertindak sebagai antagonis reseptor dopamin D2. Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktifitas dopaminergik seperti ampetamin yang merupakan suatu psikotomimetik. Teori dasar tidak memperinci apakah hiperaktif dopaminergik adalah karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin, atau kombinasi mekanisme tersebut (Sadock and Sadock, 2007).
2. Hipotesis Serotonin
3. Hipotesis Norepinefrin
Walaupun hubungan antara aktivitas dopaminergik dan norepinefrinmasih belum jelas, semakin banyak data yang menyatakan bahwa sistem norepinefrin memodulasi sistem dopaminergik dalam cara tertentu sehingga kelainan sistem norepinefrin mempredisposisikan pasien untuk sering relaps (Kaplan, dkk., 2010).
4. Hipotesis Gamma aminobutyric acid (GABA)
Neurotransmiter asam amino inhibitory gamma-aminobutiryc acid (GABA) juga terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Data yang tersedia adalah konsisten dengan hipotesis bahwa beberapa pasien skizofrenia mengalami kehilangan neuron-neuron GABA-ergic di hipokampus.Hilangnya neuron inhibitory GABA-ergic secara teoritis dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron-neuron dopaminergik dan norepinefrin(Kaplan, dkk., 2010).
c. Faktor neuropatologi
Pada akhir abad ke 20, para peneliti telah membuat kemajuan yang signifikan yang memperhatikan suatu dasar neuropatologis potensial untuk skizofrenia, terutama pada sistem limbik dan ganglia basalis, termasukneuropatologi atau abnormalitas neurokimia pada korteks serebri, talamus, dan batang otak (Sadock and Sadock, 2007).
d. Faktor Psikologis dan sosial
Gambaran kausalnya mungkin menjadi semkin diperumit oleh faktor-faktor psikologis dan sosial(Durand dan Barlow, 2007).
2.1.4Gejala klinis
Skizofrenia ditandai oleh gejala kelainan atau simptom positif dan negatif. 1. Gejala-gejala positif
Yang termasuk pada ini adalah pengalaman delusi dan halusinasi yang mengganggu. Delusi yakni gejala psikotik yang melibatkan gangguan isi pikiran dan adanya keyakinan kuat, yang merupakan keadaan tidak realisitas. Sedangkan Halusinasi yakni gejala-gejala psikotik dari gangguan perseptual dimana berbagai hal dilihat, didengar atau diindra meskipun hal-hal itu tidak nyata atau benar-benar ada (Durand dan Barlow, 2007).
2. Gejala-gejala negatif
Kontras dengan presentasi aktif yang menjadi ciri gejala-gejala positif skizofrenia, gejala-gejala negatif biasanya menunjukkan ketiadaan atau tidak mencukupinya perilaku normal. Gejala-gejala itu termasuk menarik diri secara emosional maupun sosial, apatis, miskin pembicaraan atau pemikiran (Durand dan Barlow, 2007).
3. Gejala-gejala disorganisasi
Mungkin, gejala skizofrenia yang paling sedikit diteliti dan oleh sebab itu paling sedikit diketahui adalah disorganized symptoms (gejala-gejala disorganisasi). Gejala ini meliputi berbagai macam perilaku eratik yang mempengaruhi pembicaraan, perilaku motorik, dan reaksi emosional (Durand dan Barlow, 2007).
Berdasarkan pada DSM-IV-TR pembagian subtipe skizofrenia secara klasik adalah paranoid, disorganized, katatonik, undifferentiated dan residual (APA, 2010).
1. Tipe paranoid adalahdi mana keasyikan dengan delusi atau halusinasi pendengaran menonjol secara teratur.
2. Tipe disorganized adalah dimana adanya kekacauan dalam bicara dan perilaku, dan afek yang tidak sesuai atau datar.
3. Tipe katatonik adalah di mana gejala karakteristik motorik yangmenonjol. 4. Tipe residual adalah di mana ada tidak adanya menonjolgejala poskhitif
namun terjadi gangguan (misalnya, gejala negatif atau positifgejala dalam bentuk lemah) (APA, 2010).
2.1.6 Diagnosa Skizofrenia
Kriteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III atau ICD 10,Persyaratan normal untuk diagnosis skizofrenia adalah : dari gejala-gejala dibawah ini harus ada paling sedikit satu gejala yang sangat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih apabila gejala-gejala kurang jelas) dari salah satu kelompok (a) sampai (d), atau paling sedikit dua dari kelompok (e) sampai (h), yang harus selalu ada secara jelas pada sebagian besar waktu selama satu bulan satu bulan atau lebih.
(a) Thought elco, thought insertion atau thought withdrawl, dan thought broadcasting.
(b) Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion of influence), atau waham pasivitas (delusion of
extremitas, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensasi) khusus, delusional perception.
(c) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
(e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun ide-ide yang berlebihan (over-value ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus. (f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas serea (waxy flexibility), negativisme, mutisme, dan stupor.
pembicaraan yang terhenti, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau neuroleptika.
(i) Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tidak bertujuan, tidak malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Apabila didapat kondisi yang memenuhi kriteria gejala diatas terapi baru dialami kurang dari satu bulan, maka harus dibuat diagnosis gangguan psikotik skizofrenia akut. Apabila gejala-gejala berlanjut lebih dari satu bulan dapat dilakukan klasifikasi ulang (Maramis dan Maramis, 2009).
2.1.7 Perjalanan Penyakit Skizofrenia
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu fase premorbid, fase prodromal, fase aktif dan fase residual.
1. Pada fase premorbid ditandai dengan periode munculnya ketidaknormalan fungsi,walaupun hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari efek penyakit tertentu. Indikator premorbid daripsikosis, diantaranya adalah riwayat psikiatri keluarga, riwayat prenatal,dan komplikasi obstetrik dan defisit neurologis. Faktor premorbid lainadalah pribadi yang terlalu pemalu dan menarik diri, hubungan sosial yangkurang baik dan menunjukkan perilaku antisosial (Townsend, 2009).
onset psikotik menjadi jelas. Fase prodromal dimulai dengan adanya perubahan fungsi premorbid dan meluas sampai munculnya gejala psikotik. Fase ini dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan, tetapi banyak penelitian menyatakan bahwa fase prodromal terjadi antara 2 sampai 5 tahun. Pada fase ini tanda-tanda psikotik mulai muncul dengan intensitas rendah. Pengenalan tanda dan gejala dan penanganan pada fase ini perlu diperhatikan agar tidak kberkembang menuju fase aktif (Townsend, 2009).
3. Pada fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah lakukatatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampirsemua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapatpengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saatmengalami eksaserbasi atau terus bertahan (Townsend, 2009).
4. fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapigejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala gejala yangterjadi pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga mengalamigangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkanperistiwa, eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial), dankewaspadaan (Luana, 2007).Fase residual biasanya mengikuti fase aktif penyakit. Selama faseresidual, gejala dari masa akut dapat hilang atau tidak mencolok lagi.Gejala negatif mungkin masih ada, dan afek datar dan kerusakan fungsiperan biasa terjadi. Kerusakan residual biasanya berkembang antaramasa masa aktif psikosis (Townsend, 2009).
2.1.8Pengobatanskizofrenia
neurologislengkap, keluarga dan sejarah sosial, dan pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan mengetahui penyebab medis atau zat penyebab umum psikosis.Sebuah pemeriksaan pretreatment pasien adalah penting tidak hanya patologi lainnya, tetapi dalam melayani sebagai dasar untukpemantauan potensi efek samping terkait obat, dan harus meliputi: tanda-tanda vital, hitung darah lengkap, elektrolit, hati fungsi, fungsi ginjal, elektrokardiogram, puasa glukosa serum, lipid serum, fungsi tiroid, dan layar obat urine (Dipiro, dkk., 2008).
Antipsikotik
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah pertama untuk mengendalikan gejala aktif dan kedua mencegah kekambuhan. Evektifitas antipsikotik dalam pengobatan skizofrenia telah dibuktikan oleh berbagai penelitian. Secara umum antipsikotik dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu antipsikotik tipikal (antagonis reseptor dopamin)/ FGA dan antipsikotik atipikal (antagonis serotonin-dopamin)/SGA. Untuk antipsikotik tipikal atau generasi pertama atau FGA, tidak ada bukti bahwa obat yang satu lebih baik dari pada yang lain untuk gejala-gejala tertentu (Maramis dan Maramis, 2009).
Pemilihan obat lebih banyak berdasarkan prrofil efek samping dan respons pasien pada pengobatan sebelumnya (Maramis dan Maramis, 2009). Selain memiliki terapi efek, baik pertama dan generasi kedua agen antipsikotik dapat menyebabkan spektrum yang luas dari efek samping (APA, 2010).
Dipiro, dkk., (2008)mengelompokkan obat antipsikotik yangbiasa
Tabel 2.2 Antipsikotik yang banyak digunakan dalam pengobatan
Tabel 2.3 Efek samping dari antipsikotik
Antipsikotik Sedasi EPS Anti
Kolinergik Ortostasis
Penambahan
Berat Badan Prolaktin
Aripiprazol
EPS: Extrapyramidal side effects
Resiko: rendah (+), sedang (++), sedang tinggi (+++), tinggi (++++)
Gambar 2.1 Algoritma farmakoterapi untuk skizofrenia
Sumber: “Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach”(Dipiro, dkk.,2008) Tahap 4–6 berdasarkan
pendapat para ahli dan laporan kasus, tidak berdasarkan fakta dari
penelitian Clozapin disarankan untuk pasien dengan riwayat bunuh diri (Level A), kekerasan (Level B), or penyalahgunaan obat (Level B/C). Pasien yang
berada dalam fase stabil, aktif mengkonsumsi obat
secara tekun, akan menghilangkan gejala lebih
dari 2 tahun setelah digunakan clozapin.
Tidak Patuh
Jika pasien kurang patuh dalam tahap apapun, disediakan antipsikotik
long-acting, seperti
risperidon microspheres, haloperidol dekanoat, or
fluphenazin dekanoat. FGA = First generation
antipsychotic (contoh: quetiapin, risperidon, or
ziprasidon)
Tahap 6
Terapi kombinasi, misalnya: SGA + FGA, kombinasikan dengan SGA, (FGA/ SGA) + ECT, (FGA/ SGA) + other
agen lain (misalnya: obat stabilizier mood)
Tahap 5
Gunakan salah satu SGA or FGA (yang tidak digunakan pada tahap
1 dan 2)
Gunakan salah satu SGA or FGA (yang tidak digunakan
pada tahap 1)
Tahap 1: Psikosis episode pertama
Mencoba satu antipsikotik
Antipsikotik generasi kedua (SGA) disarankan sebagai first-line. Banyak yang kurang setuju menggunakan antipsikotik generasi pertama (FGA) sebagai pilihan pertama. Pasien episode pertama selalu memerlukan antipsikotik dengan dosis rendah dan seharusnya selalu dimonitor
karena sangat sensitif terhadap efek samping obat.
Dapat dilihat pada Gambar 2.1 menguraikan algoritma farmakoterapi yang disarankan untuk skizofrenia. Tahap 1 dari algoritma pengobatan hanya berlaku untuk pasien yang mengalami episode pertama. Pada pasien ini, mayoritas ahli skizofrenia merasa bahwa SGA harus digunakan pertama kali karena risiko tardive diskinesia yang lebih rendah dibandingkan dengan FGA. Pasien yang belum pernah diobati akan lebih sensitif terhadap terjadinya efek samping ekstrapiramidal, sehingga harus menggunakan dosis yang lebih rendah dari dosis yang dianjurkan (Dipiro, dkk., 2008).
Jika pasien telah mencapai respon terapi dengan efek samping yang minimal, maka harus selalu dimonitor obat dan dosis yang sama untuk 6 bulan ke depan. Diskusikan tentang risiko tinggi kambuh dan faktor-faktor yang mungkin meminimalkan risiko kambuh (APA, 2004). Dalam episode pertama skizofrenia, pengobatan farmakologis antipsikotik harus digunakan dengan hati-hati karena risiko lebih tinggi pada gejala ekstrapiramidal (EPS). Strategi yang tepat meliputi penggunaan bertahap obat antipsikotik dengan dosis efektif sekecil mungkin dengan memberikan penjelasan yang cermat. Antipsikotik harus dipilih secara individual, melihat kondisi mental, dan somatik pasien yang berbeda pada efek samping. Namun, efek samping ekstrapiramidal pada SGA lebih rendah sehingga sebaiknya digunakan pada tahap pertama pasien skizofrenia (Dipiro, dkk., 2008).
bagitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih kooperatif. Setelah 4-8 minggu, pasien masuk ketahap stabilisasi sewaktu gejala-gejala sedikit banyak sudah teratasi, tetapi resiko relaps masih tinggi, apalagi bila pengobatan terputus atau pasien mengalami stress. Sesudah gejala-gejala mereda, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan lagi, jika serangan itu baru yang pertama kali, jika serangan skizofrenia itu sudah berlebih dari satu kali, maka sesudah gejala-gejala mereda, obat diberikan terus menerus selama satu tahun atau dua tahun. Setelah 6 bulan, pasien masuk ke fase rumatan (maintenance)yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan. Kepada pasien dengan skizofrenia menahun, neuroleptika diberi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya dengan dosis yang naik-turun sesuai dengan keadaan pasien. Strategi rumatan adalah menemukan dosis efektif terendah yang dapat memberikan perlindungan terhadap kekambuhan dan tidak menggnggu fungsi psikososial pasien (Maramis dan Maramis, 2009).
2.2 Kepatuhan
Kepatuhan (Compliance), juga dikenal sebagai ketaatan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya. Contoh dari kepatuhan adalah mematuhi perjanjian, mematuhi dan menyelesaikan program pengobatan , menggunakan medikasi secara tepat, dan mengikuti anjuran perubahan perilaku atau diet. Perilaku kepatuhan tergantung pada situasi klinis tertentu, sifat penyakit dan program pengobatan (Kaplan & Sadock, 2010).
Menurut Fleischhacker, dkk., (2007), kepatuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a. Pengaruh yang berkaitan dengan pasien
dengan ketidakpatuhan Tampaknya pasien yang berusia lanjut mempunyai
permasalahan tentang kepatuhan terhadap dosis yang diberikan. Dikalangan usia
muda, terutama pria, cenderung memiliki tingkat kepatuhan yang buruk terhadap
pengobatan. Alasan untuk hal ini kemungkinan bahwa pada dewasa muda
akibatbanyaknya aktivitas yang harus dilakukan pada usia produktifnya. Sedangkan
pada orangtua, kemungkinan memiliki defisit memori sehingga dapat mempengaruhi
kepatuhannya (Fleischhacker, dkk., 2007).
Sikap pasien dalam pengobatan juga perlu diperhitungkan dalam pengaruhnya
terhadap kepatuhan. Sangatlah penting untuk mengamati, berdiskusi, dan jika
memungkinkan mencoba untuk merubah sikap pasien terhadap pengobatan. Sikap
negatif terhadap pengobatan berhubungan dengan simptom positif dan efek samping.
Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa semakin lama pasien akan berubah
sikapnya terhadap pengobatan (Fleischhacker, dkk., 2007).
Model kepercayaan pasien tentang kesehatannya yang menggambarkan
pikiran pasien tentang penyebab dan keparahan penyakit mereka. Banyak orang
menilai bahwa skizofrenia dalah penyakit yang kurang penting dan tidak begitu serius
dibandingkan penyakit lain seperti diabetes, kanker, dan lain-lain sehingga mereka
mempercayai penyakitnya tidak begitu serius dan tidak penting untuk diterapi maka
ketidakpatuhan dapat terjadi (Fleischhacker, dkk., 2007).
Permasalahan yang lain adalah masalah keuangan. Masalah keuangan dapat
juga mengganggu kepatuhan pasien. Beberapa pasien mungkin tidak mampu untuk
membeli obat atau walaupun mampu jarak tempuh dan transportasi dapat menjadi
penghalang (Fleischhacker, dkk., 2007).
b. Pengaruh yang berkaitan penyakit
bekerja sama selama perawatan proses. faktor terkait penyakit ini, seperti keparahan
gejala dan kurangnya wawasan penyakit, mungkin mempengaruhi kepatuhan Higashi,
dkk., 2014).
c. Pengaruh yang berkaitan dengan dokter
Hubungan terapi yang dibangun dokter dengan pasien merupakan suatu
landasan atau dasar dari kepatuhan terhadap pengobatan. Dokter yang memiliki
perhatian kepada pasien, mau meluangkan waktu untuk mendengar keluhan-keluhan
pasien, serta memberikan informasi adalah penting agar terciptanya suatu hubungan
yang baik. Informasi dapat diberikan pada pasien ataupun keluarga baik dalam jadwal
konsultasi ataupun dalam kelompok psikoedukasi. Pasien dan keluarga diberi
informasi tentang penyakitnya dan rencana pengobatan yang akan dilakukan.
Psikoedukasi telah menunjukkan dalam meningkatkan kepatuhan dan secara
signifikan mengurangi angka relaps. Melengkapi informasi juga termasuk
mendiskusikan perencaan pengobatan baik kepada pasien atau keluarga dimana
pasien dan keluarga dilibatkan dalam proses perencanaan pengobatan penyakitnya
(Fleischhacker, dkk., 2007).
d. Pengaruh terkait dengan pengobatan
Sebagian besar obat antipsikotik memiliki masa pencapaian efek terapi yang
lebih lama, sehingga pasien tidak segera merasakan efek positif dari obat. Sebaliknya
pasien terkadang justru merasakan efek samping terlebih dahulu dibanding efek
terapi. Pasien skizofrenia juga tidak segera merasakan kekambuhan setelah putus obat
cukup lama. Kekambuhan dapat terjadi berminggu-minggu, bahkan sampai
berbulan-bulan sejak pasien putus dari obat. Ini menyebabkan kebanyakkan pasien biasanya
tidak menghubungkan kekambuhan dengan putus obat. Sehingga putus obat harus
e. Lingkungan psikososial pasien
Dukungan dan bantuan merupakan variabel penting dalam kepatuhan
terhadap pengobatan. Pasien yang tinggal sendirian secara umum mempunyai angka
kepatuhan yang rendah dibandingkan mereka yang tinggal dalam lingkungan yang
mendukung. Interaksi sosial yang penuh dengan stres dapat mengurangi kepatuhan
yang biasanya terjadi bila pasien tinggal dengan orang lain. Sebagai contoh adalah
situasi emosional yang tinggi dan keluarga yang tidak mau memperhatikan sikap
positif pasien terhadap pengobatan (Fleischhacker, dkk., 2007).
2.3Pengetahuan
pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dansebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo,
2010), yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa
orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain.
d. Analisis
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabilaorang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan
yang dimiliki.
f. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat.
Beberapa proses yang terjadi pada manusia sebelum mengadopsi perilaku baru berdasarkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007) yaitu:
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evalution (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, orang telah mulai mencoba berperilaku baru.
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.