• Tidak ada hasil yang ditemukan

Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan Serta Tingkat Kepadatan Lalat pada Tempat Pembuatan Keripik Sanjai Balado di Kecamatan Payakumbuh Barat Kota Payakumbuh Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan Serta Tingkat Kepadatan Lalat pada Tempat Pembuatan Keripik Sanjai Balado di Kecamatan Payakumbuh Barat Kota Payakumbuh Tahun 2015"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi Makanan

Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama dan erat kaitannya antara satu dengan lainnya yaitu melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu maupun masyarakat). Tetapi dalam penerapannya, istilah higiene dan sanitasi memiliki perbedaan yaitu higiene lebih mengarahkan aktifivitasnya kepada manusia (individu maupun masyarakat), sedangkan sanitasi lebih menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan hidup manusia (Azwar, 2000).

2.1.1 Pengertian Higiene

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya. Misalnya mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring serta membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi lingkungan (Depkes RI, 2004).

(2)

minum air yang direbus, mencuci tangan sebelum memegang makanan, dan pengawasan kesegaran makanan.

2.1.2 Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).

Menurut Azwar (2000), sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam usaha higiene dan sanitasi adalah:

1. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan.

2. Higiene perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan dan minuman oleh karyawan yang bersangkutan.

3. Keamanan terhadap penyediaan air.

4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.

6. Pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat perlengkapan.

2.1.3 Pengertian Makanan

(3)

ekonom, makanan dijadikan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Makanan merupakan bagian budaya yang sangat penting (Khomsan, 2003).

Menurut Kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh penjamah makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum. Makanan jajanan tidak termasuk makanan yang disajikan jasa boga, rumah makan/restaurant, dan hotel.

Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan yang dikonsumsi selain atau antara waktu makanan utama dalam sehari. Oleh karena itu, makanan ini biasa disebut snack yang berarti sesuatu yang dapat mengobati rasa lapar dan memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh (Anonim, 2007).

Makanan ringan yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dimakan untuk dinikmati rasanya. Produk yang termasuk dalam kategori makanan ringan menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK00.05.52.4040 Tanggal 9 Oktober 2006 tentang kategori pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati 9dari umbi dan kacang)dalm bentuk keripik, kerupuk, jipang. Selain itu pangan olahan yang berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik) juga masuk ke dalam kategori makanan ringan (Putri, 2011).

(4)

1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.

2. Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari.

3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain.

4. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit. Menurut Soemirat (2009), makanan dapat terkontaminasi mikroba karena beberapa hal:

1. Mengolah makanan atau makan dengan tangan kotor. 2. Memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan.

3. Menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja, perabotan bersih dan lain-lainnya.

4. Dapur, alat masak dan makanan yang kotor.

5. Makanan yang sudah jatuh ke tanah masih dimakan.

6. Makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkaunya.

7. Makan mentah dan matang disimpan bersama-sama. 8. Makanan dicuci dengan air kotor.

9. Makanan terkontaminasi kotoran akibat hewan yang berkeliaran disekitarnya. 10. Sayuran dan buah-buahan yang ditanam pada tanah yang terkontaminasi. 11. Memakan sayuran dan buah-buahan yang terkontaminasi.

(5)

2.1.4 Pengertian Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan adalah salah satu upaya pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan (Sumantri, 2010).

Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia (Chandra, 2007). Sedangkan menurut Oginawati (2008), sanitasi makanan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh dan berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan yang dapat merusak makanan dan membahayakan kesehatan manusia.

Menurut Chandra (2007) dan Oginawati (2008), terdapat 6 tahapan yang harus diperhatikan di dalam upaya sanitasi makanan, yaitu:

1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. 2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. 3. Keamanan terhadap penyediaan air bersih.

(6)

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.

6. Pencucian, pembersihan, dan penyimpanan alat-alat atau perlengkapan. Menurut Mulia (2005), sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu faktor fisik, faktor kimia, dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan. Faktor kimia disebabkan oleh adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat-obat-obatan pertanian untuk kemasan makanan, dan lain-lain. Faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit.

2.1.5 Tujuan Higiene dan Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan/pemborosan makanan. Higiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Prabu, 2008).

(7)

a. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehtan konsumen.

b. Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan melalui makanan.

c. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan di institusi.

Selain itu menurut Chandra (2007) dan Oginawati (2008), tujuan dari higiene dan sanitasi makanan antara lain;

a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan. b. Mencegah penularan wabah penyakit.

c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

e. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang disebarkan oleh perantara-perantara makanan.

2.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

(8)

2.2.1 Pemilihan Bahan Baku

Pemilihan bahan baku haruslah yang masih segar, masih utuh, tidak retak atau pecah. Untuk makanan yang cepat membusuk tidak boleh terdapat kotoran dan tidak ada ulat. Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang sudah membusuk atau rusak. Salah satu upaya untuk mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas karena kurang dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya. Sanitasi makanan yang buruk bisa disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, misalnya virus, jamur, dan parasit yang terdapat di dalam makanan (Sumantri, 2010).

Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, pemilihan bahan makanan adalah pemilihan semua bahan baik terolah maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong Beberapa hal yang harus diingat tentang pemilihan bahan makanan adalah:

1. Hindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yag tidak jelas. 2. Gunakan catatan tempat pembelian bahan makanan.

3. Mintalah informasi atau keterangan asal-usul bahan yang dibeli.

(9)

5. Tidak membeli bahan makanan yang sudah kadaluwarsa atau membeli daging/unggas yang sudah terlalu lama disimpan, khususnya organ dalam (jeroan) yang poyensial mengandung bakteri.

6. Membeli daging unggas yang tidak terkontaminasi dengan racun/toksin bakteri pada makanan.

Menurut Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011, ada 2 jenis bahan makanan, yaitu bahan makanan mentah (segar) dan bahan makanan terolah (olahan pabrik):

1. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan, seperti:

a. Daging, susu, telur, ikan/udang, buah, dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna, dan rasa. Sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.

b. Jenis tepung dan biji-bijian dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak bernoda, dan tidak berjamur.

c. Makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tecium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur.

(10)

a. Makanan dikemas harus mempunyai label dan merek, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak atau pecah, belum kadaluwarsa, dan kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan. b. Makanan tidak dikemas harus berbau dan segar, tidak basi, tidak busuk,

tidak rusak, tidak berjamur, dan tidak mengandung bahan berbahaya. 3. Bahan makanan siap santap yaitu bahan makanan yang dapat langsung

dimakan tanpa pengolahan seperti bakso, soto, dan lain-lain.

Menurut Depkes RI (2004), sumber bahan makanan yang baik adalah: 1. Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang

dikendalikan dengan baik misalnya swalayan.

2. Tempat-tempat penjualan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah dengan baik.

2.2.2 Penyimpanan Bahan Baku

(11)

Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).

Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, mensyaratkan tersedianya ruang atau gudang untuk menyimpan bahan makanan dan terdapat sarana untuk penyimpanan bahan makanan dingin. Ada 4 cara penyimpanan bahan makanan, yaitu:

a. Penyimpanan sejuk (cooling) yaitu penyimpanan pada suhu 100ºC-150ºC untuk jenis minuman, buah dan sayuran.

b. Penyimpanan dingin (chilling) penyimpanan pada suhu 40ºC-100ºC untuk bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali.

c. Penyimpanan dingin sekali (Freeezing), penyimpanan pada suhu 0ºC-40ºC untuk jenis bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

d. Penyimpanan beku (frozen), yaitu penyimpanan pada suhu < 0ºC untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.

Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah:

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.

(12)

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan yaitu dalam suhu yang sesuai, ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm dan kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80-90%.

4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm. b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm. c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.

5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri), sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan. Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First In First Out (FIFO).

Sedangkan menurut Depkes RI (2000) dalam penyimpanan bahan makanan hal-hal yang diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan memenuhi syarat.

2. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga mudah untuk mengambilnya, tidak menjadi tempat bersarang/bersembunyi serangga dan tikus, tidak mudah membusuk dan rusak, dan untuk bahan-bahan yang mudah membusuk harus disediakan tempat penyimpanan dingin.

(13)

2.2.3 Pengolahan Bahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan jalan menggunakan sarung tangan plastik dan penjepit makanan (Arisman, 2009).

Tujuan pengolahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai, serta mempunyai bentuk yang mengundang selera (Azwar, 2000). Dalam pengolahan makanan, ada empat aspek yang harus diperhatikan yaitu penjamah makanan, cara pengolahan, tempat pengolahan, dan peralatan pengolahan makanan (Kusmayadi, 2008).

2.2.3.1Tenaga Penjamah Makanan

Penjamah Makanan adalah seorang tenaga yang menjamah makanan mulai dari mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun menyajikan makanan. Mengingat pekerja merupakan sumber kontaminan yang potensial dalam memindahkan cemaran, maka perlu dibakukan tata cara pelaksanaan dan tata tertib pekerja selama berada dilingkungan pabrik pengolahan pangan. Tata tertib ini terutama menyangkut pekerjaan yang perlu dilakukan dan bagaimana cara melakukan agar menghasilkan produk yang bermutu dan sehat (Sihite, 2000).

(14)

1. Memiliki temperamen yang baik

2. Memiliki pengetahuan dan higiene perorangan yang baik seperti menjaga kebersihan panca indera (mulut, hidung, tenggorokan, telinga), kebersihan kulit, kebersihan tangan (potong kuki dan mencuci tangan), kebersihan rambut (pakai tutup kepala), dan kebersihan pakaian kerja.

3. Sehat berdasarkan surat keterangan sehat yang menyatakan: a. Bebas penyakit kulit

b. Bebas penyakit menular seperti influenza, dan diare c. Bukan carrier dari suatu penyakit infeksi

d. Bebas TBC, pertusis, dan penyakit pernapasan berbahaya lainnya

e. Sudah mendapatkan imunisasi Chotypa (cholera, Thypus, dan Parathypus)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kebersihan pribadi penjamah makanan (Depkes RI, 2000) adalah sebagai berikut :

1. Mencuci tangan, kebersihan tangan penjamah makanan yang bekerja mengolah dan memproduksi pangan sangat penting sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Penjamah harus selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan keluar dari kamar mandi. Selain itu, kuku juga harus dirawat dan dibersihkan serta dianjurkan supaya tidak memakai perhiasan seperti cincin sewaktu bekerja.

(15)

3. Topi atau penutup kepala, semua penjamah makanan hendaknya memakai topi atau penutup kepala untuk mencegah jatuhnya rambut kedalam makanan atau kebiasaan menggaruk kepala.

4. Sarung tangan / celemek, hendaknya penjamah makanan memakai sarung tangan dan celemek (apron) selama mengolah makanan dan sarung tangan ini harus dalam keadaan baik dan bersih.

5. Tidak merokok, penjamah makanan sama sekali tidak di izinkan merokok selama pengolahan makanan.

2.2.3.2Cara Pengolahan Makanan

Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih dalam setiap pengolahan, penjamah makanan mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan, serta penjamah tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan peralatan seperti penjepit makanan. Menurut Depkes RI (2000), syarat- syarat proses pengolahan makanan adalah:

a. Jenis bahan yang digunakan, baik bahan tambahan maupun bahan penolong serta persyaratan mutunya.

b. Jumlah bahan untuk satu kali pengolahan c. Tahap-tahap proses pengolahan

d. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan dengan mengingat faktor waktu, suhu, kelembaban, tekanan dan sebagainya, sehingga tidak mengakibatkan, pembusukan, kerusakan dan pencemaran.

(16)

2.2.3.3Tempat Pengolahan Makanan

Tempat pengolahan makanan adalah tempat dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan yang terolah ataupun makanan jadi yang biasanya disebut dapur. Dapur merupakan tempat pengolahan makanan yang harus memenuhi syarat higiene dan sanitasi, diantaranya konstruksi dan perlengkapan sanitasi (Cahyadi, 2008).

Syarat-syarat tempat pengolahan makanan menurut Depkes RI (2000) adalah sebagai berikut:

1. Lantai

Harus dibuat dari bhan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tahan lama dan kedap air. Lantai harus dibuat dengan kemiringan 1-2% ke saluran pembuangan air limbah.

2. Dinding dan Langit- langit

Dinding harus dibuat kedap air sekurang-kurangnya satu meter dari lantai. Bagian dinding yang kedap air tersebut dibuat halus, rata dan bewarna terang serta dapat mudah dibersihkan. Demikian juga dengan langit- langit harus terbuat dari bahan yang bewarna terang.

3. Pintu dan Jendela

(17)

4. Ventilasi Ruang Dapur

Secara garis besarnya ventilasi terbagi atas dua macam yaitu ventilasi alam dan buatan. Ventilasi alam terjadi secara alamiah dan disyaratkan 10% dari luas lantai dan harus dilengkapi dengan perlindungan terhadap serangga dan tikus.

5. Pencahayaan

Pencahayaan yang cukup diperlukan pada tempat pengolahan makanan untuk dapat melihat dengan jelas kotoran lemak yang tertimbun dan lain- lain. Pencahayaa diruang dapur sekurang-kurangnya 20 fc, sebaikya dapat menerangi setiap permukaan tempat pengolahan makanan dan pada tempat-tempat lain seperti tempat-tempat mencuci peralatan, tempat-tempat cuci tangan, ruang pakaian, toilet, tempat penampungan sampah disamping itu selama pembersihan harus disediakan pencahayaan yang cukup memadai.

6. Pembuangan Asap

Dapur harus dilengkapi dengan pengumpul asap dan juga harus dilengkapi dengan penyedot asap untuk mengeluarkan asap dari cerobongnya.

7. Penyediaan Air Bersih

Harus ada persediaan air bersih yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan. Minimal syarat fisik yaitu tidak bewarna, tidak berasa, tidak berbau.

8. Penampungan dan pembuangan sampah

(18)

Disamping itu sampah harus dikeluarkan dari tempat pengolahan makanan sekurang-kurangnya setiap hari. Segera setelah sampah dibuang, tempat sampah dan peralatan lain yang kontak dengan sampah harus dibersihkan Ciri-ciri tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan antara lain:

a. Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah berkarat.

b. Mudah dibersihkan dan bagian dalam dibuat licin dan bentuknya halus. c. Mudah diangkan dan ditutup.

d. Kedap air, terutama menampung sampah basah. e. Tahan terhadap benda tajam dan runcing.

9. Pembuangan Air Limbah

Harus ada system pembuangan limbah yang memenuhi. syarat kesehatan. Bila tersedia saluran pembuangan air limbah di kota, maka sistem drainase dapat disambungkan dengan alur pembuangan tersebut harus didesain sedemikian rupa sehingga air limbah segera terbawa keluar gedung dan mengurangi kontak air limbah dengan lingkungan diluar sistem saluran. 10. Perlindungan dari serangga dan tikus

(19)

biologis dengan menjadi vektor beberapa penyakit tertentu. Beberapa penyakit penting yang dapat ditularkan/disebarkan antara lain demam berdarah, malaria, disentri, pest. Infestasi serangga tikus, tikus dapat pula menimbulkan kerugian ekonomi karena mereka merusak bahan pangan dan peralatan pengolahan makanan.

2.2.3.4Peralatan Pengolahan Makanan

Menurut Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011, peralatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut : 1. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan

zat beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan. 2. Peralatan pengolahan makanan tidak boleh rusak, gompel, retak, dan tidak

menimbulkan pencemaran terhadap makanan.

3. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus conus atau ada sudut mati, rata, halus, dan mudah dibersihkan.

4. Peralatan pengolahan makanan dalam keadaan bersih sebelum digunakan. 5. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak

boleh mengandung E.coli

6. Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan yaitu pencucian peralatan harus menggunakan sabun atau detergent, serta dibebas hamakan

sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm dan air panas 800 C.

(20)

2.2.4 Penyimpanan Makanan Masak

Makanan masak sangat disukai oleh bakteri karena suasananya cocok untuk tempat berkembang biaknya bakteri. Oleh karena itu, cara penyimpannya harus memperhatikan wadah penyimpanan makanan masak (setiap makanan yang masak memiliki wadah yang terpisah, pemisah didasarkan pada jenis makanan dan setiap wadah harus memiliki tutup tetapi tetap berventilasi) (Depkes RI, 2007).

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan menurut Depkes RI (2004) adalah :

a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup.

b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan. c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air.

d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lainnya.

e. Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup.

Menurut Permenkes Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011, penyimpanan makanan jadi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain. 2. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.

a. Angka kuman E. coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan.

(21)

3. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.

4. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.

5. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air.

6. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.

7. Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Lama Penyimpanan Makanan Jadi atau Masak

No. Jenis Makanan Suhu Penyimpanan

Disajikan Sumber : Depkes RI Permenkes No.1096/MENKES/PER/VI/2011

2.2.5 Pengangkutan Makanan Masak

(22)

pendingin dan tertutup. Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan, agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan (Chandra, 2007).

Berdasarkan Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011, makanan yang telah diolah dan disimpan dengan cara higienis akan menjadi tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya, yaitu sebagai berikut:

1. Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).

2. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu higienis.

3. Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup. 4. Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah

makanan yang akan ditempatkan.

5. Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair (kondensasi).

6. Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan tetap panas pada suhu 60ºC atau tetap dingin pada suhu 40ºC.

2.2.6 Penyajian Makanan

(23)

menggunakan tutup kepala, dan tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Soemirat, 2009).

Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, persyaratan penyajian makanan adalah sebagai berikut :

1. Harus terhindar dari pencemaran.

2. Peralatan untuk penyajian harus terjaga kebersihannya. 3. Harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang bersih.

4. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian yang bersih. 5. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Di tempat yang bersih

b. Meja ditutup dengan kain putih atau plastik c. Asbak tempat abu rokok setiap saat dibersihkan

d. Peralatan makan dan minum yang telah dipakai paling lambat 5 menit sudah dicuci.

Menurut Permenkes No.1096/MENKES/PER/VI/2011, prinsip penyajian makanan adalah sebagai berikut:

1. Wadah yaitu setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.

2. Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak dan basi.

(24)

dus atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur aduk.

4. Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan harus berada pada suhu > 60ºC.

5. Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat atau rusak.

6. Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak

langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.

7. Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan,

bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.

8. Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat menu, tepat waktu an tepat tata hidang.

2.3 Kontaminasi/ Pengotoran Makanan (food contamination)

Menurut Direktorat Jenderal PP dan PL (2010), kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya zat asing kedalam makanan yang tidak dikehendaki atau diinginkan. Kontaminasi dikelompokan kedalam 4 macam, yaitu :

1. Pencemaran mikroba seperti bakteri, jamur, dan cendawan.

2. Pencemaran fisik seperti rambut, debu, tanah, serangga, dan kotoran lainnya. 3. Pencemaran kimia seperti pupuk, pestisida, mercury, cadmium, arsen,

(25)

4. Pencemaran radio aktif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gama, radio aktif, sinar cosmis.

Terjadinya pencemaran dapat dibagi dalam (3) tiga cara :

1. Pencemaran langsung (direct contamination) yaitu adanya bahan pencemar yang masuk kedalam makanan secara langsung karena ketidak tahuan atau kelalaian baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Contoh potongan rambut masuk kedalam nasi, penggunaan zat pewarna kain pada makanan, dan sebagainya.

2. Pencemaran silang (cross contamination) yaitu pencemaran yang terjadi secara tidak langsung sebagai akibat ketidaktahuan dalam pengolahan makanan. Contoh makanan mentah bersentuhan dengan makanan dengan makanan masak, makanan bersentuhan dengan pakaian atau peralatan kotor, misalnya piring, mangkok, pisau, atau talenan, menggunakan pisau pada pengolahan bahan mentah untuk bahan makanan jadi (makanan yang sudah terolah).

3. Pencemaran ulang (recontamination) yaitu pencemaran yang terjadi terhadap makanan yang telah dimasak sempurna. Contoh nasi yang tercemar dengan debu atau lalat karena tidak dilindungi dengan penutup.

2.4 Penyakit Bawaan Makanan

(26)

penyakit bawaan makanan yang masih seringkali didapat di Indonesia daapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan metazoa (Soemirat, 2009).

Menurut Depkes RI (2000), penyakit bawaan makanan adalah penyakit yang pada umumnya menunjukkan gangguan pada saluran pencernaan yang ditandai dengan gejala mual, perut mulas, diare, kadang-kadang muntah. Hal ini disebabkan oleh karena mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung bakteri ganas dalam jumlah yang cukup banyak, racun bakteri atau bahan kimia berbahaya.

Purnawijayanti (2001) membagi 2 golongan besar penyakit yang ditularkan melalui makanan, yaitu:

1. Infeksi

Penyakit ini disebabkan karena di dalam makanan terdapat mikroorganisme pathogen sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti cholera, disentri, typhus abdominalis.

Penyakit ini disebabkan karena:

a. Makanan diolah oleh petugas pengolah makanan yang sebelumnya pernah terkena atau sedang menderita penyakit tertentu (carrier).

b. Makanan yang kotor karena sudah terkontaminasi atau terjamakh oleh tikus atau serangga lain.

c. Cara memasak yang kurang baik atau sempurna. 2. Keracunan

(27)
(28)

2.5 Lalat

Lalat merupakan serangga dari Ordo Diptera yang mempunyai sepasang sayap biru berbentuk membran. Semua bagian tubuh lalat bisa berperan sebagai alat penular penyakit (badan, bulu pada tangan dan kaki, feces, dan muntahannya). Kondisi lingkungan yang kotor dan berbau dapat merupakan tempat yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bagi lalat rumah (Widyati, dan Yuliarsih, 2002). Saat ini terdapat sekitar ±60.000-100.000 spesies lalat, tetapi tidak semua spesies perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat (Santi, 2001).

Agent penyakit yang dapat dibawa oleh lalat melalui bulu-bulu, kaki dan bagian tubuh lainnya antara lain (Mukono, 2006):

1. Bakteri

Contoh: Vibrio cholera penyebab penyakit kolera, Salmonella thyposa penyebab penyakit tifoid.

2. Parasit

Contoh: Telur cacing penyebab penyakit kecacingan. 3. Protozoa

Contoh: Entamoeba histolityca penyebab penyakit disentri. 4. Virus

Contoh: Polio dan Hepatitis.

(29)

binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut serta lemas. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, tipus, perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Santi, 2001).

2.5.1 Klasifikasi Lalat

Menurut Santi (2001), klasifikasi lalat adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda Class : Hexapoda Ordo : Diptera

Family : Muscidae, Sarchopagidae, Challiporidae, dan lain-lain Genus : Musca, Stomoxys, Phenisia, Sarchopaga, Fannia, dan

lain-lain

Spesies : Musca domestica, Stomoxy calcitrans, Phenisia sp, Sarchopaga sp, Fannia sp, dan lain-lain.

2.5.2 Morfologi Lalat

(30)

berdekatan satu sama lain sedang yang betina tampak terpisah oleh suatu celah dan berbentuk lebih besar daripada lalat jantan (Santi, 2001).

2.5.3 Siklus Hidup Lalat

(31)

2.5.4 Bionomik Lalat 1. Tempat Perindukan

Tempat yang disenangi lalat adalah tempat basah, benda-benda organik,

sampah basah, kotoran manusia, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan

busuk, dan kotoran yang menumpuk secara kumulatif (di kandang)

(Santi,2001).

2. Jarak Terbang

Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia.

Jarak terbang efektif adalah 450-900 meter. Lalat tidak kuat terbang

menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 km

(Depkes RI, 1992).

3. Kebiasaan Makan

Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari terutama pada pagi hingga sore

hari. Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia sehari-hari seperti

gula, susu, makanan olahan, kotoran manusia dan hewan ,darah serta

bangkai binatang. Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya

makan dalam bentuk cairan, makanan yang kering dibasahi oleh lidahnya

terlebih dahulu baru dihisap air merupakan hal yang penting dalam

hidupnya, tanpa air lalat hanya hidup 48 jam saja. Lalat makan paling

(32)

4. Tempat Istirahat

Pada Waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk

titik hitam. Tanda-tanda ini merupakan hal penting untuk mengenal tempat

lalat istirahat. Pada siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat di lantai

dinding, langit-langit, rumput-rumput dan tempat sejuk, juga menyukai

tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat berbiaknya, serta

terlindung dari angin dan matahari yang terik. Didalam rumah, lalat

istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listik dan tidak aktif pada

malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian kurang dari 5

meter (Santi, 2001).

5. Lama Hidup

Lama kehidupan lalat sangat tergantung pada makanan, air dan

temperature. Pada musim panas berkisar antara 2-4 minggu, sedangkan

pada musim dingin bisa mencapai 70 hari (Depkes RI, 1992).

6. Temperatur dan Kelembaban

Lalat mulai terbang pada temperatur 15°C dan aktivitas optimumnya pada

temperatur 21°C. Pada temperatur dibawah 7,5°C tidak aktif dan di atas

45°C terjadi kematian pada lalat. Kelembaban erat hubungannya dengan

temperatur setempat. Dimana kelembaban ini berbanding terbalik dengan

temperatur. Jumlah lalat pada musim hujan lebih banyak daripada musim

panas. Lalat sensitif terhadap angin kencang, sehingga kurang aktif untuk

(33)

7. Fluktuasi Jumlah Lalat

Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik (menyukai cahaya).

Pada malam hari tidak aktif, namun bisa aktif dengan sinar buatan. Efek

sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban.

jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada temperatur 20 º C – 25 º C

dan akan berkurang jumlahnya pada temperatur < 10 º C atau > 49 º C serta

kelembaban yang optimum 90 % (Depkes RI, 1992).

8. Warna dan Aroma

Lalat tertarik pada cahaya terang seperti warna putih, lalat juga takut pada

warna biru. Lalat tertarik pada bau-baun yang busuk, termasuk bau busuk dan esen buah. Bau sangat berpengaruh pada alat indra penciuman, yang

mana bau merupakan stimulus utama yang menuntun serangga dalam

mencari makanannya, terutama bau yang menyengat. Organ komoreseptor

terletak pada antena, maka serangga dapat menemukan arah datangnya bau

(Depkes RI, 1992).

2.5.5 Kepadatan Lalat

(34)

Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan kehidupan/ kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara lain (Depkes RI, 1992):

a. Pemukiman penduduk

b. Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, hotel, dan sebagainya). c. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang

berdekatan dengan pemukiman.

d. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan dengan pemukiman.

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan lalat antara lain (Depkes RI, 1992):

1. Scudder grille

Scudder grille dapat dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan cara diletakkan diatas umpan, misalnya sampah atau kotoran hewan, lalu dihitung jumlah lalat yang hinggap diatas scudder grille itu dengan menggunakan hand counter (alat penghitung).

2. Sticky trap

(35)

3. Fly Grill

Fly Grill dipakai apabila lalat yang dijumpai pada daerah yang disurvei secara alamiah tertarik untuk hinggap pada alat tersebut. Jadi pemakaian fly grill ini didasarkan pada sifat lalat yang cenderung hinggap pada tepi-tepi alat tersebut yang bersudut tajam.

Fly grill ini dapat dibuat dari bilahan kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1 cm, dengan panjang masing-masing 80 cm sebanyak 16-24 buah. Bilahan-bilahan kayu tersebut hendaknya di cat berwarna putih. Bilahan-Bilahan-bilahan yang telah disiapkan dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada kerangka kayu yang telah disiapkan dan sebaiknya pemasangan bilahan pada kerangkanya mempergunakan kayu sekrup sehingga dapat dibongkar pasang setelah dipakai.

Cara pengoperasian fly grill adalah sebagai berikut :

a. Letakkan fly grill di tempat yang akan dihitung kepadatan lalatnya. b. Dipersiapkan stopwatch untuk menentukan waktu perhitungan selama 30

detik.

c. Dihitung banyaknya lalat yang hinggap selama 30 detik dengan menggunakan counter. Lalat yang terbang dan hinggap lagi dalam waktu 30 detik tetap dihitung.

d. Jumlah lalat yang hinggap dicatat.

(36)

f. Dari lima kali perhitungan yang mendapatkan nilai tertinggi dihitung rata ratanya, maka diperoleh angka kepadatan lalat pada tempat tersebut. Menurut Depkes RI (1995), penghitungan kepadatan lalat menggunakan fly grill sudah mempunyai angka recommendation control yaitu :

0-2 : Tidak menjadi masalah (rendah)

3-5 : Perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat-tempat berkembangbiak lalat seperti tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain (sedang) 6-20 : Populasi padat dan perlu pengamatan lalat dan bila mungkin

direncanakan tindakan pengendaliannya (tinggi)

>21 : Populasi sangat padat dan perlu diadakan pengamanan terhadap tempat berkembangbiaknya lalat dan tindakan pengendalian (sangat tinggi/sangat padat)

2.5.6 Pengendalian Kepadatan Lalat

2.5.6.1Perbaikan Higiene dan sanitasi lingkungan

Perbaikan Higiene dan sanitasi lingkungan merupakan langkah awal yang sangat penting dalam usaha menanggulangi berkembangnya populasi lalat baik dalam lingkungan peternakan maupun pemukiman (Santi, 2001).

a. Sampah basah atau sampah organik harus dimasukkan ke dalam wadah yang tertutup sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir sehingga lalat tidak hingga langsung ke dalam bak sampah.

(37)

c. Tumbuh-tumbuhan yang telah ditebang hendaknya dikubur agar membusuk atau menjadi pupuk.

d. Kandang ternak harus dapat dibersihkan, lantai kedap air, dapat disiram setiap hari dan terdapat saluran air limbah yang baik serta kotoran ternak dapat dibersihkan setiap hari.

2.5.6.2Pengendalian Secara Fisik

Metode fisik merupakan metode yang murah, mudah dan aman tetapi kurang efektif apabila digunakan pada tempat dengan kepadatan lalat yang tinggi. Cara ini hanya cocok digunakan pada skala kecil seperti dirumah sakit, kantor, hotel, supermarket dan pertokoan lainnya yang menjual daging, sayuran, atau buah-buahan (Depkes RI, 1992).

1. Fly traps

(38)

traps dapat menangkap lalat dalam jumlah besar dan cocok untuk penggunaan diluar rumah, diletakkan pada udara terbuka, tempat yang terang dan terhindar dari bayang-bayang pohon.

2. Sticky tapes

Alat ini berupa tali/pita yang dilumuri larutan gula sehingga lalat akan lengket dan terperangkap. Bila tidak tertutup debu alat sticky tapes bisa bertahan selama beberapa minggu. Cara pemasangannya adalah dengan menggantungkannya dekat atap rumah. Insektisida juga bisa ditambahkan untuk mematikan lalat yang telah menempel pada perangkap tersebut. Insektisida yang biasa dipakai antara lain adalah diazinon, malathion, ronnel, DDVP, dibrom, dan bayer L 13/59 (Santi, 2001).

3. Light trap with electrocutor

Prinsip alat ini adalah membunuh lalat dengan listrik. Lalat yang hinggap pada lampu akan kontak dengan electrocuting grid yang membingkai lampu dengan cahaya blue atau ultraviolet. Dalam penggunaannya perlu diujicoba terlebih dahulu karena tidak semua lalat tertarik dengan alat ini. Alat ini banyak dipakai di dapur rumah sakit, restoran, lokasi penjualan buah supermarket.

4. Pemasangan kawat/plastik kasa pada pintu dan jendela serta lubang angin/ventilasi

(39)

2.5.6.3Pengendalian Secara Kimia

Pemberantasan lalat dengan insektisida harus dilakukan hanya untuk periode yang singkat apabila sangat diperlukan karena menjadi resisten yang cepat. Aplikasi yang efektif dari insektisida dapat secara sementara memberantas lalat dengan cepat, yang aman diperlukan pada KLB kolera, disentri atau trachoma. Penggunaan pestisida ini dapat dilakukan melalui cara umpan (baits), penyemprotan dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan (space spaying) (Santi, 2001).

2.5.6.4Pengendalian Secara Biologi

Metode pengendalian biologis adalah metode pengendalian dengan menggunakan makhluk hidup baik berupa predator, parasitoid maupun kompetitor. Misalnya adalah menggunakan pemangsa yang menguntungkan sejenis semut kecil berwana hitam (Phiedoloqelon affinis) untuk mengurangi populasi lalat rumah ditempat –tempat sampah (Filipina) (Santi, 2001).

2.5.7 Hubungan Lalat Dengan Kesehatan

Peranan lalat dalam kesehatan masyarakat maupun hewan telah banyak diketahui. Sehubungan dengan perilaku hidupnya yang suka di tempat-tempat yang kotor yaitu tumpukan sampah, makanan, dan pada tinja, dari situlah lalat membawa berbagai mikroorganisme penyebab penyakit. Lalat juga ada yang berperan sebagai vektor mekanik beberapa penyakit (Santi, 2001).

Lalat erat hubungannya dengan lingkungan dimana lalat akan berkembang biak dengan cepat apabila lingkungan mendukung atau lingkungan

(40)

apabila tercipta lingkungan yang tidak memberikan suatu bentuk kehidupan lalat yaitu keadaan lingkungan yang bersih, sejuk dan kering (Depkes RI,

Dirjen P2MPL, 2000).

2.6 Keripik Sanjai Balado

Keripik sanjai adalah makanan khas dari Sumatera Barat dan dijadikan oleh-oleh khas dari Sumatera Barat. Salah satu jenis keripik sanjai ini adalah keripik sanjai balado, resep dan cara pembuatannya sudah disampaikan secara turun temurun. (Lasmanawati, 2010).

2.6.1 Komposisi Keripik Sanjai Balado

Bahan baku yang digunakan untuk membuat keripik sanjai balado ini adalah singkong dan cabe. Bahan pendukung lainnya terdiri dari bawang merah, bawang putih, gula pasir, minyak goreng dan vanilla. Bahan tambahan yang sering digunakan adalah selai nenas untuk penyedap rasa, BBQ untuk melekatkan cabe dan gula ke keripik serta untuk mengkilatkan, bahan pewarna makanan seperti gincu cap angsa dan red bell untuk memberikan warna merah pada keripik sanjai balado (Femelia, 2009).

2.6.2 Proses Pembuatan Keripik Balado

Menurut Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2012), proses pembuatan keripik sanjai balado adalah sebagai berikut:

1. Pengupasan Singkong

(41)

2. Pengirisan Singkong

Setelah dicuci bersih, singkong diiris tipis-tipis atau dirajang. Irisan singkong ini dimasukkan ke dalam air yang sudah dibumbui dengan campuran bawang merah dan bawang putih yang ditumis serta garam. Rendam ±30 menit agar bumbu bisa meresap ke dalam singkong secara sempurna. Setelah itu tiriskan singkong sebelum digoreng.

3. Penggorengan Singkong

Tuang dan panaskan minyak goreng ke dalam wajan penggorengan. Setelah panas, masukkan irisan singkong yang telah dibumbui dan masak hingga pinggir singkong berwarna kuning keemasan. Setelah itu angkat dan tiriskan, kemudian didinginkan ±30 menit.

4. Pelapisan Keripik Singkong dengan Cabe

Sebelum keripik singkong dicampurkan dengan cabe atau bumbu balado, terlebih dahulu dilakukan pemisahan keripik yang rusak atau hangus dengan yang bagus. Keripik yang telah disortir dicampurkan dengan cabe atau bumbu balado disimpan dalam wadah yang cukup besar.

5. Pengemasan, Penyajian dan Pemasaran.

(42)

Gambar

Tabel 2.1 Lama Penyimpanan Makanan Jadi atau Masak
Tabel 2.2 Penyakit Bawaan Makanan

Referensi

Dokumen terkait

calon mempelai di atas, maka keberatan dapat disampaikan secara tertulis kepada Majelis GKIm Jemaat Ka Im Tong dengan mencantumkan nama lengkap, nomor anggota,

Firma adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan nama bersama, dalam mana tanggung jawab masing-masing anggota firma (disebut

Pada hasil uji organoleptik terhadap tekstur nugget tetelan ikan tuna dengan penambahan ubi ungu terdapat nilai tertinggi pada perlakuan perbandingan ubi ungu dan

Tutup termos dibuka kemudian isi rumen tersebut disaring dengan kain kasa berlapis 4 untuk dipindahkan pada gelas ukur plastik. Selama penyaringan sampai rumen digunakan

Hasil dari penelitian ini menjawab rumusan masalah tentang struktur, representasi kritik sosial dan model representasi kritik sosial dalam cerpen “Jasa- jasa buat

Rumusan masalah ada;ah: “Apakah penerapkan model pembelajaran kooperatif pada pelajaran geografi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V Ш semester genap SMP

al (2011) meneliti tentang corporate governance perusahaan perbankan dengan sampel 82 Bank islam yang dilakukan di 11 negara, yaitu Bahrain, Mesir, Iran, Yordania, Kuwait, Libanon,

Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang