• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan, sikap, Dukungan Guru dan Orang Tua Terhadap Prilaku seksual Siswa SMU Di Medan Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan, sikap, Dukungan Guru dan Orang Tua Terhadap Prilaku seksual Siswa SMU Di Medan Tahun 2011"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan

pesat baik psikis, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh

kembang ini menyebabkan remaja memiliki rasa keingintahuan yang besar, menyukai

petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung resiko atas

perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Berbagai informasi

bebas yang masuk tidak melalui saringan yang benar menurut etika dan moral

menyebabkan remaja rentan terhadap pengaruh yang merugikan. Perilaku seks bebas

merupakan informasi yang sudah pasti akan masuk kedalam pikiran remaja, selain

karena seks merupakan perilaku yang sedang begejolak pada masa remaja, remaja

juga memiliki keingintahuan yang kuat untuk mengetahui segala sesuatu yang belum

pernah ia rasakan dan efek dari perilaku seksual tersebut (Depkes RI, 2007).

Pada realitasnya masih kurang komitmen dan dukungan pemerintah atas

kebijakan yang mengatur tentang pendidikan seksual bagi remaja terutama di

sekolah, hal ini terlihat dari lemahnya kerjasama lintas sektoral antara

Depkes-Depdiknas. Norma adat dan nilai budaya leluhur yang masih dianut sebagian besar

masyarakat Indonesia juga menjadi tantangan terbesar dalam penyelenggaraan

pendidikan seksual dan reproduksi berbasis sekolah. Banyak remaja yang

(2)

menikah, memberikan pendidikan seks dikhawatirkan akan meningkatkan kasus

seperti kehamilan pranikah, aborsi, dan Penyakit Menular Seksual (PMS) (Depkes

RI, 2007).

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku seksual yang tidak

sehat di kalangan remaja cenderung meningkat. Survey di 24 negara di Amerika dan

Eropa menunjukkan bahwa perilaku seks bebas remaja sudah dimulai sejak usia 15

tahun. Survey yang dilakukan Service Medical du Rectorat de Toulouse kepada

33.943 remaja tersebut menunjukkan, sebanyak 13,2% remaja yang berperilaku seks

aktif sejak usia 15 tahun tersebut tidak menggunakan alat kontrasepsi, sedangkan 825

lainnya menggunakan alat kontrasepsi (Widyaastuti, 2008). Berdasarkan hasil

penelitian Planned Parenthood Federation of America Inc (2004), pada 1.038 remaja

di Amerika yang berumur 13 – 17 tahun tentang hubungan seksual menunjukkan 16%

remaja menyatakan setuju dengan hubungan seksual, 43% menyatakan tidak setuju

dengan hubungan seksual dan 41% netral yakni hubungan seksual merupakan hal

yang boleh ataupun tidak boleh tergantung individu tersebut menyikapinya

(Darmasih, 2009).

Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong dari hasrat

seksual, baik dari lawan jenisnya maupun dengan sesama jenisnya. Perilaku seksual

pada remaja dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai

(3)

mencium bibir, memegang buah dada diatas baju, memegang alat kelamin di bawah

baju dan melakukan senggama (Sarwono, 2005).

Di Indonesia, pengetahuan remaja tentang perilaku seksual masih sangat

rendah. Data Depkes RI (2006), menunjukkan jumlah remaja umur 10-19 tahun di

Indonesia sekitar 43 juta (19,61%) dari jumlah penduduk. Sekitar satu juta remaja

pria (5%) dan 200.000 remaja wanita (1%) secara terbuka menyatakan bahwa mereka

pernah melakukan hubungan seksual.

Data dari Depkes RI Bulan September 2007 secara kumulatif menunjukkan

jumlah orang dengan HIV dan AIDS tercatat sebanyak 16.288 kasus yang terdiri dari

5.904 kasus HIV dan 10.384 kasus AIDS. Apabila dilihat dari umurnya pengidap

terbesar pada kelompok umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 53,80%, kemudian disusul

kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 27,9 % dan kelompok umur 40-49 tahun

sebanyak 8,19%. Jadi untuk usia 20-49 tahun sebanyak 88,98%, yang berarti hampir

semua penderita pada usia produktif. Faktor penyebabnya dimana pengguna Napza

suntik menjadi penyebab utama (49,5%), disusul kelompok heteroseksual 42% dan

homoseksual 4%. Menurut Survey Surveilans Perilaku (SSP) 2004/2005 yang

diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan remaja yang mengaku

pernah berhubungan seks sebelum menikah dalam setahun terakhir mencapai 10% di

Jakarta dan 6% di Surabaya (Widyaastuti, 2008).

Salah satu penyebab tingginya persentase perilaku seksual di kalangan remaja

(4)

Hasil SKRRI (2002-2003) menunjukkan bahwa pengetahuan remaja terhadap ciri-ciri

akil baligh laki-laki masih terpaku pada perubahan fisik. Persentase remaja yang

mengetahui mimpi basah sebagai ciri akil baligh masih rendah, yaitu untuk remaja

perempuan sebesar 13,8% dan 26,8% untuk laki-laki. Ciri akil baligh pada

perempuan yang menonjol adalah menstruasi. Persentase remaja yang menyebutkan

menstruasi sebagai ciri akil baligh perempuan yaitu 69,9% untuk remaja perempuan

dan untuk remaja laki-laki sebesar 36,5%. Selain itu, pengetahuan remaja terhadap

masa subur masih sangat rendah, yaitu remaja laki-laki sekitar 10% yang menjawab

secara tepat, sedangkan remaja perempuan sekitar 15% (BKKBN, 2005).

Hasil penelitian Soetjiningsih (2004) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang

memengaruhi perilaku seks pranikah remaja adalah hubungan orang tua dengan

remaja, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama dan ekspos media

pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung maupun tidak langsung

terhadap perilaku seksual pranikah remaja. Orang tua memiliki hubungan yang sangat

dominan diantara berbagai faktor lain dengan perilaku seksual remaja, di mana

semakin baik hubungan orang tua dengan anak remajanya, semakin rendah perilaku

seksual anak remajanya.

Penelitian Kinnaird (2003), tentang perilaku seksual remaja menyatakan

bahwa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja adalah

(5)

diantaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai dan keluarga

dengan banyak konflik maupun perpecahan.

Berdasarkan needs assessment yang dilakukan oleh Centra Remaja Sriwijaya

(Cresy), Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sumatera Selatan

Tahun 2007 diperoleh data mengenai sumber informasi remaja tentang kesehatan

reproduksi tergambar 23,29% dari teman, 36,40% memperoleh informasi dari media

cetak dan elektronik, 15,85% dari guru, 13,31% dari orang tua, 7,63% dari saudara

dan 3,52% dari lembaga/instansi. Frekuensi melakukan hubungan seks tampak

variatif, 53,85% dilakukan sebulan 1 kali atau 2 kali, 20,51% pernah melakukan

1 kali, seminggu 1 kali atau 2 kali 17,95%, hampir setiap hari 7,69%. 92,50%

menyatakan hubungan seks dilakukan dengan pacar, 7,50% dilakukan dengan teman.

92,50% melakukan hubungan seks pertama kali karena suka sama suka

(Widyaastuti, 2008).

Medan sebagai Ibu kota propinsi Sumatera Utara yang termasuk sebagai kota

nomor tiga terbesar di Indonesia bahkan telah menjadi kota metropolitan, sangat

tinggi potensinya untuk berkembangnya budaya free sex, sama seperti kota besar

lainnya yakni Jakarta dan Bandung (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2005).

Penyimpangan perilaku seksual yang banyak terjadi di Kota Medan, umumnya terjadi

pada remaja usia sekolah, khususnya pada siswa Sekolah Menengah Umum (SMU),

baik SMU negeri maupun Swasta. Salah satu SMU tersebut adalah SMU Methodist 1

(6)

menyatakan pernah melakukan hubungan seks di luar nikah (Helga, 2008). Selain itu

penelitian Wahyuni (2007), di SMK Negeri 8 Medan tentang perilaku seksual remaja

terhadap 102 siswa, menunjukkan bahwa 8 orang siswa (8%), telah melakukan

hubungan seksual di luar nikah.

Menurut Mu’tadin (2002) tingginya penyimpangan perilaku seksual remaja di

luar nikah dapat ditekan dengan adanya pendidikan seks. Namun, pelaksanaanya

terkendala karena pengaruh budaya masyarakat Indonesia yang masih menganggap

seks itu adalah hal alamiah yang akan diketahui dengan sendirinya setelah remaja

menikah sehingga dianggap tabu untuk dibicarakan secara terbuka.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di beberapa sekolah

di Kota Medan, terdapat tiga SMU yang memiliki potensi tinggi terhadap

penyimpanagn perilaku seksual. Tiga SMU tersebut yakni SMU Gajah Mada, SMU

Darma Bakti dan SMU Darma Pancasila.

SMU Gajah Mada berada di lingkungan kota yang dekat dengan arus

informasi. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti, siswa SMU Gajah

Mada banyak yang bermain ke warnet pada jam istirahat maupun pulang sekolah.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti pada siswa SMU Gajah Mada,

didapatkan informasi bahwa beberapa siswa bermain ke warnet biasanya mengakses

situs facebook untuk chatting dengan lawan jenis, beberapa diantaranya berkiriman

foto dengan lawan jenis tersebut bahkan dengan foto seksi yang menonjolkan alat

(7)

porno, ini dilakukan mereka dengan alasan agar mereka dianggap sebagai anak gaul.

Beberapa informasi diatas menyebabkan SMU Gajah Mada memiliki potensi kuat

dalam penyimpanagn perilaku seksual.

SMU Darma Pancasila berada di Jl. Dr Mansur, SMU ini dekat dengan

Universitas Sumatera Utara (USU). Lingkungan SMU Darma Pancasila dikelilingi

oleh kawasan kos-kosan, café dan berbagai toko pakaian maupun perlengkapan

mahasiswa. Akses informasi perilaku seksual sudah pasti sangat mudah di dapat oleh

siswa SMU Darma Pancasila. Hasil pengamatan menunjukkan para siswa SMU

Darma Pancasila ini sering bermain di lingkungan USU. Hasil wawancara dengan

beberapa dari mereka di dapatkan informasi bahwa siswa tersebut berpacaran dengan

mahasiswa di USU, sehingga hampir setiap pulang sekolah mereka bertemu baik di

kampus, sekolah, maupun di kos mahasiswa USU tersebut yang lokasi kos-kosannya

tidak jauh dari lingkungan USU. Keinginan untuk berperilaku seks terkadang sering

muncul ketika siswa bersama pacarnya berada di tempat kos, namun beberapa dari

siswa menyatakan masih dapat menahannya.

SMU terakhir yang menjadi tempat penelitaian peneliti adalah SMU Darma

Bakti dimana lokasinya masih dalam seputaran lingkungan kampus USU. Hasil

wawancara dengan wakil kepala sekolah menyatakan bahwa Siswa SMU Darma

Bakti kurang mendapatkan materi yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi

remaja. Pihak sekolah juga sering melakukan razia kepada siswa-siswanya, dari hasil

(8)

gambar-gambar porno di dalam ponselnya yang diperoleh dari hasil download di internet,

serta terdapatnya kasus dimana terjadi tindakan menyimpang yakni hubungan seksual

diluar nikah yang dilakukan oleh salah seorang siswanya, yang akhirnya membuat

siswa tersebut dikeluarkan oleh pihak sekolah.

Hasil penelitian Veronica (2009) di SMU Pencawan Medan, dinyatakan

bahwa sekolah tersebut pernah beberapa kali menemukan kasus kehamilan di luar

nikah oleh para siswanya, sehingga harus dikeluarkan dari sekolah, selain itu banyak

ditemui kasus-kasus asusila yang dilakukan oleh siswa laki-laki terhadap siswa

perempuan dan pernah dijumpai siswa yang kedapatan menyimpan film-film porno di

handphone mereka. Kondisi tersebut disebabkan oleh lemahnya pemantauan dan

pendidikan kesehatan di keluarga dan khususnya di sekolah. Kurikulum tentang

pendidikan kesehatan telah disusun oleh guru di SMU tersebut, namun pada

aplikasinya cenderung tidak berjalan dengan baik, hanya menyangkut masalah

kesehatan tubuh seperti olah raga, sehingga substansi pendidikan kesehatan kurang

diperoleh oleh siswa di SMU Pencawan Medan.

Menyikapi fenomena perilaku seks remaja selama beberapa tahun terakhir

yang meningkat tajam, maka pemerintah melakukan berbagai upaya untuk

meningkatkan pengetahuan remaja dan orang tua tentang kesehatan reproduksi

dengan melibatkan berbagai sektor baik dari kesehatan, sosial dan BKKBN serta

pihak instansi pendidikan dengan sasaran pendidikan kesehatan reproduksi tersebut

(9)

sekolah, maka individu yang sangat bertanggung jawab adalah para guru. Tenaga

guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai salah satu

faktor penentu keberhasilan tujuan pendidikan, karena guru yang langsung

bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang akan

menghasilkan tamatan yang diharapkan. Guru merupakan Sumber Daya Manusia

(SDM) yang menjadi perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan organisasi

(Veronica, 2009).

Pada umumnya pekerjaan guru dibagi dua yakni pekerjaan berhubungan

dengan tugas-tugas mengajar, mendidik dan tugas-tugas kemasyarakatan (sosial). Di

lingkungan sekolah, guru mengemban tugas sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai

pengajar, guru memberikan pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai (afektif), dan

keterampilan (psikomotorik). Menyikapi peran dan fungsi guru tersebut maka

permasalahan kesehatan reproduksi anak didiknya menjadi salah satu tanggung jawab

yang sangat penting. Peran guru dalam konteks pendidikan kesehatan ini adalah

memberikan muatan informasi dan pelajaran tentang keseluruhan aspek kesehatan

reproduksi, perilaku seksual, penyakit akibat hubungan seksual maupun upaya-upaya

preventif lainnya. Maka sebelum dilakukan intervensi pendidikan kepada siswa

terlebih dahulu perlu dilakukan upaya pendidikan kepada guru-guru di sekolah

tentang pendidikan kesehatan reproduksi. Pemahaman tentang kesehatan reproduksi

bagi guru cenderung bervariatif, sehingga akan berbeda penyampaian informasinya

(10)

kesehatan dan olah raga cenderung tidak memahami tentang kesehatan reproduksi

(Veronica, 2009). Menurut Natoatmodjo (2003), guru merupakan unsur yang sangat

penting dalam pelaksanaan promosi kesehatan di sekolah, dalam bentuk implementasi

pendidikan kesehatan dalam mata ajaran yang terstruktur dalam kurikulum,

memonitoring pertumbuhan dan perkembangan siswa, serta mengawasi adanya

kelainan-kelainan yang mungkin terdapat pada siswa.

Menurut Green yang dikutip oleh Sarwono (2005), perilaku seseorang

dipengaruhi oleh tiga kelompok faktor yaitu : predisposing factor atau faktor

predisposisi (meliputi pengetahuan, sikap, pendidikan, pekerjaan, penghasilan

kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri

individu dan masyarakat), enabling factor atau faktor pendukung (tersedianya sarana

pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya), dan reinforcing factor atau

faktor pendorong (sikap dan perilaku petugas kesehatan).

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas peneliti, peneliti tertarik

melakukan penelitian tentang pengaruh pengetahuan, sikap, dukungan guru dan

orang tua terhadap perilaku seksual pada siswa SMU di Medan Tahun 2011.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti ingin melihat

bagaimana pengaruh pengetahuan, sikap, dukungan guru dan orang tua terhadap

(11)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap, dukungan guru dan orang

tua terhadap perilaku seksual pada siswa SMU di Medan Tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pengaruh pengetahuan, sikap, dukungan guru dan orang tua

terhadap perilaku seksual pada siswa SMU di Medan Tahun 2011.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan

kepada semua pihak terkait untuk mengetahui kendala yang dirasa oleh siswa,

orang tua, dan guru dalam memberikan penjelasan mengenai prilaku seksual

sehingga anak- anak sekolah dapat terhindar dari prilaku seksual yang belum

semestinya.

2. Dapat sebagai bahan masukan Pemerintah dalam membuat Kebijakan

Referensi

Dokumen terkait

Four treatments were compared: idle fields with no vegetation improvement but exclusion of cattle, improved pastures with seeding of forage plants for cattle, DNC fields with

3.2 Mengenal teks cerita narasi sederhana kegiatan dan bermain di lingkungan dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan

Kata Kunci: Andragogi, Metode Demonstrasi, Life Skill, Program Paket C Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan pendekatan andragogi, kendala yang

The world health report 1996: fighting diease- fostering development, Geneva: WHO; 1996.. Partana L, Partana

D. Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar dari berbagai sumber yang lebih bervariasi.. Hasil supervise pengawas sekolah/madrasah terhadap seorang guru

Di dalam sistem pemasyarakatan, terdapat proses pemasyarakatan yang diartikan dalam suatu proses sejak seseorang narapidana/anak dididik masuk ke

Samples used in this research are commodity export companies listed in The Industry and Trade Provincial Office o f West Sumatera.. Data used fo r this research

Sistem pengolahan data administrasi tamu hotel yang akan dibahas di sini, hanya yang berkaitan dengan bagian Front Office, yang meliputi penyewaan kamar oleh tamu, pengecekan kamar