• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DAN OPTIMALISASI DPRD KOTA MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN DAN OPTIMALISASI DPRD KOTA MALANG"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

“PERAN DAN OPTIMALISASI DPRD KOTA MALANG DALAM PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI MEMBENTUK PERATURAN

DAERAH DAN MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK”

Diajukan Untuk Mememnuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu: Miftahus Sholehuddin, M.HI

Oleh: Nur Afifah

15230066

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

(2)

A. Latar Belakang

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah di (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum. Pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dilaksanakan dengan sistim proporsional dengan daftar calon terbuka. Anggota DPR diresmikan dengan keputusan presiden.1

Dalam pelaksanaannya DPRD memiliki tiga fungsi yaitu fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan2. Tiga fungsi DPRD ini tercantum dalam pasal 41.

Adapun tugas dan wewenang DPRD diatur dalam pasal 42 UU Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004. Sebelum amandemen tugas dari DPR menurut pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR. Aturan ini diubah hingga hanya memberi hak kepada presiden untuk mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR. Menurut pasal 20 ayat (1) menegaskan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Walaupun secara prosedural harus mendapat persetujuan bersama antara DPR dengan Presiden (Pasal 20 ayat (2), (3) dan (4)). Tugas dan wewenang DPRD yaitu membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama, membahas dan menyetujui rancangan Peraturan Daerah tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan Peraturan Perundang-undangan lain-nya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah, dll.

Fungsi legislasi DPRD merupakan fungsi untuk membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pelaksanaan fungsi legislasi diwujudkan dengan membentuk peraturan daerah.

1 Sirajuddin dan Winardi, Dasar-Dasar Hukum Tata Negara, (Malang: Setara Press, 2015) hal 104

(3)

Secara eksplisit fungsi legislasi DPRD merupakan manifestasi dari teori mengenai pemisahan maupun pembagian kekuasaan, salah satunya teori yang dikemukakan oleh John Locke dalam buku “Two Treaties of Civil Government”. John Locke membagi kekuasaan dalam sebuah negara menjadi tiga cabang kekuasaan, yakni kekuasaan legislatif (legislative power), kekuasaan eksekutif (executive power), dan kekuasaan federatif (federative power).3 Dari ketiga cabang kekuasaan itu,

legislatif adalah kekuasaan membentuk undang-undang, eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang-undang, dan federatif adalah kekuasaan untuk melakukan hubungan internasional dengan negara-negara lain. Prinsipnya dalam menyelenggarakan fungsi negara, lembaga legislatif merupakan lembaga perwakilan rakyat yang ditugaskan serta difungsikan untuk membentuk, membahas serta mengesahkan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan fungsi legislasi DPRD di kota Malang masa periode 2009-2014 belum maksimal. Pada periode tersebut DPRD kota Malang dinilai lemah dan tidak transparan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Surat Nomer 170/1350/35.73.204/2013 tentang jawaban atas data yang dibutuhkan MCW, bahwa sampai Desember 2013, DPRD Kota Malang baru merealisasikan 2 Perda dari 14 Prolegda (9 usulan DPRD dan 5 dari pemkot). Program Legislasi Daerah (Prolegda) Kota Malang dan realisasinya dalam bentuk peraturan daerah juga masih sulit diakses oleh masyarakat.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti bagaimana peran DPRD kota Malang dalam pelaksanaan fungsi legislasi membentuk Peraturan Daerah yang baik dan juga optimalisasi fungsi DPRD kota Malang dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran DPRD kota Malang dalam pelaksanaan fungsi legislasi membentuk Peraturan Daerah yang baik?

(4)

2. Bagaimana upaya dan optimalisasi fungsi DPRD kota Malang dalam mewujudkan pemerintahan yang baik ?

2. Batasan Masalah

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan, serta agar lebih terarah, tefokus dan tidak meluas, dalam hal ini penulis merasa perlu memberikan batasan terhadap penelitian ini. Adapaun untuk meneliti penulis memberikan batasan pada perananan fungsi legislasi, upaya dan optimalisasi fungsi DPRD.

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan pembahasan ini, yakni: 1. Memaparkan dan menganalisis peran DPRD kota Malang dalam

pelaksanaan fungsi legislasi membentuk Peraturan Daerah yang baik tentang Peraturan Perundang-undangan.

2. Menganalisis upaya dan optimalisasi fungsi DPRD kota Malang dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.

4. Manfaat Penelitian Secara teoritis:

1. Hasil temuan dalam pembahasan ini diharapkan bisa memberikan pemahaman baru terkait peran DPRD dalam pelaksanaan fungsi legislasi 2. Memberikan gambaran yang lebih jelas terkait upaya dan optimalisasi

fungsi DPRD dalam mewujudkan pemerintahan yang baik. Secara praktis:

1. Hasil temuan dalam pembahasan ini dapat dijadikan manual rujukan dalam memahami dan mengritisi terkait peranan DPRD,

2. Mengetahui permasalahan yang timbul serta memberikan sumbangan pemikiran mengenai upaya dan optimalisasi fungsi DPRD.

(5)

B. Kajian Kepustakaan

1. Tinjauan tentang Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)

Pada pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembagaa perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah di (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum. Pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dilaksanakan dengan sistim proporsional dengan daftar calon terbuka. Anggota DPR diresmikan dengan keputusan presiden

Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyar Daerah, selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam menjalankan tugasnya anggota DPRD mempunyai hak-hak4

yang mesti dilaksanakannya diantaranya adalah Hak Interpelasi, hak interpelasi ini merupakan hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis, serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara.

Mengenai hal ini sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota dapat mengajukan usul kepada DPRD untuk menggunakan hak interpelasi tentang kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara.

Usul yang akan diajukan kepada pimpinan DPRD disampaikan secara tertulis, singkat, dan jelas. Selanjutnya disampaikan dalam forum panitia musyawarah untuk dibicarakan dalam rapat paripurna. Presiden mencabut pemberhentian sementara dan merehabilitasi nama baik kepala

(6)

daerah. DPRD berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang hal-hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, bangsa dan negara.

Selain mempunyai hak Interpelasi DPRD juga mempunyai hak menyatakan pendapat. Dimana hak ini diberikan kepada DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket

Adapun dalam merealisasikan hak menyatakan pendapat ini terdapat beberapa kriteria yaitu sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota dapat mengajukan usul pernyataan pendapat terhadap kebijakan kepada daerah atau mengenai kejadian luar biasa di daerah, Usul tersebut disusun secara singkat dan jelas, serta disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD yang selanjutnya disampaikan dalam forum panitia musyawarah untuk dibicarakan dalam rapat paripurna, setelah itu pimpinan DPRD menyampaikan usul tersebut dalam rapat paripurna setelah mendapat pertimbangan penitia musyawarah, dalam rapat paripurna, pengusul diberikan kesempatan menyampaikan penjelasan, pembicaraan mengenai usul pernyataan pendapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada anggota DPRD lainnya untuk memberikan pendapat dan pengusul memberikan jawaban atas pandangan dan pendapat tersebut, selama usul pernyataan pendapat belum diputuskan, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik usulnya kembalim, rapat paripurna memutuskan untuk menerima atau menolak usul tersebutm dan yang terakhir adalah anggota DPRD menerima usul pernyataan pendapat, keputusan DPRD dapat berupa pernyataan pendapat, saran penyelesaiannya, atau peringatan.

Adapun kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai anggota DPRD5 adalah mengamalkan Pancasila, melaksanakan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala

(7)

peraturan perundang-undangan, melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara-negara kesatuan Republik Indonesia, memerhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat, mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan, menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPR dan menjaga etika norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.

Kedudukan DPRD terdapat pada pasal 40 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menegaskan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dewan perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang pada pasal 20, rumusan pasal 20 berbunyi6:

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang

(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama

(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu

(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang

(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tuga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Sedangakan fungsi DPRD terdapat pada pasal 41 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Adapun Dewan Perwakilam Rakyat merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai

(8)

lembaga negara. DPRD memiliki tiga fungsi yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Adapun yang dimaksud fungsi legislasi disini adalah fungsi membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama, fungsi anggaran adalah fungsi menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara bersama presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD, dan fungsi pengawasan adalah fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang dan peraturan pelaksanaanya.

Tugas dan Wewenang DPRD di dalam undang-undang terdapat pada pasal 42 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan terdapat pada pasal 344 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Secara lebih rinci tugas dan wewenang DPR meliputi7 membentuk

undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapat persetujuan bersama, membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, menerima dan membahas usulan rancangan undang-undang yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakan dalam pembahasan, memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, menetapkan APBN bersama presiden dengan memerhatikan pertimbangan DPD, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara, serta kebijakan pemerintah, membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama, memilih anggota Badan Pemeriksaan Keuangan dengan memerhatikan pertimbangan DPD, membahas dan menindaklanjuti hasil

(9)

pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, memberikan persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial, emberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden, memberikan pertimbangan kepada presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta besar negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi, memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau pembentukan undang-undang, menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam undang-undang.

Peran DPRD dalam mekanisme legislasi daerah meliputi tahap perencanaan raperda, perancangan reperda, pengajuan raperda, penyebarluasan reperda, pembahasan raperda, Penetapan raperda, perundangan, dan penyebarluasan perda.

Adapun di dalam tahap perencanaan atau persiapan ini dimulai dari lahirnya prakarsa atau inisiatif, kemudian dilakukan pembicaraan atau negoisasi antara pihak pemrakarsa dan pihak-pihak lain yang terkait dan berkompeten. Jika diperlukan, bisa melakukan penelitian (sekurang-kurangnya penelitian dokumenter) yang diikuti dengan pembahasan baik intern maupun antar instansi terkait, dapat juga dilakukan dengan melakukan seminar untuk memperoleh masukan dari masyarakat luas.8

Pada tahap perancangan, penyusunan rancangan harus disertai dengan academic draft (naskah akademik), selanjutnya diajukan kepada pejabat yang berwenang untuk ditindaklanjuti. Rancangan Undang-Undang (RUU) atau Rancangan Peraturan daerah (Raperda) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (daerah) untuk dibahas dalam sidang DPRD. Adapun rancangan peraturan perundang-undangan selain

(10)

RUU/Raperda harus disampaikan kepada pejabat yang berwenang untuk ditetapkan. Selain datang dari pemerintah, rancangan undang-undang juga bisa datang dari pihak legislatif (DPR, DPRD, dan DPD). Jika RUU datang dari pihak legislatif maka akan dibahas di panitia Ad Hoc, dirumuskan menjadi RUU, dan dimasukkan dalam agenda pembahasan pihak legislatif.

Selanjutnya, pada tahap pembahasan atau pembicaraan ini sangat penting dilakukan karena jenis perundang-undangan (RUU atau Raperda) harus mendapat persetujuan dari badan perwakilan rakyat. RUU yang diajukan ke DPR atau Raperda yang diajukan ke DPRD, akan dibahas dalam rapat DPR atau DPRD. Di dalam pembahasan terdapat empat tahapan yang perlu dilakukan lagi yang meliputi DPR/DPRD menyelenggarakan sidang pleno untuk membahas RUU atau Raperda, pembahasan RUU atau Raperda yang dilakukan oleh komisi atau fraksi di DPR/DPRD, yang selanjutnya yaitu melakukan hearing atau dengar pendapat, pada tahap ini DPR/DPRD menerima aspirasi, pendapat, dan masukan dari masyarakat. Para pakar, dan ahli untuk kesempurnaan dan perbaikan RUU/Raperda. Pada tahap terakhir pembahasan yaitu adanya sidang pleno untuk mengambil keputusan menerima atau menolak RUU/Raperda menjadi UU atau Perda. Jika RUU atau Raperda tidak mendapat persetujuan dari DPR/DPRD, maka tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR/DPRD masa itu.

Tahap penetapan atau pengesahan ini dilakukan setelah RUU disetujui oleh DPR/DPRD, RUU disahkan oleh presiden menjadi UU, lalu oleh menteri sekretaris negara UU tersebut dicatat dalam lembaran negara tentang berlakunya UU tersebut. Adapun untuk daerah, setelah Perda itu disahkan oleh kepala daerah, lalu dicatat oleh sekretaris daerah dalam lembaran daerah. Contohnya, lembaran kota tentang berlakunya Perda tersebut.

(11)

suatu peraturan dan sifatnya menjadi mengikat. Pengundangan atau pengumuman dilakukan bagi peraturan perundang-undangan tertentu karena tidak semua peraturan perundang-undangan harus diundangkan. Tempat pengundangan atau pengumuman adalah Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara, Berita Negara, Lembaran Daerah, dan tambahan Lembaran Derah.

2. Tinjauan tentang Pemerintahan yang baik

Menurut bahasa Good Governance berasal dari dua kata yang diambil dari bahasa Inggris yaitu Good yang berarti baik dan Governance yang berarti tata pemerintahan. Dari pengertian tersebut Good Governance dapat diartikan sebagai tata pemerintahan yang baik, atau pengelolaan/penyelenggaraan kepemerintahan yang baik.9

Teori pemerintahan yang baik (Good Governance) menurut dokumen United Nation Development Program (UNDP: 2004), Tata kelola pemerintahan yang baik adalah “Penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan kohesivitas sosial dalam masyarakat”.

Good governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan tersebut dapat dikatakan baik (good atau sound) jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel, serta transparan. Prinsip-prinsip tersebut tidak hanya terbatas dilakukan di kalangan birokrasi pemerintahan, tetapi juga di sektor swasta dan lembaga-lembaga pemerintah10.

Kurang optimalnya fungsi DPRD sering kali mendapat sorotan para pengamat. Sorotan tersebut memang wajar, karena optimal atau tidaknya peran DPRD apat dijadikan salah satu tolok ukur dalam menilai berjalan atau tidaknya proses demokratisasi yang dicanangkan selama ini.

9 Sarinah,dkk, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Deepublish, 2016) hal 115

(12)

Optimal atau tidaknya peranan DPRD harus dikembalikan kepada tugas dan wewenang DPRD yang telah diatur dalam dalam UUD 1945. Tugas dan wewenang tersebut antara lain membuat undang-undang, menetapkan APBN, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang oleh pemerrintah serta meratifikasi perjanjian internasional yang dibuat oleh pemerintah dengan negara lain.11

Optimalisasi fungsi DPRD dalam mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) dapat dipahami dari prinsip-prinsip yang terdapat dalam good governance. Baik-buruknya suatu pemerintahan bisa dinilai apabila telah bersinggungan dengan semua unsur yang terdapat dalam prinsip-prinsip good governance.

Good governance memiliki sembilan prinsip12 yang pertama yaitu

adanya partisipasi Masyarakat. Jadi semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi secara menyeluruh dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Yang selanjutnya adalah tegaknya Supremasi Hukum, tegaknya supremasi hukum disini adalah kerangka dari hukum itu harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia,

Adanya transparansi merupakan prinsip ke tiga dari good governance, transparansi ini dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Peduli pada Stakeholder, jadi lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan tanpa pandang bulu, yang selanjunya adalah berorientasi pada Konsensus, maksudnya disini adalah tata pemerintahan yang baik itu menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus

11 Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tatanegara Indonesia, (Jakarta: GEMA INSANI PRESS, 1996) hal 141

(13)

menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

Adapun prinsip good governance yang selanjutnya adalah kesetaraan dimana semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan masyarakat. Efektifitas dan Efisiensi dalam good governance disini yaitu proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-seumber daya yang ada seoptimal mungkin. Akuntabilitas, jadi maksud akuntabilitas disini yaitu para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada mastarakat maupum kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan, dan yang terakhir yaitu visi strategis, para pemimpin dan masyarakat harus memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu merekajuga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

Dilihat dari kacamata pandangan konstitusi good governance paling tidak harus berorientasi pada orientasi ideal, dimana negara itu harus diarahkan pada pencapaian tujuan negara, pemerintahan juga harus berfungsi secara ideal yaitu dalam upaya mencapai tujuan negara harus dilakukan secara efektif dan efisien, menerapkan konsep partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan pengawasan.13

Pemerintahan yang baik (Good Governance) ini dapat terwujud karena terselenggaranya prinsip-prinsip yang dikemukakan di atas dan adanya keterlibatan seluruh elemen yang ada dalam masyarakat, yang bisa diwujudkan ketika pemerintah didekatkan dengan yang diperintah, pemerintah yang didekatkan dengan yang diperintah maksudnya disini

(14)

adalah desentralisasi dan otonomi daerah. Pemerintahan yang baik juga membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki kejelasan visi, model perencanaan strategis, model pengukuran kinerja serta laporan kinerja (performance report) yang akan dimanfaatkan baik bagi eksternal organisasi maupun internal organisasi untuk perbaikan kinerja organisasi secara berkelanjutan.14 Pemerintah yang didekatkan dengan yang

diperintah (rakyat) akan dapat mengenali apa yang menjadi kebutuhan, permasalahan, keinginan, dan kepentingan serta aspirasi rakyat secara baik dan benar. Oleh karena itu, kebijakan yang dibuat bisa mencerminkan apa yang menjadi kepentingan dan aspirasi rakyat.15

C. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian gabungan (aplied scientific research)16 antara penelitian kepustakaan (library research) dan

penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, jurnal, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari peneliti terdahulu. Sedangkan, penelitian lapangan (field research) yaitu melakukan penelitian secara langsung terjun ke lapangan atau pada responden untuk mendapatkan data yang dibutuhkan melalui wawancara langsung dan mendalam dengan anggota DPRD Kota Malang.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan masalah yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan gabungan antara dua pendekatan yaitu pendekatan normatif dan pendekatan empiris17.

a. Pendekataan normatif

14 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Civic Education: Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010) hal 58 15 Nasruddin Anshoriy, Dekonstruksi Kekuasaan Konsolidasi Semangat Kebangsaan, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2008) hal 33-34

(15)

Pendekatan Normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan melihat dan mempelajari kaedah-kaedah, asas-asas hukam yang berlaku, buku-buku dan literatur serta bahan-bahan lain yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, atau dilakukan dengan penelitian kepustakaan.

b. Pendekatan Empiris

Pendekatan Empiris adalah penelitian yang dilakukan dengan melihat cara kerja dilapangan seperti wawancara, guna mendapatkan data yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas.

3. Sumber Data

Terdapat dua jenis sumber data dalam penelitian ini yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder18.

1. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan yaitu dengan melakukan wawancara dengan anggota DPRD Kota Malang Komisi B khususnya mereka yang berkaitan mengenai peran pelaksanaan fungsi legislasi membentuk Peraturan Daerah yang baik dan juga upaya dan optimalisasi fungsi DPRD kota Malang dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang di dapat dengan cara penelitian study kepustakaan (library research). Data Sekunder yang di pergunakan berupa peraturan-peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang di bahas, mempelajari buku-buku, literatur-literatur dan juga data-data yang ada kaitannya dengan pokok permasalahan, karya-karya ilmiah dan hasil teori-teori

(16)

penelitian-penelitian para pakar sesuai dengan objek permasalahan penelitian.

4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan melalui metode wawancara terstruktur19 dengan anggota DPRD Kota Malang. Informan tersebut

adalah anggota DPRD Kota Malang Komisi B. informan yang berwenang memberikan jawaban yang lebih jelas yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab secara langsung diamana semua pertanyaan disusun secara sistematik, jelas, dan terarah yang telah disiapkan sebelumnya. Wawancara yang dilakukan meliputi peran DPRD kota Malang dalam pelaksanaan fungsi legislasi membentuk Peraturan Daerah yang baik dan juga upaya dan optimalisasi fungsi DPRD kota Malang dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.

Sedangkan Pengumpulan data sekunder dikumpulkan melalui study kepustakaan yaitu dengan mempelajari, membaca, mengutip, membuat, intisari baik dari literatur, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan peran DPRD kota Malang dalam pelaksanaan fungsi legislasi membentuk Peraturan Daerah yang baik dan juga upaya dan optimalisasi fungsi DPRD kota Malang dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.

5. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari wawancara dan study kepustakaan diolah dengan tahapan sebagai berikut:

a. Seleksi data adalah memilah data yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, melengkapi data jika dirasa kurang lengkap, dan membuang data jika dirasa tidak diperlukan.

b. Klasifikasi data adalah mengelompokan data yang telah diseleksi dengam mempertimbangkan jenis dan hubungan dengan data yang diperlukan guna mengetahui tempat masing-masing data.

(17)

c. Sistematisasi adalah menempatkan data pada posisi pokok bahasan atau permasalahan dengan susunan sistematis.

D. Paparan dan Analisis

1. Gambaran tentang informan

Informan dalam penelitian ini orang yang dianggap mampu dan mengetahui secara benar tentang peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang. Imforman merupakan salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang bagian Komisi B, anggota Badan Kehormatan dan anggota Badan Anggaran.

2. Paparan dan Analisis Hasil Penelitian

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah di (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia. Dewan Perwakilam Rakyat merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Peran DPRD disini memiliki tiga fungsi yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Adapun yang dimaksud fungsi legislasi disini adalah fungsi membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama, fungsi anggaran adalah fungsi menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara bersama presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD, dan fungsi pengawasan adalah fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang dan peraturan pelaksanaanya. Pada saat wawancara ibu Asia Iriani mengungkapkan bahwa:

“Peran DPRD kota Malang dalam pelaksanaan fungsi legislasi adalah sebagai pembentuk, pembuat, penyusun dan menerima usulan dari eksekutif atau pemerintah kota”20.

Hasil penelitian yang telah dideskripsikan pada sub fokus mengenai peran dan optimalisasi DPRD kota Malang dalam pelaksanaan fungsi

(18)

legislasi membentuk peraturan daerah secara umum dapat dikatakan belum optimal, dibutuhkan adanya usulan dari masyarakat.

Menurut pandangan Ibu Asia Iriani dikatakan bahwa:

“Peran DPRD dalam pelaksanaan fungsi legislasi kalau dinilai 100% tentunya belum mencapai tetapi untuk mencapai titik optimal selalu diupayakan menuju hal tersebut. Disini juga dibutuhkan usulan dari masyarakat”21.

Peran DPRD dalam mekanisme legislasi daerah meliputi tahap perencanaan raperda, perancangan reperda, pengajuan raperda, penyebarluasan reperda, pembahasan raperda, Penetapan raperda, perundangan, dan penyebarluasan perda.

Peran DPRD dalam tahap penyusunan Raperda adalah menampung usulan-usulan komisi mengenai permasalahan yang mereka telah himpun sesuai bidangnya masing-masing. Adapun peran DPRD pada tahap perencanaan raperda dinilai kurang. Dikatakan oleh Ibu Asia Iriani bahwa:

“Usulan-usulan antara legislatif dan eksekutif memiliki perbandingan 50:50. Tetapi usulan-usulan tersebut lebih banyak dari eksekutifnya”22.

Didalam tahap perancangaan raperda disini peran DPRD sudah sesuai tetapi lebih didominasi oleh lembaga eksekutif. Adapun dalam tahap pengajuan raperda peran DPRD dapat dikatakan cukup baik meskipun dalam pengajuan draft sedikit lambat. Pada tahap penyebarluasan raperda peran DPRD Kota Malang ikut serta menelaah raperda yang berasal dari pemerintah.

Tahap Pembahasan Raperda pembahasan raperda sudah sesuai diantaranya yang berasal dari insiatif DPRD dan inisiatif eksekutif. Tahap penetapan raperda peran DPRD dalam tahap penetapan perda sudah sesuai. Tahap Perundangan DPRD tidak mempunyai kewenangan dalam tahap pengundangan. Tahapan ini adalam domain dari pemerintah daerah. Tahap penyebarluasan peraturan daerah peran DPRD dalam penyebarluasan Perda

21 Wawancara dengan Ibu Asia Iriani, Bagian Komisi B, Hari Senin, pukul 07.45 WIB, 28 November 2016, Bertempat di Rumah informan JL. Kanjuruhan asri block A/28

(19)

merupakan domain pemerintah daerah. kalaupun ada maka hal ini dilakukan secara individual oleh anggota DPRD pada saat-saat tertentu.

Kedudukan DPRD sebagai mitra pemerintah daerah dalam pemerintahan di daerah, membawa konsekuensi bahwa DPRD harus menunjukkan prestasi yang optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dalam pelaksanaan fungsi legislasi, DPRD bersama dengan pemerintah daerah membuat peraturan yang aspiratif sesuai dengan kehendak rakyat. Salah satu kendala yang terjadi dalam penyusunan raperda yaitu DPRD didampingi Kemenhum HAM dan harus ada konsultasi dengan Kemenhum HAM. Jadi dikatakan oleh ibu Asia Iriani bahwa:

“Dari tahap pengusulan sampai dengan pembahasan harus ada pendampingan dari Kemenhum HAM, sedangkan tenaga pendamping dari Kemenhum hanya berjumlah 13 orang se-Jawa Timur yang melibatkan akademisi dalam pembuatan naskah akademik dan masyarakat”23.

Dikatakan oleh ibu Asia Iriani juga bahwasannya:

“Peran DPRD dalam membina hubungan politik dengan pemerintah daerah saling bersinergi karena dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat lepas dari unsur politik”24.

Adapun dalam pelaksanaannya bagaiman peran DPRD dalam menghimpun partisipasi masyarakat, dikatakan oleh ibu Asia Iriani bahwa:

“Dalam menghimpun aspirasi masyarakat kami sebagai anggota DPRD menggunakan cara reses yaitu masa dimana DPRD melakukan kegiatan diluar masa sidang, terutama di luar gedung DPRD, misalnya untuk melakukan kunjungan kerja, baik yang dilakukan secara perseorangan maupun berkelompok, mengundang masyarakat untuk menyalurkan aspirasi dari masyarakat ke anggota DPRD”25.

Demokratisasi dalam pemerintahan diwujudkan melalui adanya desentralisasi pemerintahan yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Melalui UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ini diatur bahwa DPRD dan pemerintah daerah merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Masuknya DPRD

23 Wawancara dengan Ibu Asia Iriani, Bagian Komisi B, Hari Senin, pukul 07.45 WIB, 28 November 2016, Bertempat di Rumah informan JL. Kanjuruhan asri block A/28

24 Wawancara dengan Ibu Asia Iriani, Bagian Komisi B, Hari Senin, pukul 07.45 WIB, 28 November 2016, Bertempat di Rumah informan JL. Kanjuruhan asri block A/28

(20)

dalam pemerintahan daerah dimaksudkan untuk meningkatkan adanya keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya di daerah, sehingga jalannya pemerintahan diharapkan lebih ideal yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Oleh karena itu perlu adanya optimalisasi peran DPRD dalam menghimpun partisipasi politik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlunya optimalisasi peran DPRD dalam menjalankan fungsi legislatif karena akan sangat mempengaruhui kinerja pemerintah daerah. Fungsi dan peran DPRD ini telah ditetapkan dalam Undang-undang yaitu membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama. Peraturan Daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum diatasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan. Adapun mekanisme dari legislasi di daerah, diatur bahwa Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota. Hal ini merupakan salah satu sumber hukum di Indonesia sebagaimana yang telah disebutkan dalam Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan serta UU No 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan Pasal 7. Sebagaimana diatur juga dalam UU No 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD pasal 77 (a), bahwa fungsi pertama DPRD Kabupaten/Kota adalah legislasi, dalam penjelasan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan legislasi adalah yang merupakan fungsi DPRD Kabupaten/Kota untuk membentuk Peraturan Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota.

Adapun kendala-kendala yang mempengaruhi kurang optimalnya peran DPRD Kota Malang yang dikatakan oleh ibu Asia Iriani adalah:26

1. Adanya keterbatasan sumber daya manusia

2. Waktu menjabat hanya 5 tahun

3. Kurangnya usulan dari masyarakat

(21)

Menurut pendapat dari informan yaitu Ibu Asia Iriani bahwa:

“Cara untuk mewujudkan pemerintahan yang baik yaitu lebih berpihak pada masyarakat, memakmurkan masyarakat, dan menjalankan pemerintahan yang baik dan bersih” 27.

Adapun prinsip-prinsip yang dapat dilaksanakan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dalam teori pemerintahan yang baik (good govenance) meliputi:

Partisipasi Masyarakat dimana partisipasi masyarakat disini yaitu dibutuhkannnya usulan-usulan dari masyarakat dalam pelaksanaan legislasi pembentukan perda oleh DPRD. Kurangnya usulan-usulan dari masyarakat ini juga mempengaruhi kurang optimalnya peran DPRD, sehingga dari kurangnya peran DPRD dalam pelaksanaan fungsi legislasi ini berpengaruh juga terhadap sulitnya mewujudkan pemerintahanyang baik (good governance), dan yang kedua Tegaknya Supremasi Hukum

jadi, Kerangka dari hukum itu harus adil. Usulan-usulan antara legislatif dan eksekutif memiliki perbandingan 50:50. Tetapi usulan-usulan tersebut lebih banyak dari eksekutifnya. Adapun usulan-usulan disini harusnya lebih banyak dari legislatifnya karena merekalah yang memiliki tugas dan wewenang dalam pelaksanaan fungsi legislasi.

Adanya transparansi, Transparansi disini dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi seperti halnya perda yang telah diundangkan dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau oleh masyarakat, yang selanjutnya Peduli pada Stakeholder yang mana Lembaga-lembaga DPRD dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan tanpa pandang bulu sehingga tercipta pemerintahan yang baik, adapun Berorientasi pada Konsensus yaitu untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dengan menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang diwujudkan dengan perda yang aspiratif.

Kesetaraan, kesetaraan disini semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan

(22)

masyarakatnya. Yang selanjutnya efektifitas dan efisiensi dimana

proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga dapat membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya manusia yang ada seoptimal mungkin diharapkan dapat mewujudkan pemerintahan yang lebih baik lagi. Akuntabilitas, Dalam pelaksanaan fungsi legislasi membentuk perda disini harus bertanggung jawab dengan apa yang telah dibuatnya baik yang bersangkutan dengan masyarakat maupun organisasi-organisasi terkait.

Memiliki visi strategis dimana DPRD seharusnya memiliki perspektif yang luas dan jauh kedepan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia melalui pelaksanaan fungsi legislasi membentuk perda. Dengan kepekaan dan juga memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial ini juga menjadi dasar bagi perspektif yang luas dan jauh dalam mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance)

Jadi menurut hasil dan pembahasan diatas, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran dan optimalisasi DPRD kota malang dalam pelaksanaan fungsi legislasi membentuk perda di Kota Malang telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan namun peran DPRD masih perlu ditingkatkan.

E. Penutup 1. Simpulan

(23)

2. Saran

Berdasarkan uraian diatas, penulis memberikan beberapa saran yaitu: 1. jika dilihat dari keterbatasan sumber daya manusia, maka hendaknya untuk

para anggota DPRD dapat meningkatkan kemampuan diri dan sumber daya manusia melalui berbagai program peningkatan legislasi.

2. Untuk memperkuat kemampuan DPRD dalam melaksanakan tugas dan fungsi legislasi, maka perlu dilakukan orientasi bagi anggota dewan secara terarah dan berkesinambungan sampai mereka memahami tugas dan fungsinya yang sesungguhnya, mengingat DPRD itu terdiri dari berbagai individu dengan beragam latar belakang.

Daftar Pustaka

.

A. Ubaedillah & Abdul Rozak. 2010. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media Group.

Abdulkarim, Aim. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Membangun Warga Negara yang Demokratis. Bandung:Grafindo Media Pratama. Anshoriy, Nasruddin. 2008. Dekonstruksi Kekuasaan Konsolidasi Semangat

Kebangsaan. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta.

Bungaran Antonius simanjuntak dan Soedjito Sosrodiharjo. 2014. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Bungin, Burhan. 2013. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Jakarta:

Kencana.

Hamidi, Jazim. 2008. Meneropong Legislasi di Daerah. Malang: UM PRESS.

Gulo, W. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Nasution, Bahder Johan. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju.

Gunawan, Markus. 2008. Buku Pintar Calon Anggota & Legislatif (DPR, DPRD, & DPD). Jakarta Selatan: Visimedia.

Huda, Ni’matul. 2007. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ihza Mahendra, Yusril. 1996. Dinamika Tatanegara Indonesia. Jakarta: GEMA INSANI PRESS.

Jazim Hamidi dan Mustafa LutfI. 2010. Civic Education: Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sarinah,dkk. 2016. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Deepublish.

Sirajuddin dan Winardi. 2015. Dasar-Dasar Hukum Tata Negara. Malang: Setara Press.

Referensi

Dokumen terkait

• Kecil perbedaan sumber gagasan-gagasan, yang penting adalah apa yang anda lakukan terhadapnya.. Cara-Cara

menggunakan instrument penelitian (kuesioner) sebagai alat pengumpul data yang pokok, yang ditujukan untuk menjelaskan hubungan kausal antara kompetensi akademik dan

Guru diharapkan dapat menerapkan model interaktif dengan metode menjawab pertanyaan dan meringkas dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pada pokok bahasan

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada 15 (50 %) dari 30 responden dengan pengetahuan sarapan pagi baik yang memiliki prestasi belajar baik dan 1 (16,7%) dari 6

Pembelajaran bahasa Inggris di SMP Yanggandur, SMP Negeri 11 Sota, dan SMK Negeri 1 Sota belum berjalan dengan baik. Terungkap bahwa persoalan pembelajaran bahasa

Selain itu untuk membahas permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi, maka metode serta alat analisis yang digunakan haruslah berhubungan dan menjadi dasar evaluasi

Hampir semua rasio keuangan perbankan yang digunakan dalam penelitian juga tidak mengalami perbedaan untuk 2 tahun sebelum dan 2 tahun sesudah IPO baik saat diuji untuk

Selanjutnya Ornstein, (1990) dalam (Mulyasa, 2007) merekomen- dasikan bahwa untuk membuat RPP yang efektif harus berdasarkan pengetahuan terhadap: tujuan umum sekolah,